Rancimat Vs AOM

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

KETENGIKAN LEMAK DAN MINYAK

(Analisis Ketengikan dengan Metoda Konduktometri)

Oleh : Iwan Hermawan,S.Si.

ABSTRAK

Perubahan atau dekomposisi lemak atau minyak yang terkandung di dalam bahan pangan,
sebagai akibat oksidasi oksigen dan bakteri merupakan salah satu penentu mutu pangan.
Dekomposisi lemak pangan secara kualitatif menyebabkan perubahan bau dan rasa juga
menyebabkan timbulnya senyawa beracun, dan secara kuantitatif ketengikan oksidatif
telah umum dinyatakan sebagai bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan totoks dan
bilangan asam lemak bebas. Metoda analisis yang umum digunakan untuk menentukan
tingkat dekomposisi lemak dalam pangan antara lain : spektrofotometer UV/VIS/IR,
polarografi, kromatografi gas, fluorometri, dan titrasi.

Pengujian ketengikan atau stabilitas oksidasi dari suatu lemak secara spesifik dapat
digunakan dengan menggunakan 2 (dua) buah metoda yaitu metoda oksigen aktif (AOM)
dan metoda rancimat. Metoda rancimat berdasarkan waktu terbentuknya senyawa hasil
oksidasi lemak yang terlarut dalam air dan diukur konduktifitasnya. Keunggulan metoda
rancimat dibandingkan AOM terletak pada kecepatan analisis, otomatisasi, ketepatan,
objektif, biaya yang dikeluarkan untuk setiap contoh dan jumlah contoh yang hanya
sepersepuluh dari jumlah contoh pada metoda AOM. Metoda ini merupakan suatu
terobosan penting.

ABSTRACT

Edible oils and fats decomposed by oxygen oxidation and bacteriological degradation
plays an important part in ensuring the quality of products contains. This oxidation
qualitatively develops off-flavors and off-odor, on the other hand, leads to the formation
of both unpalatable and toxic compound. And iodine, peroxide, TotOx, and free fatty
acid numbers are well known to assess the oxidative rancidity. Physical methods for
assessing oxidative rancidity i.e.: UV/VIS/IR Spectrophotometer, polarography, gas
chromatography, fluorometry and titration.

Rancidity or oxidative stability of oils can be significantly tested by both active oxygen
method (AOM) and rancimat method. Rancimat measure conductance of volatile acid
organics formed by oxidation as a function of time. Compare to AOM, rancidity of oils
can be determined more rapidly, automatically, low cost, accurately and objectively with
rancimat method. Rancimat become an important breakthrough.

1
PENDAHULUAN

Zat atau senyawa penting atau esensi pada bahan pangan dan pakan yaitu protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral, baik yang berasal dari bahan hewani maupun
nabati. Lemak sebagai bahan utama yang paling banyak terkandung di dalam pangan dan
pakan yang berasal dari hewani. Karenanya mutu lemak menjadi amat penting dalam
pangan dan pakan.

Beberapa syarat yang mutu dari lemak dan minyak yang dapat dianalisa dengan metoda
elektrokimia antara lain : kadar air, bilangan Iodium, bilangan peroksida, bilangan
penyabunan, bilangan asam, bilangan hidroksil dan kadar asam-asam lemak bebas.

Minyak (lemak dalam keadaan cair) dan lemak (lemak dalam keadaan padat) adalah
senyawa yang merupakan ester dari gliserol dengan asam lemak. Lemak atau minyak
(selanjutnya disebut hanya lemak atau minyak saja) disebut juga tri-gliserida, karena
asam lemak yang diikat oleh gliserol berjumlah 3 (tiga) buah.

CH2COR’

CHOCOR

CH2OCOR

Bahan pangan dan pakan pada umumnya semakin jelek mutunya apabila telah atau terjadi
proses pembusukan (deteriorisasi). Pembusukan ini disebabkan oleh dua hal.
Pertama oleh reaksi oksidasi, yaitu bereaksi dengan oksigen dari udara atau dari bahan
pencemar. Kedua yaitu oleh bakteri yang menyebabkan terjadinya busuk, sebenarnya hal
ini merupakan reaksi oksidasi juga, hanya saja bakteri memegang peranan pada
terjadinya proses oksidasi tersebut. Oksidasi pada lemak menyebabkan lemak atau bahan
pangan dan pakan tersebut menjadi tengik (rancid), suatu tanda terjadinya proses
pemecahan atau penguraian (disintegration).

Tengik adalah rasa dan bau dari pangan atau pakan yang telah berubah fasa lemaknya.
Perubahan rasa dan bau ini disebabkan oleh beberapa jenis proses :

1. Pencemaran atau penyerapan rasa dan bau dari bahan lain / pencemar. Bahan
pencemar yang mempengaruhi rasa dan bau dapat berupa padatan, cairan atau gas
yang terlarut ke dalam minyak tersebut.

2. Reaksi katalis dari enzim yang dikenal dengan istilah ketengikan hidrolisis.
Reaksi ini terjadi karena adanya pemanasan, kelembapan / air atau adanya enzim itu
sendiri. Oleh karena itu untuk menghindari proses ketengikan seperti ini harus dijaga
agar suhu penyimpanan tetap rendah (cold storage) dan kelembapan atau kadar air
serendah mungkin.

2
Kadar air dalam lemak ini dapat ditentukan dengan titrasi metoda Karl Fisher dengan
pelarut campuran Kloroform dan Metanol dengan alat Titrator atau Coulometer.

3. Oksidasi oleh udara disebut juga auto-oksidasi, atau tepatnya oleh oksigen dari
udara. Auto-oksidasi atau ketengikan oksidatif selain menghasilkan rasa dan bau yang
tidak sedap, juga menghasilkan senyawa yang beracun.

Hidrolisis lemak ini memecah ikatan molekul tri-gliserida menjadi asam lemak bebas
(free fatty acid).

CH2COR’ O
 ||
CHOCOR H2O + enzim  CO2  + CH3 – C – R’
  OH
CH2OCOR  |
CH3 – CHR

Misal enzim lipase memecah ester dari asam lemak menjadi alkohol dan asam. Mentega
(butter)  asam lemak rantai pendek, butirat (C4), kaproat (C6), dan kaprilat (C8). Asam
lemak bebas dari miristat (C14), laurat (C12) dan kaprat (C10) merupakan penyebab rasa
dan bau tidak sedap yang paling kuat.

Proses Auto-Oksidasi

Ketengikan auto-oksidasi terjadi pada suhu normal (suhu kamar) pada minyak yang tidak
jenuh (minyak kering) yang mempunyai asam lemak tri-gliserida dengan rantai yang
relatif panjang. Ketengikan ini umumnya terjadi pada minyak goreng / makan / sayur
(edible oil & fat).

Proses penguraian akibat oksidasi merupakan proses yang rumit yang menghasilkan
bermacam-macam peroksida organik, alkohol, aldehida, keton dan asam-asam
karboksilat. Bermacam-macam mekanisme atau tahapan reaksi oksidasi yang didasarkan
pada tahapan pembentukan radikal bebas (R). Pada umumnya diawali dengan
terbentuknya radikal bebas dari hasil reaksi antara molekul lemak (RH) dan oksigen
dengan adanya katalis. Reaksi awal ini terjadi karena adanya energi dari luar seperti
panas, cahaya atau radiasi atau pancaran energi yang tinggi juga reaksi kimia yang
menyertakan ion-ion logam atau protein yang mengikat logam (metalloprotein), tahap
awal I. Radikal bebas yang terbentuk pada tahap awal tersebut akan teroksidasi lagi
menghasilkan radikal lemak peroksi (lipid peroxy radical / ROO) dan selanjutnya akan
terbentuk hidroperoksida (ROOH), tahap II

Tahap I Inisiasi : RH + O2 katalist  R + OOH


(persyaratan reaksi) RH katalist  R + H

3
Tahap II Propagasi : R + O2  ROO
(reaksi selama proses) ROO + RH  ROOH + R

Tahap III Terminasi : R + R  RR


(atau hasil persenyawaan) ROO + R  ROOR

Pada tahap kedua, radikal bebas yang sifatnya amat reaktif dapat bereaksi memutuskan
ikatan lemak yang biasanya diawali dengan adanya katalis walau dalam jumlah yang
kecil, misalnya ion Cu, membentuk molekul-molekul peroksida yang menyebabkan
tengik.
Peroksida yang terurai akan menghasilkan alkohol dan senyawa karbonil yang akan
teroksidasi lagi menjadi asam-asam karboksilat. Hasil oksidasi lanjutan ini mempunyai
berat molekul yang relatif kecil yang menyebabkan rasa dan bau yang tidak sedap yang
dikenal dengan tengik pada makanan.

Tahap akhir terjadi reaksi penggabungan 2 radikal menjadi senyawa yang relatif stabil
dan sulit terurai atau bereaksi, tahap III di atas.
Proses oksidasi ini hanya memerlukan energi yang kecil, yaitu :

Ea = 4 - 5 Kkal/mol untuk tahap awal I


Ea = 6 - 14 Kkal/mol untuk tahap II

Dalam tahap awal terjadi pemisahan homolitis dari atom H yang berdekatan letaknya
dengan ikatan rangkap dua C=C (pusat / inti olefin), sehingga lemak / minyak yang
mengandung asam lemak tidak jenuh akan mudah teroksidasi. Asam lemak tak jenuh
rangkap tiga akan teroksidasi seratus kali (100 X) lebih cepat dibanding asam lemak tak
jenuh rangkap tunggal, sedang asam lemak tak jenuh rangkap dua akan teroksidasi
enampuluh empat kali (64 X) lebih cepat dibanding yang tunggal, misal :

Linolenat C18:3 > 100 x Oleat C18


Linoleat C18:2 > 64 x Oleat C18.

Faktor yang mempengaruhi Auto-oksidasi

Dari proses terjadinya ketengikan oksidatif / auto-oksidasi diketahui bahwa oksigen


memegang peranan yang amat penting.
Berikut ini beberapa hal lain yang mempengaruhi proses auto-oksidasi :

1. Jumlah oksigen dalam kemasan atau oksigen yang berhubungan dengan lemak, baik
dipermukaan maupun oksigen yang terlarut selama proses pengolahan lemak. Jadi
kandungan oksigen dalam kemasan harus sesedikit mungkin, sedangkan dalam proses
pengemasan dapat dilakukan dalam keadaan vakum udara atau diisi gas inert, misal
gas Nitrogen.

4
2. Kejenuhan senyawa lemaknya.
Semakin tidak jenuh suatu lemak semakin cepat teroksidasi, sehingga proses
hidrogenasi (mereaksikan hidrogen pada lemak yang tidak jenuh hingga menjadi
lebih jenuh) merupakan cara yang penting untuk mencegah proses ketengikan. Dalam
industri pengolahan lemak biasanya digunakan proses hidrogenasi dengan
menggunakan katalis. Pada proses ini lemak yang tidak jenuh direaksikan (reduksi)
dengan gas H2 (Hidrogen) dan tersedianya katalis padat Ni (Nikel) pada suatu wadah
atau proses yang kontinu. Hasil proses ini tentunya bergantung pada suhu dan tekanan
gas Hidrogen.

3. Katalis organik dan anorganik yang selalu ada dalam lemak.


Katalis organik seperti senyawa hematin dan oksida lemak dapat dihilangkan
pengaruhnya dengan cara pemanasan, sedangkan katalis yang berupa pigmen
fotokimia seperti klorofil dan beberapa senyawa karoten akan mempercepat oksidasi
dengan adanya cahaya, jadi kemasan lemak harus kedap cahaya.
Katalis yang berupa logam kelumit (renik), umumnya logam Cu dan Fe sangat
mempengaruhi kinetika reaksi oksidasi. Dari hasil penelitian pada lemak / minyak
yang diperdagangkan kandungan ion Cu 0,1 ppm atau Fe 1 ppm yang terkontaminasi
dari proses pengolahan sangat jelas mempengaruhi terjadinya tengik pada lemak
tersebut. Katalis anorganik lain yaitu Cr, Co, Mn dan V.

4. Beberapa bahan seperti daging beku akan lebih cepat teroksidasi apabila ditambahkan
garam ke dalamnya. Garam yang digunakan untuk makanan mengandung kelumit
dari Cu, Fe dan logam lainnya, jadi katalis anorganik inilah yang mempercepat proses
ketengikan.

5. Antioksidan adalah senyawa yang menghambat terjadinya proses ketengikan atau


oksidasi. Antioksidan ini umumnya adalah suatu senyawa penerima radikal yang
mempengaruhi tahap kedua dari oksidasi (propagasi) yang menghasilkan radikal baru
yang tidak reaktif, sehingga tidak terjadi proses oksidasi selanjutnya.

H (penerima radikal) + R (radikal bebas)  HR (radikal tidak bebas)

Sebagian besar lemak alami hanya mengandung sedikit bahan yang dapat
memperlambat proses ketengikan, sedang pada minyak dari tumbuhan mengandung
tochopherol yang bersifat antioksidan. Sifat anti oksidan dari tochopherol ini akan
bertambah dengan adanya gugus fosfatida dan senyawa lain yang bersifat sinergis /
seiring pada lemak.

6. Beberapa bahan kemasan dan tinta cetaknya mengandung sedikit logam transisi,
khususnya Cu dan Fe, yang dapat mempercepat proses oksidasi (seperti dijelaskan
pada nomor 3 di atas). Kandungan logam dalam kemasan dan tinta cetak ini selain
dari bahannya sendiri, juga bisa merupakan pencemaran pada proses pembuatannya.

5
7. Cahaya merupakan salahsatu faktor yang dapat mempercepat oksidasi lemak
(penguraian peroksida). Jadi lemak atau makanan yang mengandung lemak agar tetap
stabil dan baik jangan dibiarkan terkena cahaya selama proses pengolahan atau
penyimpanan.

8. Auto-oksidasi akan makin cepat apabila suhu penyimpanan semakin tinggi, dengan
adanya oksigen. Sehingga suhu penyimpanan harus dijaga serendah mungkin. Suhu
penyimpanan 10 C diatas Titik Leleh merupakan suhu yang baik untuk penyimpanan
karena pada suhu tersebut lemak/minyak umumnya masih berbentuk cairan dan dapat
mengalir atau dipompakan.

Beberapa metoda analisa telah umum digunakan untuk menyatakan ketengikan oksidatif
baik secara fisika maupun kimia. Metoda-metoda ini menganalisa proses oksidasi, hasil
oksidasi dan asam-asam lemak.

METODA KETERANGAN
Spektrofotometri Menganalisa asam lemak tidak jenuh dan asam hasil reaksinya
UV (ultra violet)
Spektrofotometri IR Menganalisa gugus-gugus fungsi dan asam lemak dengan ikatan
(infra merah) rangkap dua
Polarografi Menganalisa peroksida, hidroperoksida, aldehida dan keton dalam
satu media reaksi
Kromatografi Gas Menganalisa hidrokarbon yang mudah menguap (volatile) yang
dihasilkan oleh proses penguraian lemak (tahap kedua oksidasi)
Fluorometri Menganalisa hasil reaksi oksidasi lemak oleh gugus
-NH2 bebas, umumnya digunakan pada oksidasi lemak jaringan
biologis

Tabel 1. Metoda fisika untuk menganalisa ketengikan oksidatif

6
METODA SATUAN KETERANGAN
Bilangan Peroksida Meq O2/kg contoh Menetapkan kadar peroksida dalam lemak
(PV = Peroxide yang dihasilkan dari permulaan ketengikan.
Value)
Bilangan Anisidin 100 x Absorbansi pada Menetapkan kadar aldehida, yang bergantung
(AV = Anisidine 350nm pada kadar asam lemaknya dan reaksi
Value) penguraian peroksida.
Bilangan TotOx TV = 2PV x AV Menetapkan nilai oksidasi total.
(TV= Total Oxygen Umumnya digunakan untuk minyak baku.
Value)
Bilangan Iod (IV = I2 gram/100gram contoh Ukuran untuk menentukan ketidakjenuhan
Iodine Value) lemak.
Uji Kreis (Indeks  Kualitatif   Direaksikan dengan Floroglusinol
Ketengikan) warna merah / pink membentuk warna merah/pink
(menandakan dimulainya ketengikan).
 Pengukuran warna dengan Lovibond
 Kuantitatif  satuan R Tintometer :
1.> 3R menyatakan dimulainya
ketengikan.
2.3 – 8R menyatakan ketengikan pada
akhir waktu induksi.
3.> 8R menyatakan ketengikan sudah
selesai.
Asam Tiobarbiturat TBA = 7,8 D Mengukur jumlah malonaldehida yang
(TBA = terbentuk selama terjadi oksidasi pada asam
Tiobarbituric Acid) lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty
acids).
Densitas D (optical density) warna merah
yang diukur pada 538nm.
Bilangan Asam / Bilangan Asam  Mengukur besarnya penguraian gliserida, atau
Asam Lemak Bebas mg KOH/gram contoh keasaman lemak.
(FFA = Free Fatty FFA  % berat (bergantung Ketengikan pada minyak umumnya terjadi
Acid) asamnya) pada FFA 0,5 – 1,5 % asam oleat.
Bilangan Reichert- Meq. NaOH/5 g contoh Kandungan asam lemak yang mudah
Meissel (RM) menguap yang larut dalam air (butirat dan
kaproat) dan sedikit larut dalam air (kaprilat
dan kaprat).
Bilangan Polenske ml NaOH 0,1N / 5 gram Kandungan asam lemak yang mudah
(P) contoh menguap yang tidak larut dalam air (laurat
dan miristat).
Penetapan Oksigen Mereaksikan gugus oksigen oksiran dengan
Oksiran HBr (tentative AOCS method Cd 9-57, 1981).

Tabel 2. Metoda kimia untuk menganalisa ketengikan oksidatif

7
PRINSIP UMUM

Memeriksa ketengikan atau stabilitas oksidasi dari suatu lemak atau makanan yang
mengandung lemak merupakan hal yang sangat penting bagi pengawasan mutu, proses
produksi dan penyimpanan. Dalam industri makanan, pengolahan minyak, kosmetik dan
lain-lain pengawasan stabilitas oksidasi dari bahan baku sebelum dicampur dengan bahan
lain akan menghasilkan olahan yang sesuai dengan yang diinginkan. Bagi manajemen
penyimpanan, pemeriksaan ini akan menghasilkan perencanaan pengiriman dan
penyimpanan yang efektif dan efisien.

Pemeriksaan stabilitas oksidasi umumnya dilakukan dengan melakukan analisa Bilangan


Peroksida beberapa kali terhadap suatu lemak yang sedang mengalami proses ketengikan.
Metoda ini dikenal dengan metoda oksigen aktif (Active Oxygen Method – AOM; AOCS
Method Cd 12-57).

Waktu Induksi

Oksidasi pada lemak mengalami 2 tahapan (fase) :


Pada fase pertama oksidasi berjalan lambat dan cenderung stabil atau tidak terjadi
perubahan yang besar dan setelah mencapai titik tertentu reaksi oksidasi masuk ke fase
kedua dimana oksidasi berjalan sangat cepat. Pada fase kedua ini terjadi penyerapan
(absorption) oksigen yang cepat dan mulai terjadi perubahan rasa.
Waktu antara mulai terjadi oksidasi sampai titik dimulainya fase kedua tersebut disebut
Waktu Induksi (induction period).

Oksidasi alami yang terjadi pada suhu kamar akan mencapai waktu induksi yang lama,
umumnya dalam hitungan minggu atau bulan. Untuk mempercepat pengujian atau
pemeriksaan lemak, maka oksidasi dipercepat dengan pemanasan. Umumnya lemak
dipanaskan pada suhu 100 C atau sampai 150 C untuk lemak yang relatif stabil. Oleh
karena itu stabilitas oksidasi pada lemak dinyatakan juga sebagai suatu nilai yang disebut
Waktu Induksi.

Metoda Oksigen Aktif (AOM)

Lemak yang akan diuji stabilitas oksidasinya dipanaskan pada suhu 100 C dan dibiarkan
berhubungan dengan udara atau dialirkan udara. Proses terjadinya reaksi oksidasi
diperiksa dengan menganalisa Bilangan Peroksida (PV)-nya secara berkala, misal setiap
setengah jam atau satu jam. Hasil analisa PV tersebut dibuat grafik terhadap waktu. Pada
grafik tersebut akhirnya akan didapat suatu titik dimana terjadi lonjakan Bilangan
Peroksida yang tinggi, yaitu titik waktu induksi. Menurut metoda Aktif Oksigen dari
AOCS (American Oil Chemistry Society) Waktu Induksi adalah apabila lonjakan
bilangan peroksida tersebut telah mencapai 100 mikro-eqivalen (meq) / kg.

8
Dalam standard Metoda Aktif Oksigen (AOCS Nomor Cd 12-57) beberapa buah wadah
reaksi diisi 20 gram contoh lemak dan dipanaskan selama 10 menit lalu dihubungkan
dengan pompa udara, yang akan memompakan udara ke dalam wadah reaksi dengan
kecepatan aliran yang tetap, lalu wadah-wadah reaksi tersebut dipanaskan pada suhu
98C. Secara berkala setiap setengah atau satu jam diambil 5 gram contoh dari satu
wadah tersebut untuk dianalisa bilangan peroksidanya. Lalu dibuat grafik dan ditentukan
waktu induksinya.

Metoda Rancimat

Metoda Rancimat pertama kali dikembangkan oleh Hadorn dan Zrcher tahun 1974
dengan instrumen Metrohm Rancimat, untuk selanjutnya berkembang hingga model
terbaru. Metoda ini didasarkan pada sebagian besar senyawa yang mudah menguap
(volatile) hasil oksidasi mengandung Asam Karboksilat atau Asam Format. Asam ini
dilarutkan dalam aquadest dan diukur konduktansinya terus-menerus.

Untuk satu kali uji, Rancimat dapat memuat beberapa contoh sekaligus. Umumnya satu
contoh dianalisa 2 (kali) atau duplo. 2 gram contoh ditimbang dalam wadah reaksi, dan
dihubungan dengan pompa udara dengan kecepatan aliran yang tetap, biasanya pada 20
liter / jam dan dipanaskan pada suhu tertentu (50 – 220 C) , biasanya pada 100 C atau
120 C. Hasil oksidasi pada wadah reaksi ditampung pada wadah yang berisi air destilasi
(aquadest) dan air penampungan / resapan ini diukur konduktansinya terus-menerus.
Waktu analisa dan konduktansi contoh direkam dalam grafik melalui suatu alat perekam
(recording). Instrumen secara otomatik dapat menentukan waktu induksi berdasarkan
lonjakan yang besar dari konduktansinya.

Instrumen Rancimat terdiri dari dua bagian, yaitu :


Unit Pengendali (Control Unit) yang memuat program untuk mengatur suhu, lama
oksidasi maksimum dan hidup-mati pemanas dan pompa. Menyatu pada bagian ini juga
terdapat alat perekam dan pencetak (printer).

Pada Unit Reaksi (wet section) terdapat wadah reaksi, elektroda konduktifitas, pemanas ,
pompa dan pengatur kecepatan aliran udara (flow meter).

9
Sel elektroda

Udara

Pengukuran
Konduktifitas

Wadah Reaksi

Pemanas

Gambar 1. Skema Rancimat


Konduktansi 

Waktu
Waktu Induksi t

Gambar 2. Waktu Induksi yang ditetapkan otomatik oleh Rancimat.

10
PENGGUNAAN / APLIKASI METODA RANCIMAT

Pemeriksaan stabilitas oksidasi lemak/minyak atau makanan yang mengandung lemak


amat penting untuk pengawasan proses produksi dan pengendalian mutu juga untuk
pengaturan dalam gudang / penyimpanan.
Pabrik berusaha agar bahan dasar, lemaknya dalam kondisi yang baik sebelum diproses
dengan bahan lain dan diolah. Proses produksi diawasi sehingga tidak terjadi proses
ketengikan dan tidak terkontaminasi bahan yang akan mempercepat proses oksidasi.
Proses produksi dan bahan baku dikendalikan agar didapat hasil produksi yang bermutu
baik atau tahan terhadap proses ketengikan. Sedang pada bagian Penelitian dan
Pengembangan (R & D) selain mengembangkan metoda penyimpanan, pengiriman dan
proses produksi, juga diteliti dan dikembangkan bermacam-macam Anti-Oksidan
(senyawa yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi).

Minyak Makan dan Kelapa Sawit

Industri pengolahan minyak kelapa sawit mengalami perkembangan yang pesat seiring
dengan ditemukannya metoda pengolahan minyak mentah kelapa sawit dan hasil olahan
dari bahan baku minyak kelapa sawit (minyak RBD / Refined Bleached and Deodorized).
Sebagian besar perkembangannya adalah untuk keperluan bidang pangan, sehingga
minyak kelapa sawit disamakan dengan minyak goreng / makan / sayur (edible oil).

Minyak Kelapa Sawit Rata-rata Waktu Rentang (Jam)


Induksi (Jam)
Minyak sawit mentah 46 20 – 65
Minyak sawit RBD 57 49 – 87
Minyak sawit mentah / Olein 33 23 – 50
Minyak sawit RBD / Olein 48 42 – 50
Minyak sawit mentah / Stearin 38 24 – 46
Minyak sawit RBD / Stearin 42 22 – 62
Minyak biji sawit mentah 37 32 – 42
Minyak biji sawit RBD 102 61 – 146

Tabel 3. Waktu Induksi Bahan Baku Minyak Kelapa Sawit (100 C, 20 L/Jam)

11
Minyak Makan Waktu Induksi
Minyak Bunga Matahari 1 jam 24 menit
Minyak Goreng 3 jam 50 menit
Mentega Makan 12 jam 36 menit
Mentega Masakan 14 jam 45 menit
Margarin 10 jam 15 menit
Margarine dengan 10% Mentega 8 jam 39 menit

Tabel 4. Waktu Induksi Minyak Makan (120 C, 20 L/Jam)

Makanan Tambahan dan Permen

Dalam industri Confectionary (selanjutnya disebut permen), pengendalian proses


ketengikan merupakan hal yang penting, karena di dalamnya terkandung sejumlah besar
lemak / minyak. Mutu bahan baku lemak atau bahan baku yang mengandung lemak yang
baik akan menghasilkan produk yang baik juga, sehingga pemeriksaan bahan baku dari
proses ketengikan merupakan hal yang penting. Bahan baku yang digunakan pada
industri permen antara lain : Mentega Kokoa, Minyak Kelapa, Minyak Sawit, Minyak
Biji Sawit, Minyak Kacang, Minyak Jagung, Minyak Ikan, Minyak Kedelai, Minyak Ikan
Paus, Minyak Bunga Matahari, Minyak Lobak, Minyak Babi dan Minyak Zaitun.

Bahan Baku % Lemak


Mentega 85
Margarin 85
Susu Bubuk Full-Cream 26
Susu Bubuk Skim 1
Susu 3,5
Telur yang dikeringkan 42
Kelapa 35
Keju 24
Kopra 68
Kacang Tanah 50
Kacang-kacangan 60 – 64
Bubuk Coklat 10 – 24
Coklat Cair 55
Biji Mete 39
Biji Kenari Hijau 54
Biji Kenari Inggris 52

Tabel 5. Kandungan Lemak pada Bahan Baku Industri Permen

12
Dari Tabel 5 terlihat bahwa lemak merupakan unsur yang dominan pada bahan baku,
sehingga pemeriksaan dan pengendalian terhadap proses ketengikan penting sekali untuk
dilakukan.

Bahan yang mengandung lemak harus diekstraksi dahulu sebelum dianalisa dengan
Petroleum Eter atau pelarut lain yang tidak mempengaruhi stabilitas oksidasi lemaknya.
Hasil ekstraksinya diuapkan untuk diambil lemaknya. Untuk bahan atau biji-bijian yang
berukuran besar harus dihaluskan terlebih dahulu sebelum diekstraksi.

Sebanyak 50 – 100 gram (bergantung kadar lemaknya) bahan yang mengandung lemak
dihaluskan ukuran partikelnya, lalu diekstrak lemaknya dengan pelarut Petroleum Eter
(40:60), contoh ini kemudian disaring dan dilewatkan melalui Natrium Sulfat
Anhidrat. Cairan hasil ekstraksi diuapkan pada suhu 40 – 50 C dan atau dengan vakum.

Untuk contoh yang berbentuk emulsi lemak seperti mentega dan margarin, contoh
dipanaskan hingga 10 C diatas titik lelehnya (umumnya sekitar 50 C) lalu diendapkan
dengan alat centrifuge. Fasa minyaknya diambil dan dilewatkan melalui Na 2SO4
Anhidrat.

Lemak hasil ekstraksi sebaiknya segera dianalisa ketengikannya. Bila harus disimpan,
maka disimpan pada suhu rendah dan dijaga agar tidak terkena cahaya, akan lebih baik
bila diisi gas Nitrogen pada wadahnya.

Aktifitas Anti-Oksidan

Lemak dan bahan yang mengandung lemak akan lebih baik mutunya bila ditambahkan
suatu senyawa Anti-oksidan, yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya
oksidasi / ketengikan. Anti-oksidan alami yang sudah lama dikenal yaitu Tocopherol, dan
lainnya yaitu berupa rempah-rempah seperti paprika dan pala. Sedang anti-oksidan yang
sintetis yang banyak digunakan yaitu TBHQ (Tertiary Butylhydroquinone).

Contoh Stabilitas (Jam)


Minyak Sawit RBD 52
Minyak Sawit RBD + 50 ppm TBHQ 72
Minyak Sawit RBD + 100 ppm TBHQ 78

Tabel 6. Pengaruh Anti-oksidan TBHQ pada Minyak Kelapa Sawit RBD terhadap
Stabilitasnya.

Bila waktu induksi lemak dengan additif (seperti terlihat dalam tabel 6) dibandingkan
dengan waktu induksi lemak tanpa additif maka akan didapat nilai atau indeks, yang
dikenal dengan Indeks Stabilitas Oksidatif (Oxidative Stability Index / OSI).

13
Metoda penetapan OSI menggunakan instrumen Rancimat atau sejenis. Metoda ini sudah
distandarkan dalam AOCS Standard Method Cd 12 B-92 (American Oil Chemists
Society). Dalam metoda ini 2,5 gram contoh lemak (control) dan 2,5 gram contoh lemak
yang sama ditambah dengan anti-oksidan masing-masing dimasukan pada wadah reaksi
lalu dipanaskan pada suhu 100 C atau 110 C bergantung pada jenis lemak contoh.
Untuk lemak nabati dipanaskan pada suhu 110 C. Anti-oksidan yang ditambahkan pada
contoh harus 0,02 % berat dari lemak contoh. Perbandingan waktu induksi antara contoh
lemak ditambah dengan anti-oksidan dan contoh lemak saja akan merupakan Indeks
Stabilitas Oksidatif (OSI). Sebaliknya, apabila 2,5 gram contoh anti-oksidan dan 2,5
gram contoh anti-oksidan ditambah dengan suatu lemak masing-masing dimasukkan ke
dalam wadah reaksi dan dipanaskan pada suhu 100 C atau 110 C, maka perbandingan
waktu induksi antara contoh anti-oksidan ditambah suatu lemak dan contoh anti-oksidan
saja merupakan Indeks Aktifitas Anti-oksidan (AI).

OSI (AI) = Waktu Induksi contoh ditambah Additif


Waktu Induksi contoh (sebagai kontrol)

Contoh Waktu Induksi OSI


(Jam) (Indeks Stabilitas Oksidatif)
Lemak babi / Lard 2,72 -
(control)
Short Bread Cookies 7,68 2,82
Coconut Bars 7,15 2,63
Oatmeal Biscuits 5,95 2,19
Vanilla Wagers 6,08 2,24
Butter Cookies 7,08 2,60

Tabel 7. OSI pada beberapa pangan pada 110 C.

14
Contoh beberapa anti- Waktu Induksi AI (Indeks Aktifitas
oksidan (Jam) Anti-oksidan)
Lard (sebagai control) 2,15 -
BHA 9,65 4,49
BHT 6,15 2,86
 - Tocopherol 13,30 6,19
EGCG 28,80 13,40
EGC 26,50 12,32
ECG 15,80 7,35
EC 5,30 2,46
Gallic Acid 31,60 14,70
Carnosol 20,70 9,63
Carnosic Acid 30,60 14,23
Ursolic Acid 2,47 1,15
Tanshen 1 8,93 4,15
Dihydrotanshinone 10,04 4,67
Tanshinone IIA 2,43 1,13
Tanshinone IIB 5,45 2,53
Danshenxinkun B 4,38 2,04

Tabel 8. AI pada beberapa anti-oksidan pada 110 C.

Laporan (report) hasil analisa stabilitas oksidasi harus mencantumkan metoda yang
digunakan, suhu dan kecepatan aliran udara yang digunakan. Juga keterangan-keterangan
lainnya yang dapat mempengaruhi hasil analisa, termasuk didalamnya keterangan dan
nama contoh.

Stabilitas Panas Polimer (PVC)

Kegunaan lain dari metoda Rancimat selain penetapan waktu induksi, OSI dan AI, yaitu
untuk menetapkan Stabilitas Panas (Thermal Stability) dari plastik, khususnya PVC
(Polyvinyl Chloride) atau polimer yang sejenis. Metoda penetapan stabilitas panas dan
waktu induksi PVC ini sesuai metoda standar pada DIN 53381 Part 1 dan ISO 182:1970.

PVC yang dipanaskan pada suhu 200 C akan terurai dan melepaskan Asam Klorida. Uap
Asam Klorida ini dilarutkan dalam air destilasi dan diukur konduktansinya. Stabilitas
Panas atau waktu stabilitas adalah waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan Asam
Klorida dari contoh PVC sehingga konduktansi air destilasi berubah sebesar 50 S/cm.
Contoh PVC ini dapat berupa serbuk, lempengan atau padatan. Contoh serbuk dapat
dianalisa langsung, sedangkan contoh lempengan atau padatan harus dipotong atau
dihaluskan sehingga ukurannya tidak lebih besar dari 2 mm.

15
Konduktansi 

 = 50 S/cm

Waktu
Waktu Stabilitas

Gambar 3. Stabilitas Panas (Waktu Stabilitas) PVC dengan metoda Rancimat.

Metoda ini berguna untuk mengawasi proses pembuatan, mengendalikan mutu dan
membandingkan produk PVC, juga untuk mengetahui sifat khusus dari suatu PVC.
Metoda ini juga dipakai untuk mengetahui kemampuan senyawa penahan panas (heat
stability) yang ditambahkan pada bahan PVC sebelum dicetak (moulding).

PERBANDINGAN METODA OKSIGEN AKTIF DAN RANCIMAT

Syarat Keboleh-ulangan (repeatability) dan Reproduksibilitas (reproducibility) untuk


metoda rancimat tercantum dalam metoda standar ISO 6886. Dan ketepatan penetapan
stabilitas oksidasi dengan metoda rancimat ini dinyatakan sebagai deviasi standar yang
bergantung pada tinggi atau rendahnya hasil penetapan tersebut. Deviasi standar akan
lebih besar bila waktu induksi semakin pendek.

Keboleh-ulangan yaitu perbedaan nilai pada dua hasil penetapan yang dilakukan pada
waktu yang sama atau waktu yang berdekatan dan dikerjakan oleh operator (analyst) dan
instrumen yang sama. Menurut standar di atas hasil penetapan suatu contoh tidak boleh
lebih dari 5 % dari rata-rata dari dua penetapan stabilitas oksidasi yang ditetapkan setelah
10 jam kemudian pada suhu 100 C  0,2 C , sedang yang ditetapkan setelah 40 jam
kemudian tidak boleh lebih dari 8 %. Jadi bila hasilnya melebihi syarat tersebut harus
dilakukan penetapan ulang.

Reproduksibilitas yaitu perbedaan hasil akhir penetapan yang dianalisa pada laboratorium
yang berbeda dari contoh yang sama. Dari dua hasil akhir tersebut, perbedaannya tidak
boleh lebih dari 10 % dari rata-ratanya untuk contoh yang ditetapkan 10 jam kemudian

16
pada suhu 100 C  0,2 C , sedang yang ditetapkan setelah 40 jam kemudian tidak boleh
lebih dari 15 % dari rata-ratanya.

t = 110 C
1. 6 jam 57 menit
t = 120 C
2. 6 jam 51 menit 1. 3 jam 27 menit
 2. 3 jam 21 menit
3. 6 jam 45 menit
4. 6 jam 51 menit 3. 3 jam 18 menit
4. 3 jam 21 menit
5. 6 jam 42 menit
6. 6 jam 45 menit 5. 3 jam 17 menit
6. 3 jam 21 menit

12 9 6 3 0

Gambar 4. Contoh reproduksibilitas hasil pengukuran pada 110 C dan 120 C.

Pada gambar di atas hanya digambarkan kurva dengan waktu induksi yang terpendek dan
yang terpanjang. Dalam kurva ini juga terlihat bahwa penyimpangan atau deviasi waktu
induksi  10 menit untuk waktu induksi yang kurang dari 12 jam.

Beberapa ahli pangan dan instrumen analisa melakukan perbandingan hasil analisa antara
Metoda Oksigen Aktif / AOM (Active Oxygen Method – AOCS Method Cd 12 – 57) dan
Metoda Rancimat. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang baik
antara kedua metoda tersebut walaupun tidak sempurna. Nilai Metoda Oksigen Aktif
yang dihasilkan sedikit lebih besar dibanding dengan nilai hasil dari metoda Rancimat,
hal ini disebabkan batas waktu induksi menurut metoda AOM yaitu 100 meq/kg, padahal
umumnya pada titik ini kurva lonjakan oksidasi sudah terlewati. Penelitian ini tidak
menyebutkan atau membandingkan Metoda Bilangan Peroksida dari metoda AOM
dengan konduktansi yang dihasilkan dari Metoda Rancimat.

17
28 100 C
110 C
Waktu Induksi t , metoda Rancimat (Jam)

24 120 C

t (AOM) = t (Rancimat)
16

0
0 8 16 24 28 Jam

Waktu Induksi t , metoda AOM

Gambar 5. Perbandingan Waktu Induksi metoda Rancimat dan AOM.

Dari Gambar di atas terlihat bahwa waktu induksi yang dihasilkan dari metoda Rancimat
sama dan amat korelatif (signifikan) dengan waktu induksi yang dihasilkan dari metoda
AOM.

Metoda Rancimat menunjukkan lebih murah (tidak memerlukan bahan kimia), cepat dan
sederhana dalam pengoperasiannya, sedangkan penentuan waktu induksinya dilakukan
secara otomatik. Dalam metoda ini tidak perlu ditunggu karena dapat dioperasikan
malam hari dan keesokan harinya hasil pengukuran sudah didapat, jadi tidak memerlukan
pengawasan yang terus-menerus. Dengan mengatur suhu yang sesuai atau lebih tinggi
maka lemak yang stabil dapat ditentukan waktu induksinya dalam waktu yang lebih
singkat. Penelitian yang dilakukan oleh ahli pangan dan METROHM (pembuat
instrumen Rancimat) menunjukkan bahwa dengan menaikkan suhu 10 C lebih tinggi
akan menghasilkan waktu induksi sekitar ½ (setengah) kalinya atau faktor  2. Tabel
berikut menunjukkan faktor (koefisien suhu) untuk beberapa contoh minyak.

18
CONTOH Faktor dengan Metoda Faktor dengan Metoda
Oksigen Aktif (AOM) Rancimat
Minyak Kacang 1,9 2,1
Minyak Bunga Matahari 1,9 2,0
Minyak Zaitun 2,0 2,1
Margarin 1,9 1,9

Tabel 9. Koefisien Suhu f dan Koefisien Korelasi r.

DAFTAR PUSTAKA

1. Akoh, Casimir C., Oxidative Stability of Fat Substitutes and Vegetable Oils by the
Oxidative Stability Index Method, JAOCS, Vol. 71, No. 2, 1994, AOCS Press, hal.
211 – 216.

2. Allen, J.C.; Hamilton R.J., Rancidity in Foods, Applied Science Publishers,


London/New York, 2nd edition, 1983.

3. ISO Technical Committee ISO/TC 34, Animal and Vegetable fats and oils –
Determination of oxidative stability (Accelerated oxidation test), ISO/DIS 6886,
International Organization for Standardization, Geneve, 1989.

4. Laeubli, M.W., Bruttel P.A., Determination of the oxidative stability of fats and oils:
Comparison between the active oxygen method (AOCS Cd 12-57) and the Rancimat
method, JAOCS, Vol. 63, No. 6, 1986, AOCS Press, hal. 792 – 795.

5. Matthäus, B.W., Determination of the oxidative stability of vegetable oils by


Rancimat and conductivity measurements, JAOCS, Vol. 73, No. 8, 1996, AOCS
Press, hal. 1039 – 1043.

6. Willard, Horbart H., et.all., Instrumental Methods of Analysis, 6 th ed., 1981, D. Van
Nostrand Company, New York, hal. 781 – 800.

7. Winarno, F.G., Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit PT Gramedia Utama, Jakarta,
Cetakan keenam 1992, halaman 105 - 118.

19
LAMPIRAN I

Spesifikasi Rancimat :

Rancimat terdiri dari 2 bagian yaitu Bagian Pengolah Data (Control Unit) dan Bagian
Pemanas/Pengolah Contoh (Wet Part) :

Peralatan otomatik yang dikendalikan lewat micro-processor untuk menentukan stabilitas


oksidatif lemak dan minyak dengan metoda konduktometri. Sebagai pengganti penentuan
PON (Bilangan Peroksida) atau AOM (Metoda Oksigen Aktif) yang lama, dapat dipakai
untuk penentuan stabilitas panas plastik, khususnya PVC. Instrumen terdiri dari
Blok/Bagian Pemanas/Pengolah Contoh dengan pompa udara di dalamnya dan dapat
menganalisa 3 atau 6 contoh sekaligus. Satu bagian lain yaitu Pengolah/Pengontrol Data
berisi pengendali suhu, pengevaluasi data secara otomatik dan penampil data serta
pencetak.

LAMPIRAN II

Metoda Titrasi Penetapan Bilangan Peroksida :

Bahan kimia :
1. Larutan Na2S2O3 0,01 mol/L (harus dalam keadaan segar, dibuat dari larutan standar
0,1 mol/L pada hari yang sama dengan titrasi contoh).
2. Pelarut Organik, campuran Asam Asetat Glasial dan Chloroform (3 : 2).
3. Larutan KI jenuh.
4. Indikator Kanji.

Titrasi :
1. Timbang contoh sekitar 5 gram dan tambahkan 50 mL pelarut organik.
2. Tambahkan 1 mL larutan KI jenuh dan aduk selama 5 detik.
3. Diamkan selama 1 menit di tempat gelap atau dalam beaker yang gelap, lalu bilas
pinggir beaker dengan air destilasi sebanyak 100 mL dan titrasi segera dengan larutan
Na2S2O3 0,01 mol/L.
4. Lakukan titrasi blanko dengan pengerjaan yang sama.

Bilangan Peroksida (meq.O2/kg) = 10 x ( A – B ) / E

A = Titik akhir titrasi untuk contoh (mL)


B = Titik akhir titrasi blanko (mL)
E = Berat contoh (gram).

20

Anda mungkin juga menyukai