Pengukuran Sumbatan Hidung Pada Deviasi Septum
Pengukuran Sumbatan Hidung Pada Deviasi Septum
Pengukuran Sumbatan Hidung Pada Deviasi Septum
Abstrak
Latar Belakang: Gejala sumbatan hidung meskipun bukan suatu gejala penyakit yang berat, tetapi dapat
menurunkan kualitas hidup dan aktivitas penderita. Penyebab sumbatan hidung dapat bervariasi dari berbagai penyakit
dan kelainan anatomis. Salah satu penyebab dari kelainan anatomi adalah deviasi septum nasi. Tujuan: Untuk menilai
gejala dan derajat sumbatan hidung pada deviasi septum nasi. Tinjauan Pustaka: Diagnosis dari gejala sumbatan
hidung sangat kompleks dan bervariasi, selain berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik juga diperlukan
pemeriksaan penunjang untuk pengukuran sumbatan hidung. Skor sumbatan hidung merupakan salah satu parameter
untuk menilai suatu sumbatan hidung pada deviasi septum nasi. Untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis dan mengevaluasi gejala sumbatan hidung, diantaranya adalah nasal inspiratory
flow meter, rhinomanometri dan rhinometri akustik. Kesimpulan: Gejala sumbatan hidung pada deviasi septum dapat
dievaluasi dengan pemeriksaan tambahan meliputi nasal inspiratory flow meter, rhinomanometri, dan rhinometri
akustik.
Kata kunci: sumbatan hidung, deviasi septum, nasal inspiratory flow meter, rhinomanometri, rhinometri akuistik.
Abstract
Background: Although nasal obstruction is not a severe symptom of the disease, it can decrease the quality of life
and activity of the patient. The etiology of nasal obstruction could be varied from any diseases and anatomical abnormalities.
One of anatomical abnormality cause is septal deviation. Purpose: To evaluate the symptom and the degree of nasal
obstruction in septal deviation. Review: The diagnosis of nasal obstruction is more complex and varied, based on anamnesis
and physical examination, and beside that need additional examination to measure the nasal patency. Nasal obstruction score
is one of parameter to evaluate the obstruction of nose. Because of that, it needs additional examination to diagnose and
evaluate the nasal obstruction, include nasal inspiratory flow meter, rhinomanometry, acoustic rhinometry. Conclusion: Nasal
obstruction in septal deviation with additional examination, such as nasal inspiratory flow meter, rhinomanometry, acoustic
rhinometry.
Key Words: Nasal obstruction, septal deviation, nasal inspiratory flow meter,
rhinomanometry, acoustic rhinometry
perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os dan posterior adalah cabang dari a.oftalmika yang
maksila dan krista nasalis os palatine. Sedangkan berasal dari a.karotis interna. A. ethmoidalis anterior
bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina adalah pembuluh darah terbesar kedua yang
kuadrangularis) dan kolumela (gambar 1).1,2,5,6 mendarahi hidung bagian dalam, yang mendarahi
Septum dilapisi oleh perikondrium pada kedua bagian antero-superior dari septum dan dinding
bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian lateral hidung.1,5
tulang, sedangkan di luarya dilapisi oleh mukosa Vena-vena hidung mempunyai nama yang
hidung.1,5 sama dam berjalan berdampingan dengan arteri. 5
2
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
pengangkatan lantai kavum nasi, distorsi palatum dan Jin RH16 dkk membagi deviasi septum
abnormalitas ortodonti. Sinus maksilaris sedikit lebih menjadi 4 (gambar 4), yaitu :
kecil pada sisi yang sakit.2,13-15 Deviasi lokal termasuk spina, krista dan dislokasi
3. Piramid hidung bagian kaudal.
Deviasi septum nasi bagian anterior sering Lengkungan deviasi tanpa deviasi yang terlokalisir.
berhubungan dengan deviasi pada piramid hidung.2 Lengkungan deviasi dengan deviasi lokal.
4. Perubahan mukosa Lengkungan deviasi yang berhubungan dengan
Udara inspirasi menjadi terkonsentrasi pada deviasi hidung luar
daerah yang sempit menyebabkan efek kering sehingga
terjadi pembentukan krusta. Pengangkatan krusta
dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahkan. Lapisan
proteksi mukosa akan hilang dan berkurangnya
resistensi terhadap infeksi. Mukosa sekitar deviasi
akan menjadi oedem sebagai akibat fenomena
Bernouili yang kemudian menambah derajat
obstruksi.2,7
3
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
Obstruksi hidung
moderat/sedang
80-120 Obstruksi hidung ringan
>120 Tidak ada obstuksi
Gambar 7. Rhinomanometri22
4. Rhinomanometri
Rhinimanometri digunakan untuk mengukur
hambatan aliran udara nasal dengan pengukuran
kuantitatif pada aliran dan tekanan udara nasal. Tes ini
Gambar 8. Hasil rhinomanometry (A) tidak terdapat
berdasarkan prinsip bahwa aliran udara melalui suatu
sumbatan hidung pada lobang hidung kiri dan kanan.
tabung hanya bila terdapat perbedaan tekanan yang
(B)terjadi sumbatan hidung pada lobang hidung kiri22
melewatinya. Perbedaan ini dibentuk dari usaha
respirasi yang mengubah tekanan ruang posterior
Rhinomanometri relatif menghabiskan waktu
nasal relatif terhadap atmosfir eksternal dan
dan hasil dapat bervariasi sampai 20-25% dengan
menghasilkan aliran udara masuk dan keluar
waktu yang dibutuhkan mencapai 15 menit (tabel 2).
hidung.22,27
Rhinomanometri tidak bisa digunakan jika terjadi
Pada tahun 1984, the European Committee for sumbatan hidung yang berat atau ketika terdapat
Standardization of Rhinomanometry menetapkan perforasi septum. Alat ini juga tidak dapat menilai
rumus aliran udara nasal : R = ΔP:V pada tekanan 150 lokasi obstruksi.22
P.
Pada rhinomanometri posterior aktif, kateter
R = Tahanan terhadap aliran udara dimasukkan melalui mulut dengan bibir ditutup agar
(Pa/cm/det)
dapat mengukur tekanan faring. Aliran melalui kedua
P = Tekanan transnasal (Pa atau CmH2O)
kavum nasi diukur secara bersamaan. Digunakan
V = Aliran udara (Lt/det atau CmH20)
sungkup hidung transparan yang sama dengan
rhinomanometri anterior. Teknik ini kurang invasif dan
Dengan adanya standarisasi ini diharapkan cendrung mendistorsi rongga hidung. Namun satu dari
memberikan perbandingan hasil dan perbandingan
empat pasien tidak dapat merelaksasi palatum mole
rentang normal.22,27
dan sebagian pasien tidak memungkinkan untuk
Rhinomanometri dapat dilakukan secara aktif memasukkan pipa. Hasil bervariasi dalam beberapa
atau pasif dan dengan pendekatan anterior atau menit, biasanya antara 15% sampai 20% (gambar 8). 22
posterior. Rhinomanometri anterior aktif lebih sering
digunakan dan lebih fisiologis. Tekanan dinilai pada
satu lubang hidung dengan satu kateter yang
dihubungkan dengan pita perekat, sementara aliran Rhinometri akustik
udara diukur melalui lubang hidung lain yang
Rhinometri akustik ini memberikan nada
terbuka.22,27 suara yang dapat didengar (150-10000 hz) yang
5
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
Gambar 9. Pemeriksaan rinometri akustik22 menghubungkan tabung suara ke hidung. Sangat perlu
untuk menyesuaikan “nosepiece” dengan lubang
hidung tanpa menyebabkan deformitas. Pemeriksaan
di ulang lima kali dan dihitung nilai rata-ratanya. 22
Tabel 2. Perbandingan Pemeriksaan Patensi Nasal22
6
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang
1. Walsh WE, Korn RC. Sinonasal anatomy, fungtion, and 16. Jin RH, Lee YJ. New description method and
evaluation. In:Bailey BJ, Johnson JT, Head and Neck calssification system for septal deviation. J Rhinol
Surgery- Otolaryngology, Fourth edition, Volume one. 2007;14(1): 27-31
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006, p: 17. Janardhan RJ. Classification of Nasal Septal Deviations-
307- 334 Relation to Sinonasal Pathology. Indian Journal of
2. Lee Kj. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery, Otolaryngologyand Head Neck Surgery. 2005;57:199-
International edition, Mc. Graw-Hill, 2003 201
3. Rozsasi A. The Impact of Septorhinoplasty and anterior 18. Jafek BW, Datson BT. Nasal obstruction. In: Bailey BJ.
turbinoplasty on nasal conditioning. American Journal Editor. Head and neck surgery otolaryngology.
of Rhinology 2007;21:302-5 Philadelphia: Lippincon Co, 2 nd ed 2006;371-97
4. Chmielik M, Eliza brozek-Madry, Lechoslaw P. 19. Lin SJ. Nasal Aerodynamics. Available from emedicine
Chiemielik. Influence of the type of septum deviation Specialities. Otolaryngology and Facial Plastic
on some parameters the upper airways. Borgis-New Surgery.2002.
Medicine. 2011;3:1-2 20. Busse W. Pathophysiology of congestion in Upper
5. Soecipto D, Wardani RS. Sumbatan hidung. Dalam: airway congestion Implication for lower airway
Soepardi EA, Iskandar N. Buku ajar ilmu penyakit disease. American college of Allergy, Asthma and
Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta: Balai Penerbit Immunology, available from
FKUI;2007.p.119-22 www.elsevierhealth.com/jaci.
6. Thibodeau GP. Anatomy and physiology, 5th ed. Louise 21. Cole P, Height JS. Love L. Dynamic components of nasal
Mosby.2003 resistance. Am Rev Respire Dis. 1995;132:122-32.
7. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan hidung. Dalam: 22. Glenys KS, Valrie JL. Investigative rhinology. London:
Soepardi EA, Iskandar N. Buku ajar ilmu penyakit Taylor&Francis; 2004 p.71-6
Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta: Balai Penerbit 23. Ottaviano G, Glenis K. Scadding, Stuart C, Lund VJ. Peak
FKUI;2007.p.126-27 nasal inspiratory flow; normal range in adult
8. Behrbohm H., Tardy M.E Jr, Essentials of population. Rhinology. 2006;44:32-5.
Septorhinoplasty, Philosophy-Approaches-Techniques, 24. Malm L. Measurement of nasal patency. Allergy.
Thieme Medical Publishers, Inc., New York, 2004 2007;52(suppl 40):19-23
9. Balasubramanian, T. 2006. Deviated Nasal Septum. 25. Zhang G, Solomon P, Rival R, Fenton RS, Cole P. Nasal
Accessed: airway volume resistance to airflow. American Journal
http://drtbalu.com/dns.html.Anonim.2006.http://www. of Rhinology. 2008;22:371-75.
obstructednose.com/nasal_treatment_deviated_septum.h 26. Wilson AM, Dempsey OJ, Sims EJ, Coutie WJ, Patterson
tml. MC, Lipworth BJ. Evaluation of treatment response in
10. Seyhan A, Ozaslan U, Azden S. Three-Dimentional patients with seasonal allergic rhinitis using
Modeling of Nasal Septal Deviation. Annals of Plastic domiciliary nasal peak inspiratory flow.Clin Exper
Surgery. 2008;60:157-61 Allergy.2000;30:833-8
11. Stumpe MR , Chanra RK. Disorder of nasal septum. In: 27. Grymer LF, Hilberg O, Ole Find afek Pederson.
Stucker FJ, De Souza C. Rhinology and facial plastic Prediction of nasal obstruction based on clinical
Surgery. Berlin Heidelberg:Springe;2009:p.151-53 examination and acustic rhinometry. Rhinology. 1996;
12. Botra R, Mathur NN. Comparative evaluation of 35-7
conventional versus endoscopic Septoplasty for limited 28. Tahamiler R, Canakcioglu S, Yilmaz S, Dirican A.
septal deviation and spur. J Laryngol Otol 2008;122:1-5 Expiratory nasal sound analysis as a new method for
13. Bauman I and Baumann H. A New classification of evaluation of nasal obstruction in patients with nasal
septal deviations. Rhinology 2007;26:220-2 septal deviation: comparation of expiratory nasal
14. Lam JD, Kathryn T. James. Weaver EM. Comparation of sound from both deviation and normal nasal cavity.
anatomic, physiological, and subjective measures of the Journal of laryngology 2007;150-4
nasal airway. American Journal of Rhinology. 29. Kim HY. Paradoxical nasal obstruction: Analysis of
2006;20:463-70 characteristics using acoustic rhinometry. Am J Rhinol
15. Harar RPS, Chada NK, Rogers G. The Role of septal 2007;21:408-1
deviation in adult chronic rhinosinusitis: a study of 500
patiens. Rhinology. 2004;42:126-130