Bahan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 41

BAB III

NAHDLATUL ULAMA

A. Sejarah Nahdlatul Ulama

1. Latar Belakang Berdirinya

Berbicara tentang Nahdlatul Ulama (NU), gambaran kita langsung

tertuju ke santri kolot, pakai sarung, orang desa,ekslusif dan ungkapan

stereotype lain.30 Tetapi kita tidak membicarakan hal tersebut. Terlepas dari

itu semua, salah satu faktor yang mendasari lahirnya Nahdlatul Ulama adalah

Keterbelakangan bangsa indonesia.

Keterbelakangan ini adalah akibat dari penjajahan maupun akibat

kungkungan tradisi. Melihat keadaan Bangsa Indonesia yang mengenaskan,

maka bangkitlah semangat kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat

bangsa ini melalui pendidikan dan organisasi.

Embrio yang menggugah kesadaran kaum terpelajar ini muncul pada

tahun 1908 yang dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat

kebangkitan nasional terus menyebar ke berbagai daerah setelah rakyat

menyadari penderitaan dan ketertinggalan bangsa ini dengan bangsa lain yang

kemudian banyak muncul berbagai organisasi yang serupa dengan

Kebangkitan Nasional.

30
M. Sholaekhan Al-Jalily, Tradisi Bahtsul Masail NU: Harus Mampu Menjawab Problem
Kemanusiaan. Jurnal Justisia, edisi 24 tahun XI 2003 h. 69

30
31

Di kalangan pesantren, muncul organisasi nahdlatul wathan

(Kebangkitan Tanah Air) tahun 1916 sebagai wadah gerakan melawan

kolonialisme. Pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau yang dikenal

dengan Nahdlatul Fikr (Kebangkitan Pemikiran) sebagai wahana pendidikan

sosial politik kaum santri. Kemudian lahirlah pergerakan atau kebangkitan

kaum saudagar yang akrab dengan sebutan Nahdlatul-Tujjar. Gerakan itu

bertujuan untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan demikian,

taswirul afkar selain menjadi kelompok studi, juga menjadi lembaga

pendidikan yang berkembang pesat di bebrapa kota.31

Ketika Di Saudi Arabiah muncul gerakan wahabi dan Raja Ibnu Saud

hendak menerapkan mazhab Wahabi sebagai satu-satunya mazhab yang

berlaku di kota Makkah, beliau juga hendak menghancurkan peninggalan-

peninggalan islam maupun pra islam yang banyak di ziarahi karena dianggap

bid‟ah. Gagasan tersebut disambut hangat oleh kaum modernis Indonesia

seperti Muhammadiyah dan PSII. Sebaliknya, kalangan pesantren menolak

pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan sejarah tersebut.32

Akibat sikap yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari

anggota kongres Al-Islam Yogyakarta 1925, sehingga kalangan pesantren

31
Artikel diakses pada 17 agustus 2008 dari http://manu.buntetpesantren.org/tentang-
nu/sejarah-nu/

32
Ibid.
32

tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu‟tamar „Alam Islami (Kongres

Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.

Didorong oleh keinginan kuat untuk mendukung kebebasan

bermazhab serta peduli dengan warisan budaya, maka kalangan pesantren

mengutus delegasi yang bernama Komite Hijaz dengan diketuai oleh KH.

Wahab Hasbullah juru bicara kaum tradisionalis paling vokal pada Kongres

Al-Islam, mendorong para Kiai terkemuka di Jawa Timur agar mengirimkan

utusan sendiri ke Mekkah untuk membicarakan madzhab dengan raja Ibnu

Sa‟ud.33

Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hijaz,

dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud

mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan

ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran

internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan

kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta

peradaban yang sangat berharga.34

Komite Hijas dan beberapa organisasi yang dibentuk oleh kaum

pesantren adalah embrio dari sebuah organisasi yang lebih mencakup dan

sitematis untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka pada tanggal 31

Januari 1926 atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H organisai “Nahdlatoel

33
Ibid
34
Artikel diakses pada 14 agustus 2008 dari www.nubatik.net/content/view/12/43
33

Oelama” didirikan. Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy‟ari sebagai

Rais Akbar.35

KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar),

kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai

prinsip dasar Organisasi. Kedua kitab tersebut di jelaskan maksudnya dalam

Khittah Nahdlatul Ulama yang kemudian dijadikan dasar dan rujukan warga

Nahdlatul Ulama dalam berfikir dan bertindak dalam bidang keagamaan,

sosial dan politik.

Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di

Jawa Timur merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan islam terbesar di

Indonesia. Sebagian besar massa organisasi ini berada di daerah pedesaan

pulau jawa dan madura. Basis massa yang demikian in sering memposisiskan

Nahdlatul Ulama menjadi kelompok marginal yang kurang diperhitungkan

dalam wacana pemikiran islam di Indonesia. Namun sebagai organisasi

keagamaan yang berada di bawah kepemimpinan kiyai-ulama, Nahdlatu

Ulama berusaha mempertahankan tradisi keagamaan yang telah ada dan

berkembang di kalangan grass root tanpa mengurangi nilai2 keislaman.36

35
Artikel diakses pada 17 agustus 2008 dari http://manu.buntetpesantren.org/tentang-
nu/sejarah-nu/

36
Ibid
34

Pada awal berdirinya, Nahdlatul Ulama hanya memperjuangkan

kepentingan tradisionalis yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia.

Dalam anggaran dasarnya yang pertama, tujuan Nahdlatul Ulama didirikan

adalah untuk memegang teguh salah satu mazhab empat dan mengerjakan apa

saja yang menjadi kemaslahatan bangsa.37 Seiring dengan era pada saat itu,

pada tahun 1950-an Nahdlatul Ulama Tearlibat dalam politik praktis. Seorang

tokoh muda NU, Fajrul Falah mengelompokkan tiga alasan berdirinya

Nahdlatul Ulama :

a. Aksi kultural untuk bangsa, yakni menggunakan strategi akulturasi dengan

budaya setempat, dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.

b. Aktivitas yang mencerminkan dinamika berpikir kaum muda,

c. Usaha membela keprihatinan keagamaan internasional, yakni munculnya

gerakan Wahabiyah yang berusaha menghilangkan segala khurafat yang

ada di kota suci.38

Salah seorang peniliti senior Indonesia menyatakan bahwa berdirinya

Nahdlatul Ulama merupakan respon atas faham reformis pada awal abad ke-

20 yang dikembangkan oleh Faqih Hasyim di Minangkabau.39

37
Hasyim Asy‟ari, Qann Asasi Nahdlatul Ulama. Menara Kudus : Kudus, 1973 h. 2

38
Fajru Falah, Jamiyyah NU lampau kini dan datang, dalam Gus Dur NU dan Masyarakat
sipil. LkiS: Yogyakarta 1994 h. 170
39
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3S: Jakarta 1996 h. 234
35

Munculnya kelompok studi “Tashwirul Afkar” di awal abad 20 yang

dipelopori oleh Abdul Wahab Hasbullah dan rekannya Ahmad Dahlan

(kemudian menjadi pimpinan Muhammadiyah), mendorong munculnya

jamiyyah NU. Di samping itu terbentuknya “Nahdlat al Tujjar” suatu lembaga

yang mewadahi aspirasi kelompok pedagang muslim, serta munculnya komite

Hijaz merupakan embrio berdirinya Nahdlatul Ulama.

Sejak berdiri hingga sekarang ini, NU mengalami perjalanan sejarah

sesuai dengan situasi dan transformasi masyarakat. Pengamat NU dari

Australia, Greg Barton dan Greg Fealy mengklarifikasi sejarah perjalanan NU

dalam tiga periode. Pertama, periode awal sebagai organisasi keagamaan,

sebagaimana organisasi keagamaan lainnya seperti Muhammadiyah, Persis

dan Perti. NU didirikan sebagai jam‟iyyah diniyah (organisasi keagamaan)

yang mempunyai misi mengembangkan kegiatan-kegiatan keagamaan,

pendidikan, ekonomi dan sosial. Periode pertengahan, yakni ketika NU

sebagai organisasi keagamaan, berubah fungsi menjadi sebuah partai politik

atau menjadi unsur formal dalam sebuah partai. Era ini dimulai sejak tahun

1930, yakni ketika NU bersama ormas lain mengadakan demo atas represi

yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial. Setelah Indonesia merdeka, NU

beraliansi dengan Masyumi menjadi partai politik sebagai wahana artikulasi

politik umat Islam. Karena itu NU keluar dari Masyumi dan berdiri sendiri

sebagai partai politik sampai pada akhirnya tahun 1971 menjadi Partai

Persatuan Pembangunan. Di PPP pun, NU tidak dapat berbuat banyak bagi


36

kepentingan bangsa dan negara. Sebagai akumulasi dari kehampaan dalam

dunia politik, NU kembali ke khittah 1926.40

Nahdlatul Ulama ada karena sesuatu yang lain, yaitu mewujudkan

tradisinya sendiri, mencapai cita-citanya sendiri. Ia ditakdirkan bernasib harus

memperjuangkan faham Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut versinya sendiri

Berfaham Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut versi sendiri itu tidak berarti

harus bertentangan dengan orang lain.41

2. Tujuan Organisasi

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di

tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

3. Struktur Organisasi

a. Pengurus Besar (tingkat Pusat)

b. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)

c. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang

Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri

d. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)

40
Deklarasi Situbondo hasil muktamar NU tahun 1984 yang menyebutkan bahwa NU
melepaskan diri keterkaitan partai dengan politik

41Artikel diakses pada 12 Januari 2008 dari http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-NU-


dan-Peran-Sejarahnya
37

e. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)42

Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang,

setiap kepengurusan terdiri dari:

a. Mustayar (Penasihat)

b. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)

c. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:

a. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)

b. Tanfidziyah (Pelaksana harian)43

4. Usaha Organisasi

a. bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan

meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat

persatuan dalam perbedaan.

b. bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai

dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang

bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti

42
Artikel diakses pada 4 Maret 2008 dari id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama
43
Ibid
38

dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa

NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau

Jawa.

c. bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta

kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.

d. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk

menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan

berkembangnya ekonomi rakyat.

e. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat

luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi

masyrakat.44

B. Kiyai Dan Nahdlatul Ulama

1. Pengertian kiyai

sebutan Kiyai atau Kiai atau Kiyahi ( ‫ ) يهايك‬sering menjadi

pertanyaan orang. Apa sebenarnya makna Kiyai itu. Dari mana asal muasal

nama Kiyai itu. Dan apa sebenarnya ciri-ciri serta hal-hal yang harus

dilakukan oleh para Kiyai.

44
ibid
39

Menurut KH. Said Aqil Sirajd, kiyai adalah sebutan kehormatan bagi

ulama nahfliyin di tanah jawa belahan tengah dan timur yang memahami

syari‟at islam darai maraji’ karya ulama empat mazhab, mampu

mengamalkannya dan tekun mengajrakannya dengan kemandirian dan

keihlasan. Sebutan ini kemudian berkembang meluas menjadi sebutan secara

nasional bagi ulama nahdliyin dan non nahdliyin.45

Kiyai menurut Wikipedia “Kyai (key-eye) is an expert in Islam. The

word is of Javanese origin, and is sometimes spelled kiai. Traditionally,

students of Islam in Indonesia would study in a boarding school known as a

pesantren. The leader of the school was called kyai, as a form of respect.”46

Dalam masyarakat Indonesia pada umumnya dijumpai beberapa

gelar sebutan yang diperuntukkan bagi ulama. Misalnya, di daerah Jawa

Barat (Sunda) orang menyebutnya Ajengan, di wilayah Sumatera Barat

disebut Buya, di daerah Aceh dikenal dengan panggilan Teungku, di

Sulawesi Selatan dipanggil dengan nama Tofanrita, di daerah Madura

disebut dengan Nun atau Bendara yang disingkat Ra, dan di Lombok atau

seputar daerah wilayah Nusa Tenggara orang memanggilnya dengan Tuan

Guru. Khusus bagi masyarakat Jawa, gelar yang diperuntukkan bagi ulama

anatara lain Wali. Gelar ini biasanya diberikan kepada ulama yang sudah

45
Wawancara dengan nara sumber pada 24 oktober 2009
46
Artikel diakses pada 4 Desember 2008 dari id.wikipedia.org/wiki/kyai
40

mencapai tingkat yang tinggi, memiliki kemampuan pribadi yang luar

biasa.47

Gelar lainnya ialah Panembahan, yang diberikan kepada ulama yang

lebih ditekankan pada aspek spiritual, juga menyangkut segi kesenioran, baik

usia maupun nasab (keturunan). Hal ini untuk menunjukkan bahwa sang

ulama tersebut mempunyai kekuatan spiritual yang tinggi.48

Sebagian pemahaman orang Jawa, Kiai (Kyai) adalah sebutan untuk

"yang dituakan ataupun dihormati" baik berupa orang, ataupun barang.

Selain Kiai, bisa juga digunakan sebutan Nyai untuk yang perempuan. Kiai

bisa digunakan untuk menyebut :

Ulama atau Tokoh, contoh: Kiai Haji Abdul Rahman Wachid.

Pusaka, contoh: Keris-Kiai Joko Piturun, Gamelan-Kiai Gunturmadu.

Hewan, contoh: Kerbau-Kiai Slamet, Kuda-Kyai Gagak Rimang.

Makhluk Halus, contoh: Kiai Sapujagad (Penunggu Merapi).

Ada bermacam-macam sebutan “kiyai” menurut Prof Dr Hamka

yang di kemukakan dalam antara lain Kiyai yang berarti Guru Agama Islam

yang telah luas pandangannya. Ada Kiyai berarti pendidik, Ada Kiyai berarti

47
Drs. Isma‟il Ibnu Qoyim MA, Kiai penghulu Jawa Peranannya di Masa Kolonial.
Gema Insani Press, Jakarta, cetakan I, 1977: h. 62,
48
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1996: h.
234.
41

Pak Dukun. Di Kalimantan, Kiyai (sebelum perang) berarti District-hoofd

(Wedana). Di Padang (sebelum perang), Kiyai artinya “Cino Tuo” (Orang

Tionghoa yang telah berumur). Gamelan Sekaten di Yogya bernama Kiyai

Sekati dan Nyi Sekati. Dalang yang ahli disebut Ki Dalang, atau Kiyai

Dalang. Bendera Keramat yang dikeluarkan setiap ada bala bencana

mengancam dalam negeri Yogyakarta bernama Kiyai Tunggul Wulung.49

Di pulau Jawa dan Palembang, kata Kiyai digunakan untuk

menghormati seseorang yang dianggap Alim, Ahli Agama dan disegani. Di

Kalimantan Selatan (Banjarmasin dan sekitarnya) sebelum perang, gelar

Kiyai adalah pangkat yang tertinggi bagi Ambtenaar Bumiputera. Sama

dengan pangkat Demang di Sumatera.50

Meskipun Hamka mampu menjelaskan kegunaan kata Kiyai seperti

tersebut, namun dia terus terang mengungkapkan, “kami tidak tahu dari

Bahasa apa asalnya kata Kiyai. Tetapi kami dapat memastikan bahwa kata

itu menyatakan Hormat kepada seseorang. Cuma kepada siapa

penghormatan Kiyai itu harus diberikan, itulah yang berbeda-beda menurut

kebiasaan satu-satu negeri.51

49
Martin van Bruinessen, NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru .
Yogyakarta: LkiS, 1994. h. 30
50
Artikel diakses pada 25 april 2009 dari http://abusalma.wordpress.com/2007/05/05/kiyai-
itu-apa/

51
Ibid
42

2. Peranan Kiyai dalam organisasi Nahdlatul Ulama

Kiyai dan NU seakan dua sisi yang saling berkaitan satu dengan

lainnya. Banyak ulama NU yang memilki gelar kiyai dengan sejumlah

pengikut dan murid atau cantrik yang ditempatkan di padepokan bernama

pondok pesantren.

Pondok Pesantren, sebagai suatu padepokan untuk memperdalam

ilmu agama, sejauh ini dipahami sebagai tempat yang sejuk, tenang, dan

damai. Di dalamnya para cantrik (santri) mencurahkan tenaga dan pikiran

untuk belajar dan membentuk karakter, sementara pengasuh pesantren

(kiai) menyerahkan diri dan jiwa mereka dengan tulus untuk memberikan

pengajaran dan teladan hidup. Kiai adalah sosok pemimpin yang tunggal

dalam Pesantren, dia selalu sebagai panutan dan tauladan kehidupan bagi

para santri.52

Peranan kyai dewasa ini mengalami degradasi luar biasa. Banyak

yang mengira, kyai itu memiliki patron client yang cukup besar. Asumsi

itu kelak, mendorong program-program diluar keulamaan tumbuh

menjamur di pesantren-pesantren, misalnya, program-program

52
kH. Mustofa Bisri, Bahtsul Masail, artikel diakses pada 15 Mei 2009 dari
http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=7&id=67
43

pemberdayaan masyarakat (community development), partai politik dan

lain sebagainya.53

Dalam konteks politik, peran kyai mengalami metamorfosis di

posisi barunya, sehingga memerlukan sikap yang baru juga. Studi yang

dilakukan Horikoshi, misalnya, menunjukkan kekuatan kyai sebagai

sumber perubahan sosial, bukan saja pada masyarakat pesantren tapi juga

pada masyarakat di sekitarnya. Sementara Geertz menunjukkan kyai

sebagai makelar budaya (cultural brokers) dan menyatakan bahwa

pengaruh kyai terletak pada pelaksanaan fungsi makelar ini. Kyai

dikategorikan sebagai sosok yang tidak mempunyai pengalaman dan

kemampuan profesional, tetapi secara sosial terbukti mampu

menjembatani berbagai kepentingan melalui bahasa yang paling mungkin

digunakan.54

Sebagai individu yang berpolitik, kiai ikut menunaikan kewajiban

membebaskan dari ketertindasan. Masih ingat di buku sejarah, resolusi

jihad yang didegung-degungkan KH. Hasyim Asy‟ari melawan

pembodohan Jepang lewat Saikere yaitu menundukkan diri hampir 90

derajad menyamai kondisi ruku‟ dalam shalat. Ini adalah satu bukti politis

perjuangan ulama, bahwa kita berhak untuk berharkat dan bermartabat.

53
Ibid
54
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1987. h. 193.
44

Kemerdekaan untuk melakukan kebudayaan tidak harus dipaksa-

paksakan. Nilai sosial-budaya harus sesuai dengan amanat rakyat, lebih-

lebih pada nuansa yang bersifat agamis tidak harus tunduk pada

kekuasaan tertentu.55

Kyai dan tokoh pesantren sering kali menjadi lahan sasaran para

politisi dalam membangun basis dukungan politik. Pada setiap Pemilihan

Umum (Pemilu) maka suara kyai dan santri selalu diperebutkan bukan

saja oleh partai-partai politik berbasis Islam saja melainkan juga partai-

partai politik berbasis nasionalis. Dalam upaya meraup simpati dari

kalangan Islam yang menjadi pengikut setia kyai, banyak partai politik

yang menempatkan kyai dan tokoh pesatren pada jajaran pengurus partai

dengan harapan dapat menjadi vote getter dalam pemilu.56

Di kalangan NU, di mana kyai dan tokoh pesantren menjadi pilar

kultural utamanya, muncul beberapa partai politik yang masing-masing

mengklaim sebagai representasi politik komunitas ini. Masing-masing

juga berupaya menempatkan beberapa kyai dan tokoh pesantren sebagai

motor penggerak ataupun sekedar legitimasi. Pada masa Orde Baru, posisi

kyai dalam kancah politik nasional semakin terpinggirkan, bahkan tidak

jarang dicurigai pemerintah, meski demikian, para kiyai tetap eksis

55
Artikel diakses pada 17 Mei 2010 dari http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17

56
Ibid
45

dengan perjuangan dan pilihan politiknya. Sebagai contoh, dapat dilihat,

pada saat kampanye pemilu 1977, Kyai Bisyri Syamsuri dengan

kapasitasnya sebagai kyai NU dan ketua Majelis Pertimbangan Partai

PPP, mengeluarkan “fatwa politik”, bahwa setiap muslim diharuskan

memilih PPP.57 Sikap “radikal” Kyai Bisyri kembali ditunjukkan pada

Sidang Umum MPR tahun 1978 dengan melakukan walk out yang

kemudian diikuti oleh semua anggota DPR/MPR dari PPP, sebagai

bentuk protes terhadap pemerintah yang memberi tempat terhormat pada

aliran kepercayaan. Dalam perspektif teori politik, tindakan para kiyai

tersebut merupakan counters-hegemoni.58 Yaitu upaya untuk melalukan

perlawanan terhadap kekuasaan yang cenderung melakukan penguasaan

terhadap seluruh dimensi kehidupan politik dan pemerintahan. Akibatnya,

sejak periode Pemilu pasca Orde Baru afiliasi politik para kyai dan tokoh

pesantren terpecah ke dalam beberapa partai NU. Perpecahan internal

yang muncul kemudian juga senantiasa dilegitimasi dengan dukungan dan

restu sekelompok kyai tertentu.

Kecenderungan menarik dukungan kyai dan tokoh-tokoh

pesantren tersebut memperlihatkan bahkan nilai politik kyai di hadapan

para politisi dalam upaya mereka membangun basis dukungan ataupun

57
Hasyim Asy’ari, Qanun Asasi Nahdlatul Ulama, h.3

58
Falah, NU lampau kini dan datang, dalam Gus Dur NU dan Masyarakat sipil. Yogyakarta: LkiS,
1994 h.172
46

sekedar legitimasi bagi kepentingan politiknya masih cukup tinggi.

Komunitas elit keagamaan ini, meminjam istilah Masdar, masih dipercaya

mampu memberikan sumbangan signifikan bagi sukses tidaknya sebuah

misi politik kelompok politik maupun perorangan. Padahal terbelahnya

afiliasi politik kyai pada politik partisan tentunya menimbulkan persoalan

berkenaan dengan sikap kaum santri yang sebelumnya dikenal memiliki

respektasi dan ketaatan tinggi pada kyai.59

Penjelasan mengenai posisi dan pengaruh kyai terhadap kaum

santri sudah cukup banyak dikaji para pemerhati Islam kultural di

Indonesia, mulai dari deskripsi umum mengenai kultur keagamaan

(Islam) khas masyarakat Jawa Geertz hingga detai relasi yang dipetakan

para peneliti belakangan seperti Féillard dan Barton. Hingga penelitian

paling mutakhir, deskripsi relasi kyai-santri tampak masih belum berubah

dibanding paparan Mastuhu dan Dhofier.60

Meminjam identifikasi Geertz, kyai dan santri merupakan bagian

dari kelompok masyarakat Islam khususnya di pulau Jawa yang memiliki

kesadaran keislaman yang lebih utuh dan lurus dibanding dua kelompok

lainnya, abangan dan priyayi. Komunitas santri sendiri diidentifikasi

59 Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, “ Kyai, Santri dan Politik” artikel diakses pada 15 Mei 2010 dari
http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17

60
Ibid
47

Geertz merupakan bentukan komunitas kyai, khususnya melalui lembaga

pesantrennya. Meski lekat dengan tradisi-tradisi mistis-asketik khas

Hindu Jawa mereka termasuk kelompok penganut Islam yang taat dalam

menjalankan syari‟ah Islam.61

Antara santri dan kyai terdapat sebuah pola relasi emosional

layaknya tradisi feodal, tetapi tanpa struktur dan tingkatan politis yang

sofistikatif seperti galibnya tradisi serupa dalam pemerintahan kerajaan.

Kyai dan keluarganya memiliki posisi sosial dan kultural yang tinggi

dibanding kebanyakan kaum santri. Menurut Irsan sebagaimana diulas

Marijan, tradisi tersebut bertumpu pada tiga pilar utama. Pila-pilar

tersebut terdiri dari basis massa yang merupakan pola struktur sosialnya,

basis ulama yang merepresentasikan struktur kepemimpinan serta basis

tradisi yang secara kultural menjadi semacam sistem budaya yang

mengikat visi keilmuan maupun belbagai etiket keislaman yang mereka

anut62

Persoalannya pada generasi kyai era belakangan, status yang

demikian tampak mulai memudar. Kyai yang demikian memang banyak

dijumpai era 1950-an sampai dengan 1980-an. Namun demikian, pada

generasi sesudahnya semakin banyak kyai yang tidak mewarisi penuh

61
Ibid
62
Ibid
48

pola pikir, posisi sosial, kultural maupun keahlian leluhurnya. Beberapa

kyai dan tokoh pesantren memang masih mewarisi wibawa pendahulunya,

tetapi tampaknya tidak demikian pada sebagian besar.63

Peranan kyai yang semakin kecil, memberikan dampak pada

keragaman pilihan jama‟ahnya. Bisa jadi, dalam kacamata demokrasi,

kecilnya peran kyai, memberikan dampak yang semakin baik. Dampak

nyata yang terjadi hari ini adalah penurunan kapasitas keilmuan. Mungkin

dulu, banyak sekali karya-karya yang muncul, tapi sekarang sangat

sedikit. Bahkan, dulu ketika orang tua menginginkan anaknya mahir

dalam ilmu Fiqh, misalnya, mereka akan mengirimkan anaknya untuk

“mondok” di pesantren Lirboyo, atau, jika ingin pandai dalam hal ilmu

alat, akan memasukkan anaknya ke pesantren Sarang, dan seterusnya.64

Kecenderungan ini mulai hilang seiring dengan standarisasi

kurikulum pesantren yang dibuat oleh Negara. Institusi-institusi pesantren ini

kemudian mengalami stagnasi disiplin keilmuan luar biasa. Qasim Zaman,

mengomentari tentang kemerosotan Otoritas Ulama 65 diakibatkan karena

Munculnya Nation state di hampir seluruh Negara-negara berpenduduk

Muslim. Seluruh Negara ini kemudian memiliki proyek yang sama, yaitu,

penguatan-penguatan birokratisasi Ulama. Dalam

63
Ibid
64
Ibid
65
Pada masyarakat Jawa, kata Ulama lebih dikenal dengan sebutan kiyai
49

konteks Indonesia, birokratisasi itu muncul melalui departemen-

departemen, misalnya penyeragaman standarisasi sekolah.

Dunia pesantren juga berhadapan dengan kapitalisme pendidikan.

Kapitalisme menciptakan suatu hal hanya diukur dari nilai tukar

dibanding dengan nilai guna. Misal sederhananya, lowongan kerja ditukar

dengan syarat ijazah. Nah, bagaimana dengan lulusan pesantren

tradisional yang tidak mengeluarkan ijazah? Adakah dia memiliki nilai

guna sehingga mereka bisa berkarya setelah menyelesaikan masa study di

pesantren?66

Relasi kyai, santri dan politik memang telah mengalami

perubahan. Dewasa ini sekurang-kurangnya sudah terdapat kesadaran di

dalam kerangka referensi yang menempatkan kyai dalam tataran fungsi

khusus. Memang semakin rasional sebuah masyarakat akan semakin

menempatkan dirinya di dalam mindset diferensiasi struktur spesialisasi

fungsi. Penempatan kyai pun telah menggunakan logika seperti itu. Kyai

dengan fungsi utamanya adalah sebagai guru spiritual dan pembimbing

umat di dalam kehidupan keagamaan maka posisi kyai juga ditempatkan

di situ. Jika kyai kemudian memasuki kawasan dunia politik, maka posisi

utama kyai pun berubah ke arah tersebut.67

66
Ibid
67
Ibid
50

Walhasil, dibutuhkan sebuah rekayasa (engineering) keilmuan

bagi Kyai dan institusinya, yaitu pesantren. Tidak lupa juga, institusi lokal

yang mampu mendukung keberlanjutan hidup pesantren secara mandiri

harus diberdayakan. Disinilah pentingnya Nahdlatul Ulama hadir

ditengah masyarakat pesantren.68

Sebagian berpendapat bahwa sosok seorang kiyai dalam Nahdlatul

Ulama adalah sebagai panutan, guru, sumber ilmu, pemimpin dan ahli

hukum, orang yang harus ditaati perintahnya dan paling dihormati.

Bahkan di suatu tempat di jawa timur, bagi penduduk setempat kiyai

adalah segala-galanya. Apapun yang diperintahkan kiyai pasti dilakukan.

Bagi penduduk tersebut kiyai adalah pemegang kekuasaan tertinggi

bahkan melebihi gubernur atau pimpinan daerah tersebut.69

Pada banyak kasus, peran kyai dalam masyarakat pedesaan tidak

hanya terbatas pada persoalan-persoalan yang menyangkut keagamaan.

Di tengah kebudayaan yang didominasi ketokohan kyai, berbagai masalah

sehari-hari menyangkut urusan rumah tangga, perjodohan, perekonomian,

bahkan pengobatan sering menempatkan kyai sebagai tumpuan. Hal ini

tentu saja melahirkan hubungan emosional yang diliputi ketergantungan

dengan tingkat kepercayaan yang tidak perlu dipertanyakan. Masyarakat

68 Nuruzzaman Amin, Merevitalisasi Peran Kiyai NU artikel diakses pada 15 Mei


2010 dari http://nuruzzamanamin.blogspot.com/2009/08/merevitalisasi-peran-kyai-nu.html
69
Ibid
51

Islam di sekitar kyai dengan sendirinya akan senantiasa berusaha

menyesuaikan pandangan hidup dan perilakunya dengan ketokohan kyai.

Kyai menjadi pemimpin informal yang lebih didengar petuah dan

keputusannya dibanding tokoh manapun.70

Status kyai yang tinggi menjadikannya tidak perlu direpotkan oleh

pekerjaan sebagai petani karena pengabdian yang tinggi dari para abdi

dan masyarakat yang mengerjakan tanahnya. Meski secara formal mereka

bukan pejabat pemerintah, namun status sosial mereka cenderung

dominan secara kultural. Mereka lebih dihormati dan didengar

pendapatnya dibanding aparat pemerintahan, seperti lurah atau kepala

desa.71

Dalam organisasi Nahdlatul Ulama sendiri, peranan kiyai menurut

ketua umum PB NU-KH.Said Aqil Sirajd adalah menjaga, melaksanakan

dan mengembangkan secara istiqomah eksistensi NU sebagai organisasi

yang memperjuangkan aqidah dan amaliah ahlus Sunnah wal-Jama‟ah.

70
Ibid

71 Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, “ Kyai, Santri dan Politik” artikel diakses pada 15 Mei 2010
dari http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17
BAB IV

BAHTSUL MASAIL

1. Pengertian Bahtsul Masail

Hukum Islam senantiasa dinamis dan sesuai dengan tuntutan masa dan

tempat, intinya menarik yang bermanfaat serta menghindari yang mafsadat.

Tujuan akhir ditetapkannya hukum Islam adalah menjadi rahmat bagi

manusia, mewujudkan kemaslahatan yang hakiki, baik di dunia maupun di

akhirat. Ukuran dan sarana kemaslahatan itu tidak baku dan tidak tak terbatas,

ia berubah seiring dengan perkembangan zaman. Secara metodologis, ulama

menetapkan hukum Islam berdasarkan sumber primer syariat Islam, Alquran

dan Hadis, dua sumber komplementer yang merupakan sub-ordinat (ijmak dan

qiyas), kaidah-kaidah suplementer, meliputi Istihsān (preferensi juristik),

Amalan Penduduk Madinah, al-Mashālih al-Mursalat (kemaslahatan umum),

Istishhāb (aturan kesesuaian), Syar‟ man Qablanā, Madzhab Shahābi, Sadd al-

Dzarī'at (menutup jalan yang dapat menghantarkan terjadinya kemaksiatan),

dan „urf . Abd al-Rahim „Umran menambahkan empat prinsip (kaidah)

umum, yaitu: "Watak dasar segala hal adalah halal kecuali apabila dilarang

oleh suatu nash, tidak memudaratkan dan tidak dimudaratkan, darurat

membolehkan yang dilarang, dan memilih kemudaratan yang lebih kecil.

(Fatwa Ulama Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer72

72
Zuhroni, Fatwa Ulama Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer, artikel
diakses pada 10 April 2010

52
53

Selama ini NU dianggap sangat hati-hati dalam merespon

perkembangan hukum yang terjadi dalam masyarakat, bahkan sebagian

pengamat menganggap wacana pemikiran hukum NU mengarah pada proses

penutupan ijtihad. Ide-ide baru yang dikembangkan dalam pemikiran hukum

NU sekarang ini menjadi lebih progresif dan transformatif dengan tawaran

pemikiran-pemikiran para Kyai NU khususnya kalangan muda yang sangat

terbuka dan kritis dengan wacana-wacana baru yang berkembang sekarang ini.

Mereka mengembangkan pemikiran kritis yang terpretatif, metodologis dan

filosofis.

Dengan pemikiran yang interpretatif atas teks-teks fiqih yang ada, para

kyai akan mengetahui latar pemikiran khazanah-khazanah klasik yang telah

menjadi bahan perbincangan primer kyai. Begitu juga secara metodologis,

pemikiran fiqih tidak lagi terkungkung dengan rujukan teks (qauli) saja, tetapi

harus diimbangi dengan pembongkaran (dekonstruksi) konteks. Atau dengan

kata lain berfiqih tidak harus secara teks (madzhab qauli) tetapi juga dengan

metodologi yang kontekstual (manhaj). Sedangkan wacana filosofis

merupakan alternatif baru dalam mengembangkan fiqih manhaji yang mulai

dipakai oleh para kyai NU.73

Pembahasan masalah-masalah duniawi yang berhubungan dengan

konteks fiqih tentunya untuk menghasilkan suatu hukum, dalam organisasi

Nahdlatul Ulama dikenal dengan nama Bahtsul Masail.

73
Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta, LkiS, 1994, h. vi
54

Bahtsul Masail adalah pembahasan permasalahan dalam masyarakat

yang diselesaikan dengan solusi fiqih bersandarkan pada kitab-kitab fiqih,

metode ini berkembang di kalangan Nahdlatul Ulama dan pesantren-pesantren

salaf. Dengan kata lain Bahtsul masail merupakan forum pembahasan

masalah-masalah yang muncul di kalangan masyarakat yang belum ada

hukum dan dalilnya dalam agama. Peserta bahtsul masail terdiri dari para kiai

pakar ahli fiqh dan kalangan profesional yang bersangkutan dengan masalah

yang dibahasnya.

Bahtsul Masail NU merupakan ajang intelektualitas secara kolosal

yang cukup responsive sekaligus problematik. Responsif, karena senatiasa

tanggap terhadap problematika aktual-faktual. Problematik, karena acap kali

menggunakan metode ilhaq al-masail binadhairiha; menyamakan

permasalahan dengan suatu kasus yang tidak terdapat dalam kitab dengan

kasus yang identik yang sudah ada dalam kitab, atau menyamakan dengan

sebuah pendapat yang sudah jadi. Metode ini biasa dioperasikan tatkala tidak

ditemukan jawaban tekstual eksplisit dalam kitab-kitab yang biasa dijadikan

referensi. Guna menjawab permasalahan-permasalahan, metode ilhaq ini telah

lama diterapkan oleh alim ulama NU, meskipun hanya secara implisit karena

belum ada penyematan nama formal sebagai "metode ilhaq". Metode ini

kemudian dirumuskan dalam munas Bandar Lampung yang menyatakan

bahwa untuk menyelesaikan masalah yang tidak ada qaul-nya sama sekali
55

maka dilakukan ilhaq secara kolektif (jama'i) oleh para ulama. Prosedur ilhaq

harus dipenuhi oleh seorang mulhiq (pelaku ilhaq) adalah:

a. mulhaq bih: permasalahan yang hendak disamakan yang belum ada

ketetapannya dalam kitab

b. mulhaq 'alaih: permasalahan yang sudah ada ketetapan hukumnya yang,

terhadap permasalahan ini, permasalahan lain yang belum ada

ketetapannya hendak disamakan

c. wajh al-ilhaq: sisi keserupaan anatara mulhaq bih dan mulhaq 'alaih.

Beberapa pengamat menyebut metode ini dengan "qiyas versi NU",

karena dalam prakteknya menggunakan prosedur yang mirip dengan qiyas.

Namun ada perbedaan mencolok antara qiyas versi ushuliyyin dengan qiyas

versi NU (ilhaq). Qiyas versi ushuliyyin menyamakan sesuatu yang belum ada

ketetapan hukumnya dengan sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya

dalam Al-Qur'an maupun hadits (ٗ‫)هصالا ٗث عشفنا قذنا‬. Sedangkan ilhaq adalah

menyamakan permasalahan yang belum ada ketetapan hukumnya secara

tekstual dalam kitab dengan kasus yang sudah ada ketetapannya dalam kitab.

Pertanyaan yang muncul kepermukaan adalah apakah metode ilhaq ini legal?

Mengingat adanya kemungkinan besar bahwa Bahtsul Masail akan

"terperangkap" dalam upaya menyamakan cabangan hukum dengan cabangan

hukum yang lain (‫)عشفنا ٗث عشفنا قذنا‬. Dan, kemungkinan ini akan benar-benar

terjadi jika mulhaq-'alaih ternyata adalah hasil qiyas.


56

Pondok pesantren as-salafiyyah mencoba untuk memberi materi

kemampuan melakukan bahtsul masail kepada santri-santrinya dengan jalan

mengadakan bahtsul masail tiap malam ahad. Bahtsul masail dibagi dua

kelompok, Ula dan Wustho. Tingkat ula ditekankan sebagai pembelajaran

metode dan praktik bahtsul masail, sehingga santri akan terbiasa melakukan

pencarian jawaban atas masalah- masalah yang diajukan dihadapannya,

dengan metode bahtsul masail. Di tingkat wustho diharapkan santri sudah

mempunyai kemandirian dan kemampuan yang baik dalam memecahkan

suatu masalah.

Dalam memecahan masalah bahtsul masail yang ada, para santri juga

diajari untuk memanfaatkan tehnologi komputer semaksimal mungkin. Untuk

itu disediakan perpustakaan digital kitab-kitab yang relevan semisal Jami'ul

Fiqhi, Alfiyah Sunnah Nabawiyyah dan sebagainya, sehingga pencarian ta'bir

menjadi cepat dan effisien, dan waktu lebih banyak digunakan untuk

mencermati dan menggali apa-apa yang ada pada ta'bir yang telah didapat.

Selain tujuannya sebagai forum pembahasan masalah yang

berkembang di masyarakat, bahtsul masail juga sebagai forum untuk

membangun ukhuwah dan interaksi antar pesantren dan kegiatan ini biasanya

dilaksanakan rutin, baik setiap bulan maupun tahun, dan tempatnya bergilir di
57

beberapa pesantren. Masalah-masalah yang akan dibahas dalam bahtsul

masail merupakan usulan dari berbagai pesantren74

2. Peranan Bahtsul Masail NU Dalam Menghasilkan Suatu Hukum

Salah satu lajnah atau lembaga yang memiliki kedudukan penting

dalam NU adalah Lajnah Bahtsul Masail (LBM). Lembaga ini memiliki peran

yang sangat strategis dalam menjawab persoalan-persoalan umat, khususnya

berkaitan dengan masalah agama.

Lajnah Bahtsul Masail ini selalu dinantikan kiprahnya oleh anggota

NU. Karena, melalui lembaga ini. akan didapatkan putusan hukum awal

sebelum disepakati seluruh alim ulama NU dalam sebuah muktamar yang

menjadi forum permusyawaratan tertinggi di NU. Dalam setiap muktamar,

objek yang menjadi pembahasan bahtsul masail ini pun bermacam-macam.

Misalnya, masalah bayi tabung, DNA, sadap telepon, transaksi lewat internet,

transplantasi organ tubuh, dan lain sebagainya.75

Beberapa peranan tradisi pengambilan keputusan hukum model

bahtsul masail di lingkungan pondok pesantren dan di kalangan Nahdlatul

Ulama antara lain:

74 “Model Bahtsul Masail Pondok Pesantren NU” artikel diakses pada


18 Juni 2010 dari http://as-salafiyyah.blogspot.com/2009/10/model-bahtsul-masail-
pondok-pesantren.html
75
“Bahtsul Masail Mencari Solusi Persoalan Umat” Ragam Republika 21 Maret 2010
58

Pertama, supaya NU memiliki pedoman dalam menetapkan hukum,

sehingga semua keputusan di dalam bahtsul masail harus berpegang pada

cara-cara yang telah ditetapkan di dalam sistem yang sudah disepakati.

Kedua, dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya mauquf atau

tertundanya suatu masalah karena tidak ada nash atau tidak ada qaul dalam al-

kutubul-mu'tabarah, atau tidak ada aqwal (pendapat), af'al (perilaku) dan

tasharrufat dari assabiqunal awwalun (para perintis) NU. Bahtsul masail juga

dimaksudkan untuk menghindarkan munculnya jawaban terhadap berbagai

persoalan tanpa pedoman yang benar.

Ketiga, adalah sistem ini sekaligus memberikan penjelasan bahwa

bermadzhab di lingkungan Nahdhatul Ulama menggunakan pendekatan qauli

(produk pemikiran) dan manhaji sehingga tidak mungkin terjadi kesulitan

dalam merespon setiap persoalan yang terjadi, baik yang menyangkut aspek

diniyah maupun ijtima'iyah, aspek ekonomi, sosial, politik ataupun aspek-

aspek lainnya.

3. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang Non

Muslim Menurut Bahtsul Masail NU

Nahdlatul Ulama dalam setiap mengambil keputusannya senantiasa

didasarkan pada permusyawaratan para ulama, termasuk di dalamnya

keputusan hukum Islam yang diambil oleh Nahdlatul Ulama terlebih dahulu

digodok dalam forum Bahtsul Masail (pembahasan berbagai permasalahan


59

hukum). Sedangkan untuk melaksanakan bahtsul masail tersebut, diperlukan

tata cara pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam system pengambilan

hukum Islam.76

Sebelum menjawab persoalan transplantasi organ tubuh orang muslim

kepada orang non muslim, kita jelaskan kembali apa arti transplantasi dan apa

arti organ.

Transplatasi berasal dari bahasa Inggris to transplant yang berarti to

move from one place to another. Adapun pengertian menurut bidang

kedokteran ialah perpindaham jaringan atau organ dari satu kempat ke tempat

yang lain.sedangkan yang dimaksud dengan organ ialah kumpulan jaringan

yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan yang

mempunyai fungsi tertentu.77

Transplantasi Organ apapun dari orang muslim kepada orang non

muslim Hukumnya adalah Haram, meskipun:

a. orang muslim yang akan dipindahkan orngannya telah mengizinkannya.

b. Orang non muslim (penerima organ) dalam keadaan darurat. Misalnya ia

terancam kematian karena kedua ginjalnya tidak normal walaupun ada

orang muslim yang rela diambil satu diantara dua ginjalnya.

76 “Keputusan Muktamar NU ke 31” artikel diakses dari: http://gp-


ansor.org/maklumat/833-24082006.html

77
Tim Perumusan Komisi Ahkam, Ahkamul Fuqoha:Solusi problematika Aktual Hukum
Islam. PB NU cetakan ke 2, Jakarta, 2007. h. 459
60

c. Pengambilan organnya melalui operasi yang relatif aman, dalam arti tidak

mengancam nyawanya dan hanya menimbulkan mafsadah ringan.

Larangan mendonorkan organ tubuh bagi orang muslim kepada orang

non muslim tersebut berdasarkan beberapa alasan :

a. Organ adalah bagian dari jasad manusia, secara umum organ tersebut

terhormat.

b. Orang muslim memiliki kemuliaan yang tidak dimiliki oleh orang non

muslim. Terbukti dengan adanya kewajiban untuk memandikan dan

mengubur walau hanya sebagian kecil jasadnya.

c. Mendatangkan madlarah atau mafsadah bagi orang muslim (pendonor)

dalam kondisi hidup atau mati unutk kepentingan penerima organ non

muslim adalah tidak dapat dikategorikan sebagai maslalah.

Alasan-alasan bahtsul masail NU mengharamkan transplantasi organ

tubuh orang muslim kepada orang non muslim mengacu pada dalil-dalil

berikut:

ً ‫ ٕٕٔنا لبق‬: ‫ظ ٔن‬ٛ ‫شغهن‬ٛ ‫غطق ٌأ‬


، ‫ةزنا حشش‬، ٚ ٛ ‫ضنا ٗنإ‬
‫ئش ّئبضغإ ٍي‬ٛ ‫ّؼفذن ب‬ ً ‫فالخ الث شط‬

‫ كفنا‬، ‫ ج‬9 ، ‫ ص‬40 ( ‫ٍٕيشذنا وبيإ ّث حشص‬ٛ ٔ‫ةبذصألا‬. )‫ذ‬ٙٚ ‫ٕٕٔنا فشش ٍث‬، ‫ع ًجنا‬
ً

‫شث‬ٛ ٔ‫د‬، ‫ساد‬

Berkata Nawawi : Tidak boleh bagi orang lain untuk mentransplantasi organ
tubuh supaya di berikan kepada orang yang dalam keadaan darurat.
Pendapat ini tanpa adanya hilaf, penjelasan ini disampaikan oleh imam
harmaini dan sahabat, ( Yahya bin syarif Nawawi dalam kitab Majmu’ syarah
Mazhab beirut jilid 9 halaman 40
61

‫ذ‬ٚٙ ( .‫قطغ ي ٍ َف ّغ ن ًهضطش‬ٚ ٌ ‫نهغش أ‬ ُٕ ٍ ‫قطغ نف ّغ ي‬ٚ ٌ ‫جص أ‬ُٕٚ ‫ ٔال‬: ‫ف األخش‬
ٛ ‫ ٔال‬،‫غش قطؼب‬ٛ ‫يؼصو‬ ٛ ‫ف‬ٙ ٔٔٔ ‫ان‬
ّ ‫رأن‬ ُٕ ‫قبل‬
) ٍٔ ‫نج‬ٛ ‫سضخ انطب‬ ٔ ،ٔٔٔ ‫ان‬ ٚ
ُٕ ‫ث ششف‬
ٍ

Pendapat Imam Nawawi dalam karangan yang lain: seseorang tidak boleh
mentransplantasi organ tubuh dirinya (berupa anggota tubuh yg dilindungi
darahnya secara hukum) ke anggota tubuh yang lain, hukum ini secara pasti
tidak boleh. dan tidak boleh juga bagi orang lain mentranspalasi organ
tubuhnya untuk diberikan kepada orang yg dalam keadaan dharuroh. (Yahya
bin syarif nawawi raudhotu tholibin wa umdatu muftiin, beirut maktabu islami
tahun 1405 jilid 3 halaman 280)

‫آدي دشاو نهخجش انغبثق ٔأ َّل ٗف اأّٔلل يغز ًؼم نهجظ‬


ٙ ‫األدي ثشؼش َجظ أٔ شؼش‬
ٙ ‫ٔٔصم شؼش‬ ٛ
ٔ : ٔٙ ٔ‫انششث‬ ‫قبل‬
ٛ
‫انخطت‬ ‫ )يذًذ‬.‫ئ نكشاي ّز‬ ّ ‫ذشو االَزفبع‬ٚ ٔ‫آدي‬
ّ ‫ث ٔثغبئش أجضا‬ ٙ ‫ٔ يغز ًؼم نشؼش‬ٙ ‫انثب‬
َ ٙ َّ‫انؼٔ ٗٔ ٗف ثذ‬
‫ٔف‬ ٛ
)191 ‫ ص‬،1 ‫ ج‬،‫ داس انفكش‬،‫ث ٔشد‬ٛ ،‫ٔ أنفبظ انً ٔٔبج‬ٙ ‫يؼب‬
َ ٛ
‫ٔ انًذزبج ٗإن يؼشفخ‬ٙ ‫ يغ‬،ٔٙ ٔ‫انششث‬

Berkata syarbini : seorang manusia yang menyambung rambutnya dengan


rambut yang najis atau menyambungnya dengan rambut manusia yang lain
adalah haram, karena ada hadist yang telah disebutkan.alasan Dalam kasus
yang pertama (seseorang menyambung rambut dengan rambut yang najis) itu
adalah menggunakan sesuatu yang najis aini dalam tubuhnya. sedangkan
pada kasus yang kedua (seorang yang menyambung rambutnya dengan
rambut manusia lain),itu adalah menggunakan rambut manusia. Sedangkan
manusia itu anggota tubuhnya tidak boleh dimanfaatkan dikarenan kemulian
manusia tersebut.
( muhammad khatib syarbaini, muhni muhtaj ila ma’rifah ma’ani alfazul
minhaj, beirut , darul fikri jilid 1 halaman 191)

‫ذزغت‬ٚ ‫ ال‬ٙ‫انؼ ٍٔ نًصهذخ د‬


ٛ ٍ ‫ٔخ ي‬ٛ ‫انقش‬
َ ‫ ٔقهغ‬،‫ٔ ٍٔ يثهخ يذشيخ‬ٛ ‫انؼش‬
َ ٛ ‫ فقهغ‬: ‫شقخ‬ٛ ً‫ ان‬ٙ‫ث ػه‬
‫انؼ ٍٔ كفؼم‬ ٛ ‫قبل‬
ٍ ‫خبنذ‬

‫ خ‬ٚ‫ زب كشػب‬ٛ‫ خ دشيخ انًغهى ي‬ٚ‫ سػب‬:‫ ٔقبل‬.‫ ٔاهلل أػهى‬.‫ؼزجش ػذال‬ٚ ‫انؼ ٍٔ قصبصب‬
ٛ ‫ ٔقهغ‬،‫ذزغت إدغبَب‬ٚ ‫يثهخ ثم‬

‫سض‬
ٙ ‫ ػٍ ػبئشخ‬.... ‫قجش‬ ٚ
ِ ‫ٔ ػٍ ٔطء‬ٙ ‫ ٔان‬،ّ‫ٔ ػٍ إرائ‬ٙ ‫ٔذ ٔان‬ٛ ً‫ثزذشى كغش ػظى ان‬ ‫انصص‬ ّ
ُٕ ‫ ٔقذ جبئذ‬.‫ ب‬ٛ‫دشيز د‬
62

ٙ ‫ٔذ ككغش ػظى‬ٛ ً‫ " كغش ػظى ان‬: ‫ ّ ٔعهى قبل‬ٛ‫ج صهٗ اهلل ػه‬ٙ ‫اهلل ػب أ ٌ ان‬
." ‫انذ‬
‫انذ‬ ّ ،ٔٗ ‫ ٔانذسقط‬،ّ‫ث يبج‬
ٙ ‫ٔذ ككغش ػظى‬ٛ ً‫ "كغش ػظى ان‬: ‫ٔنفظ‬ ُٕ ‫ٔس ِا‬
ٍ ‫ ٔا‬،‫أث دأد‬
ّ ،‫شقخ‬ٛ ً‫ ان‬ٙ‫ث ػه‬
‫ف‬ٙ ‫فق ُٕاناصل‬ ٛ . " ‫بر‬
ٍ ‫)خبنذ‬ ّ
ّ ٛ‫ف د‬ٙ ِ‫ف ُٕي ّر كأرا‬ٙ ٍ ‫ " ٖأر انًؤي‬: ‫ثهفظ‬ ٙ ‫ث‬
‫شجخ‬ٛ ‫أث‬ ٍ ‫ف اإلثى" ٔ ٔس ِا ا‬ٙ
(‫انؼجبداد‬

Berkata kholid bin ali miskah : mengeluarkan mata itu seperti halnya
mengamil tulang pangkal hidung dalah dosa yang di haramkan, mengelurkan
kornea dari mata untuk kemaslahtan orang yg hidup tidak dianggap dosa.
malahan ini adalah sebuah kebajikan, sedangkan mengelurkan mata sebagai
qisosh adalah sebuah keadilan.(waAllahu A’lam). kholid Berkata bahwa
memuliakan kehormatan orang muslim yang telah meninggal seperti halnya
menjaga kehormatan orang muslim yang masih hidup. Sungguh telah datang
nash tentang keharaman memecahkan tulang mayat dan melarang
menyianyiakannya. Serta larangan mensetubuhinya. Diterima dari A’isyah ra
bahwa rasullulah SAW bersabda “memecah tulang orang yang sudah
meninggal sama dengan memecahkan tulang orang hidup. Hadits riwayat abu
daud, dari ibnu majah dan daruqothni lafaz haditsnya “memecahkan
tulangnya mayyit dalam hal dosanya seperti memecahkan tulang orang yang
masih hidup.” Sedangkan ibnu Abi syaibah meriwayatkan hadits tersebut
dengan kalimat: “Menyakiti mu’min ketika meninggal dunia dengan
menyakitinya ketika hidup.” kholid bin ali miskah dalam kitab fiqih nawazilul
fi ibadah.

ٗ
: ‫رؼبن‬ ‫قبل اهلل‬
) ‫ الص‬ٛ‫ي ٍٔ خهقب رفض‬
ً ‫كثش‬ ٛ ٍ ‫ف انجش ٔانجذش ٔسصقبْى ي‬ٙ ‫ٔ آدو ٔدًهبْى‬ٙ ‫ٔٔنقذ كشيب ث‬
ٛ ٗ‫انطجبد ٔفضهبْى ػه‬

)07 : ‫اإلعشاء‬
Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan.

‫قى‬ٛ ٔٚ ،‫ان اال اهلل ٔأ ٌ يذًذا س ُٕعل اهلل‬


ّ ‫شذ أ ٌ ال‬ٚ ‫دز‬
ٗ ‫ )أيشد أ ٌ أقبرم انبط‬: ‫ ّ ٔعهى‬ٛ‫قبل س ُٕعل اهلل صهٗ اهلل ػه‬
ٔٙ ‫صا ي‬ ُٕ ٔٚ ‫انصال ٌح‬
ً ُٕ ‫ فئرا فؼ ُٕها رنك ػ‬،‫ؤرا انضكبد‬
63

.‫سض اهلل ػًٔ ب‬


ٙ ‫ث ػًش‬
ٍ ‫ ّ ػٍ ا‬ٛ‫ يزفق ػه‬.( ‫رؼبن‬
ٗ ‫ ٔدغبثى ػهٗ اهلل‬،‫ديب ْءى ٔأ ُٕيانى اال ثذق اإلعالو‬
Sabda Rasulullah : saya di perintahkan memerangi manusia sampai mereka
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan muhammad SAW sebagai
Rasululllah, dan mereka memdirikan sholat dan menunaikan zakat, ketika
mereka telah melakukan yang demikian maka darah dan harta mereka
terpelihara bagiku kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka dipasrahkan
kepada Allah, Riwayat muttafuqun alaih dan ibnu umar Ra.

ٍ ‫ ال ضشس ٔال ضشاس ( ٔس ِا ا‬: ‫ ّ ٔعهى‬ٛ‫قبل س ُٕعل اهلل صهٗ اهلل ػه‬
‫ث‬
)‫ث ػجبط‬
ٍ ‫يب ّج ٔأدًذ ػٍ أ‬
Sabda Rasullullah : Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
membahayakan orang lain. Riwayat Ibnu majah
dan Ahmad dari ibnu Abbas Ra

‫سض اهلل‬
ٙ ‫أث دأد ػٍ ػبئشخ‬ ٛ ‫ٔذ ككغش ػظى‬ٛ ً‫ قبل كغش ػظى ان‬: ‫ ّ ٔعهى‬ٛ‫قبل س ُٕعل اهلل صهٗ اهلل ػه‬
ُٕ ‫انذب ( ٔس ِا‬
)‫ػب‬
“memecahkan tulangnya mayyit dalam hal dosanya seperti memecahkan
tulang orang yang masih hidup” (riwayat Abu Daud dari Aisya ra)

ٗ
:‫انغجك‬ ٚ ‫قبل ربج‬
ٍٔ ‫انذ‬
‫ب‬
ِ ‫ف األشج‬ ٛ ‫ف‬ٙ ‫ط‬ٙ ‫انغ‬
ّ ‫رأن‬ ُٕٛ ‫يبقبن‬
ّ ‫ب ٔانظبئش ( ٔكزانك‬
ِ ‫ضال ثبنضشس " ) األشج‬ٚ ‫انضشس ال‬ "
‫ب انظبئش‬
ِ ‫ف األشج‬ ٛ ‫ف‬ٙ ‫َجى‬ٛ ‫ث‬
ّ ‫رأن‬ ٍ ‫ ٔا‬.‫انظبئش‬
Berkata tajuddin subqi : bahaya itu tidak bisa dihilangkan dengan
bahaya(yang lain) demikian yang telah di jelaskan oleh suyuti dan ibnu najim
dalam kitabnya Asbah wannazoir.
64

: ‫ط‬ٙ ‫انغ‬
ُٕٛ ‫قبل‬
ً ‫ظًٔ ب ضشسا ثبسركبة‬
ًٍٔ ‫أخفب" ٔ " دسء انًفبعذ أٔ ٗن ي ٍ جهت انًصبنخ " ػجذ انشد‬ ً ‫سػ أػ‬
ٙ ٌ‫"إرا رؼبسض يفغذرب‬

‫ف‬ٙ ‫ ى‬ٛ‫ث َج‬ ّ ‫ ٔكزانك يب‬.70 ‫ ص‬،1 ‫ طجؼخ‬،‫ث ٔشد‬ٛ ،‫ًٔخ‬ٛ ‫ دس انكزت انؼه‬،‫ب ٔانظبئش‬
ٍ ‫قبن ا‬ ِ ‫ األشج‬،‫ط‬ٙ ‫انغ‬ ٙ ‫ث‬
ُٕٛ ‫أث‬ ٍ

‫ب انظبئش‬
ِ ‫ف األشج‬ ٛ
ّ ‫رأن‬

Berkata suyuti : apabila bertentangan antara dua kerusakan maka akan


dipelihara (dihindari) yang lebih besar kerusakannya, dengan
menggunakan(memilih) yang lebih kecil kerusakanya. Dan menolak
kerusakan itu lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan.78

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis, dapat diketahui

bahwa Bahstul Masail NU senantiasa memberi solusi hukum yang

berdasarkan dalil Alqur‟an, Hadis, ijma‟, qiyas dan sumber lain yang

berkaitan dengan masalah yang ada.

Analisa Penulis Mengenai Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim 4.

Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU

Manusia (yang dimaksud penulis disini adalah orang islam), memiliki

telah yang lainnya hidup makhluk oleh dimiliki tidak yang kemuliaan

diciptakan Allah SWT.

Mengutip dari tafsir Al-Mishbah bahwa Allah SWT mamberikan kelebihan

manusia dari hewan dengan akal dan daya cipta sehingga menjadi makhluk

bertanggung jawab. Allah juga Mmberi kelebihan manusia yang taat

78
Hasil wawancara dengan ketua umum PB.NU KH. Said Aqil Sirajd
65

dari mereka atas malaikat karena ketaatan manusia melalui perjuangan

melawan setan dan nafsu, sedangkan ketaatan malaikat tanpa tantangan.

Tafsir Al-Qur‟an Departemen Agama R.I. mengatakan tentang

Kemuliaan Allah SWT menjelaskan bahwa Allah telah memuliakan Adam

dengan raut muka yang indah, potongan yang serasi dan diberi akal agar dapat

menerima petunjuk untuk berbudaya dan berfikir guna mencari keperluan

hidupnya, mengelola kekayaan alam serta menciptaka alat pengangkut di

darat, dilaut dan di udara. Allah juga memberi anak adam kelebihan dan

kesempurnaan yang tidak dimiliki makhluk lain yang diciptakan-Nya.

Sedangkan untuk orang non muslim kemuliaan yang diberikan Allah

SWT hanya sebatas anugerah-Nya ketika berada di laut dan di darat.

Anugerah tersebut diberikan Baik terhadap yang taat maupun yang durhaka

karena manusia adalah makhluk unik yang memiliki kehormatan dalam

kedudukannya sebagai manusia, baik dia taat maupun tidak.

Dengan demikian seharusnyalah mereka (orang non muslim) itu tidak

menyekutukan Allah dengan Tuhan-tuhan lain, akan tetapi hendaknya

beribadah hanya kepada Allah SWT. Di surat Al-Furqan ayat 44 Allah

berfirman:
66
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka tidak lain kecuali bagaikan binatang ternak, bahkan lebih
buruk

Karena orang muslim memiliki kemuliaan yang diberikan oleh Allah

SWT dan tidak dimiliki oleh orang non muslim, maka penulis setuju dengan

Hukum Transplantasi Organ apapun dari orang muslim kepada orang non

muslim menurut Bahtsul Masail NU yang menyatakan Haram. Karena

bagaimanapun Allah sendiri telah memuliakan anggota tubuh orang muslim.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan perumusan masalah dan penelitian yang telah dilakukan,

penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Pada prinsipnya transplantasi organ manusia diharamkan oleh seluruh

lembaga fatwa di Indonesia. Tetapi Majlis Tarjih, MUI, dan Dewan Hisbah

membolehkannya apabila darurat, juga termasuk untuk kepentingan ilmu

pengetahuan dan pendidikan kedokteran.

2. Hukum transplantasi organ orang muslim kepada orang non muslim adalah

haram menurut Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama. Keharaman melakukan

transplantasi organ tersebut dikarenakan beberapa hal, antara lain :

a. Organ adalah bagian dari jasad manusia, secara umum organ tersebut

terhormat.

b. Orang muslim memiliki kemuliaan yang tidak dimiliki oleh orang non

muslim. Terbukti dengan adanya kewajiban untuk memendikan dan

mengubur walau hanya sebagian kecil jasadnya.

67
68

c. Mendatangkan madlarah atau mafsadah bagi orang muslim (pendonor)

dalam kondisi hidup atau mati unutk kepentingan penerima organ non

muslim adalah tidak dapat dikategorikan sebagai maslalah.

Jadi apapun alasan untuk melakukan transplantasi organ orang muslim

kepada orang non muslim hukumnya haram.

B. Saran-saran

Dalam surat Al-Isra’ ayat 70 Allah menerangkan bahwa Allah SWT telah

memuliakn anak adam yang taat dan beribadah kepada-Nya lebih dari makhluk

lain yang diciptakan-Nya. Sebagai seorang muslim, alangkah baiknya jika apabila

dalam keadaan sangat terpaksa kita boleh melakukan transplantasi organ antar

individu sesama muslim dengan persyaratan yang telah ditentukan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai