Dasar Hukum Outsorcing
Dasar Hukum Outsorcing
Dasar Hukum Outsorcing
A.Pasal1601bKUHPerdata
Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh,
mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu
waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.
B.Pasal64UU13/2003
Perusahaan dapatmenyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaankepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh
yangdibuatsecaratertulis.
DefinisiPemboronganPekerjaan
C.Pasal1angka4Permenaker19/2012
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian antara perusahaan pemberi
pekerjaandenganperusahaanpenerimapemboronganyangmemuathakdankewajibanpara
pihak.
Jenis Outsourcing
(Berdasarkan Permenaker 19/2012)
Berdasarkan KUHPerdata
Sesuai dalam Pasal 1601 KUHPerdata, kontrak untuk melakukan pekerjaan, dapat dibagi
menjadi 3 jenis, antara lain:
Perjanjian Perburuhan (upah)
Perjanjian Borongan (harga)
Perjanjian Tertentu
6
Persyaratan Pemborongan Pekerjaan
A. Pasal 65 ayat (2) UU 13/2003
1. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
4. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
C. SE 04/2013
1. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen maupun kegiatan
pelaksanaan pekerjaan.
Manajemen terpisah: perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima
pemborongan bukan merupakan satu kesatuan, melainkan badan hukum yang
berbeda;
Pelaksanaan pekerjaan terpisah: tidak didasarkan pada terpisahnya lokasi.
2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari perusahaan pemberi
pekerjaan.
Agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
perusahaan pemberi pekerjaan.
Perintah langsung bukan berarti status hubungan kerja antara pekerja dari
perusahaanpenerima pemborongan beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan
3. Kegiatan penunjang perusahaan pemberi pekerjaan secara keseluruhan.
Kegiatan yang mendukung dan memperlancar kegiatan utama sesuai dengan
alur proses yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha
4. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Merupakan kegiatan tambahan yang bila tidak dilakukan,proses pelaksanaan
pekerjaan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
7
1. Pembuatan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan oleh masing-masing pengusaha,
yang dapat dilakukan bersamaan dengan pendirian asosiasi sektor usaha.
2. Penetapan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan oleh asosiasi.
3. Pelaporan jenis alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh
asosiasi kepada Dinas Tenaga Kerja setempat.
4. Instansi tenaga kerja setempat mengeluarkan bukti pelaporan.
5. Pembuatan perjanjian pemborongan pekerjaan.
6. Pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan; dan
7. Penerbitan bukti pendaftaran oleh Dinas Tenaga Kerja setempat.
Sanksi
1. Pasal 65 ayat (7), (8), (9) UU 13/2003 (melanggar Perjanjian Pemborongan Kerja)
Demi hukum, status hubungan kerja pekerja dengan perusahaan penerima
pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja dengan perusahaan pemberi
pekerjaan, dengan status perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau pekerjaan waktu tertentu
(sesuai dengan ketentuan yang berlaku).
8
4. Perjanjian tertulis dan sesuai ketentuan Undang Undang antara perusahaan
pengguna jasa pekerja dan perusahaan penyediaan jasa pekerja.
SE 04/2013
1) Perjanjian penyediaan jasa pekerja dibuat secara tertulis.
2) Pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja harus merupakan
kegiatan jasa penunjang atau tidak berhubungan langsung dengan proses produksi,
meliputi:
a. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);
b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja (catering);
c. Usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
d. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
e. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.
3) Perusahaan penyedia jasa pekerja dilarang menyerahkan pelaksanaan sebagian atau
seluruh pekerjaan yang diperjanjikan kepada perusahaan penyedian jasa pekerja lain.
4) Memuat jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja dari perusahaan penyedia
jasa pekerja.
5) Menegaskan perusahaan penyedia jasa pekerja bersedia menerima pekerja dari
perusahaan penyedia jasa sebelumnya untuk jenis pekerjaan yang terus-menerus ada
di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia
jasa pekerja.
6) Menjelaskan hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasapekerja pekerja sesuai
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT)
9
c. Memiliki izin usaha;
d. Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan;
e. Memiliki izin operasional;
f. Memiliki kantor dan alamat tetap; dan
g. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan.
10