Pengelolaan Keuangan Daerah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semenjak era reformasi yang dimulai pada tahun 1998, bangsa

Indonesia telah maju selangkah lagi menuju era keterbukaan. Dalam

era keterbukaan ini, masyarakat semakin menyadari hak dan

kewajibannya sebagai warga negara dan lebih dapat menyampaikan

aspirasi yang berkembang yang salah satunya perbaikan terhadap

sistem pengelolaan keuangan pada badan-badan pemerintah.

Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang

mengalami perubahan mendasar dengan ditetapkannya UU No.32

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah. Kedua Undang-Undang tersebut telah

memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah.

Kewenangan yang dimaksud diantaranya adalah keleluasaan dalam

mobilisasi sumber dana, menentukan arah, tujuan dan target

penggunaan anggaran.

Keuangan Daerah haruslah dikelola secara tertib, taat pada

peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan,

dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan,

dan manfaat untuk masyarakat. Di sisi lain tuntutan transparansi dan

akuntabilitas dalam sistem pemerintah semakin meningkat pada era

1
reformasi saat ini, tidak terkecuali transparansi dalam pengelolaan

keuangan Pemerintah Daerah. Transparansi dapat diartikan sebagai

suatu situasi dimana masyarakat dapat mengetahui dengan jelas

semua kebijaksanaan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah

dalam menjalankan fungsinya beserta sumber daya yang digunakan.

Sedangkan akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban

pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau

kegagalan pelaksanaan misi untuk mencapai tujuan atau sasaran

yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011

tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan

daerah, Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah

dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat

dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan

yang berhubungan dengan hak dan kewajiban. Sementara

pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang

meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah tersebut.

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala

daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan

menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.

2
Hak dan kewajiban daerah tersebut perlu dikelola dalam suatu

sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah

merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan Negara dan

merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah

daerah. Pengelolaan keuangan daerah juga harus dilakukan dengan

cara yang baik dan bijak agak keuangan daerah tersebut bisa menjadi

efisien penggunaanya yang sesuai dengan kebutuhan daerah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan keuangan daerah?

2. Apa yang dimaksud dengan pendapatan daerah dan apa saja

sumber pendapatan daerah?

3. Apa yang dimaksud dengan pengeluaran daerah (belanja daerah)

dan apa saja sumber pengeluaran daerah?

4. Bagimanakah sisklus pengelolaan keuangan daerah?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari keuangan daerah.

2. Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang pendapatan daerah

dan sumber pendapatan daerah.

3. Untuk mengetahui tentang pengeluaran (belanja daerah) dan

sumber pengeluaran daerah.

4. Untuk mengetahui siklus pengelolaan keuangan daerah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Apa Yang Dimaksud Dengan Keuangan Daerah

Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua

hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk

didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak

dan kewajiban daerah tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah

pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom berdasarkan

peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari

pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota.

karena pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah (pusat)

maka keuangan daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari

keuangan Negara. Seiring dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal

terjadi perubahan dalam prinsip-prinsip pengelolaan keuangan

daerah. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan

yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah (Halim

2007).

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) 58 tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1 ayat 5 yang dimaksud

dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah

4
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang dapat

dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan

yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam

rangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dengan pendekatan

kinerja yang berorientasi pada output, menggunakan konsep nilai

uang (value for money) dengan prinsip tata pemerintahan yang baik.

Pendekatan anggaran kinerja adalah suatu sistem anggaran yang

mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output) dari

perencanaan alokasi biaya (input) yang telah ditetapkan (PP. Nomor

105 tahun 2000, pasal 8). Kinerja mencerminkan efisiensi dan

efektifitas pelayanan publik dan harus berpihak pada kepentingan

publik. Pengelolaan keuangan daerah pada dasarnya menyangkut

tiga aspek analisis yang saling terkait satu dengan lainya, yang terdiri

dari:

1. Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan

pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan

yang potensial dan biaya-biaya dikeluarkan untuk meningkatkan

pendapatan tersebut.

2. Analisis pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar

biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang

menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.

5
3. Analisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara

pendapatan dan pengeluaran serta kecenderungan yang

diproyeksikan untuk masa depan.

Dalam konsep yang lebih luas, menurut Mulyana (2006) sistem

pengelolaan keuangan daerah terdiri dari aspek-aspek berikut :

1. Pengelolaan (optimalisasi dan atau penyeimbangan) seluruh

sumber-sumber yang mampu memberikan penerimaan,

pendapatan dan atau penghematan yang mungkin dilakukan.

2. Ditetapkan oleh badan eksekutif dan badan legislatif, dilaksanakan

oleh badan eksekutif serta diawasi oleh badan legislatif dan

seluruh komponen masyarakat daerah.

3. Diarahkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakatnya.

4. Didasari oleh prinsip-prinsip ekonomis, efisien dan efektif.

5. Dokumentasi, transparansi, dan akuntabilitas.

APBD adalah salah satu wujud pengelolaan keuangan daerah,

yang disusun dalam bentuk kuantitatif dalam satuan moneter untuk

suatu periode (satu tahun). Pendapatan daerah adalah semua

penerimaan daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang

menjadi hak daerah. Belanja daerah adalah semua pengeluaran

daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban

daerah. Tabel 3 menunjukkan perkembangan dasar hukum

pengelolaan keuangan daerah semenjak diberlakukannya

desentralisasi fiskal. Pada tahun 2001-2002 menggunakan format

6
APBD yang berdasarkan Manual Administrasi Keuangan Daerah

(MAKUDA) 1981. Awal tahun 1980-an dikeluarkan Permendagri

Nomor 900/099 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah

(MAKUDA), dan Permendagri Nomor 020-595 tentang Manual

Administrasi Barang Daerah, dan Permendagri Nomor 970 Tentang

Manual Administrasi Pendapatan Daerah. Secara struktural,

penerimaan daerah meliputi sisa anggaran tahun lalu, Pendapatan

Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan dan

bantuan, dan pinjaman. Sedangkan belanja daerah dibagi menjadi

belanja rutin dan belanja pembangunan (Mulyana 2006).

Belanja rutin didefinisikan sebagai belanja keperluan operasional

untuk menjalankan kegiatan rutin pemerintahan, yang mencakup

belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga, subsidi, dan

belanja lain-lain. Belanja pembangunan didefinisikan sebagai belanja

yang menghasilkan nilai tambah aset, baik fisik maupun non fisik,

yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Belanja pembangunan

merupakan pengeluaran yang berkaitan dengan proyek-proyek yang

meliputi belanja modal dan belanja penunjang. Belanja modal

mencakup pembebasan tanah, pengadaan mesin dan peralatan,

konstruksi bangunan dan jaringan (infrastruktur), dan belanja modal

fisik maupun non fisik lainnya. Belanja penunjang yang dialokasikan

untuk mendukung pelaksanaan proyek terdiri dari gaji/upah, bahan,

perjalanan dinas, dan belanja penunjang lainnya. Format yang

7
berbasis MAKUDA 1981 (format lama) diganti dengan format yang

berbasis kinerja berdasarkan Kepmendagri Nomor 29/2002.

Perundangan Kemendagri Nomor 29/2002 tersebut tentang Pedoman

Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan

Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan

Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Struktur anggaran belanja dalam APBD berdasarkan MAKUDA 1981

berbeda dengan struktur belanja dalam APBD tahun anggaran 2002-

2006 (Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002). Perbedaan disebabkan

karena adanya perubahan sistem pencatatan dari Single Entry ke

Double Entry (dari sistem tunggal ke sistem berpasangan) yang

berbasis kinerja dan prestasi (Mulyana 2006).

Struktur keuangan daerah berdasarkan Kepmendagri Nomor

29/2002 merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan

daerah, belanja daerah dan pembiayaan. Dalam hal ini, yang

dimaksud satu kesatuan adalah dokumen APBD yang merupakan

rangkuman seluruh jenis pendapatan, jenis belanja dan sumber-

sumber pembiayaannya. Pendapatan daerah dirinci menurut

kelompok pendapatan dan jenis pendapatan. Kelompok pendapatan

meliputi PAD, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah

yang sah. Menurut jenis pendapatan misalnya, pajak daerah, retribusi

daerah, Dana alokasi umum dan Dana Alokasi Khusus (Mulyana

8
2006). Sementara belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis

belanja. Belanja menurut organisasi merupakan satu kesatuan

pengguna anggaran seperti DPRD dan sekretariat DPRD, Kepala

Daerah dan Wakil Kepala daerah, Sekretariat Daerah serta dinas

daerah dan lembaga teknis daerah lainnya. Pengelompokan belanja

berdasarkan fungsinya misalnya, pendidikan, kesehatan, dan fungsi-

fungsi lainnya. Pengelompokan jenis belanja terdiri dari belanja

pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan

dinas dan belanja modal/pembangunan. Pembiayaan dirinci menurut

sumber pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan yang merupakan

penerimaan daerah antara lain, yaitu sisa lebih perhitungan anggaran

tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi serta penerimaan dari

penjualan aset daerah yang dipisahkan. Sumber pembiayaan yang

merupakan pengeluaran yaitu pembayaran hutang pokok. Surplus

anggaran adalah selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja

daerah, dan defisit anggaran adalah selisih kurang Pendapatan

daerah terhadap Belanja Daerah (Mulyana 2006).

Kepmendagri Nomor 29/2002 selanjutnya direvisi kembali dengan

PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan yang ditentukan lebih

lanjut oleh Permendagri Nomor 13/2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti Kepmendagri

Nomor 29/2002. Format baru belanja tahun 2006, berdasarkan

Permendagri Nomor 13/2006, belanja dikelompokkan ke dalam dua

9
bentuk yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja

tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait

secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan di

dalamnya terdiri atas belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi,

hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan

belanja tidak terduga. Belanja langsung merupakan belanja yang

dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program

dan kegiatan di dalamnya terdiri atas belanja pegawai, belanja barang

dan jasa dan belanja modal.

Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah

tersebut menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti

dengan adanya suatu sistem pengelolaan keuangan daerah untuk

mengelolanya. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

dimaksud, merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keungan

negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan

pemerintahaan daerah. Untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan

keuangan daerah tersebut maka hendaknya sebuah pengelolaan

keuangan daerah meliputi keseluruhan dari kegiatan-kegiatan

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan pelaporan

pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.

1. Dasar Hukum Keuangan Daerah

Undang-undang Dasar 1945 pasal 18 menyebutkan bahwa

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

10
propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,

yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah, yang diatur dalam undang-undang. Lebih

lanjut pada pasal 18 A dijelaskan bahwa hubungan keuangan,

pelayanan umum, pemanfaatn sumber daya alam dan sumber

daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan

daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras

berdasarkan undang-undang.

Berkaitan dengan pelaksanaan dari pasal 18 dan 18 A tersebut di

atas setidaknya terdapat beberapa peraturan perundang-

undangan yang menjelaskan lebih lanjut. adapun Peraturan

tersebut antara lain :

a. UU No 17 tahun 2003 tentang Keaungan Negara

b. UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

c. UU No 15 tahun 2003 tentang Pemeriksaan atas tanggung

jawab pengelolaan Keuangan Negara

d. UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional

e. UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

f. UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah

Undang-undang tersebut diatas menjadi acuan pengelolaan

keuangan daerah. Peraturan perundang-undangan diatas terbit

atas dasar pemikiran adanya keinginan untuk mengelola

11
keuangan negara dan daerah secara efektif dan efisien. Ide dasar

tersebut kemudian mengilhami suatu pelaksanaan tata kelola

pemerintahan yang baik yang memiliki tiga pilar utama, yaitu

transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.

Banyaknya Undang-undang yang menjadi acuan dalam

pengelolaan anggaran mengakibatkan perlunya akomodasi yang

baik dalam tingkat pelaksanaan (atau peraturan dibawahnya yang

berwujud peraturan pemerintah). Peraturan pelaksanaan yang

berwujud Peraturan Pemerintah tersebut harus komprehensif dan

terpadu (omnibus regulation) dari berbagai undang-undang

tersebut diatas. Hal ini bertujuan agar memudahkan dalam

pelaksanaanya dan tidak menimbulkan multi tafsir dalam

penerapanya. Peraturan tersebut memuat barbagai kebijakan

terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan

pertanggungjawaban keuangan daerah.

Beberapa permasalahan yang dipandang perlu diatur secara

khusus diatur dalam Peraturan menteri Dalam Negeri terpisah.

Beberapa contoh Permendagri yang mengatur masalah

pengelolaan keuangan daerah secara khusus antara lain :

a. Permendagri No 7 tahun 2006 tentang standarisasi sarana dan

prasarana kerja pemerintahan daerah jo permendagri No 11

tahun 2007

12
b. Permendagri No 16 tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi

Rancangan Peraturan Daerah tantag Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala daerah

tentang Penjabaran Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah

c. Permendagri No 17 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis

pengelolaan Barang Milik Daerah

Permendagri N0 61 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis.

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

2. Ruang Lingkup Keuangan Daerah

Bahasan ruang lingkup keuangan daerah meliputi hak daerah,

kewajiban daerah, penerimaan daerah, pengeluaran daerah,

kekayaan daerah dan kekayaan pihak lain yang dikuasai daerah.

secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa ruang lingkup keuangan

daerah meliputi hal-hal dibawah ini:

a. hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi

daerah serta melakukan pinjaman ;

b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan

Pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. penerimaan daerah, adalah keseluruhan uang yang masuk ke

kas daerah. pengertian ini harus dibedakan dengan

pengertian pendapatan daerah karena tidak semua

penerimaan merupakan pendapatan daerah. Yang dimaksud

13
dengan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah

yang diakui sebagai penambah nilai kekayan bersih;

d. pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.

Seringkali istilah pengeluaran daerah tertukar dengan belanja

daerah. yang dimaksud dengan belanja daerah adalah

kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang

nilai kekayaan bersih;

e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain

berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak

lain yang dapat dinilai dengan uanga, termasuk kekayaan

yang dipisahkan pada perusahaan daerah;

f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah

dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah

dan/atau kepentingan umum. UU keuangan Negara

menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kekayaan pihak

lain adalah meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau

badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-

yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau

perusahaan negara/daerah.

B. Apa Yang Dimaksud Dengan Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan

daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari

berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

14
Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2001:82-82)

mengungkap bahwa pendapatan daerah adalah arus masuk bruto

manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas pemerintah satu periode

yang mengakibatkan kenaikan ekuitas dan bukan berasal dari

pinjaman yang harus dikembalikan.

Sedangkan menurit Abdul Halim (2002:66) pendapatan adalah

penambahan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi

dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset/aktiva, atau

pengurangan utang/kewajiban yang mengakibatkan penambahan

dana yang berasal dari kontribusi dana.

Menurut UU RI No. 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah

pasal 1 ayat 15 pengertian pendapatan daerah yaitu: pendapatan

daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan

nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan.

1. Sumber Pendapatan Daerah

Maka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

yaitu UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal

157, sumber-sumber pendapatan daerah dapat dikelompokan

sebagai berikut:

a. Pendapatan Asli Daerah.

Pendapatan Asli Daerah Menurut UU RI No.33 Tahun 2004

tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan

15
Daerah penjelasan pasal 1 ayat 28, menyatakan tentang

pengertian Pendapatan Asli Daerah yaitu pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah

sesuai dengan peraturan perundang-undanga. Sedangkan

menurut Indra Bastian (2001:83) mengemukakan bahwa :

pendapatan Asli Daerah adalah semua pendapatan yang berasal

dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD

diklarifikasikan 4 jenis:

Pajak Daerah ( contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea

Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor, Pajak Air.

Retribusi Daerah ( seperti: Retribusi Pelayanan Kesehatan,

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar

Grosir dan Pertokoan, Retribusi kelebihan Muatan, Retribusi

Perizinan Pelayanan dan pengendalian.)

Bagian Laba Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan ( seperti : Bagian

laba Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bagian Laba

Perusahaan Daerah, dan Bagi hasil investasi pada pihak

ketiga.

Lain-lain PAD ( yaitu semua yang bukan berasal dari pajak,

retribusi dan laba usaha daerah, antara lain: hasil penjualan

barang milik daerah, penerimaan jasa giro, penerimaan ganti

16
rugi atas kekayaan daerah, denda keterlambatan

pelaksanaan pekerjaan, penerimaan bunga deposit.

b. Dana Perimbangan

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk

mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. (UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 1 ayat

19). Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2001:84)

mengemukakan bahwa kelompok dana perimbangan adalah:

Bagi hasil pajak seperti: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Bagi Hasil Bukan Pajak seperti : Sumber Dana daya Hutan,

Pemberian atas Hak Tanah Negara, Penerimaan iuran

eksplorasi.

Dana Alokasi Khusus adalah perimbangan dalam rangka

untuk membiayai kebutuhan tertentu.

Dana perimbangan dari propinsi adalah dana perimbangan

dalam pemerintah kabupaten/kota yang berasal dari

pemerintah propinsi.

c. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Menurut UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada bagian

17
penjelasan pasal 3 ayat 4 menyatakan bahwa : Lain-lain

pendapatan yang sah antara lain: hibah, dana darurat, dan

penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang

C. Apa yang dimaksud dengan Pengeluaran Daerah (belanja daerah)

Menurut Sri Lesminingsih ( Abdul Halim, 2001:199) bahwa

pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah selama

periode tahun anggaran bersngkutan yang mengurangi kekayaan

pemerintah daerah.

Menurut Halim (2002:73) mengemukakan bahwa Belanja daerah

merupakan bentuk penurunan dalam manfaat ekonomi selama

periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau deplesi aset,

atau terjadinya utang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas

dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada para peserta

ekuitas dana.

Dan menurut Pemendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan

atas Pemendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan

Keuangan Daerah diungkap pengertian pelanja daerah yiaitu belanja

daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai

pengurangan nilai kekayaan bersih.

Dari pengertian diatas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah pada periode

anggaran daerah yang berupa aktiva keluar, timbulnya utang yang

18
bukan disebabkan oleh pembagian kepada pemilik ekuitas dana

(rakyat).

Menurut Pemendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas

Pemendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan

Keuangan Daerah, Belanja Daerah dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Belanja Langsung

Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait

secaralangsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

Belanja Langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan

jasa,belanja modal.

2. Belanja Tidak Langsung

Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak

terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

Belanja tidak langsung diklasifikasikan menjadi belanja pegawai,

bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan

keuangan, dan belanja tak terduga.

D. Bagimanakah Sisklus Pengelolaan Keuangan Daerah

Siklus pengelolaan keuangan daerah terdiri dari lima tahapan

sebagai berikut:

1. Perencanaan sasaran dan tujuan fundamental

2. Perencanaan operasional

3. Penganggaran

4. Pengendalian dan pengukuran

19
5. Pelaporan dan umpan balik

Tahap pertama merupakan tanggung jawab legislatif dan eksekutif

yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah (RPJPD). Tahap kedua eksekutif menyusun perencanaan

tahunan yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Pada tahap ketiga, berdasarkan dokumen perencanaan disusunlah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sedangkan tahap

keempat merupakan pelaksanaan anggaran dan pengukuran. Dan

tahap kelima merupakan pelaporan atas pelaksanaan anggaran yang

terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus

kas dan catatan laporan keuangan.

Dalam PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah dikatakan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat sistem

akuntansi yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Sistem

akuntansi ini untuk mencatat, menggolongkan, menganalisis,

mengikhtisarkan dan melaporkan transaksi-transaksi keuangan yang

dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD.

Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam

rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi. Dalam

rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan,

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 mengamanatkan

Pemerintah Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban

berupa:

20
1. Laporan Realisasi Anggaran,

2. Neraca,

3. Laporan Arus Kas, dan

4. Catatan atas Laporan Keuangan.

Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar

Akuntansi Pemerintahan. Sebelum dilaporkan kepada masyarakat

melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh

BPK.

Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen

sehingga tidak dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah.

Berkaitan dengan pemeriksaan telah dikeluarkan Undang-Undang

Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara. Terdapat dua jenis pemeriksaan

yang dilaksanakan terhadap pengelolaan keuangan negara, yaitu

pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern.

Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan

sejalan dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945,

pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Dengan demikian

BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan

pemerintah daerah. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan

keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan

rnelaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan

21
akan mernberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan.

Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari

kesesuaiannya terhadap standar akuntansi pemerintahan. Selain

pemeriksaan ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan

intern. Pemeriksaan ini pada pemerintah daerah dilaksanakan oleh

Badan Pengawasan Daerah / Inspektorat Provinsi dan atau

Kabupaten/Kota.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keuangan Daerah haruslah dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan

bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan

manfaat untuk masyarakat. Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan

daerah dilaksanakan sejalan undang-undang yang berlaku.

B. Saran

Kami selaku kelompok tiga menyadari sepenuhnya bahwa masih

banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa

dari makalah ini. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima

segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki letak

kekeliruan kami nantinya jika kami mengerjakan suatu makalah.

23

Anda mungkin juga menyukai