Laporan Praktikum Kimia Organik I

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I

PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN


DARI DAUN TEH

Tanggal percobaan: Senin, 3 Oktober 2016

Tanggal pengumpulan: Selasa, 11 Oktober 2016

Nama: Helmi Fauzi


NIM: 1157040025
Semester/Kelas: III/A

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
I. Tujuan percobaan:
1.1 Ekstraksi kafein dari daun teh
II. Teori Dasar

Ekstraksi adalah sebuah teknik yang umum digunakan dalam kimia organik
untuk memisahkan materi yang diinginkan dari materi yang tidak diinginkan.
(Gilbert & Martin, Experimental Organic Chemistry: 2011)

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian


sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali
campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar
sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah
dibicarakan. (Rahman, Laporan Praktikum 5 Ekstraksi Kafein: 2012)

Secara garis besar, ada dua macam pemisahan.

1. Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan cairan dari padatan


dengan menggunakan cairan sebagai bahan pelarutnya.
2. Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan cairan dari suatu larutan dengan
menggunakan cairan sebagai bahan pelarutnya.

Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan, faktor ini mempengaruhi


terhadap hasil ekstraksi yang didapat.

1. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal. Semakin
kecil ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair;
sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak
untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan adalah kecil.
2. Zat pelarut
Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan pelarut
pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat dapat
bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan dipakai pada
awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan
naik dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradien konsentrasi akan
berkurang dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental.
3. Temperatur
Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di
dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk
memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.
4. Pengadukan fluida
Pengadukan pada zat pelarut adalah penting karena akan menaikkan proses
difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan partikel ke
zat pelarut.

Seperti yang telah diketahui juga bahwa dalam melarutkan suatu zat kita tidak
bisa secara sembarang menggunakan pelarut di samping hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi juga bisa menyebabkan percobaan tidak maksimal atau bahkan
gagal, jadi berikut ini beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
penggunaan pelarut.

1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-
komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi
bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut
dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu
larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya di
ekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit).
3. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut
dalam bahan ekstraksi.
4. Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaaan
kerapatan yaitu besar amtara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan
agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatan kecil, seringkali
pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya
dalam ekstraktor sentrifugal).
5. Reaktifitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai
dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus
berada dalam bentuk larutan.
6. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh terlalu
dekat, dan keduanya tidak membentuk aseotrop. Ditinjau dari segi ekonomi,
akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu
tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah). (Hana,
Ekstraksi: 2013)

Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi,
daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar.
Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan pH
6.9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara ilmiah, efek langsung dari kafein
terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak
langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek
samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan denyut
jantung tak berarturan (tachycardia). (Hermanto, Kafein, Senyawa Bermanfaat
atau Beracunkah?: 2007)
Struktur senyawa kafein

Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak


ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Alkaloid merupakan
senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan
biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom karbon, hidrogen,
nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa alkaloid banyak
terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan juga dari
hewan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuhtumbuhan
dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi
tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan dan
pengatur kerja hormon. Alkaloid mempunyai efek fisiologis.
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat dan
berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Ada
juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina. Sebagian
besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat
farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai
obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik
lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf.
Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu dikaji
dengan hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang
ditemukan di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam
nukleat, yang kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid.
Alkaloid tidak mempunyai nama yang sistematik, sehingga nama dinyatakan
dengan nama trivial misalnya kodein, morfin, heroin, kinin, kofein, nikotin.
(Anonim, Senyawa Alkaloid: 2013)

III. Cara kerja

3.1 Ekstrak kafein

Kantung teh celup 5 bungkus dan 20 gram Na2CO3 dimasukkan ke erlenmeyer (1)
ukuran 250 ml, lalu ditambah 112,5 ml air panas, campuran didiamkan 7 menit,
lalu didekantasi antara cairan dan kantung teh celupnya, hasil pelarutan disimpan
di erlenmeyer (2). Teh dan Na2CO3 yang mungkin masih tersisa (kefeinnya)
ditambah 25 ml air panas, hasil pelarutan digabung dengan erlenmeyer (2). Teh
dan Na2CO3 didihkan selama 20 menit, lalu didekantasi dan cairannya disatukan
dengan hasil pelarutan sebelumnya. Ekstrak teh didinginkan sampai suhu kamar
lalu dimasukkan ke corong pisah, ditambah 20 ml diklorometana, lalu
digoyangkan dan setiap 15-20 penggoyangan kran dibuka untuk membuang gas.
Lalu ditambah 7,5 ml diklorometana dan digoyangkan kembali. Setelah didapati
campuran yang memiliki berbagai lapisan, fraksi bening diambil dengan pipet
apabila terdapat emulsi, cairan yang didapat dipindahkan ke wadah erlenmeyer.
CaCl2.2H2O ditambahkan pada cairan bening, lalu diaduk 10 menit, didekantasi
hasil ekstraksi dengan diklorometana, sebagai catatan gumpalan CaCl2 jangan
sampai terbawa, jika bisa saring dengan penyaring biasa. Erlenmeyer dan kertas
saring dibilas dengan 5 ml diklorometana. Filtrat hasil bilas digabung dengan hasil
penyaringan awal, lalu dievaporasi di evaporator.
IV. Data Pengamatan dan Perhitungan

4.1 Data Pengamatan

Perlakuan Pengamatan
1. Na2CO3 ditimbang 1. Massa Na2CO3 10 gram,
2. 5 kantong teh celup ditimbang berwujud serbuk putih
3. H2O dipanaskan 2. Massa 10,14 gram beserta
4. Teh celup dan Na2CO3 dengan kantungnya
dimasukkan ke erlenmeyer 1, 3. Suhu hampir mencapai 100oC
ditambah air panas 113 ml, 4. Warna cokelat kehitaman,
diaduk dan didiamkan 7 menit berbau khas teh
5. Campuran didekantasi, air hasil 5. Cairan berada di erlenmeyer
isolasi dipindahkan ke 6. Warna campuran berwarna
erlenmeyer 2 cokelat tua
6. Kantong teh diisi kembali 7. Warna cairan hasil didihan
dengan air panas 25 ml, diaduk berwarna cokelat kehitaman,
dan didiamkan 7 menit, lalu terdapat busa di sekitar kantong
simpan pada wadah erlenmeyer dam di dasar erlenmeyer 1
2 (disatukan dengan hasil 8. Terdapan dua lapisan setelah
dekantasi pertama) pencampuran, lapisan dari
7. Kantong teh didihkan di atas cairan yang tidak berwarna dan
pemanas 20 menit, didekantasi, lapisan dari cairan berwarna
cairan tersisa disaring dari teh cokelat
celup, filtrat disatukan dengan 9. Terdapat gas keluar ketika kran
hasil dekantasi pertama dan dibuka, gas diketahui dengan
kedua menjulurkan tangan untuk
8. Cairan hasil dekantasi merasakan gas
dimasukkan ke corong pisah, 10. Campuran terdapat 3 lapisan,
lalu ditambah 20 ml lapisan tidak berwarna sedikit,
diklorometana lapisan berwarna cokelat tua,
9. Cairan digoyangkan 5 menit dan lapisan cokelat kehitaman.
dengan satu arah, setiap 15-20 11. Jumlah lapisan tidak berwana
goyangan kran corong dibuka bertambah, lapisan cairan
untuk membuang gas lainnya cenderung tetap
10. Campuran didiamkan di dalam 12. Larutan tidak berwarna berada
corong, lalu ditambah lagi 7,5 di gelas kimia
ml diklorometana dan 13. CaCl2.2H2O berwujud padat,
digoyangkan kembali berwarna putih. Terjadi
11. Ditambah 5 ml diklorometana perubahan warna larutan, yang
dan digoyang kembali, dan semula tidak berwarna menjadi
lapisan pada cairan dicek putih, dan terjadi perubahan
kembali kekentalan
12. Cairan tidak berwarna dipipet 14. Filtrat berwarna hijau muda,
dan disimpan di gelas kimia berwujud cair, dan berbau khas
13. Hasil ekstraksi ditambah 15. Filtrat hasil evaporasi berwarna
CaCl2.2H2O, diaduk 10 menit kuning, berwujud cair, dan
14. Larutan disaring dengan kertas berbau khas,
saring yang telah dbilas 16. Larutan berwarna kuning,
diklorometana, ditempatkan terdapat emulsi di dasar wadah
pada erlenmeyer yang telah 17. Larutan berwarna kuning keruh
dibilas juga dengan
diklorometana sisa bilasan
kertas saring
15. Filtrat dievaporasi dengan
waterbath, suhu diatur 40oC
untuk menguapkan
diklorometana
16. Filtrat kafein ditambah 2,5 ml
aseton panas
17. Filtrat kafein ditambah ligroin 3
tetes lalu didinginkan hingga
mencapai suhu kamar
V. Pembahasan

Ekstraksi dan isolasi merupakan suatu metode pemisahan zat dengan pelarut
lain, baik itu zat cair maupun padat. Metoda ekstraksi ini berdasarkan pada
kelarutan zat yang akan diambil dengan kelarutan pelarutnya, jika zat yang
diekstraksi memiliki sifat-sifat kimia yang cenderung mirip dengan pelarutnya
maka zat tersebut bisa terlarut di dalamnya

Daun teh dan Na2CO3 digabung dan dilarutkan dengan air panas, penggunaan
natrium karbonat bertujuan untuk memisahkan kandungan tanin dari kafein.
Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Dalam air, tanin
membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat. Tanin yang bersifat asam
harus dipisahkan dengan natrium karbonat yang cenderung basa, sehingga
menghasilkan garamnya, garam ini terlarut dalam air tapi tidak larut dalam
diklorometana.

Kafein cederung bersifat nonpolar, akan tetapi juga bersifat hidrofilik,


sehingga mampu terlarut dalam air yang bersifat cenderung polar. Lalu setelah
dilakukan dekantasi dan pelarutan ulang, hasil ekstraksi kemudian dimasukkan ke
corong pisah dan ditambah diklorometana, penambahan diklorometana bertujuan
untuk mengisolasi kafein dari senyawa organik lain dalam campuran, di samping
itu alasan penggunaan diklorometana karena pelarut ini tidak bereaksi atau tidak
bercampur dengan pelarut air. Dalam proses ini pada saat pengocokkan terjadi
kontak antara campuran hasil ekstraksi dengan pelarut, kafein yang bersifat
cenderung nonpolar tentu akan terlarut dalam diklorometana yang cenderung
nonpolar juga, sehingga akan ada lapisan pada campuran yang terpisah dengan air
dan itu kemungkinan berisi kafein yang terlarut dalam pelarut lain. Pada saat
pengocokkan campuran ada perlakuan membuka kran corong pisah, hal ini
bertujuan untuk mengeluarkan gas yang berada dalam corong, jika gas ini tidak
dikeluarkan bisa saja membuat corong pisah mengalami tekanan berlebih dan
pecah. Hasil dari percobaan yang dilakukan didapati cairan yang tidak berwarna
(kemungkinan diklorometana + kafein) berada pada lapisan atas, dan lapisan
bawah berupa cairan cokelat (campuran air dan senyawa lain). Jika menilik pada
buku Microscale Organic Laboratory halaman 234, diklorometana seharusnya
berada pada lapisan paling bawah, karena massa jenisnya lebih besar dari pada air
( diklorometana = 1,33 g/cm, air = 1 g/cm), sebagai contoh sederhana minyak
dan air ( minyak = 0,8 g/cm) meskipun memiliki perbedaan massa jenis yang
lebih kecil dari perbedaan antara massa jenis air-diklorometana , bagaimanapun
juga minyak akan selalu berada di atas air ketika dicampurkan. Tapi pada
percobaan ini cairan bening berada di atas air yang bercampur dengan garam lain,
ada kemungkinan besar bahwa pelarut yang digunakan bukanlah diklorometana
karena memiliki massa jenis lebih kecil dari air. Perlu adanya pengujian ulang
pada percobaan ini, misalnya dengan pelarut kloroform. Atau jika hasil pemisahan
antara pelarut satu dan lainnya ingin menjadi maksimal, maka bisa dilakukan
sentrifuge, supaya terlihat dengan jelas pelarut yang berisi kafein mana yang harus
diambil.

Cairan pelarut-kafein bening diambil, dipisahkan ke wadah yang lain, lalu


ditambah kalsium klorida dihidrat, penambahan garam ini bertujuan untuk
menyerap air yang kemungkian masih ada dalam cairan pelarut-kafein, campuran
lalu disaring dengan kertas saring dan wadah baru yang telah dibilas pelarut,
sehingga campurannya hanya kafein dan pelarut. Jadi karena tinggal hanya ada
dua komponen, pemisahan dilakukan dengan mengevaporasi pelarutnya.
Sebagaimana diketahui dalam faktor penggunaan pelarut, pelarut hendaknya
memiliki berbedaan titik didih yang jauh dan tidak bersifat azeotrop, sehingga
dapat dilakukan dengan pemanasan biasa saja, seperti pada percobaan ini
menggunakan waterbath, dengan hasil evaporasi cairan berwarna kuning dan
berbau khas. Setelah hasil evaporasi tidak terbentuk adanya kristal sedikitpun, hal
ini diduga bahwa kafein yang didapat terlalu sedikit, dan juga jika dilihat dari
metoda yang telah dilakukan terdapat adanya ketidaktepatan perlakuan pada saat
praktikum, terutama pada saat isolasi kafein dari cairan teh. Akan lebih efektif
jika ekstraksi dilakukan dalam jumlah kecil akan tetapi beberapa kali dibanding
dalam jumlah besar akan tetapi dilakukan sekali. Dengan metoda beberapa kali
akan menghasilkan ekstrak kafein yang lebih banyak karena dalam setiap
pelarutan akan ada banyak kontak antara pelarut dengan kafein, sedangkan
metoda sekali dengan jumlah banyak hanya akan membuat pelarutnya melakukan
kontak pada sebagian kafein saja. Hasil evaporasi tadi lalu ditambah aseton panas,
penambahan ini bertujuan untuk melarutkan kafein dan pengotor yang masih
tertinggal. Lalu dipindahkan oleh pipet ke erlenmeyer kecil, dalam keadaan panas
ditambahkan ligroin (atau n-heksan), erlenmeyer didinginkan sampai dengan suhu
kamar, dan tidak terdapat kristal yang didapat. Meskipun tidak didapati kristal
kafein, dengan hasil dari penambahan ligroin menandakan bahwa adanya kafein.

VI. Kesimpulan
4.1 Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa: Ekstraksi kafein dari daun
teh dapat dilakukan dengan melarutkannya dengan dua pelarut yang tidak
saling melarutkan, lalu isolasi kafein dari senyawa lain dengan
penambahan natrium karbonat. Hasil ekstraksi ditambah kalsium klorida
dihidrat untuk menyerap ait, saring dan dipisahkan dari pelarut kedua
(evaporasi), lalu ditambah aseton panas untuk memisahkan dari pengotor,
dan ditambah ligroin untuk mengidentifikasi kafein.
Daftar Pustaka

1. Anonim. 2013. Senyawa Alkaloid. Tersedia:


http://ilmualambercak.blogspot.co.id/2013/03/senyawa-alkaloid.html
diakses pada Senin, 10 Oktober 2016
2. Gilbert, John C. & Stephen F. Martin. 2011. Experimental Organic
Chemistry. United States of America: Chengage Learning
3. Hana, Muhamad N. 2011. Ekstraksi. Tersedia:
http://nurul.kimia.upi.edu/arsipkuliah/web2013/1106139/blog-single-with-
image-ekstraksi.html diakses pada Minggu, 9 Oktober 2016
4. Hermanto, Sindhu. 2007. Kafein, Senyawa Bermanfaat atau Beracunkah?.
Tersedia: http://archive.is/vkT3J#selection-695.1-711.354 diakses pada
Senin, 10 Oktober 2016
5. Mayo, Dana W., Ronald M. Pike dan David C. Forbes. 2011. Microscale
Organic Laboratory. United States of America: John Wiley and Sons, Inc.
6. Rahman, Muhammad A. 2012. Laporan Percobaan 5: Ekstraksi Kafein.
Lampung: UNLAM
7. Setyadudi, Lulu. 2012. Kafein dalam Teh (Laporan Praktikum Kimia
Organik). Tersedia: http://blogs.itb.ac.id/susianah/2012/11/04/kafein-
dalam-teh-laporan-praktikum-kimia-organik/ diakses pada Senin, 10
Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai