Lapkas 1 Apendisitis TM
Lapkas 1 Apendisitis TM
Lapkas 1 Apendisitis TM
APPENDISITIS AKUT
Oleh:
Toto Marzuki
Pembimbing:
dr. Am Dasmar, Sp.B
dr. Eko Hamidianto, Sp.B
dr. Ramzi Asrial, Sp.B(K)V
kasus yang berjudul Appenidicits . Lapran kasus ini diajukan sebagai persyaratan
laporan ini jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis memohon maaf atas segala
kesalahan dan penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca yang sifatnya
Bangkinang,9desember 2017
Penulis
2
DAFTAR ISI
2.1Appendicitis.............................................................................................. 5
2.1.7 Diagnosis....................................................................................... 15
2.2Peritonitis ............................................................................................... 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
abdomen.1 Pada negara berkembang, hampir satu dari setiap 1.000 orang menderita
apendicitis akut setiap tahunnya.1 Meskipun sejumlah besar studi telah dilakukan
pada pasien apendicitis akut, tetapi hal tersebut tetap menjadi tantangan klinis dalam
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Appendicitis
2.1.1 Definisi
2.1.2Anatomi
panjang dari appendix adalah 8-10 cm (rentang 2-20 cm).3 Appendix muncul
saat bulan kelima dari gestasi, dan beberapa folikel limfoid yang tersebar pada
5
6
Appendix diselubungi oleh peritoneum secara keseluruhan, menempel
Appendix terletak pada fossa iliaca kanan, dan kaitannya pada dinding
abdomen anterior adalah dasarnya terletak sepertiga dari garis ke atas yang
appenidix.4
tanpa kolateral dan berasal dari cabang arteri arteri cecal posterior (arteri
simpatis berasal dari nervus thorakalis X.5 Oleh karena itu, nyeri visceral pada
7
2.1.3Etiologi
8
2.1.4Patofisiologi
9
2.1.5Klasifikasi pada Appendicitis
pasien akan merasakan nyeri sedang visceral pada umbilikal atau nyeri
10
Appendicitis supuratif
drainase lomfoid dan vena dan akan memberikan peluang pada bakteri
bawah abdomen, dimana akan berlanjut dan nyeri akan lebih berat
Appenidicits gangren
Appendicitis perforasi
maupun general.3
11
Appendicitis phlegmonous atau abses
Appendicitis recurrent
saat pasien mengalami kejadian yang mirip yaitu nyeri kuadran kanan
Appendicitis kronik
Appendicitis kronik terjadi pada 1 insiden dan hal ini jika: pasien
appendix.3
12
2.1.6 Manifestasi klinis
Anamnesis
Gejala klasik dari nafsu makan menurun dan nyeri periumbilikal yang
diikuti dengan mual, nyeri kuadran kanan bawah, dan muntah terjadi
pada 50% kasus.3 Mual terjadi pada 61-92% pasien; anoreksia terjadi
dari pasien.3
13
Durasi gejala tersebut kurang dari 48 jam pada 80% pasien
Pemeriksaan Fisik
kuadran kanan bawah abdomen ditemukan pada 96% pasien, tetapi hal
harus diperhatikan.3
Tanda Tambahan
14
kuadran kanan bawah saat rotasi internal dan eksternal tungkai kanan
hemipelvis kanan. The psoas sign (nyeri kuadran kanan bawah saat
psoas.3
The Dunphy sign (nyeri tajam pada kuadran kanan bawah yang
kanan bawah pada perkusi kuadran lainnya yang jauh pada abdomen.3
Pemeriksaan Rektal
2.1.7Diagnosis
15
terbatas yang ditemukan pada pasien dan setiap variabel diberikan nilai
numerik, kemudian, jumlah nilai tersebut yang digunakan.3
Sistem skoring terbaik yang diketahui saat ini adalah skor
MANTRELS (skor Alvarado), mentabulasi migrasi nyeri, anoreksia, mual
dan/atau muntah, tenderness pada kuadran kanan bawah, rebound tenderness,
peningkatan temperatur, leukositosis, dan shift to the left.3
Pemeriksaan Penunjang
Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang tidak
spesifik pada appendicitis, tetapi hal ini mungkin dapat membantu
untuk mengkonfirmasi diagnosis pada pasien dengan presentasi
atipikal.3
Penelitan menunjukkan bahwa 80-85% pasien dewasa dengan
appendicitis memiliki jumlah hitung WBC lebih dari 10.500 cell/L.3
leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan
meningkat.
16
Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis.
Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi
komplikasi (misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium
ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan
sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
17
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu
juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti
bila terjadi abses.
Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic
yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat
divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada
saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
(appendectomy).
2.1.8Penatalaksanaan
Perawatan Kegawatdaruratan
Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis
dehidrasi atau septicemia.
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun
melalui mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan
lakukan pengukuran kadar hCG
18
Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia
dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan
dalam menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob
diindikasikan.
Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya
pembedahan.
Tindakan Operasi
Apendiktomi, pemotongan apendiks.
Jika apendiks mengalami perforasi,maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan
antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin
memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
2.2 Peritonitis
2.2.1 Definisi
19
2.2.2 Anatomi
Peritoneum merupakan membran serosa tipis yang memanjang pada
dinding abdomen dan kavitas pelvis dan menyelubungi viscera.4 Peritoneum
parietal memanjang pada dinding abdomen dan kavitas pelvis dan peritoneum
viscera menyelubungi organ viscera.4 Ruang potensial antara lapisan parietal
dan visceral disebut kavitas peritoneal.4
Peritoneum mensekresikan sejumlah kecil cairan serosa yang disebut
cairan peritoneal yang berguna sebagai lubrikan dari permukaan peritoneum
yang memberikan gerakan bebas antara viscera.4
Fungsi peritoneum
Cairan peritoneum berwarna kuning pucat mengandung leukosit.4
Cairan peritoneum disekresikan oleh peritonium untuk memastikan
gerakan bebas dari organ viscera dengan mudah antara satu dan
lainnya.4
Persarafan peritoneum
Peritoneum parietal sensitif terhadap nyeri, temperatur, sentuhan dan
tekanan.4 peritoneum parietal yang memanjang pada anterior dinding
abdomen dipersarafi oleh nervus T6-L1 yang merupakan nervus yang sama
yang mempersarafi otot dan kulit diatasnya.4
Peritoneum visceral sensitif terhadap regangan dan robekan dan tidak
sensitif terhadap sentuhan, tekanan, atau temeratur. Peritoneum visceral
dipersarafi oleh nervus afferent otonom.4 Distensi berlebihan akan
20
mengakibatkan sensasi nyeri.4
21
2.2.3 Patofisiologi peritonitis
A. Peritonitis lokal
Peritonitis lokal merujuk pada perforasi awal dari viscus atau
inflamasi pada sebuah organ yang berkontak dengan peritonitis
parietal.7 Hal ini terjadi akibat peritoneum menahan infeksi lokal
karena cairan peritonealnya sehingga dapat menahan
penyebaran.5,7Inhibisi dari fibrosis peritoneum memberikan
stabilisasi dari eksudat fibrous dan membatasi penyebaran infeksi.7
Omentum menempel pada daerah inflamasi dan menahan perforasi
pada daerah inflamasi.7 Massa dapat teraba pada palpasi yang
menandakan adanya massa inflamasi atau abses.7
B. Peritonitis general
Peritonitis general dapat terjadi ketika gagalnya proses lokalisasi
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.7 Gagalnya lokalisasi
inflamasi dapat diakibatkan: kontaminasi yang cepat yang tidak
dapat memberikan lokaliasasi seperti perforasi colon; kontaminasi
persisten atau berulang yang melebihi kemampuan lokalisasi; abses
lokal yang terus membesar dan ruptur kedala kavitas peritoneum.7
Terjadi inflamasi secara akut pada kavitas peritoneum dengan
diproduksinya eksudat inflamasi.7
22
defans muskuler terjadi di seluruh permukaan perut, mungkin disertai dengan
pungtum maskimum di regio ilaka kanan; peristaltis usus dapat menurun hingga
menghilang akibat adanya ileus paralitik.5 Abses rengga peritoneum dapat terjadi
bila pus yang menyebar terlokalisasi disuatu tempat, paling sering di ringga
pelvis dan subdiafragma.5 Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai
dengan demam harus dicurigai sebagai abses.5USG dapat membantu mendeteksi
adanya kantong nanah.5 Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hai,
pneumonia basal, atau efusi pleura.5 USG dan foto Roengent akan membantu
membedakannya.5
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman
gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik
perlu dilakukan sebelum pembedahan.5
Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi panjang, agar dapat dilakukannya
penucian rongga peritonium dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat
dengan mudah serta pembersihan kantong nanah.5 Akhir-akhir ini mulai banyak
dilaporkan pengelolaan appendicitis perforasi secara laparosopi appendectomy
23
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
No. MR :
Tanggal Masuk : 04Desember 2017
Nama : tn. MFZ
Umur : 41tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jl.
24
Riwayat Penyakit Dahulu
pasien mengaku bahwa tidak pernah mengalami penyakit atau keluhan serupa.
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 126 kali/menit
Pernafasan : 30 kali/menit
Suhu : 36,8oC
PEMERIKSAAN FISIK
Kulit : Warna kuning langsat, turgor kembali cepat
Kepala : Normochepal
Mata : Cekung (-),sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (+/+)
Telinga : Bentuk normal, sekret pada liang telinga (-/-), darah (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir kering, pucat (-), sianosis (-), bibir kering (+)
25
Palpasi : vocal fremitus simestris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
Thorax (cor)
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Tampak cembung, distensi (-)
Auskultasi : BU (+) menurun
Palpasi : nyeri tekan (+) 4 kuadran, nyeri lepas pada regio kanan
bawah (+), nyeri lepas sulit dinilai pada regio kanan atas, kiri atas dan kiri
bawah. Defans muscular (+) 4 kuadran
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen, nyeri (+) pada 4 kuadran
abdomen
Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
- Inferior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Rovsing sign (+)
Obturator sign (+)
Psoas sign (+)
Dunphy sign (+)
Alvarado score 9
Pasien menolak untuk dilakukan rectal touche
26
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
Hemoglobin : 12,7gr/dl
Leukosit:18.300/ mm3
Eritrosit:4,76 x106/mm3
Trombosit: 207.000/mm3
Hematokrit: 36 %
MCV: 74 fl
MCH: 26 pg
MCHC: 35 %
Penatalaksanaan
Paracetamol supp 250 mg (20.30)
IVFD RL 20 tpm loading 200 cc
Sementara puasa
Inj. Ceftriaxone 500 mg IV
Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
27
Follow up
05/12/2017 S/Nyeri luka post op (+), demam (-), mual (-), IVFD RL 10
muntah (-), BAK (+) urin warna kuning, darah (-) tpm/makro
28
flatus (+), BAB (+) warna kecoklatan, lendir (+), Cefotaxime inj.
darah (-), konsistensi lunak. 1/3 gr/ 12jam
Metronifazol
. 1/3 gr/8 jam
O/KU : sedang Ranitidin
Kes: Composmentis amp/12jam
Kontrol balance
RR: 26 x/i cairan
HR : 96 x/i Kontrol vital
T : 36,80 C sign
Status lokalis regio abdomen Diet MS
Tampak luka post op dibalut verban, verban
terpasang 2 hari pasca operasi, verban bersih (+),
kering (+), rembesan darah (-), bercak darah (-),
tanda inflamasi pada kulit sekitar verban (-)
29
muntah (-), BAK (+) urin warna kuning, darah (-) tpm/makro
flatus (+), BAB (+) warna kecoklatan, lendir (+), Cefotaxime inj.
darah (-), konsistensi lunak. 1/3 gr/ 12jam
Metronifazol
. 1/3 gr/8 jam
O/KU : sedang Ranitidin
Kes: Composmentis amp/12jam
Kontrol vital
RR: 26 x/i sign
HR : 96 x/i
T : 36,80 C
Status lokalis regio abdomen
Tampak luka post op dibalut verban, verban
terpasang 2 hari pasca operasi, verban bersih (+),
kering (+), rembesan darah (-), bercak darah (-),
tanda inflamasi pada kulit sekitar verban (-)
30
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Anamnesis
a. Pada keluhan utama didapatkan bahwa nyeri perut dirasakan sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan pada seluruh lapang perut,
awalnya 2 hari sebelum masuk rumah sakit nyeri dirasakan pada perut kanan
bawah. Nyeri dirasakan pedih, terus menerus, tidak hilang timbul, dan nyeri
meningkat jika pasien bergerak. Menurut Craig et al, nyeri pada perut kanan
bawah menandakan adanya nyeri visceral dari appendix dan nyeri kemudian
peritoneum parietal
b. Pada RPS, demam (+) dirasakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam
dirasakan terus menerus. Hal ini menandakan adanya proses inflamasi yang
demam. Mual (+) dirasakan hari sebelum masuk rumah sakit disertai dengan
muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah dalam 1 hari 5
kali dengan isi makanan yang dimakan. Mual dan muntah menandakan
adanya suatu obstruksi pada usus. Hal ini sesuai pada teori, dimana pada
appendicitis terjadi obstruksi pada lumen appendix. Mencret (+) sejak 1 hari
lendir (-). Menurut Craig et al, appendicits pada anak lebih sering
31
menimbulkan gejala diare dibandingkan dengan pada orang dewasa. 2 hari
terkahir nafsu makan menurun. Terdapat juga beberapa gejala sesuai dengan
skoring alvarado, mual dan muntah, demam, dan anoreksia. BAK dalam batas
kemih.
c. Pada riwayat makan dan minum ditemukan bahwa pasien sebelum sakit
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya conjungtva anemis kiri dan kanan pada
pasien. Hal ini kemungkinan adanya dehidrasi pada pasien akibat gejala
menandakan adanya iritasi peritoneum sesuai dengan teori yang dikatakan Craig
et al. Pada palpasi ditemukan adanya nyeri tekan pada keempat kuadran abdomen
dan nyeri lepas pada kuadran kanan bawah, menandakan kemungkinan iritasi
pada peritonitis parietal dan kemungkinan infeksi tidak terbatas lokal dan telah
menyebar pada kavitas peritoneal. Nyeri lepas pada kuadran kanan atas, kiri atas
32
dan kiri bawah sulit dinilai, karena pada kasus ini tidak kooperatif sehingga
menimbulkan kesulitan melakuka penilaian. Defans mucular dan nyeri pada saat
perkusi juga ditemukan pada keempat kuadran abdomen, sebagaimana teori pada
buku anatomi klinis snell yang menyatakan bahwa peritoneum perietal sangat
sensitif terhadap nyeri, sentuhan, temperatur dan tekanan sehingga pada saat
dilakukan palpasi pada peritoneum yang mengalami inflamasi akan terasa lebih
nyeri sehingga otot akan cenderung berkontraksi untuk mengurangi rasa sakit dan
peritoneum paerietal diperarafi oleh saraf yang sama pada otot dan kulit
diatasnya.
Pemeriksaan lainnya juga ditemukan Psoas sign (+), obturator sign (+) dan
dunphy sign (+) yang berkemungkinan akibat adanya kontraksi otot sesuai
dengan jaras yang mempersarafi peritoneum parietal. Rovsing sign (+) disini bisa
menjadi positif palsu karena keepat kuadran abdomen telah terasa nyeri.
Dari gejalan dan tanda dapat disimpulkan bahwa alvarado scorenya adalah 9 yang
3. Pemeriksaan penunjang
33
4. Diagnosis kerja
Diagnosis kerja dari kasus ini adalah peritonitis difus ec appendicitis perforasi,
5. Tatalaksana
eksudat tersebut.
34
BAB V
KESIMPULAN
yang tepat dan cepat kita dapat menghindari terjadinya appendicitis perforasi
sehingga prognosis pun lebih baik. Perlu dilakukan penggalian anamnesa yang baik
diperlukan untuk menyingkirkan adanya kelainan lain yang berkaitan dengan gejala
pasien.|
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Soleimani, Z et al. The Risk Factors for Infected and Perforated Appendicitis.
4. Snell, RS. Clinical Anatomy 9th Ed. Lippincott Williams and Wikins : 2012
Cameroon: 2016
36