Bhana 4

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

Irigasi permukaan merupakan cara pemberian air yang tertua dan paling umum digunakan.

Cara pemberian air dengan cara ini sering juga disebut dengan irigasi penggenangan, karena
dengan cara ini air irigasi yang diberikan di lokasi tertentu, dibiarkan mengalir bebas di atas
permukaan lahan, dan kemudian air akan mengisi daerah perakaran tanaman. Hal ini berbeda
jika dibandingkan dengan sistem irigasi curah dimana air didistribusikan ke lahan melalui
pipa bertekanan, dan sistem irigasi tetes, dimana air diberikan melalui penyiram atau penetes
ke permukaan.
Dengan menggunakan sistem irigasi permukaan, air diberikan secara langsung melalui
permukaan tanah dari suatu saluran atau pipa yang memiliki tinggi permukaan airnya lebih
tinggi dari elevasi lahan yang akan diairi, biasanya sekitar 10-15 cm. Air irigasi akan
mengalir di permukaan tanah dari pangkal ke ujung lahan dan meresap ke dalam tanah
membasahi daerah perakaran tanaman. Syarat penting untuk mendapatkan sistem irigasi
permukaan yang efisien adalah perencanaan sistem distribusi air untuk dapat mengendalikan
aliran air irigasi dengan perataan lahan yang baik, sehingga penyebaran air seragam ke
seluruh petakan.

Gambar 1. Sistem Irigasi Permukaan


Pada prinsipnya rancangan sistem irigasi permukaan adalah merancang beberapa parameter
sehingga didapatkan waktu kesempatan berinfiltrasi yang relatif seragam dari pangkal sampai
ke ujung lahan. Umumnya di bagian pangkal, air akan lebih banyak air meresap daripada
bagian ujung petakan lahan, sehingga didapatkan efisiensi pemakaian air yang kecil. Prosedur
pelaksanaan irigasi dalam irigasi permukaan adalah dengan menggunakan debit yang cukup
besar, maka aliran akan mencapai bagian ujung secepat mungkin, dan meresap ke dalam
tanah dengan merata Setelah atau sebelum mencapai bagian ujung, aliran masuk dapat
diperkecil debitnya sampai sejumlah air irigasi yang diinginkan sudah diresapkan. Pasokan
aliran air dihentikan dan proses resesi sepanjang lahan akan terjadi sampai proses irigasi
selesai. Sistem irigasi permukaan telah berkembang luas dan dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis, yaitu (1) irigasi basin (basin irrigation), (2) irigasi border (border irrigation),
(3) irigasi alur (furrow irrigation), dan (4) penggenangan bebas.
Perbedaan antara berbagai jenis irigasi di atas sering bersifat subyektif. Irigasi penggenangan
adalah menangkap semua kategori untuk situasi di mana air hanya dibiarkan mengalir ke
daerah tanpa ada upaya untuk mengatur pemberian airnnya atau keseragaman. Dan karena
tidak ada upaya dilakukan untuk mengatur aplikasi atau keseragaman. Jika dilakukan
pengendalian pada sistem irigasi penggenangan, maka sistem irigasi penggenangan dapat
dikategorikan menjadi irigasi border atau irigasi basin dan furrow.
BAHAN II

Irigasi Permukaan
IRIGASI PERMUKAAN

Oleh
Widya Ayu
1314121188

A. Pengertian Irigasi

Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam
dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada
zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau
sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian.
Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan
wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model
seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam
dunia modern ini sudah banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini
sudah berlangsung sejak mesir kuno (Ardi, 2013).
Beberapa pengertian irigasi adalah sebagai berikut :
Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk sawah,
ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, rawa - rawa, perikanan. Usaha tersebut
terutama menyangkut pembuatan sarana dan prasarana untuk membagi-bagikan air ke sawah-
sawah secara teratur dan membuang air yang tidak diperlukan lagi untuk memenuhi tujuan
pertanian. Masih sering kita jumpai istilah irigasi ini diganti dengan istilah "Pengairan".
Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha untuk
mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan tersebut dapat meliputi :
perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari
sumber air dan membagi air tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air dengan
membuangnya melalui saluran drainase (Ardi, 2013).

Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun buatan
kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang berguna bagi pertumbuhan
tanaman. Secara alamiah air disuplai kepada tanaman melalui air hujan. Secara alamiah
lainnya, adalah melalui genangan air akibat banjir dari sungai, yang akan menggenangi suatu
daerah selama musim hujan, sehingga tanah yang ada dapat siap ditanami pada musim
kemarau.secara buatan : Ketika penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik
dalam skala yang cukup besar, maka hal tersebut disebut irigasi buatan (Artificial
Irrigation). Irigasi buatan secara umum dapat dibagi dalam 2 (dua ) bagian : Irigasi Pompa
(Lift Irrigation), dimana air diangkat dari sumber air yang rendah ke tempat yang lebih tinggi,
baik secara mekanis maupun manual. Irigasi Aliran (Flow Irrigation), dimana air dialirkan ke
lahan pertanian secara gravitasi dari sumber pengambilan air (Racmad, 2009).

B. Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Irigasi

Sesuai dengan definisi irigasi, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya rekayasa
teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi pertanian,
dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan
sistematis. Namun,secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 3 (dua)
golongan, yaitu : Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah
berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat dicapai
suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada di tanah
tersebut. Tujuan Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang meliputi : mengatur
suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, mengangkut bahan pupuk dengan
melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah
dengan cara mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain
sebagainya. Tujuan irigasi secara umum adalah menjamin keberhasilan produksi tanaman
dalam rangka menghadapi kekeringan jangka pendek, mendiginkan tanah sehingga akrab
dengan pertumbuhan tanaman, mengurangi bahaya cekaman kekeringan, mencuci/melarutkan
garam dalam tanah, serta melunakkan lapisan gumpalan-gumpalan tanah (Teristi, 2013).

Irigasi mempunyai fungsi sebagai berikut :


1. memasok kebutuhan air tanaman
2. menjamin ketersediaan air
3. menurunkan suhu tanah
4. mengurangi kerusakan akibat frost
5. melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah

Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :


1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang
atau tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu
pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.
3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur & zat zat
hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.
4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan
lumpur yang dikandung oleh air irigasi.
5. mempermudah pekerjaan pengolahan tanah, menekan pertumbuhan gulma, hama, dan
penyakit, mengatur suhu tanah dan iklim mikro, memperbaiki kesuburan tanah, dan
menurunkan kadar garam dalam tanah.
6. Untuk penggelontoran air (membersihkan buangan air kota), yaitu dengan mengunakan air
irigasi, maka kotoran/pencemaran/limbah/sampah yang terkandung di permukaan tanah
dapat digelontor ketempat yang telah disediakan (saluran drainase) untuk
diproses penjernihan secara teknis atau alamiah. (penggelontoran), misalnya dengan
prinsip pengenceran karena tanpa pengenceran tersebut air kotor dari kota akan berpengaruh
sangat jelek bagi pertumbuhan tanaman.
7. Pada daerah dingin,dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari pada
tanah,sehingga dimungkinkan untuk mengadakan proses pertanian pada musim
tersebut
8. Mengatur suhu tanah, misalnya pada suatu daerah suhu tanah terlalu tinggi dan tidak sesuai
untuk pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat disesuaikan dengan cara mengalirkan air
yang bertujuan merendahkan suhu tanah.
9. Membersihkan tanah, dilakukan pada tanah yang tidak subur akibat adanya unsur-unsur
racun dalam tanah. Salah satu usaha misalnya penggenangan air di sawah untuk melarutkan
unsur-unsur berbahaya tersebut kemudian air genangan dialirkan ketempat pembuangan.
10. Memberantas hama, sebagai contoh dengan penggenangan maka Jiang tikus bisa direndam
dan tikus keluar, lebih mudah dibunuh (Ardi, 2013).
C. Irigasi Permukaan

Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui
bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air
irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Di sini dikenal
saluran primer, sekunder, dan tersier. Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air.
Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu.
Irigasi permukaan ini merupakan cara yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Irigasi
permukaan yang cenderung tidak terkendali umumnya disebut dengan irigasi banjir atau
irigasi basin, yaitu merendam lahan pertanian hingga ketinggian tertentu dengan jumlah air
yang berlebih. Irigasi permukaan yang terkelola dengan baik biasanya dilakukan dengan
mengalirkan air di antara guludan (furrow) atau batas tertentu
(Kholid, 2009).

Metode irigasi permukaan ini merupakan cara aplikasi irigasi yang tua dan paling banyak
digunakan. Irigasi permukaan lebih cocok diterapkan pada lahan yang relatif seragam dan
datar (slope < 2%) serta tanah dengan kapasitas infiltrasi rendah sampai sedang. Investasi
awal yang diperlukan untuk membangun irigasi permukaan biasanya rendah namun
efisiensinya relatif rendah karena banyak kehilangan air melalui evaporasi, perkolasi, run off
maupun seepage. Beberapa tipe irigasi permukaan yang sering dijumpai adalah
sawah/genangan (basin), luapan (border), alur (furrow), dan surjan (gelombang).

Sistem irigasi permukaan terjadi dengan menyebarkan air ke permukaan tanah dan
membiarkan air meresap (infiltrasi) ke dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan melalui
saluran terbuka baik dengan lining maupun melalui pipa dengan head rendah. Investasi yang
diperlukan untuk mengembangkan irigasi permukan relatif lebih kecil daripada irigasi curah
maupun tetes kecuali bila diperlukan pembentukan lahan, seperti untuk membuat teras.
Sistem irigasi permukaan (Surface irrigation), khususnya irigasi alur (Furrow irrigation)
banyak dipakai untuk tanaman palawija, karena penggunaan air oleh tanaman lebih efektif.
Sistem irigasi alur adalah pemberian air di atas lahan melalui alur, alur kecil atau melalui
selang atau pipa kecil dan megalirkannya sepanjang alur dalam lahan. Suatu daerah irigasi
permukaan terdiri dari susunan tanah yang akan diairi secara teratur dan terdiri dari susunan
jaringan saluran air dan bangunan lain untuk mengatur pembagian, pemberian, penyaluran,
dan pembuangan kelebihan air. Dari sumbernya, air disalurkan melalui saluran primer lalu
dibagi-bagikan ke saluran sekunder dan tersier dengan perantaraan bangunan bagi dan atau
sadap tersier ke petak sawah dalam satuan petak tersier. Petak tersier merupakan petak-petak
pengairan/pengambilan dari saluran irigasi yang terdiri dari gabungan petak sawah. Bentuk
dan luas masing-masing petak tersier tergantung pada topografi dan kondisi lahan akan tetapi
diusahakan tidak terlalu banyak berbeda. Apabila terlalu besar akan menyulitkan pembagian
air tetapi apabila terlalu kecil akan membutuhkan bangunan sadap. Ukuran petak tersier
diantaranya adalah, di tanah datar : 200-300 ha, di tanah agak miring : 100-200 ha dan di
tanah perbukitan : 50-100 ha (Kholid, 2009).

Untuk menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu dilakukan survey mengenai kondisi
daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanaman
pertaniannya, bagian-bagian yang diairi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan
kebutuhan air tanamannya. Sistem irigasi permukaan dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu peluapan dan penggenangan bebas (tanpa kendali) serta peluapan penggenangan secara
terkendali. Sistem irigasi permukaan yang paling sederhana adalah peluapan bebas dan
penggenangan. Dalam hal ini air diberikan pada areal irigasi dengan jalan peluapan untuk
menggenangi kiri atau kanan sungai yang mempunyai permukaan datar. Sebagai contoh
adalah sistem irigasi kuno di Mesir. Sistem ini mempunyai efisiensi yang rendah karena
penggunaan air tidak terkontrol. Sistem irigasi permukaan lainnya adalah peluapan dan
penggenangan secara terkendali. Cara yang umum digunakan dalam hal ini adalah dengan
menggunakan bangunan penangkap, saluran pembagi saluran pemberi, dan peluapan ke
dalam petak petak lahan beririgasi. Jenis bangunan penangkap bermacam-macam,
diantaranya adalah (1) bendung, (2) intake, dan (3) stasiun pompa(Racmad, 2009).

Sistem irigasi genangan (basin irrigation) ini banyak digunakan untuk tanaman padi. Air
diberikan melalui siphon, saluran maupun pintu air ke kolam kemudian ditahan di kolam
dengan kedalaman dan selama waktu yang dikehendaki. Irigasi sawah paling cocok untuk
untuk tanah dengan laju infiltrasi sedang sampai rendah. Topografi lahan yang sesuai adalah
kemiringan kecil (slope = 0-0,5). Apabila lahan miring atau bergelombang perlu diratakan
(levelling) atau dibuat teras. Operasi dapat dilaksanakan oleh tenaga yang tidak ahli. Teknik
pemberiaan air dengan genangan dapat digunakan untuk tanaman apapun dengan
memperhatikan desain, layout, dan prosedur operasinya. Lokasi sumber air sedapat mungkin
berada pada posisi yang memungkinkan seluruh lahan diairi secara gravitasi. Bentuk lahan
biasanya mengikuti topografi, tetapi bila memungkinkan bentuk bentuk segi empat
merupakan bentuk yang paling menguntungkan ukuran lahan (panjang dan lebar) ditentukan
berdasarkan kapasitas infiltrasi dan debit. Waktu infiltrasi (opportunity time) yaitu waktu
yang diperlukan untuk air untuk meresap ke dalam tanah. Debit air irigasi harus cukup besar
untuk memberikan air yang seragam ke seluruh lahan tetapi tidak terlalu besar sehingga tidak
menimbulkan erosi. Waktu pemberian air irigasi yaitu waktu yang diperlukan untuk
meresapkan sejumlah air yang diperlukan ke seluruh lahan (Racmad, 2009).

Irigasi basin dilakukan dengan membanjiri satu petak lahan, dan memungkinkan drainase dari
petak yang lebih tinggi menjadi sumber air bagi petak yang lebih rendah. Irigasi basin tidak
harus didrainase melainkan membiarkan air menyerap ke dalam tanah atau terevaporasi ke
udara, yang disebut dengan "basin tertutup". Irigasi basin diutamakan di daerah dengan
laju infiltrasi yang rendah, karena dibutuhkan waktu yang lama bagi air untuk menyerap ke
dalam tanah sehingga lahan dibanjiri selama beberapa waktu.
Irigasi luapan dilakukan dengan membuat galengan yang sejajar untuk menggiring selapis
tipis air bergerak dari satu sisi ke sisi lahan yang lain. Lahan dibagi menjadi beberapa strip
sejajar yang dipisahkan oleh galengan kecil. Sifat irigasi luapan ini adalah memberikan air
irigasi dalam jumlah seragam di lahan. Irigasi luapan dapat cocok diterapkan di lahan dengan
permukaan relatif datar atau dapat dibuat datar dengan murah dan tanpa mengurangi
produksi. Umumnya irigasi luapan baik untuk tanah dengan kapasitas infiltrasi sedang sampai
rendah. Seringkali metode ini tidak cocok diterapkan di tanah pasiran kasar. Tahap-tahap
desain irigasi genangan dapat diterapkan untuk desain irigasi luapan. Tahap terakhir
ditambahkan menenetukan jumlah jalur yang akan diairi setiap pemberian irigasi (Acmadi,
2013).

Irigasi Alur (Furrow Irrigation) dilakukan dengan mengalirkan air melalui alur-alur atau saluran
kecil yang dibuat searah atau memotong slope. Air masuk ke dalam permukaan tanah dari
dasar alur dan dinding alur. Teknik ini cocok untuk tanah berderet dengan tekstur medium
sampai halus untuk mengalirkan air vertikal dan horisontal.

Desain irigasi alur meliputi panjang alur, jarak antar alur, dan kedalaman alur.Panjang alur
berkisar 100-200 m dengan memperhatikan perkolasi dan erosi.Jarak antar alur 1-2m
tergantung jenis tanaman dan sifat tanah. Kedalaman alur 20-30 cm untuk memudahkan
pengendalian dan penetrasi air. Kelebihan dari irigasi alur ini adalah mengurangi kehilangan
akibat evaporasi, mengurangi pelumpran tanah berat, dan mempercepat pengolahan tanah
setelah pemberian air. Irigasi alur cocok untuk memberikan air pada tanaman yang mudah
rusak bila bagian tanamannya terkena air. Tenaga kerja yang diperlukan untuk
mengoperasikan sistem ini relatif lebih besar daripada irigasi kolam. Terdapat beberapa
keuntungan menggunakan irigasi furrow. Keuntungannya sesuai untuk semua kondisi lahan,
besarnya air yang mengalir dalam lahan akan meresap ke dalam tanah untuk dipergunakan
oleh tanaman secara efektif, efisien pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan sistem
irigasi genangan (basin) dan irigasi galengan (border)(Eko, 2013).

Irigasi gelombang (surge irrigation) dilakukan dengan secara periodik mensuplai air lalu
menghentikannya supaya tanah mengalami siklus kering dan basah yang mampu mengurangi
laju infiltrasi tanah dan menjadikan kondisi tanah seragam. Berkurangnya laju infiltrasi ini
dikarenakan partikel tanah terkonsolidasi, pori-pori dan rekahan mikro di tanah terisi air, dan
menjadi tertutup rata ketika partikel tanah yang besar menjadi pecah karena munculnya
kelembaban yang tiba-tiba dari kondsi yang kering. Partikel tanah yang telah mengecil
tersebut menutup celah pada tanah seiring dengan keringnya tanah, dan seterusnya siklus
tersebut berlanjut. Metode irigasi ini hanya cocok pada tanah jenis remah, dan tidak bisa
dilakukan pada tanah liat karena tanah liat dapat menutup pori-porinya dengan cepat meski
dalam kondisi basah.
Irigasi permukaan dapat memunculkan masalah ketika tidak diterapkan dengan tepat, yang
dapat mengganggu kelestarian lingkungan dan keberlanjutan usaha pertanian :
1. Penggenangan yang dapat menyebabkan akar terendam secara permanen sehingga
pertumbuhan terhenti.
2. Drainase dalam, yaitu fenomena mengalirnya air keluar dari lahan pertanian bukan melalui
permukaan melainkan melalui bawah tanah. Fenomena ini jika terjadi di daerah dengan air
tanah berkadar garam tinggi dapat menyebabkan salinisasi tanah.Salinisasi terjadi ketika air
yang digunakan mengandung kadar mineral tinggi dan menambah kadar garam tanah. Tanah
yang terlalu asin dapat menyebabkan tumbuhan tidak dapat hidup. Peningkatan kadar garam
dapat dicegah dengan drainase bawah permukaan karena air yang mengalir dari atas
membasuh garam dan mengalirkannya ke bawah tanah sehingga mencegah garamnaik ke
permukaan (Ardi, 2013).
BAHAN 3
IRIGASI DI INDONESIA

OLEH :

Sardianto (05121007125)

AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2013

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak Indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada pangan, berbagai
perubahan kebijakan terus dilakukan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Alasan
utama yang muncul perubahan kebijakan tersebut adalah keterbatasan anggaran
yang dimiliki oleh pemerintah. Namun jika dikaji lebih dalam, perubahan tersebut
juga tidak terlepas perubahan model kebijakan irigasi pada tingkatan internasional.
Dominasi pemerintah dalam pembangunan irigasi pada masa revolusi hijau
dipandang sebagai penyebab utama kegagalan pembangunan irigasi termasuk di
Indonesia. Salah satu dari kegagalan tersebut adalah ekspansi besar-besaran
daerah irigasi tidak diimbangi dengan ketersediaan dana untuk melakukan
operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi. Dengan demikian pemindahan
tanggung jawab operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi dari pemerintah
kepada petani (P3A) dipandang sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi
dalam pembangunan sektor irigasi. Konsep inilah yang sebenarnya diadopsi oleh
pemerintah Indonesia di sektor irigasi atau yang lebih dikenal sebagai Irrigation
Management Transfer (IMT), yang menempatkan P3A sebagai aktor utama dalam
operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Salah satu prasyarat yang dibutuhkan untuk menjalankan IMT ini adalah hak
guna air (water use rights). Bank Dunia sendiri mendefinisikan hak-hak irigasi dalam
tiga kategori yaitu management kontrol, fasilitas fisik dan air. Khusus hak atas
air (water rights) irigasi adalah seberapa banyak air yang dapat diberikan kepada
petani untuk menjamin kecukupan air bagi lahan petani anggota P3A lainnya. Pada
intinya IMT mendorong adanya transfer otoritas pengambilan keputusan dalam
pengelolaan irigasi kepada P3A.
Beberapa studi terhadap IMT menunjukkan dampak yang positif baik terhadap
petani maupun keberlajutan system irigasi. Hal ini meliputi perbaikan distribusi air
yang adil kepada petani dan meningkatnya partisipasi petani dalam proses
pengambilan keputusan. Namun studi lain juga menunjukkan bahwa IMT berdampak
negatif, antara lain rendahnya skala ekonomi P3A untuk menyediakan
layanan sesuai dengan sistem yang ada, petani juga diminta untuk membayar jasa
air lebih mahal tanpa adanya perbaikan dan efisiensi layanan. Dan yang terpenting
sebenarnya adalah bahwa IMT memperkenalkan P3A sebagai sebagai langkah
awal untuk merubah sistem pertanian subsisten menjadi tanaman yang bersifat
komersial. Dengan tanaman komersial dan ketersediaan pasar petani kecil akan
mampu membayar iuran kepada P3A untuk operasional dan pemeliharaan serta
perbaikan jaringan irigasi. Dan pada akhirnya pemerintah dapat menghilangkan
subsidi maupun pengeluaran yang terkait dengan pembangunan irigasi.
Hal lain yang juga perlu dicermati adalah ketidakjelasan status jaringan irigasi
di Indonesia. Jika jaringan irigasi dipandang sebagai barang publik (public goods),
seharusnya petani tidak dibebankan untuk membayar biaya jasa layanan air irigasi.
Tetapi jika jaringan irigasi dipandang sebagai common property goods , maka petani
harus membayar jasa layanan air tersebut. Persoalannya dengan kebijakan irigasi
sekarang adalah ada dua penyedia layanan jaringan irigasi yaitu pemerintah dan
P3A dan keduanya berhak untuk menarik jasa layanan air tersebut kepada petani,
yang tentu saja membawa implikasi pada semakin beratnya beban petani.
Dari uraian diatas hal menjadi topik adalah perlunya pengaturan air untuk tanaman agar
dapat maksimal dan efifien dalam pemanfaatannya, dan salah satu hal yang bisa dilakukan
adalah dengan membangun irigasi. Namun apakah arti irigasi tersebut sebenarnya? serta
apakah manfaat dari irigasi tersebut apabila ditinjau secara langsung maupun tidak langsung?
untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita akan mempelajarinya satu - persatu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah system irigasi di Indonesia ?
2. Apa yang terjadi dengan system irigasi di Indonesia sekarang ini ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana system irigasi di Indonesia dan apa yang terjadi dengan
system tata air di Indonesia sekarang ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah dan Konteks Reformasi Irigasi di Indonesia.


Pada tahun 1999, perubahan besar terjadi di sektor sumberdaya air di
Indonesia, dengan munculnya kebijakan untuk melakukan reformasi sektor
sumberdaya air di Indonesia yang didukung oleh Bank Dunia melalui WATSAL.
Seperti sudah diungkapkan di atas, ada dua aspek terkait yaitu manajemen
sumberdaya air dan manajemen layanan. Kedua aspek tersebut menjadi bagian dari
reformasi sumberdaya air di Indonesia. Salah satu bagian dari dua aspek tersebut
adalah reformasi di sektor irigasi.
Jika dilihat lebih dalam, reformasi sektor irigasi sudah dilakukan sudah
dilakukan sejak tahun 1987. Dengan alasan keterbatasan dana, pemerintah pada
tahun 1987 melakukan reformasi kebijakan di sektor irigasi yang dikenal dengan
Irrigation Operation and Maintenance Policy (IOMP). Kebijakan tersebut merupakan
hasil dari dialog kebijakan (policy dialogue) antara pemerintah Indonesia dan Bank
Dunia serta ADB yang tidak lain adalah prakondisi untuk memperoleh dana
pinjaman baru di sektor irigasi. Reformasi kebijakan sektor irigasi yang dibiayai oleh
Bank Dunia melalui The First Irrigation Subsector Project (ISS I), ISSP II, dan Java
Irrigation and Water Resources Management Project (JIWMP), pada intinya
memperkenalkan kebijakan baru di sektor irigasi yaitu turnover management,
irrigation service fee dan efficient operational dan pemeliharaan . Sebagai bagian
dari reformasi pengelolaan irigasi, petani dalam hal ini P3A diharapkan dapat
berperan aktif untuk ikut dalam pengelolaan irigasi. P3A merupakan sebuah
organisasi pengelola irigasi yang dibentuk oleh pemerintah (top-down approach)
sebagai penggganti organisasi pengelola irigasi tradisional seperti Ulu-Ulu,
Raksa Bumi, Tudung Sipulung dan sebagainya.
Dalam perjalanannya IOMP dianggap gagal, salah satu persoalannya adalah
masalah kelemahan manajemen, yang disebabkan fokus pembangunan irigasi lebih
berorientasi pada hal-hal yang bersifat teknis dan fisik bangunan irigasi, sedangkan
faktor-faktor sosial dan institusional yang bersifat spesifik lokal luput dari perhatian.
Kondisi tersebut membawa implikasi pada marginalisasi kemampuan petani dalam
mengelola irigasi dan menjadikan P3A sebagai perpanjangan tangan birokrasi pada
waktu itu.
Pada tahun 1999 Presiden mengeluarkan Inpres No.9 tahun 1999 tentang
Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang berisi isntruksi kepada
Menteri Pekerjaan Umum untuk (1) melakukan koordinasi mempersiapkan kerangka
peraturan dan perundangan dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
memperbaharui kebijakan pengelolaan irigasi, (2) Pembaruan Kebijakan
Pengelolaan Irigasi yang dimaksud meliputi (a) pengaturan kembali fungsi dan
tugas lembaga pengelola irigasi, (b) pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air
(P3A), (c) Penyerahan Pengelolaan Irigasi kepada P3A, (d) Pengaturan Pembiayaan
Pengelolaan Irigasi, (e) Keberlanjutan Pengelolaan Sistem Irigasi.
Berdasarkan komponen-komponen tersebut kemudian pemerintah menerbitkan
PP No.77 tahun 2001 tentang Irigasi. Terbitnya PP tentang irigasi ini kemudian
menjadi polemik ketika pada tahun 2003 pemerintah (Departemen Kimpraswil)
mengumumkan moratorium pemberlakuan PP ini, dengan alasan pada waktu itu
masih ada pembahasan soal RUU Sumberdaya Air, pemindahan kewenangan
pengelolaan irigasi akan membebani petani terutama petani miskin . Hal ini
menimbulkan kekecewaan bagi kelompok pendukung PKPI , dengan alasan bahwa
pengumuman moratorium tersebut tidak dilakukan secara tertulis akan tetapi hanya
perintah lisan yang disampaikan dalam rapat kerja Kimpraswil atau rapat-rapat
internal lainnya dan tidak pernah dalam bentuk bahan tertulis dan menunjukkan
bahwa pemerintah ragu-ragu dalam upaya memberdayakan petani. Dan dengan
berlakunya UU No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, kebijakan irigasi di
Indonesia kembali seperti semula, dimana tanggung jawab pengelolaan dan
pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder berada di tangan pemerintah,
sedangkan jaringan tersier menjadi tanggung jawab petani.

B. Irigasi
Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan
usaha untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan
tersebut dapat meliputi : perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta pemeliharaan
sarana untuk mengambil air dari sumber air dan membagi air tersebut secara teratur
dan apabila terjadi kelebihan air dengan membuangnya melalui saluran drainasi.
Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan,
yaitu : Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah
berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat
dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman
yang ada di tanah tersebut. Tujuan Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan
yang meliputi : mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun,
mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air
tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara mengalirkan air dan
mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain sebagainya.
Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah
ataupun buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang
berguna bagi pertumbuhan tanaman. Secara alamiah air disuplai kepada tanaman
melalui air hujan. Seara alamiah lainnya, adalah melalui genangan air akibat banjir
dari sungai, yang akan menggenangi suatu daerah selama musim hujan, sehingga
tanah yang ada dapat siap ditanami pada musim kemarau.secara buatan : Ketika
penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang cukup
besar, maka hal tersebut disebut irigasi buatan ( Artificial Irrigation ). Irigasi buatan
secara umum dapat dibagi dalam 2 ( dua ) bagian : Irigasi Pompa ( Lift Irrigation ),
dimana air diangkat dari sumber air yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, baik
secara mekanis maupun manual.
Irigasi Aliran ( Flow Irrigation ), dimana air dialirkan ke lahan pertanian secara
gravitasi dari sumber pengambilan air.
Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah
upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang
proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta
mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :
1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah
hujannya kurang atau tidak menentu.

2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang
waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.

3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur &
zat zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah
menjadi subur.

4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan


pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi.

III. PEMBAHASAN
Keseimbangan air di alam semakin hari semakin bergeser. Hal ini disebabkan karena
sumber air tawar yang tersedia di alam jumlahnya terbatas. Padahal kebutuhan air cenderung
meningkat sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Untuk
menjaga keseimbangan air maka perlu kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya air.
Salah satu jenis pemanfaatan sumber air adalah untuk irigasi. Mengingat Indonesia
adalah Negara agraris dengan tanaman dan makanan utama penduduknya adalah beras, maka
peran irigasi sebagai penghasil utama beras menduduki posisi penting. Irigasi memerlukan
investasi yang besar untuk pembangunan sarana dan prasarana, pengoperasian dan
pemeliharaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik, benar, dan tepat
sehingga pemakaian air untuk irigasi dapat seoptimal mungkin.
Jumlah air yang diperlukan untuk irigasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor alam,
juga tergantung pada macam tanaman serta masa pertumbuhannya. Untuk itu diperlukan
sistem pengaturan yang baik agar kebutuhan air bagi tanaman sapat terpenuhi dan efisien
dalam pemanfaatan air.
Mengingat air yang tersedia di alam sering tidak sesuai dengan kebutuhan baik lokasi
maupun waktunya, maka diperlukan saluran (saluran irigasi dan saluran drainasi) dan
bangunan pelengkap (misal : bendungan, bendung, pompa air, siphon, gorong-gorong /
culvert, talang air dan sebagainya) untuk membawa air dari sumbernya ke lokasi yang akan
dialiri dan sekaligus untuk mengatur besar kecilnya air yang diambil maupun yang
diperlukan.
Irigasi di Indonesia ini mulai dikembangkan semenjak indonesia tidak mampu lagi
mencapai swasembada beras. Awalnya irigasi itu sendiri diangap penting oleh pemerintah
umumnya dan petani sendiri khususnya. Semuanya hanya berpikiran bahwa Indonesia ini
adalah Negara yang kaya, makmur, subur serta segalanya mudah sehingga pemikiran untuk
jangka panjag tentang ketersediaan pangan pun tak lagi dihiraukan. Pikiran awal petani
Indonesia dulu hanyalah keberhasilan panen, dan pemerintah hanya bangga karena saat itu
mampu mencapai swasembada beras tanpa harus repot mengupayakan ketersediaan air
dilahan.
Memasuki keadaan seperti sekarang ini, petani mulai mengeluh tentang minimnya
ketersediaan air di lahan sawahnya khususnya petani-petani daerah jawa. Atas keluhan
tersebut berimbas pada kurangnya minat petani untuk menanam padi lagi. Masalah besar pun
jelas terjadi, ketersediaan beras sebagai makanan utama bangsa Indonesia ini pun jadi mulai
dikhawatirkan tidak tersedia. Mencapai swasembada beras pun kini dirasa hanyalah mimpi,
keberhasilan era orde baru dianggap hanyalah masa lalu yang tak mungkin terulang lagi.
Jenis-jenis irigasi di Indonesia adalah :
1. Irigasi permukaan : Mengambil air dari sumber-sumber yang ada, lalu membuat
bangunan penangkapnya, kemudian mengalirkannya melalui saluran primer dan
sekunder ke petak-petak sawah.
2. Irigasi tambak : Mengatur tata air dari sumber irigasi yang sudah ada melalui
system drainase (menahan dan mengairi padi)
3. Irigasi air tanah : Mengambil air tanah kemudian memompa dan
mendistribusikannya ke petak-petak sawah.
4. Irigasi pompa : Diutamakan untuk areal persawahan di dataran tinggi.
Berikut ini fungsi irigasi :
1. Memasok kebutuhan air pada tanaman.
2. Menjamin ketersediaan air di musim kemarau.
3. Menurunkan suhu tanah.
4. Mengurangi kerusakan tanah.
Pemerintah sekarang ini mulai menumbuhkan minat petani untuk kemali berlomba-
lomba menanam padi lagi. Salah satu usaha pemerintah saat ini adalah dengan
program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air
Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK). Maksud dan Tujuan dari P4-ISDA-IK adalah
menumbuhkan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan rehabilitasi irigasi kecil
sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan prinsip kemandirian agar terlaksananya
pemberdayaan dan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan rehabilitasi irigasi
kecil dan rehabilitasi terhadap kondisi dan fungsi prasarana irigasi kecil. Program ini
merupakan salah satu bentuk harapan pemerintah kepada petani agar mau
menjalankan misi Negara dengan mau bersama-sama membangun dan
memperbaiki system penyediaan air untuk lahan sawah mereka.
Dalam program ini sifatnya adalah dari petani, untuk petani dan oleh petani yang
berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada petani untuk berusaha
membangun dan mengusahakan agar air bias sampai dan tersedia di lahan mereka.
Hal ini mulai diwujudkan pemerintah karena kesadaran akan pentingnya
ketersediaan air itu sangat penting dan memang harus diutamakan. Tiga sasaran
dari program ini adalah ;
1. Penyediaan air baku.
2. Pengamanan pantai.
3. Perbaikan irigasi kecil.
Inti dari program ini adalah pemerintah memberikan bantuan berupa dana dan pengawasan
langsung kepada desa untuk membangun dan mengerjakan sendiri proyek pembangunan dan
perbaikan irigasinya agar air bisa tersedia dengan baik di lahan. pembangunan infrastruktur
pertanian yang dilakukan oleh pemerintah biasanya diserahkan kepada pihak ketiga. Namun,
dalam P4 ISDA IK, para petanilah yang diberi kepercayaan untuk menentukan titik-titik
saluran irigasi yang menjadi sasaran pembangunan dan melaksanakan pembangunan saluran
irigasi. Dengan adanya program ini memang dirasa oleh petani sangat menguntungkan,
karena ada banayk manfaat yang ditimbulkan dengan adanya program ini, diantaranya yaitu :
1. Air tersedia di lahan.
2. Produksi jauh meningkat.
3. Terjalinnya hubungan yang baik antar petani dalam satu kawasan desa.
4. Mengurangi tingkat kemungkinan korupsi oleh pihak pemerintah.
5. Mengurangi dana yang seharusnya dikeluarkan pemerintah.
Kelemahan dari program ini adalah masih memiliki batasan-batasan tertentu yang menjadi
syarat bagi desa yang akan mendapatkan bantuan dana untuk pembuatan dan perbaikan
system irigasi bagi desa mereka. Diantara syarat tersebut tentunya membuat beberapa desa
atau daerah yang sebenarnya sangat membutuhkan bantuan dana tersebut harus terpaksa rela
menghilangkan harapannya akan ketersediaan air di sawahnya. Pemerintah mensyaratakan
bagi dresa yag akan menerima bantuannya adalah : Desa yang memiliki irigasi kecil yang
luasnya kurang dari 1.000 hektare. Namun menanggapai masalah tersebut memang
pemerintah sudah merevisi aturannya yaitu menjadi : cakupan kriteria desa yang bisa
mengakses program tersebut berkembang. Payung hukum program percepatan itu ialah
Keputusan Menteri PU No 328/2013 tentang Pelaksanaan P4 ISDA IK. Aturan itu juga
diperbarui dengan Keputusan Menteri PU 396/2013, yang juga menetapkan jumlah desa
penerima P4 ISDA IK bertambah, dari 4.000 desa menjadi 5.010 desa. Sejumlah kriteria pun
ditetapkan, salah satunya desa yang bersangkutan harus memiliki irigasi dengan luas di atas
1.000 hektare dan 3.000 hektare pada saluran irigasi sekunder. Program juga bisa digelar di
daerah rawa yang potensial untuk pengembangan tanaman padi, serta daerah tadah hujan
yang ke depannya bisa dijadikan lahan irigasi.

Dengan adanya program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur


Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK) ini diharapkan mampu memperbaiki
sistem di indonesia ini. System ini sudah membawa setidaknya sedikit perbaikan
terhadap system irigasi di Indonesia ini. Yang terpenting adalah melalui program ini
maka pikiran ataupun paradigma tentang pentingnya air dan irigasi di lahan itu
sangat penting telah meningkat.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari pembahasan makalah tentang system irigasi di
Indonesia ini adalah :
1. Irigasi memang sangat penting bagi lahan yang kurang ketersediaan airnya.
2. Sistem irigasi di Indonesia ini pernah diabaikan, selama periode sebelum era orde baru.
3. Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi
Kecil (P4-ISDA-IK) adalah solusi atas jawaban permasalahan kurangnya minat petani
menanam padi karena ketersediaan air sawah.
4. System irigasi di Indonesia masih sangat minim jika dibandingkan dengan system irigasi di
Negara-negara maju.
5. Pertanian di Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian pemerintah.

B. Saran
System irigasi di Indonesia ini memang sudah mulai diusahakan, namun masih sangat
jarang dan minim sekali aplikasinya baik dari pemerintah maupun petani itu sendiri padahal
Indonesia adalah Negara agraris dengan makanan pokok adalah beras. Situasi dan fakta
seperti itulah yang seharusnya menumbuhkan dan menyadarkan betapa pentingnya system
irigasi yang baik di sawah ataupun lahan pertanian. Kemajuan dengan program-program
untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dari pemerintahlah yang menjadi harapan
terbesar para petani di negeri yang kaya ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ardi. 2013. Hasil Besar Dari Irgasi Kecil. Koran harian media Indonesia : Jakarta.
Acmadi, M. 2013. Irigasi di Indonesia. Media press : Yogyakarta.
Eko, Rusdianto. 2013. Perlu Sistem Irigasi yang Layak. Majalah GATRA : Bandung.
Kholid, M. 2009. Krisis Air sawah Indonesia. Grafindo Media Utama. Yogyakarta.
Racmad, nur. 2009. Irigasi Dan Tata Guna Lahan. Pt Gramedia : Jakarta.
Teristi, ardi, 2013. Mengatur Air Terus Mengalir. Koran harian media Indonesia : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai