Lapkas 1 Apendisitis TM

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

APPENDISITIS AKUT

Oleh:

Toto Marzuki

Pembimbing:
dr. Am Dasmar, Sp.B
dr. Eko Hamidianto, Sp.B
dr. Ramzi Asrial, Sp.B(K)V

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


ILMU BEDAH RSUD BANGKINANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

kasus yang berjudul Appenidicits . Lapran kasus ini diajukan sebagai persyaratan

untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Bedah.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada dr.


Amdasmar, Sp.B, dr. Eko, Sp.B, dr. Ramzi, Sp.B(K).Vyang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing penulis, baik dalam penulisan ataupun
pembahasan kasus ini.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis menyadari sekali bahwa penulisan

laporan ini jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis memohon maaf atas segala

kesalahan dan penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca yang sifatnya

membangun untuk kesempurnaan penulisan kesempurnaan kasus berikutnya.

Bangkinang,9desember 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5

2.1Appendicitis.............................................................................................. 5

2.1.1 Definisi ............................................................................................ 5

2.1.2 Anatomi .......................................................................................... 5

2.1.3 Etiologi ............................................................................................ 8

2.1.4 Patofisiologi .................................................................................... 9

2.1.5 Klasifikasi ..................................................................................... 10

2.1.6 Manifestasi klinis ......................................................................... 12

2.1.7 Diagnosis....................................................................................... 15

2.1.8 Penatalaksanaan .......................................................................... 18

2.2Peritonitis ............................................................................................... 19

BAB III. ILUSTRASI KASUS ................................................................................ 24

BAB IV. PEMBAHASAN ....................................................................................... 33

BAB V. KESIMPULAN .......................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 38

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Apendicitis akut merupakan penyebab paling banyak dari surgical akut

abdomen.1 Pada negara berkembang, hampir satu dari setiap 1.000 orang menderita

apendicitis akut setiap tahunnya.1 Meskipun sejumlah besar studi telah dilakukan

pada pasien apendicitis akut, tetapi hal tersebut tetap menjadi tantangan klinis dalam

menghadapinya dan etiologinya masih belum diketahui secara sempurna.1

Peritonitis merupakan sebuah inflamasi pada membran serosa yang

memanjang pada kavitas abdomen dan organ-organ yang terkait disekitarnya.2

Secara keseluruhan, insiden dari infeksi peritoneal sulit untuk ditentukan.karena

banyak faktor-faktor dan penyebab yang mendasarinya.2

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Appendicitis

2.1.1 Definisi

Appendicitis merupakan inflamasi pada pada garis terdalam dari

vermiform appendix yang menyebar ke bagian lainnya. Kondisi ini

merupakan kondisi mendesak dalam penyakit bagian bedah dengan

manifestasi klinis yang bermacam-macam, bertumpang tindih dengan

sindroma klinis lainnya, dan morbiditas yang sugnifikan, dimana akan

meningkat seiring terlambatnya diagnostik.3Faktanya, disamping diagnostik

dan teraupetik yang tepat dalam pengobatannya, appendicitis masih

merupakan kegawatdaruratan klinis dan merupakan satu dari sekian banyak

penyebab umum nyeri abdomen akut.3

2.1.2Anatomi

Appendix merupakan perpanjangan menyerupai cacing pada cecum dan

untuk alasan ini disebut juga vermiform appendix(umbai cacing). Rata-rata

panjang dari appendix adalah 8-10 cm (rentang 2-20 cm).3 Appendix muncul

saat bulan kelima dari gestasi, dan beberapa folikel limfoid yang tersebar pada

mukosanya.3 Folikel tersebut akan meningkat jumlahnya ketika seseorang

berusia 8-20 tahun.3

5
6
Appendix diselubungi oleh peritoneum secara keseluruhan, menempel

pada mesenterium usus halus oleh mesenterium pendeknya, yaitu

mesoappendix. Mesoappendix terdiri pembuluh darah dan nevus appendix.4

Appendix terletak pada fossa iliaca kanan, dan kaitannya pada dinding

abdomen anterior adalah dasarnya terletak sepertiga dari garis ke atas yang

menuju ke tulang iliaka superior anterior superior menuju umbilikus (titik

McBurney).4 Didalam abdomen, dasar dari appendix mudah ditemukan

dengan mengidentifikasi teniae coli cecum dan menelusurinya ke dasar

appenidix.4

Appendix diperdarahi oleh arteri appendicular yang merupakan arteri

tanpa kolateral dan berasal dari cabang arteri arteri cecal posterior (arteri

iliocolica).4 Drainase vena pada appendix melalui vena cecal posterior.4

Appendix dipersarafi oleh nervus parasimpatis (vagus) yang mengikuti

plexus mesenterica superior dan arteri appendicularis.4, 5Sedangkan persarafan

simpatis berasal dari nervus thorakalis X.5 Oleh karena itu, nyeri visceral pada

appendicitis bermula disekitar umbilikus.5Jaras afferentnya merupakan

konduksi nyeri visceral dari appendix.4

7
2.1.3Etiologi

Appendicitis disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiceal.


Penyebab obstruksi lumen paling sering, yaitu hiperplasia limfoid sekunder
akibat inflammatory bowel disease (IBD) atau infeksi (lebih sering pada anak-
anak dan dewasa muda), stasis fecal dan fecalith (lebih sering pada orang tua),
parasit (khususnya pada negara bagian timur), atau yang lebih jarang adalah
benda asing dan neoplasma.3
Fecalith terbentuk ketika garam kalsium dan debris fecal yang
menumpuk didalam appendix.3 Hiperplasia limfoid berkaitan dengan beragam
inflamasi dan infeksi termasuk Crohn disease, gastroenteritis, amebiasis,
infeksi saluran nafas, campak, dan mononucleosis.3
Obstruksi pada lumen appendix jarang terjadi akibat bakteri (spesies
Yersinia, spesies Mycobacteria), virus (adenovirus, cytomegalovirus,
actimonycosis), parasit (spesies Schistosomes, pinworm, Strongyloides
stercoralis), benda asing, tuberculosis dan tumor.3

8
2.1.4Patofisiologi

Telah dilaporkan, appendicitis disebabkan oleh obstruksi lumen


appendix yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab.3 Obstruksi
dipercaya sebagai penyebab dari meningkatnya tekanan intra luminal.3
Sebagaimana peningkatan tekanan tersebut akan berlanjut seiring dengan
sekresi mukus dari mukosa.3 Pada saat yang sama, bakteri intestinal didalam
appendix bermultipel, yang akan mengakibatkan terangsangnya respon
pertahanan tubuh, yaitu sel darah putih dan akan membentuk formasi pus dan
akan mengakibatkan semakin meningkatnya tekanan intraluminal.3
Jika obstruksi appendiceal terus berlanjut, tekanan intraluminal akan
mengakibatkan terjepitnya pembuluh darah sehingga menyebabkan obstruksi
pembuluh darah tersebut.3 Sebagai konsekuensinya, hal tersebut akan
mengakibatkan dinding appendiceal iskemik sehingga integritas epitelial
appendix terganggu dan menyebabkan mudah terjadinya invasi bakteri pada
dinding appendiceal.3
Dalam beberapa jam, kondisi ini dapat semakin parah karena
trombosis dari arteri dan vena appendix. Seiring prosesnya berlanjut, appenix
dapat pecah dan peritonitis dapat terjadi.3

9
2.1.5Klasifikasi pada Appendicitis

Klasifikasidari appendicitis dapat dibedakan menjadi awal, supuratif,

gangren, perforasi, phlegmonous, perbaikan spontan, recurrent, dan kronik.3

Stage awal pada appendicitis

Pada stage awal dari appendicitis, obstruksi pada lumen appendiceal

akan mengakibatkan edema mukosa, ulserasi mukosa, diapedesis

baktreial, distensi appendix akibat akumulasi cairan, dan peningatan

tekanan itraluminal.3 Persarafan visceral afferent terstimulasi, dan

pasien akan merasakan nyeri sedang visceral pada umbilikal atau nyeri

epigastrik, biasanya akan terjadi pada 4-6 jam.3

10
Appendicitis supuratif

Peningkatan tekanan intraluminal akhirnya melebihi tekanan perfusi

kapiler, dimana hal tersebut akan berkaitan dengan tersumbatnya

drainase lomfoid dan vena dan akan memberikan peluang pada bakteri

untuk menginvasi dinding appendiceal dan menimbulkan respon

inflamasi yang akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan

intraluminal.3 Penyebaran transmural bakteri menyebabkan

appendicitis supuratif akut.3 Satt serosa appendix yang terinflamasi

berkontak dengan pertioneum parietal, pasien biasanya mengalami

nyeri klasik, yaitu migrasi nyeri dari periumbilical ke kuadran kanan

bawah abdomen, dimana akan berlanjut dan nyeri akan lebih berat

dibandingakn nyeri visceral awal.3

Appenidicits gangren

Intramural vena dan trombosis arterial yang terjadi kemudian akan

menyebabkan appendicitis gangren.3

Appendicitis perforasi

Iskemik jaringan persisten akan mengakibatkan infark appendiceal

dan perforasi.3 Perforasi dapat mengakibatkan peritonitis lokal

maupun general.3

11
Appendicitis phlegmonous atau abses

Inflamasi atau perforasi dari appendix dapat menyebabkan

perlengketan dan penumpukan cairan pada omentum atau usus kecil

yang berdekatan, yang akan menyebabkan apendicitis phlegmonou

satau abses fokal.3

Perbaikan spontan pada appendicitis

Jika obstruksi lumen appendiceal teratasi sebagian atau sempurna,

appendicitis akut mungkin akan mengalami perbaikan spontan.3

Appendicitis recurrent

Insiden appendicitis recurrent adalah sekitar 10%.3 Diagnosis diterima

saat pasien mengalami kejadian yang mirip yaitu nyeri kuadran kanan

bawah pada waktu yang berbeda.3

Appendicitis kronik

Appendicitis kronik terjadi pada 1 insiden dan hal ini jika: pasien

memiliki nyeri pada kuaddran kanan bawah setidaknya selama 3

minggu tanpa diagnosis alternatif lainnya; setelah appendectomy,

pasien merasakan gejala-gejala sebelumnya berkurang drastis atau

hilang; secara histopatologi, gejala-gejala tersebut terbukti akibat

inflamasi aktif kronik pada dinding appendiceal atau fibrosis pada

appendix.3

12
2.1.6 Manifestasi klinis

Berbagai macam posisi appendix, usia pasien, dan derajat inflamasi

menyebabkan manifestasi klinis dari appendicitis tidak konsisten.3

Anamnesis

Gejala klasik dari nafsu makan menurun dan nyeri periumbilikal yang

diikuti dengan mual, nyeri kuadran kanan bawah, dan muntah terjadi

pada 50% kasus.3 Mual terjadi pada 61-92% pasien; anoreksia terjadi

pada 74-78% pasien.3 Ketika muntah terjadi, biasanya diikuti dengan

onset nyeri.3 Muntah yang timbul sebelum nyeri menandakan adanya

obstruksi intestinal.3 Diare dan konstipasi telah tercatat sebanyak 18%

dari pasien.3

Gejala tersering pada appendicitis adalah nyeri abdomen.3

Khususnya, nyeri dimulai pada periumbilikal atau epigastrik yang

berpidah ke kuadran kanan bawah abdomen.3 Perpindahan nyeri

tersebut merupakan hal yang menjadi ciri khas dari appendicitis,

dengan sensitivitas dan spesifisitas lebih kurang 80%.3 Pasien

biasanya berbaring dengan memfleksikan tungkainya, dan menarik

lututnya keatas untuk mengurangi gerakan dan mengurangi rasa

sakitnya.3 Kemudian, nyeri yang progresif yang semakin parah diikuti

dengan mual, muntah dan anoreksia.3 Biasanya demam tidak terjadi

pada tahapan ini.3

13
Durasi gejala tersebut kurang dari 48 jam pada 80% pasien

dewasa tetapi cenderung lebih lama pada orang tua.3Selain

mendapatkan riwayat nyeri abdomen, juga harus ditanyakan riwayat

yang berkaitan dengan gastroenterologi, genitourinaria, kondisi

pneumologi, dan ginekologi pada pasien wanita untuk menyingkirakn

kemungkinan diagnosis lainnya.3

Pemeriksaan Fisik

Temuan fisik paling spesifik pada appendicitis adalah rebound

tenderness, nyeri perkusi, dan masa rigiditas.3 Meskipun nyeri

kuadran kanan bawah abdomen ditemukan pada 96% pasien, tetapi hal

ini merupakan temuan nonspesifik.3

Pemeriksaan fisik dengan hati-hati, tidak terbatas pada

abdomen, harus dilakukan pada semua pasien dengan terduga

appendicitis.3 Gastrointestinal, genitourinaria, dan sistem pernapasan

harus diperhatikan.3

Tanda Tambahan

Pada minoritas pasien dengan appendicitis, beberapa tanda

mungkin dapat ditemukan.3The Rovsing sign (nyeri kuadran kanan

bawah abdomen pada palpasi kuadran kiri bawah abdomen)

menandakan adanya iritasi peritoneal pada kuadran kanan bawah yang

dipicu oleh palpasi lokasi yang jauh.3The Obturator sign (nyeri

14
kuadran kanan bawah saat rotasi internal dan eksternal tungkai kanan

yang fleksi) menandakan inflamasi appendix berlokasi dibawah

hemipelvis kanan. The psoas sign (nyeri kuadran kanan bawah saat

ekstensi tungkai kanan atau fleksi tungkai kanan melawan tahanan)

menandakan inflamasi appendix berlokasi didaerah sepanjang otot

psoas.3

The Dunphy sign (nyeri tajam pada kuadran kanan bawah yang

dipicu oleh batuk) mungkin dapat membantu menegakkan diagnosis

dari peritonitis lokal.3 Sama halnya dengan respon nyeri kuadran

kanan bawah pada perkusi kuadran lainnya yang jauh pada abdomen.3

Pemeriksaan Rektal

Tidak terdapat literatur medis yang menyatakan pemeriksaan

rektal digital memberikan informasi yang berguna pada evaluasi

pasien terduga appendicitis.3 Tetapi, menurut Takada et al pada

penelitiannya menyatakan bahwa pemeriksaan rectal

direkomendasikan untuk mengevaluasi appendicitis akut, meskipun

beberapa laporan menyatakan kurangnya kegunaan dari pemeriksaan.6

Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat

dicapai dengan jari telunjuk.5

2.1.7Diagnosis

Beberapa investigator telah menciptakan sinstem skoring diagnostik


untuk memprediksi appendicitis.3 Pada sistem ini, sejumlah variabel klinis

15
terbatas yang ditemukan pada pasien dan setiap variabel diberikan nilai
numerik, kemudian, jumlah nilai tersebut yang digunakan.3
Sistem skoring terbaik yang diketahui saat ini adalah skor
MANTRELS (skor Alvarado), mentabulasi migrasi nyeri, anoreksia, mual
dan/atau muntah, tenderness pada kuadran kanan bawah, rebound tenderness,
peningkatan temperatur, leukositosis, dan shift to the left.3

Pemeriksaan Penunjang
Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang tidak
spesifik pada appendicitis, tetapi hal ini mungkin dapat membantu
untuk mengkonfirmasi diagnosis pada pasien dengan presentasi
atipikal.3
Penelitan menunjukkan bahwa 80-85% pasien dewasa dengan
appendicitis memiliki jumlah hitung WBC lebih dari 10.500 cell/L.3
leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan
meningkat.

16
Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis.

Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi
komplikasi (misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium
ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan
sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.

17
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu
juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti
bila terjadi abses.
Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic
yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat
divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada
saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
(appendectomy).
2.1.8Penatalaksanaan

Sampai sekarang, appendectomy masih menjadi satu-satunya tatalaksana

kuratif dari appendicitis.3 Meskipun banyak kontroversi yang hadir pada

tatalaksana non operatif appendicitis akut, antibiotik memiliki peran yang

penting pada tatalaksana kondisi ini. Antibiotik pada pesien dengan

appendicitis harus dapat menangani bakteri aerobik dan anaerobik.3

Perawatan Kegawatdaruratan
Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis
dehidrasi atau septicemia.
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun
melalui mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan
lakukan pengukuran kadar hCG

18
Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia
dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan
dalam menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob
diindikasikan.
Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya
pembedahan.
Tindakan Operasi
Apendiktomi, pemotongan apendiks.
Jika apendiks mengalami perforasi,maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan
antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin
memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.

2.2 Peritonitis

2.2.1 Definisi

Peritonitis merupakan sebuah inflamasi pada membran serosa yang


memanjang pada kavitas abdomen dan organ-organ yang terkait disekitarnya.2
Secara keseluruhan, insiden dari infeksi peritoneal sulit untuk ditentukan.karena
banyak faktor-faktor dan penyebab yang mendasarinya.2 Peritonium merupakan
lingkungan yang steril, dan akan bereaksi dengan berbagai macam stimulasi
patologis yang akan menimbulkan respon inflamasi.2

19
2.2.2 Anatomi
Peritoneum merupakan membran serosa tipis yang memanjang pada
dinding abdomen dan kavitas pelvis dan menyelubungi viscera.4 Peritoneum
parietal memanjang pada dinding abdomen dan kavitas pelvis dan peritoneum
viscera menyelubungi organ viscera.4 Ruang potensial antara lapisan parietal
dan visceral disebut kavitas peritoneal.4
Peritoneum mensekresikan sejumlah kecil cairan serosa yang disebut
cairan peritoneal yang berguna sebagai lubrikan dari permukaan peritoneum
yang memberikan gerakan bebas antara viscera.4
Fungsi peritoneum
Cairan peritoneum berwarna kuning pucat mengandung leukosit.4
Cairan peritoneum disekresikan oleh peritonium untuk memastikan
gerakan bebas dari organ viscera dengan mudah antara satu dan
lainnya.4
Persarafan peritoneum
Peritoneum parietal sensitif terhadap nyeri, temperatur, sentuhan dan
tekanan.4 peritoneum parietal yang memanjang pada anterior dinding
abdomen dipersarafi oleh nervus T6-L1 yang merupakan nervus yang sama
yang mempersarafi otot dan kulit diatasnya.4
Peritoneum visceral sensitif terhadap regangan dan robekan dan tidak
sensitif terhadap sentuhan, tekanan, atau temeratur. Peritoneum visceral
dipersarafi oleh nervus afferent otonom.4 Distensi berlebihan akan

20
mengakibatkan sensasi nyeri.4

21
2.2.3 Patofisiologi peritonitis
A. Peritonitis lokal
Peritonitis lokal merujuk pada perforasi awal dari viscus atau
inflamasi pada sebuah organ yang berkontak dengan peritonitis
parietal.7 Hal ini terjadi akibat peritoneum menahan infeksi lokal
karena cairan peritonealnya sehingga dapat menahan
penyebaran.5,7Inhibisi dari fibrosis peritoneum memberikan
stabilisasi dari eksudat fibrous dan membatasi penyebaran infeksi.7
Omentum menempel pada daerah inflamasi dan menahan perforasi
pada daerah inflamasi.7 Massa dapat teraba pada palpasi yang
menandakan adanya massa inflamasi atau abses.7
B. Peritonitis general
Peritonitis general dapat terjadi ketika gagalnya proses lokalisasi
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.7 Gagalnya lokalisasi
inflamasi dapat diakibatkan: kontaminasi yang cepat yang tidak
dapat memberikan lokaliasasi seperti perforasi colon; kontaminasi
persisten atau berulang yang melebihi kemampuan lokalisasi; abses
lokal yang terus membesar dan ruptur kedala kavitas peritoneum.7
Terjadi inflamasi secara akut pada kavitas peritoneum dengan
diproduksinya eksudat inflamasi.7

2.3 Appendicitis dan Peritonitis


Appendicitis yang tidak tertangani dengan cepat akan berkembang secara
progresif dan akan menjadi nekrosis supuratif (gangren) dengan perforasi.7
Arteri appendikular yang tidak memiliki cabang kolateral mengakibatkan cepat
terjadinya nekrosis jaringan.7Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis
purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi
seluruh perut, dan perut yang menjadi tegang dan kembung.5 Nyeri tekan dan

22
defans muskuler terjadi di seluruh permukaan perut, mungkin disertai dengan
pungtum maskimum di regio ilaka kanan; peristaltis usus dapat menurun hingga
menghilang akibat adanya ileus paralitik.5 Abses rengga peritoneum dapat terjadi
bila pus yang menyebar terlokalisasi disuatu tempat, paling sering di ringga
pelvis dan subdiafragma.5 Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai
dengan demam harus dicurigai sebagai abses.5USG dapat membantu mendeteksi
adanya kantong nanah.5 Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hai,
pneumonia basal, atau efusi pleura.5 USG dan foto Roengent akan membantu
membedakannya.5
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman
gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik
perlu dilakukan sebelum pembedahan.5
Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi panjang, agar dapat dilakukannya
penucian rongga peritonium dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat
dengan mudah serta pembersihan kantong nanah.5 Akhir-akhir ini mulai banyak
dilaporkan pengelolaan appendicitis perforasi secara laparosopi appendectomy

23
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
No. MR :
Tanggal Masuk : 04Desember 2017
Nama : tn. MFZ
Umur : 41tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jl.

ALLOANAMNESIS dan AUTOANAMNESIS


Diberikan oleh : pasien
Keluhan utama:
Nyeri pada perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari sebelum rumah sakit, nyeri
dirasakan diseluruh bagian perut, awalnya 2 hari sebelum masuk rumah sakit nyeri
dirasakan pada perut kanan bawah. Nyeri dirasakan pedih, terus menerus, tidak
hilang timbul, dan nyeri meningkat jika pasien bergerak. Demam (+) dirasakan 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan terus menerus. Kejang (-). Mual (+)
dirasakan hari sebelum masuk rumah sakit disertai dengan muntah sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Muntah dalam 1 hari 5 kali dengan isi makanan yang
dimakan . Mencret (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluar sedikit-sedikit
tetapi sering, darah(-), lendir (-). 2 hari terkahir nafsu makan menurun. BAK normal.

24
Riwayat Penyakit Dahulu
pasien mengaku bahwa tidak pernah mengalami penyakit atau keluhan serupa.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak adak penyakit yang berkaitan dengan keluhan pasien

Riwayat Makan dan Minum


Sebelum sakit pasien suka memakan mie instan.

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 126 kali/menit
Pernafasan : 30 kali/menit
Suhu : 36,8oC

PEMERIKSAAN FISIK
Kulit : Warna kuning langsat, turgor kembali cepat
Kepala : Normochepal
Mata : Cekung (-),sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (+/+)
Telinga : Bentuk normal, sekret pada liang telinga (-/-), darah (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir kering, pucat (-), sianosis (-), bibir kering (+)

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)


Thorax (pulmo) :
Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,
retraksi (-)

25
Palpasi : vocal fremitus simestris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
Thorax (cor)
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Tampak cembung, distensi (-)
Auskultasi : BU (+) menurun
Palpasi : nyeri tekan (+) 4 kuadran, nyeri lepas pada regio kanan
bawah (+), nyeri lepas sulit dinilai pada regio kanan atas, kiri atas dan kiri
bawah. Defans muscular (+) 4 kuadran
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen, nyeri (+) pada 4 kuadran
abdomen
Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
- Inferior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Rovsing sign (+)
Obturator sign (+)
Psoas sign (+)
Dunphy sign (+)
Alvarado score 9
Pasien menolak untuk dilakukan rectal touche

26
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
Hemoglobin : 12,7gr/dl
Leukosit:18.300/ mm3
Eritrosit:4,76 x106/mm3
Trombosit: 207.000/mm3
Hematokrit: 36 %
MCV: 74 fl
MCH: 26 pg
MCHC: 35 %

Diagnosis Kerja : Peritonitis difus ec appendicitis perforasi

Penatalaksanaan
Paracetamol supp 250 mg (20.30)
IVFD RL 20 tpm loading 200 cc
Sementara puasa
Inj. Ceftriaxone 500 mg IV

Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

27
Follow up

Tanggal Perjalanan penyakit Terapi


04/12/2017 S/Nyeri perut 4 kuadran (+), Demam (-),mencret Puasa
(+), BAK (+) IVFD RL 10
tpm/makro
Cefotaxime inj.
O/ KU: sakit berat 1/3 gr/ 12jam
Kes: Composmentis Metronifazol
1/3 gr/8 jam
RR: 30 x/i Pronalges supp
/8jam
HR : 126 x/i
Asam
0
T : 36,8 C tranexamat 250
mg/8jam
Status lokalis regio abdomen Ranitidin
amp/12jam
Inspeksi : Tampak cembung, distensi (-
Kontrol balance
) cairan
Auskultasi : BU (+) menurun Kontrol vital
sign
Palpasi : nyeri tekan (+) 4 kuadran,
Rencana operasi
nyeri lepas pada regio kanan bawah (+), nyeri
lepas sulit dinilai pada regio kanan atas, kiri
atas dan kiri bawah. Defans muscular (+) 4
kuadran
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran
abdomen, nyeri (+) pada 4 kuadran abdomen
Pasien menolak untuk dilakukannya rectal
touche
A/ peritonitis difus ec appendicitis perforasi

05/12/2017 S/Nyeri luka post op (+), demam (-), mual (-), IVFD RL 10
muntah (-), BAK (+) urin warna kuning, darah (-) tpm/makro

28
flatus (+), BAB (+) warna kecoklatan, lendir (+), Cefotaxime inj.
darah (-), konsistensi lunak. 1/3 gr/ 12jam
Metronifazol
. 1/3 gr/8 jam
O/KU : sedang Ranitidin
Kes: Composmentis amp/12jam
Kontrol balance
RR: 26 x/i cairan
HR : 96 x/i Kontrol vital
T : 36,80 C sign
Status lokalis regio abdomen Diet MS
Tampak luka post op dibalut verban, verban
terpasang 2 hari pasca operasi, verban bersih (+),
kering (+), rembesan darah (-), bercak darah (-),
tanda inflamasi pada kulit sekitar verban (-)

A/ post laparotomi a/i appendectomy


09/06/2017 S/Nyeri luka post op (+), demam (-), mual (-), IVFD RL 10
muntah (-), BAK (+) urin warna kuning, darah (-) tpm/makro
flatus (+), BAB (+) warna kecoklatan, lendir (+), Cefotaxime inj.
darah (-), konsistensi lunak. 1/3 gr/ 12jam
Metronifazol
. 1/3 gr/8 jam
O/KU : sedang
Ranitidin
Kes: Composmentis amp/12jam
Kontrol vital
RR: 28 x/i sign
HR : 80 x/i AFF DC
T : 36,60 C AFF drain
Status lokalis regio abdomen Balance stop (+)
Tampak luka post op dibalut verban, verban Diet MS
terpasang 3 hari pasca operasi, verban bersih (+),
kering (+), rembesan darah (-), bercak darah (-),
tanda inflamasi pada kulit sekitar verban (-)

A/ post laparotomi a/i appendectomy


06/12/2017 S/Nyeri luka post op (+), demam (-), mual (-), IVFD RL 10

29
muntah (-), BAK (+) urin warna kuning, darah (-) tpm/makro
flatus (+), BAB (+) warna kecoklatan, lendir (+), Cefotaxime inj.
darah (-), konsistensi lunak. 1/3 gr/ 12jam
Metronifazol
. 1/3 gr/8 jam
O/KU : sedang Ranitidin
Kes: Composmentis amp/12jam
Kontrol vital
RR: 26 x/i sign
HR : 96 x/i
T : 36,80 C
Status lokalis regio abdomen
Tampak luka post op dibalut verban, verban
terpasang 2 hari pasca operasi, verban bersih (+),
kering (+), rembesan darah (-), bercak darah (-),
tanda inflamasi pada kulit sekitar verban (-)

A/ post laparotomi a/i appendectomy

30
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Anamnesis

a. Pada keluhan utama didapatkan bahwa nyeri perut dirasakan sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan pada seluruh lapang perut,

awalnya 2 hari sebelum masuk rumah sakit nyeri dirasakan pada perut kanan

bawah. Nyeri dirasakan pedih, terus menerus, tidak hilang timbul, dan nyeri

meningkat jika pasien bergerak. Menurut Craig et al, nyeri pada perut kanan

bawah menandakan adanya nyeri visceral dari appendix dan nyeri kemudian

menyebar ke seluruh lapang abdomen menandakan adanya iritasi dari

peritoneum parietal

b. Pada RPS, demam (+) dirasakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam

dirasakan terus menerus. Hal ini menandakan adanya proses inflamasi yang

mengakibakan terangsangnya COOX-1 dan COOX-2 yang mengakibatkan

demam. Mual (+) dirasakan hari sebelum masuk rumah sakit disertai dengan

muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah dalam 1 hari 5

kali dengan isi makanan yang dimakan. Mual dan muntah menandakan

adanya suatu obstruksi pada usus. Hal ini sesuai pada teori, dimana pada

appendicitis terjadi obstruksi pada lumen appendix. Mencret (+) sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit, keluar sedikit-sedikit tetapi sering, darah(-),

lendir (-). Menurut Craig et al, appendicits pada anak lebih sering

31
menimbulkan gejala diare dibandingkan dengan pada orang dewasa. 2 hari

terkahir nafsu makan menurun. Terdapat juga beberapa gejala sesuai dengan

skoring alvarado, mual dan muntah, demam, dan anoreksia. BAK dalam batas

normal menandakan tidak adanya kemungkinan gangguan pada saluran

kemih.

c. Pada riwayat makan dan minum ditemukan bahwa pasien sebelum sakit

sering memakan makan mie instan. Terdapat beberapa literatur yang

menyebutkan bahwa ada hubungan antara tingginya angka kejadian

appendicitis di perkotaan dibanding diperdesaan yang berkaitan dengan

kebiasaan makan. Dimana kebiasaan makan orang perkotaan cenderung lebih

sering makan makanan instan dibanding orang pedesaan.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya conjungtva anemis kiri dan kanan pada

pasien. Hal ini kemungkinan adanya dehidrasi pada pasien akibat gejala

muntahnya. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan BU (+) menurun,

menandakan adanya iritasi peritoneum sesuai dengan teori yang dikatakan Craig

et al. Pada palpasi ditemukan adanya nyeri tekan pada keempat kuadran abdomen

dan nyeri lepas pada kuadran kanan bawah, menandakan kemungkinan iritasi

pada peritonitis parietal dan kemungkinan infeksi tidak terbatas lokal dan telah

menyebar pada kavitas peritoneal. Nyeri lepas pada kuadran kanan atas, kiri atas

32
dan kiri bawah sulit dinilai, karena pada kasus ini tidak kooperatif sehingga

menimbulkan kesulitan melakuka penilaian. Defans mucular dan nyeri pada saat

perkusi juga ditemukan pada keempat kuadran abdomen, sebagaimana teori pada

buku anatomi klinis snell yang menyatakan bahwa peritoneum perietal sangat

sensitif terhadap nyeri, sentuhan, temperatur dan tekanan sehingga pada saat

dilakukan palpasi pada peritoneum yang mengalami inflamasi akan terasa lebih

nyeri sehingga otot akan cenderung berkontraksi untuk mengurangi rasa sakit dan

peritoneum paerietal diperarafi oleh saraf yang sama pada otot dan kulit

diatasnya.

Pemeriksaan lainnya juga ditemukan Psoas sign (+), obturator sign (+) dan

dunphy sign (+) yang berkemungkinan akibat adanya kontraksi otot sesuai

dengan jaras yang mempersarafi peritoneum parietal. Rovsing sign (+) disini bisa

menjadi positif palsu karena keepat kuadran abdomen telah terasa nyeri.

Dari gejalan dan tanda dapat disimpulkan bahwa alvarado scorenya adalah 9 yang

menadakan sangat mungkin untuk appendicitis.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis (18.300 /mm3) yang


menandakan adanya suatu proses inflamasi. Pada pemeriksaan USG ditemukan
adanya koleksi cairan pada rongga abdomen yang menandakan adanya
kemungkinan penumpukan eksudat inflamasi dan/atau eksudat dari appnedix
yang ruptur. Pada USG didapatkan kesan appendicitis disertai dengan koleksi
cairan dirongga abdomen yang menandakan kemungkinan appendix telah ruptur
dan mengakibatkan adanya penumpukan cairan pada kavitas peritoneal.

33
4. Diagnosis kerja

Diagnosis kerja dari kasus ini adalah peritonitis difus ec appendicitis perforasi,

diagnosisditegakkan berdasarkan keluhan utama,RPS, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.

5. Tatalaksana

Medikamentosa : terapi yang diberikan adalah antibiotik ceftriaxone dan

metronidazole, dimana sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

penatalaksanaan peritonitis adalah menggunakan antibiotik spektrum luas.

Bedah : perlu dilakukannya pembedahan terbuka yaitu laparotomi dengan insisi

panjang untuk membersihkan eksudat-eksudat yang telah menumpuk pada kavitas

peritoneal dan juga melakukan appendectomy untuk menangani penyebab

eksudat tersebut.

34
BAB V
KESIMPULAN

Peritonitis merupakan peradangan pada peritoneum dan sering diakibatkan

oleh appendicitis perforasi. Dengan penegakkan diagnostik yang tepat, penanganan

yang tepat dan cepat kita dapat menghindari terjadinya appendicitis perforasi

sehingga prognosis pun lebih baik. Perlu dilakukan penggalian anamnesa yang baik

untuk menegakkan diagnosa appendicitis dan peritonitis. Pemeriksaan fisik

diperlukan untuk menyingkirkan adanya kelainan lain yang berkaitan dengan gejala

peritonitis dan appendicitis. Penatalaksaan yang cepat dapat meningkatkan prognosis

pasien.|

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Soleimani, Z et al. The Risk Factors for Infected and Perforated Appendicitis.

Infectiouse Disease Research Center, Kashan University of Medical Science.

Journal of Research in Medical and Dental Science : 2017

2. Daley, BJ et al. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Medscape: 2017

3. Craig, S et al. Appendicits. Medscape : 2017

4. Snell, RS. Clinical Anatomy 9th Ed. Lippincott Williams and Wikins : 2012

5. Sjamsuhidajat, R et al. Buku Ajar Ilmu Bedah De Jong ed 3. Buku

Kedokteran EGC : 2007

6. Takada, T et al. The Role of Digital Examination for Diagnosis of Acute

Appendicitis: A Systematic Review and Meta-Analysis. PLOS ONE:2015

7. Weledji, EP and Elong, FA. The Peritoneum and Abdominal Sepsis.

Depertment of Surgery, Obstetrics and Gynecology. University of Buea, Buea,

Cameroon: 2016

36

Anda mungkin juga menyukai