Study Tour Jogja
Study Tour Jogja
Study Tour Jogja
Hari hampir memasuki senja ketika kami tiba di gapura Makam Syekh Maulana Maghribi
Parangtritis Bantul di sisi sebelah kiri Jl Parangtritis, Bantul, Jogja. Tak ada tempat parkir
khusus bagi kendaraan pejalan yang akan berkunjung ke makam, sehingga mobil pun
terpaksa diparkir saja di tepian jalan besar.
Gapura Makam Syekh Maulana Maghribi Parangtritis berada hampir di seberang pertigaan
jalan yang mengarah ke Pantai Parangkusumo, Bantul. Di pojokan pertigaan ada Hotel
Gandung, berjejer dengan sebuah Restoran Padang. Jarak dari Situs Surocolo ke gapura ini
adalah 5,8 Km, arah ke Utara (arah kedatangan).
Dari Situs Surocolo kami belok ke kiri di pertigaan, dan belok kiri lagi ke arah Selatan
setelah bertemu dengan Jalan Parangtritis. Jika dari Situs Surocolo diteruskan arah ke
Selatan, sesungguhnya ada sebuah gua peninggalan Jepang di atas perbukitan. Namun
menurut penduduk setempat jalanannya sangat buruk, bahkan untuk sepeda motor sekali
pun, sehingga saya mengurungkan niat untuk mengunjunginya.
Gapura Makam Syekh Maulana Maghribi yang menyerupai bentuk candi bentar namun di
bagian atasnya dihubungan oleh tengara, dan badan gapura telah dilapis semen serta dicat.
Ornamennya tidak terlalu rumit, namun cukup anggun. Undakan panjang mengarah ke
puncak bukit Sentono memberi sedikit rasa kecut dan cenut di kaki, namun tak apa,
mungkin ini cara yang baik untuk menutup kunjungan di daerah Bantul pada hari itu.
Syekh Maulana Maghribi, yang juga terkenal dengan sebutan Sunan Gresik, sering
dianggap merupakan wali penyebar Agama Islam yang pertama di Tanah Jawa. Jasadnya
sendiri disemayamkan di makam yang berada di daerah Gresik, sedangkan "makam"
lainnya tampaknya adalah petilasan, tempat dimana ia pernah tinggal untuk sementara. Bisa
juga itu makam orang lain dengan julukan serupa karena berasal dari negri yang sama.
Undakan ke Makam Syekh Maulana Maghribi ini terlihat seperti tidak berujung, dan
suasananya pun sudah sepi sore itu. Beruntung ada Pak Agus yang masih setia menemani
berjalan disamping saya. Bagaimanapun kondisi undakan ke Makam Syekh Maulana
Maghribi boleh dikatakan masih baik untuk dilewati, tidak licin, cukup lebar, pagar pembatas
yang menjadi pegangan tangan juga masih baik, hanya saja tingkat kemiringannya memang
lumayan tajam.
Umumnya orang percaya bahwa Syekh Maulana Maghribi dan Syekh Maulana Ishak adalah
anak dari Syekh Jumadil Qubro yang berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah, dan
masih merupakan keturunan Nabi Muhammad saw. Daerah Leran di Gresik adalah tempat
dimana sang wali tinggal ketika pertama kali datang ke Jawa. Tengaranya berupa Masjid
Malik Ibrahim di Pesucinan, Leran. Jika Syekh Maulana Maghribi kemudian menurunkan
Sunan Ampel, makam Syekh Maulana Ishak yang makamnya berada di dekat Makam Syekh
Maulana Maghribi di Gresik menurunkan Sunan Giri. Makam Syekh Jumadil Qubro sendiri
tidak diketahui secara pasti keberadaannya, namun petilasannya bisa dijumpai di Trowulan,
juga di Semarang dan di Desa Turgo, Kecamatan Turi, Jogja.
Melipir pinggang bukit menuju Makam Syekh Maulana Maghribi terlihat nun jauh di sana
adalah Pantai Parangkusumo. Matahari mulai tenggelam, memancarkan semburat sinar
kemerahan. Di latar depan adalah bangunan Hotel Gandung. Menapaki lebih ke atas lagi
terlihat area pantai lebih jelas, sementara matahari sudah bersembunyi di balik cakrawala.
Setelah mendaki puluhan anak tangga lagi, kami melewati samping Musholla An Nur
dengan candi bentar di regolnya. Pada halaman musholla, ada sebuah Yoni yang tidak lagi
utuh bentuknya, diduga karena pernah dirusak. Sesaat kemudian terlihatlah ujung undakan
dengan sebuah gapura sederhana yang diapit oleh tembok yang rendah. Pintu gapura
makam terbuka, dan kami pun masuk ke dalam area makam.
Memasuki halaman Makam Syekh Maulana Maghribi pada puncak perbukitan yang cukup
luas, terlihat sebuah cungkup tertutup tembok keliling dengan pintu kayu bercat hijau.
Pintunya terkunci, dan juru kuncinya sedang tidak berada di tempat. Sebelumnya, saya
melewati gapura dengan tulisan "Sucikan Hati dan Niat" pada kusen. Seorang pria yang
mengaku berasal dari Sumatera Utara tengah duduk di serambi ketika kami tiba.
Menurutnya juru kunci biasanya datang pada malam hari. Ia sendiri telah berada di sana
selama seminggu untuk bertirakat. Di sebelah kanan cungkup kubur memang terdapat
bangunan yang tampaknya digunakan oleh para peziarah untuk beristirahat.
Makam ini merupakan yang keempat yang pernah saya kunjungi. Tiga makam sebelumnya
adalah Makam Syekh Maulana Maghribi Cirebon, Wonobodro, lalu Makam Maulana Malik
Ibrahim (nama lain Syekh Maulana Maghribi) di Gresik, dan Makam Ki Ageng Gribig di
Jatinom, Klaten. Namun makam yang terakhir ternyata tak ada kaitan langsung dengan
Syekh Maulana Maghribi. Makam bagi orang Jawa sering menjadi sarana untuk menautkan
hati dan jiwa ketika berdoa kepada Yang Mahakuasa agar keinginan dan niatnya terkabul.
Makam dan petilasan keramat menjadi lantaran, semacam jalan bebas hambatan, agar doa
mereka tidak terantuk-antuk oleh lumuran dosa-dosa dan ketidaksempurnaan amal mereka.
Agak lama kami menunggu di serambi cungkup, sampai akhirnya saya memutuskan untuk
meninggalkan cungkup tanpa mengambil foto makam karena tidak ada cara untuk
menghubungi kuncen. Turun ke bawah lagi dari cungkup, tampak sebuah pendopo yang
diterangi cahaya lampu listrik, namun belum terlihat ada orang di sana, mungkin jelang
tengah malam nanti. Untuk menuju ke Makam Syekh Maulana Maghribi Parangtritis Bantul
yang berjarak 26 km dari Yogyakarta, pejalan bisa naik angkutan umum dari Terminal
Giwangan atau Umbulharjo ke jurusan Parangtritis dengan ongkos sekitar Rp10.000-an.
Sejarah dan Lokasi Pantai Parangtritis Bantul
Yogyakarta
Pantai Parangtritis berada di pesisir selatan Kota Yogyakarta ini termasuk
destinasi Wisata di Bantulyang terkenal sampai mancanegara. dikarenakan
lokasi pantainya yang cukup strategis, dan tidak terlalu jauh dari kota inilah
membuat parangtritis lebih banyak pengunjung dibanding pantai lainnya.
hanya dengan waktu kira-kira satu jam dari kota, travellers bisa sampai di
sana menikmati pemandangannya. Lebih dari itu, apa sih yang menark dari
parangtritis? Sudah tau sejarah Pantai Parangtritis Yogyakarta?
Yogyakarta
Banyak sekali cerita sejarah maupun mitos yang berkembang di balik nama
Parangtritis. Seakan-akan menyimpan seribu cerita yang menarik untuk
diketahui selain untuk dinikmati panoramanya. menurut cerita masyarakat,
dahulu kala ada seorang bernama Dipokusumo yang melarikan diri dari
Kerajaan Majapahit.
Tatkala itu ia sedang bersemedi, melihat dari celah-celah batu karang yang
menjatuhkan banyak tetesan air. Dalam bahasa Jawa, karang disebut juga
dengan “paran”. Sedangkan tetesan air itu disebut dengan “tumatitis”,
sehingga jadilah nama daerah itu dengan sebutan “Parangtritis” artinya air
yang menetes dari batu. Mungkin cerita itu menjadi salah satu asal usul
Pantai Parangtritis Daerah Istimewa Yogyakarta.
Terlepas dari semua mitos yang ada, Pengunjung Pantai Parangtritis tetap
harus hati-hati karena ombak di sana bisa dibilang sangat besar. Makanya,
pengunjung dilarang untuk mandi di pantai karena landscape pantai memang
sangat curam dan berbahaya.
Di Parangtritis juga tersedia ATV yang dapat disewa dengan harga sekitar Rp
50.000 – Rp.100.000, kuda dan kereta kuda yang dapat disewa untuk
menyusuri pantai dari timur ke barat cukup dengan RP. 20.000. Selain itu
Parangtritis juga merupakan tempat yang pas untuk olahraga udara, tersedia
penginapan atau hotel di Pantai Parangtritis, Warung jajanan, Toko kerajinan,
Toko kelontong dan lahan parkir yang luas. Tiket masuk Pantai Parangtritis
setara dengan tiket masuk Pantai Depok Jogjakartayaitu sebesar Rp.
5.000,-/orang. Harga yang murah bukan?
Malioboro Yogyakarta
Share 54
Anda jangan heran melihat harga barang ditempat ini, misalnya penjual
souvenir menawarkan barang tersebut seharga Rp.50.000,- Kalau anda
tertarik barang tersebut maka tawaran tersebut harus segera disusul
dengan proses tawar menawar dari wisatawan. Dari proses tersebut harga
menjadi turun drastis, misalnya pedagang tersebut akhirnya rela melepas
barang tersebut dengan harga Rp.20.000,-. Hal ini juga berlaku bila
wisatawan berkunjung dan belanja di pasar tradisional Beringharjo yang
letaknya tak jauh dari Malioboro. Begitulah keunikan tradisi dari wisata
belanja di Malioboro, pembeli harus bisa tawar menawar.
Kawasan Malioboro dekat dengan obyek wisata sejarah lainya yang
sangat banyak menyimpan cerita sejarah yang menarik. Setelah anda
berbelanja di Malioboro anda bisa meneruskan mengunjungi obyek wisata
lain yang jaraknya cukup dekat. Tempat dan obyek wisata tersebut seperti
berwisata arsitektur peninggalan kolonial Belanda dan wisata belanja
tradisional lainnya. Obyek wisata sejarah yang berdekatan dengan
Malioboro seperti : Keraton Yogyakarta, Alun-alun Utara, Masjid Agung,
Benteng Vredeburg, Museum Sonobudoyo dan Kampung Kauman.
Aktivitas wisatawan di Malioboro tidak hanya pada siang hari saja, akan
tetapi di kawasan Malioboro ini aktivitas wisata akan terus berlanjut
dengan adanya nuansa makan malam yang disediakan warung-warung
yang bermunculan pada malam hari, terutama setelah pukul 21.00 WIB.
Sambil menyantap hidangan di warung lesehan Malioboro, wisatawan
akan dihibur oleh musisi jalanan yang mengunjungi lesehan tersebut
sambil mengalunkan lagu-lagu tertentu.
Lokasi
Alamat : Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta Deaerah Istimewa Yogyakarta.
Akses
Malioboro merupakan kawasan wisata yang menjadi andalan dari kota
yogyakarta sehingga banyak cara untuk sampai ketempat ini. Dari
Terminal Giwangan atau halte yang tersebar di kota Yogyakarta
menggunakan bus kota jalur 4 dan bus Transjogja trayek 3A atau 3B.
Wisatawan juga bisa menggunakan jasa taksi dengan memesan via
telepon maupun bisa mencegatnya di pinggir jalan. Bisa juga
menggunakan andong atau becak sambil menikmati suasana kota
Yogyakarta.
Harga Tiket
Kawasan Malioboro merupakan tempat umum sehingga wisatawan tidak
dikenakan biaya, hanya dikenakan biaya perkir kendaraan.
Fasilitas
Fasilitas dan akomodasi sebagai sarana penunjang yang mendukung
sektor kepariwisataan di tempat ini sudah sangat lengkap. Hotel
berbintang lima sampai dengan hotel kelas melati banyak tersedia
disekitar tampat ini seperti di Jalan Mangkubumi, Jalan Dagen, Jalan
Sosrowijayan, Jalan Malioboro, Jalan Suryatmajan dan Jalan Mataram. Atau
mencari penginapan di bagian barat, yaitui di Jalan Ngasem dan daerah
Wijilan yang letaknya tidak jauh dari Malioboro.
Rumah makan pun banyak tersebar di wilayah ini dengan menu dan
selera yang sangat beragam mulai dari warung angkringan ( warung
berbentuk gerobak yang menyediakan makanan lokal ), masakan khas
Yogyakarta yang disajikan dalam suasana lesehan seperti gudeg, nasi
goreng, sambel+lalapan dan sebagainya. Tersedia juga restoran atau cafe
yang menyediakan makanan masakan cina, fast food atau masakan ala
barat berupa steak, beef lasagna dan lain-lain.
Fasilitas lain berupa tempat ibadah, polisi pariwisata, pos informasi, kios
money changer, ATM, warnet, tampat parkir dan lain-lain. Tersedia juga
kios yang menyediakan oleh –oleh makanan khas Yogyakarta yang berada
di Jalan Mataram atau sebelah barat Malioboro yang menyediakan
beragam jenis dan bentuk oleh-oleh dan penganan khas Jogja
seperti yangko, geplak, bakpia, berbagai jenis keripik dan lain-lain.
Borobudur
Sejarah
Dinasti Sailendra membangun peninggalan Budha terbesar di dunia antara 780-840
Masehi. Dinasti Sailendra merupakan dinasti yang berkuasa pada masa itu. Peninggalan
ini dibangun sebagai tempat pemujaan Budha dan tempat ziarah. Tempat ini berisi
petunjuk agar manusia menjauhkan diri dari nafsu dunia dan menuju pencerahan dan
kebijaksanaan menurut Buddha. Peninggalan ini ditemukan oleh Pasukan Inggris pada
tahun 1814 dibawah pimpinan Sir Thomas Stanford Raffles. Area candi berhasil
dibersihkan seluruhnya pada tahun 1835.
Borobudur dibangun dengan gaya Mandala yang mencerminkan alam semesta dalam
kepercayaan Buddha. Struktur bangunan ini berbentuk kotak dengan empat pintu masuk
dan titik pusat berbentuk lingkaran. Jika dilihat dari luar hingga ke dalam terbagi
menjadi dua bagian yaitu alam dunia yang terbagi menjadi tiga zona di bagian luar, dan
alam Nirwana di bagian pusat.
Zona 1: Kamadhatu
alam dunia yang terlihat dan sedang dialami oleh manusia sekarang.
Kamadhatu terdiri dari 160 relief yang menjelaskan Karmawibhangga Sutra, yaitu
hukum sebab akibat. Menggambarkan mengenai sifat dan nafsu manusia, seperti
merampok, membunuh, memperkosa, penyiksaan, dan fitnah.
Tudung penutup pada bagian dasar telah dibuka secara permanen agar pengunjung dapat
melihat relief yang tersembunyi di bagian bawah. Koleksi foto seluruh 160 foto relief
dapat dilihat di Museum Candi Borobudur yang terdapat di Borobudur Archaeological
Park.
Zona 2: Rupadhatu
Rapadhatu terdiri dari galeri ukiran relief batu dan patung buddha. Secara keseluruhan
ada 328 patung Buddha yang juga memiliki hiasan relief pada ukirannya.
Menurut manuskrip Sansekerta pada bagian ini terdiri dari 1300 relief yang berupa
Gandhawyuha, Lalitawistara, Jataka dan Awadana. Seluruhnya membentang sejauh 2,5
km dengan 1212 panel.
Zona 3: Arupadhatu
Tiga serambi berbentuk lingkaran mengarah ke kubah di bagian pusat atau stupa yang
menggambarkan kebangkitan dari dunia. Pada bagian ini tidak ada ornamen maupun
hiasan, yang berarti menggambarkan kemurnian tertinggi.
Serambi pada bagian ini terdiri dari stupa berbentuk lingkaran yang berlubang, lonceng
terbalik, berisi patung Buddha yang mengarah ke bagian luar candi. Terdapat 72 stupa
secara keseluruhan. Stupa terbesar yang berada di tengah tidak setinggi versi aslinya
yang memiliki tinggi 42m diatas tanah dengan diameter 9.9m. Berbeda dengan stupa
yang mengelilinginya, stupa pusat kosong dan menimbulkan perdebatan bahwa
sebenarnya terdapat isi namun juga ada yang berpendapat bahwa stupa tersebut memang
kosong.
Relief
Secara kesulurhan terdapat 504 Buddha dengan sikap meditasi dan enam posisi tangan
yang berbeda di sepanjang candi.
Koridor Candi
Selama restorasi pada awal abad ke 20, ditemukan dua candi yang lebih kecil di sekitar
Borobudur, yaitu Candi Pawon dan Candi Mendut yang segaris dengan Candi Borobudur.
Candi Pawon berada 1.15 km dari Borobudur, sementara Candi Mendut berada 3 km dari
Candi Borobudur. Terdapat kepercayaan bahwa ada hubungan keagamaan antara ketiga
candi tersebut namun masih belum diketahui secara pasti proses ritualnya.
Ketiga candi membentuk rute untuk Festival Hari Waisak yag digelar tiap tahun saat
bulan purnama pada Bulan April atau Mei. Festival tersebut sebagai peringatan atas lahir
dan meninggalnya, serta pencerahan yang diberikan oleh Buddha Gautama.
Borobudur Temple
MAKALAH
STUDY TOUR YOGYAKARTA
OLEH :
AI ADILAH
KELAS IX – A
MATA PELAJARAN : IPS