Prinsip Etika Bisnis

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menentukan dan memulai kegiatan

bisnis. Dalam kegiatan bisnis mengejar keuntungan adalah hal yang wajar asalkan dalam

mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Demi mencapai tujuan,

kegiatan berbisnis ada batasnya. Perilaku yang etis dalam kegiatan bisnis merupakan

suatu hal yang penting bagi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri, maka dari itu peran

etika bisnis sangat diperlukan. Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis

merupakan aplikasi pemahaman tentang apa yang baik dan apa yang benar untuk

beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Etika

dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum

terhadap bisnis dan mendeskrispsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis

yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis

dalam bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan

prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan

benar, kemudian selanjutnya seseorang dapat membahas mengenai implikasi-implikasi

tehadap dunia bisnis.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Saja Prinsip Umum Etika Bisnis Yang Berlaku Dalam Kegiatan Bisnis?

1.2.2 Bagaimanakah Etos Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis?

1.2.3 Bagaimana Relativitas Moral Dalam Bisnis ?

1
1.2.4 Apa yang Dimaksud Dengan Pendekatan Stakeholder?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui Prinsip Umum Etika Bisnis yang Berlaku Dalam Kegiatan

Bisnis.

1.3.2 Untuk mengetahui Etos Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis.

1.3.3 Untuk Mengetahui Relativitas Moral Dalam Bisnis.

1.3.4 Untuk Mengetahui Pengertian Pendekatan Stakeholder.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penyusun

Menjadikan makalah ini sebagai acuan untuk menambah dan memperluas wawasan
serta pengetahuan yang berkaitan dengan Etika Bisnis.
1.4.2 Bagi Pembaca
Menjadikan makalah ini sebagai tambahan referensi dan informasi untuk belajar
mengenai Etika Bisnis
1.4.3 Bagi Dosen Pengajar
Diharapkan agar penyusunan makalah ini dapat dijadikan pedoman dalam
memberikan materi .

BAB II

PEMBAHASAN

2
2.1 Prinsip Umum Etika Bisnis

Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik

sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Prinsip-prinsip

itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing

masyarakatnya. Namun, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip etika

yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika pada

umumnya. Disini secara umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika bisnis

tersebut.

1. Prinsip otonomi.

Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan

dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk

dilakukan atau dengan kata lain yaitu kebebasan dalam bertindak. Kebebasan adalah

unsur hakiki dari prinsip otonomi. Dalam etika, Kebebasan adalah prasyarat utama

untuk bertindak secara etis, karena tindakan etis adalah tindakan yang dalam bahasa

kant, bersumber dari kemauan baik serta kesadaran pribadi. Namun, kebebasan saja

belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara nom dan etis, karena itu otonomi

juga mengandalkan adanya tanggung jawab. Orang yang otonom adalah orang yang

tidak saja sadar akan kewajibannya dan bebas mengambil keputusan dan tindakan

berdasarkan apa yang dianggapnya baik, melainkan juga adalah orang yang bersedia

mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya serta dampak dari keputusan

dan tindakannya itu. Dengan sikap dan kesediaan untuk bertanggung jawab dan

3
mempertanggungjawabkan sikap dan kesediaan tersebut adalah ciri khas dari

mahluk bermoral. Orang yang bermoral adalah orang yang selalu bersedia untuk

bertanggung jawab atas tindakannya. Otonomi dengan unsur diatas merupakan

prinsip yang sangat penting.

Pertama, dengan otonomi pelaku bisnis dan karyawan dalam perusahaan

manapun tidak lagi diperlakukan sebagai sekadar tenaga yang dieksploitasi sesuai

kebutuhan bisnis dan demi kepentingan bisnis. Dengan kata lain, dengan otonomi

para pelaku bisnis benar-benar menjadi subjek moral yang bertindak secara bebas

dan bertanggung jawab atas tindakannya. Ini berarti sebagai subyek moral tidak lagi

sekedar bertindak dan berbisnis seenaknya dengan merugikan hak dan kepentingan

pihak lain.

Kedua, Otonomi juga memungkinkan inovasi, mendorong kreativitas,

meningkatkan produktivitas, yang semuanya akan sangat berguna bagi bisnis

modern yang terus berubah dalam persaingan yang ketat.

Ketiga, dengan prinsip otonomi tanggung jawab moral juga tertuju kepada

semua pihak terkait yang berkepentingan (Stakeholders).

2. Prinsip kejujuran.

Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa

bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas

kejujuran.

a) Jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kejujuran ini

sangat penting artinya bagi masingmasing pihak dan sangat menentukan relasi

4
dan kelangsungan bisnis masing-masing pihak.

b) Kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang

sebanding. Dalam pasar yang terbuka dengan barang dan jasa yang beragam dan

berlimpah ditawarkan kedalam pasar, dengan mudah konsumen berpaling dari

satu produk ke produk yang lain. Maka cara-cara bombastis, tipu menipu, bukan

lagi cara bisnis yang baik dan berhasil. Kejujuran adalah prinsip yang justru

sangat penting dan relevan untuk kegiatan bisnis yang baik dan tahan lama.

c) Jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan. Kejujuran dalam

perusahaan adalah inti dan kekuatan perusahaan itu. Perusahaan itu akan hancur

kalau suasana kerja penuh dengan akal-akalan dan tipu-menipu. Maka dari itu

karyawan harus diperlakukan secara baik dan manusiawi, dan dibina sikap

saling menghargai sebagai manusia antara satu dan yang lainnya.

3. Prinsip keadilan

Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan

yang adil, serta dapat dipertanggung jawabkan. Keadilan menuntut agar setiap orang

dalam kegiatan bisnis perlu di perlakukan sesuai dengan haknya masing-masing dan

agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.

4. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)

Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan

semua pihak. Prinsip saling menguntungkan secara positif yaitu menuntut hal yang

sama, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain.

Prinsip ini terutama mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis. Maka, dalam bisnis

5
yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan

win-win situation.

5. Prinsip integritas moral

Prinsip ini merupakan tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau

perusahaan, agar menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau

orang-orangnya maupun perusahaannya. Dengan kata lain prinsip ini merupakan

tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang

terbaik dan dibanggakan dan itu tercermin dalam seluruh perilaku bisnisnya dengan

siapa saja, baik keluar maupun kedalam perusahaan.

Dari semua prinsip diatas, Adam Smith akan menganggap prinsip keadilan sebagai

prinsip yang paling pokok. Menurut Adam Smith Prinsip no harm, prinsip keadilan,

(tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain), tanpa prinsip ini bisnis tidak bisa

bertahan. Dalam prinsip no harm sudah dengan sendirinya terkandung prinsip kejujuran,

saling menguntungkan, otonomi, integritas moral. Jadi, Prinsip no harm mempunyai

jangkauan yang luas mencakup banyak prinsip lainnya dan juga diterapkan menjadi

hukum tertulis yang demikian menjadi pegangan dan rujukan konkrit dengan sanksinya

yang jelas bagi semua pelaku ekonomi. Pada prinsip tersebut menjadi dasar dan jiwa dari

semua aturan bisnis dan semua praktek bisnis yang bertentangan dengan prinsip ini harus

dilarang, misalnya monopoli, kolusi, nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan

politik.

2.2 Etos Bisnis

Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis

6
yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini

adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral

tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari yang sekaligus juga membedakannya

dari perusahaan yang lain. Wujudnya bisa dalam bentuk pengutamaan mutu, pelayanan,

disiplin, kejujuran, tanggung jawab, perlakuan yang fair tanpa diskriminasi, dan

seterusnya. Umumnya etos bisnis dibangun atas dasar visi atau filsafat bisnis pendiri

suatu perusahaan yang menjadi sikap dan perilaku bisnis dalam kegiatan bisnisnya

sehari-hari dan menjadi dasar dari keberhasilannya. Maka, terbangunlah suatu budaya,

sebuah etos, sebuah kebiasaan yang ditanamkan kepada semua karyawan sejak diterima

masuk dalam perusahaan maupun terus menerus dalam seluruh evaluasi dan penyegaran

selanjutnya dalam perusahaan tersebut.

2.3 Relativitas Moral Dalam Bisnis

Dalam persaingan global yang ketat tanpa mengenal adanya perlindungan dan

dukungan politik tertentu, semua perusahaan bisnis mau tidak mau harus bersaing

berdasarkan prinsip etika tertentu. Persoalannya, demikian kata De George, etika siapa?

Ini terutama berlaku dalam bisnis global yang tidak mengenal batas Negara. Konkretnya,

etika masyarakat mana yang harus diikuti oleh sebuah perusahaan multinasional?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Menurut De George, kita perlu melihat terlebih

dahulu tiga pandangan yang umum diatur. Pandangan pertama adalah bahwa norma etis

berbeda pada suatu tempat dengan tempat lain. Pandangan kedua adalah bahwa norma

sendirilah yang paling benar dan tepat. Pandangan ketiga adalah pandangan yang disebut

De George immoralis naf yang mengatakan bahwa tidak ada norma moral yang perlu

7
diikuti sama sekali.

Karena pandangan yang ketiga sama sekali tidak benar, maka tidak kami bahas

disini. Pandangan pertama sedikit banyaknya mewakili, atau paling kurang didukung,

kubu komunitarian dengan tokoh seperti A.MacIntyre, yang menekankan bahwa setiap

komunitas mempunyai nilai moral dan budaya sendiri yang sama bobotnya dan harus

dihargai. Maka dalam kaitan dengan bisnis internasional, perusahaan multinasional harus

beroperasi berdasarkan nilai moral dan budaya yang berlaku di Negara tempat

perusahaan beroperasi. Inti pandangan ini adalah bahwa tidak ada norma atau prinsip

moral yang berlaku universal.

Pandangan kedua mengenai nilai dan norma sendiri paling benar dalam arti

tertentu mewakili kubu moralisme universal, bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral

berlaku universal, dan karena itu apa yang dianggap dan dianut sebagai benar di Negara

sendiri harus juga diberlakukan di Negara lain. Pandangan ini umumnya didasarkan pada

anggapan bahwa moralitas menyangkut baik buruknya perilaku manusia. Pandangan ini

tidak sepenuhnya benar. Karena ada bahaya bahwa perusahaan luar memaksakan nilai

dan norma moralnya yang sudah dikodifikasikan dalam hukum tertulis tertentu untuk

diberlakukan di Negara di mana perusahaan itu beroperasi.

Dengan menganut pandangan universalisme moral, De George lalu mengajukan

beberapa prinsip etis yang bisa berlaku universal di mana saja, misalnya tidak

membunuh orang lain secara sewenang-wenang, jujur, menghargai hak milik orang lain.

Namun menurut De George prinsip yang paling pokok yang berlaku universal,

khususnya dalam bisnis, adalah prinsip integritas pribadi atau integritas moral. Bagi De

8
George, dalam bisnis modern bersaing secara etis berarti bersaing dengan penuh

integritas pribadi.

Ada dua keunggulan prinsip integritas pribadi yang pertama prinsip integritas

pribadi tidak punya konotasi negative seperti halnya prinsip moral lainnya, bahkan pada

kata etika dan moralitas itu sendiri. Prinsip integritas moral disini sesungguhnya sama

dengan prinsip otonomi pada Kant. Bertindak dengan menjaga integritas atau nama baik

pribadi sesungguhnya berarti di satu pihak bertindak sesuai dengan norma dan prinsip

moral yang berlaku dalam masyarakat. Berbisnis dengan mempertahankan integritas

moral perusahaan berarti berbisnis dengan mematuhi norma dan prinsip moral yang

sesungguhnya sudah dijadikan etos bisnis perusahaan tersebut. Maka, prinsip etika bisnis

di sini tidak lagi menjadi suatu yang dipaksakan dari luar oleh Negara, malainkan justru

telah dijadikan iklim, jiwa, semangat, etos dari perusahaan tersebut.

Sejalan dengan ini, De George menolak prinsip no harm sebagai prinsip paling

pokok untuk dunia bisnis. Karena no harm terlalu bersifat legalitas dan berkonotasi

heterenom. Pada prinsip no bram terlalu kuat kesan paksaan dari luar dan juga terlalu

minimal. Prinsip ini memang penting namun prinsip ini tidak memadai bagi mereka yang

berbisnis dengan integritas moral yang tinggi. Prinsip no harm terlalu minimal. Karena

prinsip ini biasanya dituangkan dalam aturan bisnis yang menjadi aturan main bagi

semua pelaku bisnis, prinsip ini cenderung menjadi legalistis dan berarti bertindak sesuai

dengan prinsip ini cenderung menjadi heteronom. Dan itu berarti tidak sesuai lagi dengan

prinsip bertindak dengan integritas moral.

Tentu saja benar bahwa para pelaku bisnis diharapkan untuk tidak hanya

9
bertindak secara minimal dengan mentaati prinsip no bram. Melainkan juga bertindak

secara maksimal dengan mengusahakan hal-hal positif tertentu bagi pihak lain. Secara

maksimal, pelaku bisnis diharapkan mempunyai kemauan baik dan kesadaran moral

untuk berbisnis secara baik, dan tidak sekadar dipaksa oleh prinsip no harm dalam

bentuk aturan-aturan bisnis yang ketat.

Namun De George lupa bahwa prinsip no harm tidak hanya dituangkan dalam

hukum bisnis, melainkan juga tertulis dalam hati masing-masing pelaku bisnis sebagai

prinsip yang juga dituntutnya dari pelaku bisnis lainnya. Yaitu bahwa pelaku bisnis

lainnya tidak boleh merugikan kepentingannya. Maka, sebagaimana dia sendiri tidak

ingin agar hak dan kepentingannya dirugikan pihak lain, ia pun dalam berbisnis sudah

dari dalam berbisnis sudah dari dalam dirinya tidak mau merugikan pihak lain. Ini

mempunyai lingkup yang luas mencakup bertindak jujur, bertanggungjawab, atas produk

yang ditawarkan, fair dalam transaksi dagang, jaminan terhadap hak karyawan. Jadi

prinsip no harm tidaklah seminimal sebagimana yang diandaikan De George.

Yang menjadi persoalan adalah konsep integritas pribadi atau integritas moral lebih

merupakan sebuah konsep Amerika atau barat pada umumnya. Bagi Indonesia rasanya

konsep ini tidak punya nilai dan muatan moral sama sekali. Orang begitu mudah

mengabaikannya. Berbagai kasus korupsi dalam bentuk suap, kolusi baik dalam bidang

politik birokrasi maupun bisnis menunjukan betapa integritas pribadi diabaikan begitu

saja. Oleh karena itu prinsip integritas pribadi yang dianggap oleh De George sebagai

prinsip paling universal bagi dunia bisnis ternyata sarat dengan kandungan historis

kultural dan karena itu sifatnya relative.

10
Ini tidak berarti prinsip integritas moral ditolak. Prinsip ini tetap penting. Hanya saja

prinsip ini mempunyai kelemahan seperti prinsip moral lainnya yaitu hanya berhenti

sebagai himbauan. Oleh karena itu, sebagaimana moralitas pada umumnya, masyarakat

tidak bisa berbuat banyak ketika orang tertentu tidak peduli pada integritas moralnya.

Maka, dalam konteks dimana integritas pribadi dan moral mempunyai gema prinsip yang

kuat, prinsip no harm memang tidak memadai. Namun dalam konteks integritas pribadi

mudah dikalahkan oleh uang dan jabatan, prinsip no harm merupakan prinsip yang

niscaya, yang harus ditegakan dalam aturan bisnis. Diharapkan prinsip ini tidak

sekaradar bersifat legalitas, melainkan juga menjadi prinsip yang self-imposed. Prinsip

no harm, dengan dukungan aturan yang dilaksanakan secara konsekuen merupakan

syarat mutlak bagi kegiatan dan iklim yang sehat, baik dan etis. Tentu saja kita tetap

optimis bahwa dalam bisnis global yang mengandalkan mekanisme pasar yang tidak

pandang bulu, integritas pribadi lama-kelamaan dapat menjadi sebuah prinsip yang

menentukan bagi kegiatan bisnis yang etis. Ini terutama karena mengandalkan pasar

global, praktek monopolistis dan kolusif relative akan tergurusur sehingga orang mau

tidak mau akan lebih megandalkan integritas pribadinya, yang ditunjukkan oleh

keunggulan objektifnya dalam pasar.

Dengan menekankan prinsip no harm, dan dalam arti tertentu juga prinsip integritas

moral sebagai prinsip yang diakui dan berlaku di mana saja dan kapan saja harus

dikatakan bahwa relativitas moral tidak benar. Demikian pula, relativisme moral dalam

bisnis pun harus ditolak karena dalam bisnis tetap dituntut, dan diakui pula oleh orang

bisnis, beberapa prinsip moral, khususnya no harm yang berlaku universal.

11
2.4 Pendekatan Stakeholder

Pendekatan Stakeholder adalah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis

bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan tindakan

bisnis. Dasar pemikirannya adalah bawa semua pihak yang punya kepentingan dalam

suatu kegiatan bisnis terlibat di dalamnya karena ingin memperoleh keuntungan, maka

hak dan kepentingan mereka harus diperhatikan dan dijamin. Pada akhirnya pendekatan

ini menuntut agar bisnis apapun perlu dijalankan secara baik dan etis justru demi

menjamin kepentingan semua pihak yang terkait dalam bisnis. Prinsip ini sama dengan

prinsp no harm. Pada umumnya ada dua kelompok Stakeholders yaitu kelompok primer

dan kelompok sekunder. Kelompok primer terdiri dari pemilik modal, kreditor,

karyawan, pemasok, konsumen, penyalur, dan pesaing. Kelompok sekunder terdiri dari

pemerintah, pemerintah asing, kelompok social, media massa, kelompok pendukung,

masyarakat. Yang paling penting diperhatikan dalam suatu kegiatan bisnis adalah

kelompok primer, Karena berhasil tidaknya perusahaan sangat ditentukan oleh relasi

yang saling menguntungkan yang dijalin dengan kelompok primer tersebut.

Dalam kaitan dengan kelompok sekunder, perlu dikatakan bahwa dalam situasi

tertentu kelompok ini bisa memiliki peran yang lebih penting dari kelompok primer.

Misalnya LSM baik di bidang lingkungan hidup atau kehutunan bisa sangat merepotkan

bisnis suatu perusahaan. Ketika suatu perusahaan beroperasi tanpa mempedulikan

kesejahteraan, nilai budaya, sara dan prasarana local, lapangan kerja setempat maka akan

menimbulkan suasana social yang sangat tidak kondusif dan tidak stabil bagi

kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.

12
Dengan demikian, perusahaan yang ingin berhasil dan dapat bertahan dalam

bisnisnya harus pandai menangani dan memperhatikan kepentingan kedua kelompok

Stakeholder diatas secara baik. Itu berarti bisnis harus dijalankan secara baik dan etis.

Relasi antara suatu perusahaan dan kedua kelompok Stakeholder tersebut dapat

digambarkan sebagai beikut:

Pemerintah
Asing

Media Pemerinta
Massa h
Pekerja Pemilik

Pemegan
Penyalu g saham
r

PERUSAHAAN

Kredito
Rekan r
Bisnis

Konsume Pemaso
n
k

Aktivitas
Sosial Masyarakat
Kelompok
Pendukung

BAB III

PENUTUP

13
3.1 KESIMPULAN

1. Prinsip dari etika bisnis yaitu: prinsip otonomi, prinsip kejujuran, prinsip keadilan,

prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) dan prinsip intergrasi moral.

2. Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis

yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti

etos ini adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau

prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari yang sekaligus juga

membedakannya dari perusahaan yang lain.

3. Menekankan pada prinsip no harm, dan dalam arti tertentu juga prinsip integritas

moral sebagai prinsip yang diakui dan berlaku di mana saja dan kapan saja harus

dikatakan bahwa relativitas moral tidak benar. Demikian pula, relativisme moral

dalam bisnis pun harus ditolak karena dalam bisnis tetap dituntut, dan diakui pula

oleh orang bisnis, beberapa prinsip moral, khususnya no harm yang berlaku

universal

4. Perusahaan yang ingin berhasil dan dapat bertahan dalam bisnisnya harus pandai

menangani dan memperhatikan kepentingan kedua kelompok Stakeholder secara

baik.

3.2 SARAN

Di tengah perkembangan teknologi dalam persaingan global membuat semakin

menjamurnya perusahan-perusahaan yang meramaikan dunia bisnis di dunia. Namun

banyak perusahaan tidak bisa mempertahankan eksistensinya karena tidak memiliki

14
pondasi yang matang dalam membangun perusahaan, salah satu yang menjadi pondasi

dalam membangun perusahaan adalah mengetahui prinsip-prinsip etika bisnis. Maka

dengan membaca makalah ini pemilik perusahaan atau orang yang membangun suatu

perusahaan memiliki suatu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dalam etika bisnisn

sehingga perusahaan yang didirikian mampu bersaing dan bertahan.

15

Anda mungkin juga menyukai