Engine Manajemen Sistem
Engine Manajemen Sistem
Engine Manajemen Sistem
Contoh lainnya misalnya kita mengukur sinyal digital, meter display akan
menunjukkan rata-rata tegangan sinyal antara 0 volt (saat sirkuitnya OFF) dan
tegangan optimum sinyal (saat sirkuitnya ON). Bagaimanapun juga volt meter hanya
mengukur dan mencari tegangan, bukan menunjukkan bentuk sinyal yang
sebenarnya. Justru voltmeter akan menunjukkan tegangan tertentu jika sinyalnya
hilang atau tidak terdapat sinyal. Sinyal yang hilang ini bisa menunjukkan penyebab
masalah pada mesin. Tapi mungkin kita tidak akan bisa mengetahuinya dengan
menggunakan volt meter yang juga bisa menyebabkan kesalahan memperkirakan
letak masalah dan membuang banyak waktu.
Jika kita memperkirakan atau mencurigai letak sirkuit yang bermasalah secara
pasti, yang mana tidak bisa dilakukan dengan menggunakan voltmeter, kita harus
menggunakan osciloscope untuk pembacaan yang lebih akurat.
Sinyal analog juga memiliki keterbatasan pada inputan ECU yang tidak akan
dapat digunakan oleh ECU sampai sinyal analog ini diterjemahkan ke dalam sinyal
digital.
D. MIKROPROSESSOR
Mikroprosessor dapat dikatakan sebagai jantungnya ECU. Mikroprosessor
juga disebut dengan Central Processing Unit (CPU). Dan CPU tidaklah bekerja
dalam operasi yang rumit. ECU malahan bekerja dengan ratusan operasi sederhana
dengan kecepatan luar biasa. Untuk menjaga supaya semua operasi kerja CPU tidak
kacau, CPU menjalankan kerja operasi sesuai perintah.
CPU dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: control section, arithmetic and logic
section, dan register section.
Control section bertugas mengontrol dasar operasi kerja dari komputer. Dasar
operasi kerja komputer diprogram dengan perintah dari memori untuk menangani
operasi:
1. Pengiriman data dari part komputer ke part yang lain.
2. Data input dan output ke dan dari arithmatic calculation komputer.
3. Penghentian operasi komputer.
4. Perpindahan ke perintah yang lain selama program berjalan.
Arithmetic and logic section mengeluarkan data aktual yang telah diproses
yang berisi operasi arimatika dan operasi logika. Sementara register section
menyimpan data sementara sampai data dikirimkan ke bagian aritmatika dan logika
ataupun ke bagian kontrol.
E. MEMORI KOMPUTER
Memori komputer adalah sebuah sirkuit internal dimana program-program dan
data disimpan. Komputer memiliki beberapa memori yang berbeda, yang
kesemuanya bekerja bersama-sama untuk memungkinkan komputer bekerja untuk
menghasilkan fungsi spesific, mulai dari memori yang diprogram secara permanen
dan memori yang dapat berubah tergantung dari berbagai kondisi yang berbeda.
Beberapa tipe memori yang umum dipakai adalah sebagai berikut.
1. Random Access Memory (RAM)
Adalah non permanen memori yang menyimpan data sementara. Dengan
RAM, ECU dapat bekerja “membaca dari (read from) dan menulis ke (write
to)”. Disini data dari input diterima dan disimpan. Data akan hilang jika power
supply diputus.
Pada kebanyakan kendaraan, RAM dibagi menjadi 2 bagian. Bagian yang
pertama menerima power supply dari kunci kontak. Disini data tentang kondisi
operasi disimpan; seperti putaran mesin, temperatur, dll. Bagian lainnya
disebut dengan “Keep Alive Memory”, yaitu memori yang harus selalu dialiri
power supply, yang mendapatkan power supply langsung dari baterai.
Informasi mengenai kode diagnosa (DTC) disimpan disini, sehingga data tidak
akan hilang meskipun kunci kontak di-off-kan. Inilah salah satu sebabnya kita
harus melepas sekering atau kabel baterai untuk menghapus DTC.
2. Read Only Memory (ROM)
ROM sebenarnya juga memiliki fitur seperti halnya RAM, kecuali hanya dua
hal: data hanya bisa di baca dan data yang telah di tuliskan dari pabrik tidak
dapat dirubah. Disinilah dasar operasi perintah komputer diletakkan. Perintah
“dituliskan” oleh pabrik didalam sebuah chip saat dibuat dan tidak dapat
dirubah. Komputer hanya bisa membaca informasi pada ROM dan tidak dapat
menulis (write to) atau menyimpan data. Informasi pada ROM yang telah
dimasukkan selama diproduksi tidak dapat hilang meskipun power supply
diputus.
3. Programable Read Only Memory (PROM)
PROM seperti ROM, kecuali PROM dapat memiliki kemampuan untuk dapat
diprogram atau memiliki informasi yang ditulis kedalamnya sewaktu-waktu.
Komputer hanya bisa membaca data pada PROM. PROM berisi program
perintah spesifik untuk komputer seperti basic injection timing data untuk
mesin injeksi, timing advance curve untuk mesin-mesin tertentu, atau titik
perpindahan gigi untuk transmisi otomatis, dll.
Tipe PROM lain yang digunakan yaitu:
a) Erasable Programable Read Only Memory (EPROM) yang bisa
diprogram ulang dan informasi/data bisa dihapus dengan sinar ultra
violet.
b) Electronically Erasable Programable Read Only Memory (EEPROM)
yang juga bisa diprogram ulang dan informasi/data bisa dihapus secara
elektronik.
4. Non-Volatile memori
Beberapa komputer menggunakan RAM tipe non-volatile, yang berarti data
yang tersimpan di dalam memori tidak akan hilang saat power supply diputus.
Memori tipe ini hanya akan bisa dihapus dengan menggunakan prosedur
khusus.
F. BUSSED ELECTRICAL CENTRE (BEC) /JUNCTION BOX (J/B)
Kebanyakan kendaraan sekarang ini dilengkapi dengan BEC atau J/B untuk
distribusi power dan grounding.
BEC atau J/B ini terdiri dari rumah sekering, circuit breaker dan relay. BEC atau J/B
juga terdiri atas terminal dan rangkaian kelistrikan dalam lapisan yang diinsulasi, dan
lapisan ini direkatkan secara permanen antara rumah bagian atas dan bawah.
Dengan demikian kerumitan dan banyaknya wire harness bisa dikurangi.
G. PARACITIC LOAD
Paracitic load adalah besarnya
arus yang mengalir ke komponen
kelistrikan saat kunci kontak dalam
posisi OFF. Salah satu contoh
misalakan dibutuhkan sedikit arus
untuk menjaga agar memori komputer
tetap “hidup” untuk tetap bekerja. Hal
ini mengakibatkan berkurangnya arus
pada baterai. Umumnya spesifikasi
arus yang diperbolehkan mengalir
adalah kurang dari 300 mA.
Semakin banyak kebutuhan
arus listrik saat kunci kontak OFF,
berarti paracitic load semakin besar
dan dapat menyebabkan berkurangnya arus baterai atau mungkin akan habis sama
sekali. Dan ingat, jika tegangan baterai berkurang maka data pada memori komputer
akan dapat terhapus dan akan menyebabkan kerja mesin akan tidak baik/jelek atau
bahkan mesin tidak akan dapat dihidupkan.
H. DATA LINK CONNECTOR (DLC)
Data link connector disediakan pada
kendaraan untuk memungkinkan ECU
berhubungan dengan scan tool. Hal ini
untuk memudahkan teknisi untuk
melihat Diagnostic Throuble Code
(DTC) dan mengecek status sistem
berbagai komponen yang digunakan
pada sistem kontrol elektronik.
I. ECU POWER DISTRIBUTION
ECU bekerja untuk mengontrol kerja sistem pada kendaraan. ECU
membutuhkan power suplly untuk memproses dan mengontrol kerja sistem. Saat
kunci kontak pada posisi ON, listrik akan disuplai ke ECU. Tegangan regulasi yang
umumnya digunakan adalah 5 atau 12 volt untuk berbagai macam fungsi di dalam
dan di luar ECU. Jika tegangan dari kunci kontak jatuh sampai di bawah 6 volt, ECU
tidak akan bekerja.
ECU juga membutuhkan tegangan meskipun kunci kontak dalam posisi OFF,
untuk menahan memori tentang parameter kendaraan yang tepat dan kode
diagnostik. Dengan demikian tegangan baterai terus menerus akan dialirkan.
Memutus aliran ini akan menyebabkan terhapusnya memori pada ECU tentang
pembacaan idle kontrol parameter, koreksi bahan bakar, dan DTC.
Sirkuit ground ECU juga bagian yang sangat penting supaya sistem bisa
bekerja dengan semestinya. Untuk itu biasanya terminal ground ECU dibuat lebih
dari satu terminal. Dengan banyaknya terminal ground ini membantu untuk
memastikan agar ECU memberikan ground ke setiap bagian dengan baik.
Karena power supply ke ECU sangat penting, maka sebaiknya chek dulu kondisi
power supply ECU selama pemeriksaan. Selain itu juga periksalah besarnya
hambatan pada sisi ground untuk mengetahui “tegangan jatuh” titik ground ECU saat
ECU bekerja. Normalnya tegangan jatuh sirkuit ground ECU tidak lebih dari 500 mV.
ECM tidak akan bisa bekerja dengan baik tanpa suplai tegangan dan grounding.
Distribusi tegangan ini meliputi beberapa sirkuit kelistrikan, perangkat pengaman,
relay dan ground.
ECM menerima tegangan dari main relay saat kunci kontak di-ON-kan melalui
terminal +B dan +B1. Lalu selain mendapatkan tegangan yang dikontrol oleh kunci
kontak melalui relay ke terminal +B dan +B1, ECM juga mendapatkan tegangan
langsung dari baterai melalui terminal BATT. Output main relay EFI ke terminal +B
adalah suplai tegangan ECM dan juga berhubungan dengan pengontrolan sirkuit
mesin. Sementara suplai tegangan baterai langsung ke ECM melalui terminal BATT
digunakan untuk melayani kebutuhan tegangan untuk keep alive memory ECM saat
kunci kotak OFF.
Kesimpulannya dari penjelasan di
atas adalah bahwa suplai tegangan
mengalir ke sirkuit dibawah ini:
Terminal +B dan +B1
Injektor
MAF sensor (jika dilengkapi)
Vacuum Switching Valve (VSV):
EGR, throttle opener, dan lain-lain
Idle Speed Control motor/selenoid
Terminal B+ check konektor
Sementara sirkuit main relay terdapat beberapa macam, tergantung mana yang
diaplikasikan pada kendaraan. Sirkuit ini dapat dikategorikan dalam 4 tipe, yaitu:
1. Dual kontak EFI Main Relay, yang dikontrol oleh kunci kontak.
2. Single kontak EFI Main Relay, yang dikontrol oleh kunci kontak.
3. Dual EFI Main Relay yang dikontrol oleh kunci kotak atau dikontrol oleh ECM
4. Single kontak Main Relay, yang dikontrol oleh ECM.
Dual Contact EFI Main Relay yang Dikontrol Kunci Kontak
Pada model ini pada Main Relay terdapat kontak ganda. Saat kunci kontak pada
posisi ON, main relay aktif dan tegangan dari baterai akan disuplai ke terminal +B
ECM, B+ service conector dan ke circuit opening relay melalui salah satu kontak
main relay. Sementara kontak yang lain mensuplai tegangan dari baterai ke injektor,
oil pengapian, ISC selenoid, dan lain-lain.
Dual Contact EFI Main Relay yang Dikontrol Kunci Kontak
Saat switch terbuka atau OFF, maka tegangan dari sumber tegangan ke terminal
ECM akan terputus. Hal ini akan dibaca oleh ECM sebagai tegangan rendah pada
terminal ECM.
Sementara saat switch tertutup, tegangan dari sumber tegangan akan terhubung ke
terminal ECM. Hal ini akan dibaca oleh ECM sebagai tegangan tinggi pada terminal
ECM. Tegangan rendah atau tegangan tinggi pada terminal akan diterjemahkan
sebagai bekerja atau tidaknya komponen yang dimonitor.
Untuk meriksa sirkuit ini dapat menggunakan digital AVO meter seperti pada gambar
di bawah. Dalam kondisi normal, tegangan akan rendah (0 volt) saat switch OFF dan
tegangan akan terbaca tinggi sama dengan besar tegangan supply (umumnya 12
volt) saat switch ON.
Saat swicth terputus atau saat OFF, maka tegangan dari terminal ECU tidak
dihubungkan dengan ground. Hal ini akan menyebabkan tegangan pada terminal
akan terbaca tinggi. Besar tegangan yang terbca akan sama dengan tegangan
suplainya.
Saat switch terhubung, tegangan suplai pada terminal ECM akan terhubung dengan
ground. Hal ini menyebabkan tegangan pada terminal ECM menjadi rendah
mendekati dengan 0 volt.
Tegangan rendah atau tegangan tinggi pada terminal yang dibaca oleh ECM akan
diterjemahkan sebagai bekerja atau tidaknya komponen yang dimonitor.
Untuk meriksa sirkuit dapat menggunakan digital AVO meter. Dalam kondisi normal,
tegangan akan rendah (0 volt) saat switch ON dan tegangan akan terbaca tinggi
sama dengan besar tegangan supply (umumnya 12 volt) saat switch OFF.
Switch O/D
Switch ini dilengkapi pada tranmisi otomatis yang berfungsi untuk memberikan
sinyal ke ECM apakah pengemudi bermaksud untuk mengaktifkan posisi over
drive atau tidak. Selain digunakan untuk mengontrol posisi O/D, sinyal ini juga
digunakan oleh ECM untuk menyalakan lampu indikator O/D pada combination
meter.
Idle Switch pada TP Sensor
Switch ini berfungsi untuk memberikan sinyal ke ECM apakah pengemudi
bermaksud mengaktifkan putaran idle atau tidak. Saat pedal gas tidak diinjak, maka
katup gas akan menutup yang artinya pengemudi mengaktifkan putaran idle.
Idle switch pada TP sensor akan menutup sehingga tegangan pada terminal IDL
ECM akan rendah. Akan tetapi jika pedal gas diinjak maka katup gas akan mulai
membuka yang artinya pengemudi bermaksud untuk tidak mengaktifkan putaran idle.
Switch pada TP sensor akan terbuka sehingga tegangan pada terminal IDL akan
tinggi.
A. RESISTIVE SENSOR
Sensor jenis ini mengubah kondisi-kondisi mekanis menjadi nilai hambatan pada
sensor tersebut, lalu ECM mensuplai tegangan yang telah diregulasi yang disebut
dengan tegangan referensi menuju ke sensor. ECM kemudian mengukur tegangan
jatuh yang melewati sensor akibat dari adanya nilai hambatan untuk menunjukkan
data dari part yang di monitor. Kelompok sensor ini dibagi lagi menjadi sensor tipe
potensiometer, thermistor dan piezo-resistive.
Potensiometer Type Sensor
Pada banyak aplikasi, ECM membutuhkan informasi mengenai posisi komponen
mekanis. TP sensor mendeteksi posisi
throttle valve dan Fuel Level sensor
mendeteksi ketinggian bahan bakar
didalam tangki. Selain itu MAF sensor tipe
plat ukur dan inti ukur juga menggunakan
prinsip serupa untuk mendeteksi jumlah
udara yang masuk.
Secara elektrik, sensor-sensor ini memiliki kesamaan dalam kerjanya. Lengan pada
kontak bebas pada sensor dihubungkan dengan bagian mekanis yang bergerak
misalnya katup, pelampung atau plat ukur.
Saat part bergerak, lengan ini juga bergerak. Lalu kontak bebas pada
potensiometer yang dihubungkan pada lengan ini juga akan bergerak menyebabkan
nilai resistansi pada resistor potensiometer juga akan berubah. ECM akan
memberikan tegangan refensi. Lalu akibat dari berubah-ubahnya nilai resistansi
akibat dari perubahan posisi part akan menyebabkan naik turunnya tegangan yang
dihasilkan oleh potensiometer yang disebut dengan sinyal tegangan. Sinyal
tegangan ini kemudian dikirim ke ECM.
5. SENSOR-SENSOR TIPE POTENSIOMETER
TP sensor
Berfungsi untuk mendeteksi sudut pembukaan throttle valve. TPS dihubungkan
langsung dengan sumbu throttle valve, sehingga jika throttle valve bergerak, maka
TPS akan mendeteksi perubahan pembukaan throttle valve, selanjutnya dengan
menggunakan tahanan geser perubahan tahanan ini dikirim ke ECM sebagai input
ECM.
ECM menggunakan informasi dari TP sensor untuk mengontrol:
Mode mesin saat idle, pembukaan throttle kecil atau pebukaan throttle besar.
Pemutusan sistem A/C dan kontrol emisi saat akselerasi
Koreksi campuran udara dan bahan bakar
Koreksi penambahan power saat akselerasi
Fuel cut control
Saat udara mengalir masuk kedalam mesin, udara akan mendorong measuring core
ke arah kanan (sesuai gambar) melawan pegas pengembali. Gerakan measuring
core ke arah samping ini sebanding dengan jumlah udara yang masuk. Jika udara
yang masuk sedikit, maka aliran udara yang mendorong measuring core juga lemah
sehingga gerakan measuring core
akan sedikit. Sementara jika aliran
udara yang masuk semakin tinggi,
maka measuring core akan
bergerak jauh ke arah kanan.
Pada setiap posisi tersebut,
jumlah udara yang masuk
dideteksi oleh potensiometer yang
dipasang pada measuring core.
Pada type ini sensor jumlah
udara masuk, menjadi satu unit
dengan sensor temperatur udara
masuk (IATS). Tegagan referensi
5 volt dari ECM diberikan melalui terminal VC ECM ke sensor. Tegangn ini disuplai
ke potensiometer sebagai sensor jumlah udara masuk dan ke sensor temperatur
udara masuk. Sementara ground disediakan oleh ECM melalui terminal E2.
Ketika slider potensiometer yang dipasang pada measuring core bergerak
maju atau mundur, nilai resistansi resistor akan berubah-ubah sesuai dengan besar
gerakan slider yang dipengaruhi oleh jumlah udara masuk (besarnya aliran udara
masuk). Potensiometer akan menghasilkan sinyal voltase yang berubah ubah antara
0 – 5 volt sebagai output sensor lalu dikirim ke ECM melalui terminal Vs ECM.
Karakteristik tegangan yang dihasilkan dapat dilihat pada grafik.
Pemeriksaan Sensor
Untuk memeriksa sirkuit dapat menggunakan
digital AVO meter. Terlebih dahulu periksa
tegangan referensi yang disuplai oleh ECM
pada terminal VC dan grounding pada terminal
E2 connector sensor. Dalam kondisi normal
(kunci kontak ON), tegangan dari terminal VC
ECM harus terbaca 5 volt. Sementara
tegangan pada terminal E2 tidak boleh lebih
dari 300 mV.
Jika terjadi penyimpangan pembacaan
tegangan pada terminal connector sensor,
ukurlah tegangan pada terminal VC dan E2
ECM.
Jika tegangan terbaca normal, maka
problem terletak pada wire harness. Namun
apabila pembacaan tetap tidak normal,
maka problem terletak pada ECM itu sendiri.
Lalu untuk memastikan apakah sensor
dalam keadaan baik atau tidak, periksalah
nilai resistansi pada masing-masing terminal
sensor. Dan bandingkan nilai resistansinya
dengan nilai standar yang dijelaskan pada
masing-masing buku manual perbaikan
kendaraan tersebut. Jika terjadi penyimpangan terhadap nilai resistansinya, gantilah
sensor.
Selain itu periksa sinyal
tegangan dari sensor pada terminal
ECM dan bandingkan dengan nilai
tegangan yang dijelaskan pada
service manual book. Jika
pembacaan sinyal tegangan tidak
sesuai dengan satandar, periksa
kemungkinan kabel terputus,
hubungan connector kurang baik
atau sensornya bermasalah.
IAT memiliki dua terminal. ECM akan menyuplai tegangan sebesar 5 volt pada
terminal THA dan menyediakan ground melalui terminal E2 untuk sensor. Karena
nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat perubahan temperatur maka tegangan
pada terminal THA ECM juga akan bervariasi. Variasi tegangan inilah yang dijadikan
dasar bagi ECM untuk menentukan temperatur udara masuk yang tepat sebagai
input bagi ECM.
Engine Coolant Temperatur (ECT) Sensor
ECT sensor ini berfungsi untuk mendeteksi temperatur air pendingin mesin. ECT
sensor biasanya terletak pada saluran air pendingin dekat sebelum thermostat.
Sinyal dari ECT ini oleh ECM digunakan untuk mengontrol penginjeksian, saat
pengapian, variable valve timing/VVT (jika dilengkapi), perpindahan gigi pada
transmisi otomatis dan lain-lain.
ECT sensor juga memiliki dua terminal. ECM akan menyuplai tegangan sebesar 5
volt pada terminal THW dan menyediakan ground melalui terminal E2 untuk sensor.
Karena nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat perubahan temperatur dari air
pendingin, maka tegangan pada terminal THW ECM juga akan bervariasi. Variasi
tegangan inilah yang dijadikan dasar bagi ECM untuk menentukan temperatur udara
masuk yang tepat sebagai input bagi ECM.
EGR Temperatur Sensor
Sensor ini terletak didalam saluran EGR dan berfungsi untuk mengukur temperatur
gas buang. Saat EGR valve membuka, temperatur meningkat. Dari kenaikan
temperatur gas buang yang dibaca oleh EGR temperatur sensor ini, ECM
mengetahui bahwa EGR valve telah membuka dan gas buang telah mengalir.
EGR Temperatur sensor terhubung dengan terminal THG dan E2 ECM. EGR
Temperatur sensor juga memiliki dua terminal. ECM akan menyuplai tegangan
sebesar 5 volt pada terminal THG dan menyediakan ground melalui terminal E2
untuk sensor. Karena nilai tahanan pada sensor bervariasi akibat temperatur aliran
gas buang, maka tegangan pada terminal THG ECM juga akan bervariasi. Variasi
tegangan inilah yang dijadikan dasar bagi ECM mengetahui bahwa EGR valve telah
membuka dan gas buang telah mengalir.
Hubungan perubahan
temperatur dan nilai resistasi terhadap
nilai sinyal tegangan yang dihasilkan
oleh semua sensor temperatur dapat
dilihat pada grafik berikut ini.
Untuk memastikan sensor temperatur dalam kondisi baik atau tidak, kita juga bisa
menggunakan metode berikut. Yaitu dengan cara membandingkan nilai hambatan
dengan temperatur aktualnya. Lihat pada buku manual service untuk melihat nilai
hambatan standarnya. Jika nilai hambatannya tidak sesuai standar pada temperatur
aktual, gantilah sensor temperatur.
7. Piezo-Resistive Type Sensor
Sensor tipe pizo-resistive ini adalah sebuah sirkuit resistor yang dikonstruksi pada
lapisan silikon tipis. Melengkungnya atau berubah bentuknya lapisan silicon ini akan
menyebabkan perubahan nilai resistansi. Sensor tipe ini biasanya digunakan untuk
mendeteksi tekanan (Sensor Tekanan) seperti manifold pressure sensor, meskipun
juga bisa digunakan untuk mengukur gaya atau defleksi sebuah obyek seperti sensor
deselerasi pada bagian tengah sensor SRS airbag.
Salah satu sensor yang paling penting dari jenisnya piezo-resistive adalah Manifold
Absolute Pressure (MAP) sensor.
Manifold Absolute Pressure (MAP) sensor
MAP sensor (disebut juga dengan vacuum sensor) digunakan pada kendaraan yang
mengunakan sistem D-EFI. Sensor ini terletak dimana saja yang mana terhubung
langsung dengan intake manifold. MAP sensor berfungsi untuk mendeteksi tekanan-
tekanan pada intake manifold untuk menghitungan jumlah udara yang masuk.
MAP sensor terdiri dari piezo resistive silicon chip tipe pressure converting
element yang berfungsi merubah fluktuasi tekanan manifold menjadi perubahan
tegangan dan IC (integrated circuit) yang memperkuat perubahan tegangan. MAP
sensor menghasilkan sinyal tegangan yang segera di kirim ke ECM. Oleh ECM sinyal
tegangan ini digunakan untuk menentukan basic injection time.
Pada MAP sensor memiliki dari 3
terminal, yaitu: power source sensor
(reverence voltage) sebesar 5 volt dari
terminal Vcc ECM; ground dari terminal E2
ECM dan terminal sinyal output dari sensor
ke terminal PIM ECM yang akan
menghasilkan tegangan yang bervariasi
antara 0 ~ 5 volt tergantung besar kecilnya
kevakuman di intake manifold.
Jika kevakuman di intake semakin
tinggi, maka tegangan output akan semakin
rendah. Sebaliknya jika kevakuman semakin
rendah maka tegangan output semakin
tinggi (lihat grafik). Nilai sinyal tegangan
spesifik ini mungkin berbeda antara kendaraan yang satu dengan yang lain. Untuk
lebih pastinya, lihat pada service manual book pada masing-masing kendaraan.
8. Hot Wire (kawat pemanas) Type Sensor
Sensor tipe ini sementara ini hanya dipakai pada MAF sensor. Bagian utama dari hot
wire MAF sensor ini terdiri dari sebuah thermistor, kawat pemanas (hot wire), dan
kontrol unit elektronik.
Saat bekerja, thermistor mengukur temperatur udara yang masuk ke dalam mesin.
Sementara unit kontrol elektronik mempertahankan temperatur yang dihasilkan oleh
kawat pemanas agar selalu konstan berdasarkan informasi termistor. Peningkatan
udara yang masuk menyebabkan temperatur kawat pemanas berkurang dengan
cepat, lalu unit kontrol elektronik akan mengkompensasi dengan mengalirkan arus
yang lebih besar ke kawat pemanas. Sebaliknya jika udara yang masuk sedikit,
berkurangnya temperatur kawat pemanas akan kecil, sehingga kontrol unit hanya
akan mengkompensasi dengan sedikit arus.
Lalu unit control elektronik akan mengukur arus yang mengalir ke kawat pemanas
secara terus menerus dan merubahnya menjadi sinyal tegangan (VG) yang
sebanding dengan besar arus yang mengalir.
MAF sensor tipe hot wire ini memiliki 3 terminal. Satu terminal terhubung dengan
sumber arus listrik. Umumnya sumber arus ini terlebih dahulu melewati relai.
Terminal yang kedua menyediakan ground yang terhubung dengan terminal E2
ECM. Dan terminal yang terakhir adalah sinyal output dari sensor ke ECU yang
berupa variasi tegangan atara 0-5 volt (lihat grafik pada gambar diatas). Dan bisa
jadi IAT sensor juga ditempatkan menjadi satu unit dengan MAF sensor.
Sirkuit MAF Sensor Tipe Hot Wire
Untuk memeriksa kerja MAF sensor ini bisa dilakukan dengan memberikan tegangan
suplai pada terminal E2 dan B+ ke baterai dan mengukur tegangan antara terminal
E2 dan VG dengan DVOM saat udara ditiupkan ke MAF sensor.
Knock sensor terdiri dari piezo electric, reed plate dan weight yang dapat mendeteksi
vibrasi knocking engine dan mengubah getaran ke dalam bentuk signal tegangan
kemudian dikirimkan ke ECM untuk mengontrol ignition system.
Cirinya, getaran akibat dari knocking terukur pada rata-rata 7KHz. Knock sensor
terhubung dengan dengan terminal KNK pada ECM. Umumnya kabel yang
digunakan menggunakan tipe coaxial cable untuk mencegah gangguan sinyal
(stooring) seperti yang diperlihatkan pada gambar sirkuit knock sensor di bawah.
Oksigen Sensor
Oksigen sensor dipasang di exhaust manifold yang berfungsi untuk mendeteksi
konsentrasi oksigen pada gas buang kendaraan untuk menghitung perbandingan
udara dan bensin dan menginformasikan hasilnya pada ECM. Berdasarkan sinyal
dari oksigen sensor ini ECM akan menyetel air fuel ratio agar selalu sesuai dengan
ideal atau stoichiometric.
Oksigen terbuat dari zirconia (zirconium dioxide), elektroda platina dan pemanas.
Oksigen sensor menghasilkan tegangan berdasarkan pada komparasi jumlah
oksigen didalam gas buang dengan oksigen di atmosfer.
Zirconia elemen punya satu sisi yang menghadap gas buang dan sisi yang lain
menghadap ke udara bebas (atmosfer). Setiap sisi memiliki lapisan elektroda platina
yang ditambahkan ke zirconium dioxide element yang berfungsi untuk meneruskan
tegangan yang dihasilkan. Kotoran atau korosi pada elektroda platina akan
mengurangi sinyal tegangan yang dikeluarkan.
Saat oksigen di dalam ga buang sedikit, akan terdapat perbedaan yang besar antara
kadar oksigen pada gas buang dan atmosfer. Ini akan menghasilkan sinyal tegangan
yang lebih tinggi. Saat kadar oksigen di dalam gas buang meningkat, perbedaanya
dengan oksigen di atmosfer akan kecil dan sinyal tegangan yang dihasilkan akan
kecil.
Dengan kata lain, apabila kadar oksigen pada gas buang tinggi maka ECM akan
menyimpulkan bahwa campuran terlalu kurus (lebih banyak udaranya) dan sinyal
tegangan yang dihasilkan oksigen sensor akan rendah. Sedangkan apabila kadar
oksigen pada gas buang rendah maka ECM akan menyimpulkan bahwa campuran
terlalu gemuk (lebih banyak bensinnya) dan sinyal tegangan yang dihasilkan sensor
akan tinggi.
Dari kadar oksigen pada gas buang, ECM dapat menentukan apakah air/fuel ratio
kurus atau kaya dan berdasarkan ini air/fuel ratio akan disetel. Campuran yang
gemuk akan menggunakan hampir semua oksigen sehingga sinyal tegangan akan
tinggi dan berkisar antara 0,6 – 1,0 volt. Sementara campuran yang kurus akan
menyisakan banyak oksigen pada gas buang dari
pada campuran yang gemuk, sehingga sinyal
tegangan yang dihasilkan akan rendah dan berkisar
antara 0,4 – 0,1 volt. Pada stoichiometric air/fuel ratio
(14,7 : 1), oksigen sensor akan menghasilkan sinyal
tegangan kira-kira 0,45 volt.
Saat dingin, oksigen sensor bekerja seperti
resistor sampai temperatur kerjanya tercapai yaitu
minimal 4000 C. Pada temperatur kerja, oksigen
sensor bekerja seperti baterai. Untuk bisa menghasilkan sinyal yang akurat, penting
sekali untuk menjaga oksigen sensor temperatur tinggi. Untuk itu pada model
terbaru, oksigen sensor dilengkapi dengan heater yang berfungsi untuk
mempercepat dan menjaga temperatur kerja oksigen sensor yang disebut dengan
Heated Oksigen Sensor (HO2S) yang membutuhkan arus kira-kira 2 Amper.
Magnetic inductance sensor terdiri dari kumparan yang dililitkan disekeliling inti besi
yang dilengkapi dengan magnet permanen. Jika sebuah rotor digerakan dekat
sensor, maka medan magnet akan terpotong dan tegangan akan dihasilkan pada
kumparan. Jika kutub-kutub magnetnya berubah, maka polaritas tegangan juga akan
berubah dan tegangan AC akan dihasilkan. Semakin cepat gerakan rotor, maka
frekuensi tegangan yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
Sensor tipe ini umumnya digunakan pada sensor putaran dan posisi seperti
camshaft position (CMP) sensor, crankshaft position (CKP) sensor, vehicle speed
sensor (VSS), wheel speed sensor pada ABS, dan lain-lain.
Tegangan yang dihasilkan oleh sensor akan berubah secara kontinyu meskipun
tegangannya rendah pada kecepatan rendah dan ECM harus tetap bisa mendeteksi
tegangan yang kecil ini. Jika tegangan ini terinterferensi maka akan menyebabkan
ECM tidak mampu membaca sinyal tegangan dengan baik. Untuk itu kabel yang
digunakan untuk menghubungkan sensor dan ECM menggunakan kabel coaxial
seperti yang digunakan pada knock sensor.
Sensor ini mempunyai tiga terminal, yaitu satu terminal yang terhubung dengan
sumber arus 12 volt, satu terminal ground yang biasanya langsung terhubung
dengan masa body, dan terminal output sinyal sensor yang terhubung dengan ECM.
Sensor tipe ini secara fungsi sama dengan speed sensor ttipe lainnya. Hanya secara
kerja, bahan, sirkuit dan sinyal yang dihasilkan mungkin bisa berbeda.
CMP Sensor
Secara fungsi, CMP sensor tipe optic ini sama dengan CMP sensor tipe lainnya.
Cuma yang membedakan hanyalah kontruksi dan karakteristik kerjanya. Prinsip
kerjanya adalah dengan mengubah sinyal cahaya menjadi sinyal digital.
Pada saat bekerja, photo transistor menerima cahaya dari bagian bawah transistor
dan mengubahnya menjadi sinyal-sinyal listrik digital sesuai dengan banyaknya
cahaya yang diterima. Cahaya dihasilkan pleh Light Emiting Dioda (LED) dan
diputus oleh perputaran slit plate yang diputar oleh camshaft yang berada diantara
transistor dan LED saat mesin hidup. Photo transistor menjadi ON saat menerima
cahaya dan menjadi OFF saat tidak menerima cahaya (cahaya terputus oleh slit
plate). Dengan demikian voltage pulse dihasilkan oleh output terminal dan jumlah
pulse tergantung dari banyaknya putaran.
Sirkuit sensor ini memiliki 3 terminal. Satu terminal terhubung dengan sumber arus
12 volt dari baterai, satu terminal terhubung dengan ground E2 ECM dan yang ketiga
terminal output sinyal dari sensor yang dikirimkan ke ECM berupa sinyal digital.
Pusaran ini lalu diukur oleh photo coupler melewati mirror dari metal foil saat pusaran
terbentuk. Udara yang mengalir melawan mirror akan menyebabkan getaran yang
proporsional terhadap frekuensi pusaran. Lalu hal itu akan menyebabkan cahaya led
secara periodik dibelokkan dari photo transistor. Hasilnya photo transistor secara
periodik juga mengroundkan dan membuka tegangan 5 volt dari terminal Ks ECM
menjadi sinyal digital.
Sirkuit sensor ini seperti yag ditunjukkan gambar diatas memiliki tiga terminal. Satu
terminal terhubung dengan terminal VC ECM untuk suplai tegangan referensi sensor,
satu terminal terhubung dengan ground pada terminal E2 ECM dan terminal Ks
sebagai output sinyal dari sensor ke ECM.
OUTPUT ECM
Dengan menggunakan informasi dari berbagai macam sensor-sensor dan
switch pada kendaraan, ECM membuat perhitungan yang sesuai dan kemudian
mengeluarkan operasi perintah ke berbagai sistem dan komponen-komponen.
Perintah ini disebut dengan output ECM.
Kebanyakan perangkat operasi listrik (aktuator) dikontrol secara sederhana oleh
ECM dengan memerintahkan mereka ON dan OFF, dengan menghubungkan dan
memutus ground. Sebagai contoh saat pengontrolan kipas pendingin oleh ECM.
Saat ECM mendapatkan sinyal bahwa temperatur air pendingin telah tinggi, ECM
memberikan ground pada relay sehingga kipas pendingin akan menyala. Sementara
jika ECM mendapatkan sinyal bahwa temperatur air pendingin telah turun, ECM akan
mematikan relay dengan memutus ground relai sehingga kipas pendingin akan mati.
Dengan jalan menghubungkan (ON) dan memutuskan (OFF) sirkuit secara cepat
atau disebut juga dengan memberikan pulsa pada sirkuit, jangkauan variasi kerja
komponen electrical dapat dicapai. Pengontrolan tegangan output seperti ini disebut
dengan pulse width modulation (PWM). Pulsa di sini diartikan ON dan OFF sirkuit,
width diartikan sebagai jumlah waktu dari
tegangan saat ON dibandingkan dengan
jumlah waktu tegangan saat OFF.
Modulation menunjuk pada kondisi faktual
dari sirkuit saat dikontrol atau dimodulasi
selama jangkauan operasi.
Untuk mengontrol aktuator-aktuator yang bekerja ON dan OFF ini, ECM
memerlukan driver khusus (output interface). Jadi ECM memberikan sinyal perintah
ke output driver sementara output driver membuat aktuator bekerja ON dan OFF.
3. PENGONTROLAN INJEKSI BAHAN BAKAR
(ELECTRONIC FUEL INJECTION SYSTEM)
DEFINISI
Electronic Fuel Injection (EFI) System adalah sebuah sistem penyaluran bahan
bakar ke dalam ruang bakar sebuah mesin dengan cara diinjeksikan melalui sebuah
injektor dengan menggunakan kontrol mekanis ataupun kontrol elektronik.
A. DASAR PENCAMPURAN BAHAN BAKAR
Bensin yang masuk ke dalam ruang bakar mesin harus dalam kondisi mudah
terbakar, agar dapat menghasilkan efisiensi tenaga yang maksimal. Campuran yang
belum sempurna akan sulit terbakar, bila tidak dalam bentuk gas yang homogen.
Bensin tidak dapat terbakar dengan sendirinya, harus dicampur dengan udara dalam
takaran yang tepat. Perbandingan campuran udara dan bensin ini sangat
mempengaruhi pemakaian bahan bakar.
Perbandingan udara dan bahan bakar dinyatakan dalam bentuk volume atau berat
dari bagian udara dan bahan bakar. Bensin harus terbakar keseluruhannya untuk
dapat menghasilkan tenaga yang besar pada mesin dan meminimalkan tingkat emisi
gas buang dari mesin. Secara teori perbandingan udara dan bahan bakar adalah
14,7 : 1 yaitu 14,7 untuk udara berbanding 1 untuk bensin.
Pada kondisi sebenarnya, mesin membutuhkan campuran udara dan bensin dalam
perbandingan yang berbeda – beda, tergantung pada temperatur, kecepatan
putaran mesin, beban dan kondisi lainya.
B. AIR FUEL RATIO TEORITIS
Pada table di bawah ini diperlihatkan perbandingan campuran udara dan bensin
secara teoritis yang dibutuhkan mesin sesuai kondisi kerjanya.
𝝀 = 𝟏 Jumlah udara masuk ke dalam silinder mesin sama dengan jumlah syarat
udara dalam teori
𝝀 < 1 Jumlah udara yang masuk lebih kecil dari jumlah syarat udara dalam teori,
pada situasi ini mesin kekurangan udara, campuran gemuk, dalam batas
tertentu dapat meningkatkan daya mesin
𝝀 > 1 Jumlah udara yang masuk lebih banyak dari syarat udara secara teoritis,
saat ini mesin kelebihan udara, campuran kurus dan daya kurang.
𝝀 > 1,2 Dalam situasi seperti ini campuran bensin dan udara sangat kurus
sehingga pembakaran berkemungkinan tidak dapat terjadi pada tempat yang
lebih luas.
C. PRINSIP PENCAMPURAN BENSIN DAN UDARA PADA KARBURATOR
Prinsip kerja karburator sama dengan prinsip kerja semprotan obat serangga
atau spray cat. Ketika udara di tekan, maka cairan yang berada dalam tabung akan
terisap dan bersama-sama dengan udara terkarburasi keluar berupa gas.
Mengapa hal ini dapat terjadi ?
Hal ini disebabkan karena pada bagian yang di persempit (Venturi) mempunyai
kecepatan aliran udara yang tinggi.
Pada gambar terlihat adanya 3 alat vacuum gauge A, B dan C. Jika pada daerah
(2) diadakan pengisapan atau di daerah (1) dilakukan penekanan maka vacuum
tertinggi terjadi pada daerah yang dipersempit ( venturi ) atau alat vacuum gauge
B menunjukkan kevacuuman yang tinggi.
Saat Starting
a. Karburator
Prosedur menghidupkan mesin saat kondisi dingin adalah dengan
mengaktifkan choke valve (manual choke) untuk menghambat masuknya udara
sehingga akan memperkaya campuran. Setelah mesin hidup maka choke opener
akan membuka choke valve untuk mencegah campuran terlalu kaya. Saat mesin
sudah pada temperatur kerja maka knob choke harus dikembalikan lagi ke posisi
semula supaya choke valve terbuka penuh.
b. Injeksi
Putaran mesin, jumlah udara yang masuk dan temperatur mesin yang masih
dingin akan dideteksi oleh sensor yang akan memberikan input kepada komputer
(ECU/ECM) untuk mengaktifkan cold start injector (untuk tipe selain Suzuki) atau
mengaktifkan semua injector selama mesin starting (untuk Suzuki) untuk
memperkaya campuran.
Saat Akselerasi
a. Karburator
Pada karburator dilengkapi dengan sebuah pompa percepatan yang akan
memberikan tambahan suplai bensin melalui pump nozzle saat pedal gas diinjak
secara tiba-tiba.
b. Injeksi
Saat throttle valve terbuka semakin besar maka ECM / ECU akan
mengkombinasikannya dengan aliran udara masuk atau tingkat kevacuuman di
intake manifold untuk menghitung besarnya beban. Komputer akan mengirim sinyal
ke injektor untuk merubah lamanya waktu injektor terbuka (injection pulse width),
untuk memperkaya campuran.
Saat Beban Penuh
a. Karburator
Untuk memperkaya campuran saat mesin membutuhkan tambahan tenaga
maka pada karburator dilengkapi dengan enrichment system atau power system. Bila
kevacuman turun maka enrichment valve/power valve akan terbuka untuk
memberikan tambahan bensin ke tabung percampuran pada sistem utama (selain
dari main jet) dan bersama-sama dikeluarkan dari main nozzle.
b. Injeksi
Saat throttle valve terbuka semakin besar maka ECM / ECU akan
mengkombinasikannya dengan aliran udara masuk atau tingkat kevacuuman di
intake manifold untuk menghitung besarnya beban. Komputer akan mengirim sinyal
ke injektor untuk merubah lamanya waktu injektor terbuka (injection pulse width),
untuk memperkaya campuran.
KEUNTUNGAN SISTEM INJEKSI EFI
1. Menyempurnakan atomisasi; pencampuran bahan bakar dan udara lebih
homogen.
2. Distribusi bahan bakar yang lebih baik karena campuran udara bahan bakar
disuplai dalam jumlah yang sama ke masing-masing silinder.
3. Putaran stasioner lebih lembut. Campuran bahan bakar dan udara yang kurus
tidak menjadikan putaran mesin kasar karena distribusi bahan bakar lebih baik
dan kecepatan atomisasi yang rendah.
4. Irit. Efisiensi tinggi karena takaran campuran udara bahan bakar yang lebih tepat,
atomisasi dan distribusi bahan bakar lebih baik serta karena adanya system
pemutus bahan bakar.
5. Emisi gas buang rendah karena ketepatan takaran campuran udara dan bahan
bakar menjadikan sempurnanya pembakaran sehingga dapat mengurangi emisi
gas buang.
6. Lebih baik jika dibandingkan dengan karburator saat dioperasikan pada semua
kondisi temperature karena adanya sensor yang mendeteksi temperatur sehingga
menjadikan pengontrolan penginjeksian lebih baik.
7. Meningkatkan tenaga mesin. Ketepatan takaran campuran pada masing-masing
silinder dan aliran udara yang ditingkatkan dapat menghasilkan tenaga yang lebih
besar.
E. DASAR-DASAR SISTEM EFI
Electronic Fuel Injection (EFI) biasa disebut juga Electronic Petrol Injection (EPI).
Sistem pengontrolan penginjeksian bahan bakar dewasa ini berkembang dengan
pesat terutama pada mesin bensin, walaupun harus kita ingat bahwa tidak hanya
kendaraan dengan bahan bakar bensin yang menggunakan sistem control injeksi,
tapi sistem control injeksi sebenarnya sudah ada pada mesin diesel. Perbedaannya
hanya terletak pada sistem pengontrol penginjeksiannya; yaitu secara mekanik atau
secara electronik. Walaupun dewasa ini sistem injeksi pada diesel juga sudah
banyak yang menggunakan pengontrol elektronik.
Pada sistem D-Jetronik, komputer mendapatkan input jumlah udara yang masuk
ke intake air chamber dari sebuah sensor yang dipasang di intake manifold atau
mendapatkan sumber identifikasi dari kevacuuman intake manifold. Input inilah
yang dijadikan dasar penginjeksian selain input dari putaran mesin
b. L-Jetronic.
“L” asal kata dari bahasa Jerman “LUFT” yang berarti udara. Artinya banyaknya
udara yang masuk ke intake air chamber diukur berdasarkan kecepatan aliran
udara yang masuk.
Pada tipe L-Jetronik ini komputer mendapat input jumlah udara masuk dari
sebuah sensor yang ditempatkan sebelum throttle body. Kecepatan aliran udara
yang masuk akan dideteksi oleh sebuah sensor yang akan memberikan informasi
kecepatan alir udara sehingga komputer akan mengetahui jumlah udara yang
masuk sebagai dasar lamanya penginjeksian bensin.
F. KONSTRUKSI DASAR EFI
Secara umum Electronic Fuel Injection di bagi dalam 3 system, yaitu :
1. Sistem kontrol udara masuk (Air Induction System).
2. Sistem distribusi bensin (Fuel Delivery System).
3. Sistem kontrol elektronik (Electronic Control System).
Air Induction System
Secara umum air induction system terdiri dari filter udara, air flow meter, throttle
body, air intake chamber dan intake manifold (intake runner). Pada beberapa tipe
tertentu juga dilengkapi dengan air valve yang mungkin letaknya menyatu dengan
throttle body.
Ketika throttle valve terbuka, udara akan terhisap masuk melewati saringan udara,
melewati air flow meter (untuk tipe L EFI), melewati throttle valve, kemudian mengalir
melewati air intake chamber menuju ke dalam silinder.
Udara disalurkan ke dalam silinder berdasarkan kondisi keinginan pengemudi. Ketika
throttle valve semakin terbuka lebar, maka udara yang menuju ke dalam silinderpun
juga akan semakin banyak.
Umumnya pada sistem EFI menggunakan dua metode pengukuran jumlah udara
masuk sebagaimana telah dijelaskan; yaitu dengan mengukur kecepatan aliran
udara (tipe L dengan menggunakan air flow meter) dan dengan mengukur tekanan
udara di dalam intake manifold (tipe D dengan menggunakan air pressure sensor).
Fuel Delivery System
Sistem aliran bahan bakar pada sistem EFI terdiri dari fuel tank, fuel pump, fuel filter,
fuel delivery pipe, injector, pulsation dumper, fuel pressure regulator dan fuel return
pipe.
Bensin dari tangki bensin ditekan oleh sebuah pompa bensin elektrik yang dikontrol
kerjanya oleh ECM dan mengalir melewati fuel filter, menuju ke fuel delivery pipe dan
dialirkan ke masing-masing injecktor. Sebuah injektor atau lebih bekerja
menyemprotkan bensin yang dikontrol oleh ECM.
Tekanan pada pipa pembagi akan dijaga supaya tetap oleh adanya fuel pressure
regulator. Oleh sebab itulah banyaknya bensin yang disemprotkan tergantung dari
lamanya injektor terbuka. Semakin banyak udara yang mengalir, semakin lama pula
injector terbuka. Sebaliknya jika semakin sedikit udara yang masuk, semakin sedikit
pula waktu injektor terbuka.
Getaran-getaran tekanan bahan bakar akibat bekerjanya injektor pada beberapa tipe
kendaraan tertentu juga akan diminimalkan oleh sebuah pulsation dumper.
Electronic Control System
Sistem kontrol elektronik pada sistem EFI terdiri atas sensor-sensor, sebuah Engine
Control Unit (ECU) atau Engine Control Modul (ECM), aktuator-aktuator, penyuplai
tegangan (baterai), wire harness dan konektor-konektor untuk menghubungkan wire
harness dengan semua komponen kontrol elektronik.
ECU/ECM akan menghitung secara akurat berapa banyak bahan bakar yang
dibutuhkan mesin yang akan diberikan oleh injektor dengan memonitor sensor-
sensor yang terdapat pada mesin.
ECU/ECM akan mengontrol kerja injektor berdasarkan lebar/lama pulsa
penginjeksian atau durasi penginjeksian untuk memberikan campuran yang sesuai
dengan kondisi kerja mesin.
Pada sistem kontrol elektronik ini, sebuah ECU/ECM yang berfungsi sebagai pusat
pengontrolan system, mendapat input dari 2 sensor utama yaitu, sensor jumlah
udara masuk dan sensor putaran mesin yang akan digunakan untuk menentukan
basic injection volume. Selain 2 sensor tersebut ada sensor – sensor lain yang
berfungsi sebagai input ECM untuk mengoreksi jumlah bensin yang disemprotkan
injector. Pada beberapa kendaraan yang mutakhir, selain berfungsi untuk mengontrol
penginjeksian bahan bakar, ECU/ECM juga berfungsi untuk mengontrol sistem
pengapian, emisi bahan bakar dan sistem keamanan kendaraan.
Konstruksi Dasar EPI SUZUKI
-
-
2.e Idle Speed Adjusting Screw (ISAS)
Walaupun secara umum besar kecilnya putaran idle sudah ditentukan oleh ECM,
akan tetapi pada beberapa type kendaraan masih dilengkapi dengan ISAS untuk
mengatur besar kecilnya putaran idle secara manual.
Apabila pada karburator, ISAS distel untuk mempengaruhi besar kecilnya
pembukaan throttle valve, maka pada mesin dengan EFI system, ISAS distel untuk
mempengaruhi besar kecilnya udara yang masuk ke intake air chamber saat idle.
Sesuai dengan prinsip dasar injeksi bahwa semakin besar udara yang masuk maka
semakin besar pula bensin yang disemprotkan, demikian juga sebaliknya semakin
sedikit udara yang masuk maka semakin sedikit bensin yang disemprotkan.
3. Mass Air Flow Sensor (MAFS)
MAF sensor berfungsi untuk mendeteksi aliran udara yang masuk ke dalam mesin
sebagai dasar penghitungan jumlah udara yang masuk pada sistem EFI tipe L
Jetronik.
4. Manifold Absolute Pressure Sensor (MAPS)
MAP sensor berfungsi untuk mendeteksi tekanan-tekanan intake manifold sebagai
dasar penghitungan jumlah udara yang masuk, melalui IC (integrated circuit) yang
terdapat di dalam sensor ini. Sensor ini digunakan pada sistem EFI tipe D Jetronik.
FUEL DELIVERY SYSTEM
Perbedaan paling mendasar antara system carburator dengan system injeksi pada
suplai system bahan bakar adalah bahwa pada system injeksi suplai bahan bakar
dari tangki bensin ke ruang bakar dikontrol secara elektronik oleh ECM, sedangkan
pada system carburator suplai bensin dari tangki ke ruang bakar masih dikontrol oleh
kunci kontak.
KOMPONEN UTAMA
Komponen utama dari fuel delivery system adalah :
1. Fuel tank
2. Fuel pump
3. Fuel filter
4. Fuel Delivery Pipe
5. Fuel pressure regulator
6. Pulsation dumper
7. Injektor
1 Fuel Pump
Pada semua type mesin dengan injeksi, penempatan pompa bensin selalu ada di
dalam tangki bensin. Type yang digunakan adalah elektrik dengan motor listrik.
Pompa terdiri dari motor, pump impeler, check valve, relief valve dan filter yang
diletakkan di saluran masuk pompa.
Impeler Pump
Terdiri dari satu atau dua impeller yang diputar oleh motor, casing dan pump
cover tersusun menjadi satu unit. Bila motor berputar maka impeller akan ikut
berputar. Bilah pada bagian luar impeller menghisap bensin dari saluran masuk
dan didorong keluar melalui saluran keluar. Bensin yang dikeluarkan dari saluran
keluar akan melalui sekitar motor (motor terendam bensin) dan dialirkan keluar
dari pompa melalui chek valve.
Check Valve
Check valve akan tertutup bila pompa bensin berhenti bekerja. Check valve dan
fuel pressure regulator mempertahankan sisa tekanan di dalam system saluran
bensin bila mesin berhenti agar mudah dihidupkan pada saat mesin distarting.
Tekanan bensin yang rendah pada saluran akan memudahkan penguapan pada
temperatur tinggi dan mesin akan sulit saat dihidupkan kembali.
Relief Valve
Relief valve menjaga tekanan bensin supaya tidak melebihi tekanan yang
diperbolehkan untuk menghindari kerusakan pada pompa, pipa dan slang bensin.
Relief valve akan terbuka bila tekanan bensin yang dikeluarkan pompa lebih dari
6,0 kg/cm2 (85,3 psi/588,4 kpa). Bensin yang dikeluarkan melalui relief valve
akan langsung dikembalikan lagi ke tangki bensin.
2. Fuel Filter
Berfungsi menyaring kotoran – kotoran dan partikel asing lainnya pada bensin
supaya tidak masuk ke injector. Fuel filter dipasangkan pada saluran tekanan tinggi
dari fuel pump. Fuel filter ada yang diletakkan diluar tangki bensin, ada juga yang
terpasang menjadi satu dengan fuel pump di dalam tangki bensin.
5. Injector
Injector adalah nosel electromagnet yang bekerjanya dikontrol oleh ECU/ECM untuk
menginjeksikan bensin ke intake manifold. Injector dipasangkan di ujung intake
manifold dekat intake port (lubang pemasukan) dan ditahan oleh delivery pipe.
Cara kerja injector adalah sebagai berikut. Bila signal dari ECM diterima oleh coil
solenoid, maka plunger akan tertarik melawan kekuatan pegas. Karena needle valve
dan plunger merupakan satu unit, valve juga akan tertarik dari dudukann dan bensin
akan disemprotkan selama katup terbuka. Pengaturan banyak sedikitnya bensin
yang disemprotkan sesuai dengan lamanya signal dari ECM (lamanya katup
terbuka), karena langkah needle valve tetap.
Type Injector
Secara umum berdasarkan konstruksi dasarnya, tipe-tipe injector adalah sebagai
berikut.
Bentuk lubang injeksi
- Tipe pintle (penyemprotannya baik)
- Tipe hole (sulit untuk tersumbat)
Nilai resistance
- Resistance rendah (2 ~ 3 ohm)
- Resistance tinggi (11 ~14 ohm)
Warna konektor
Ada empat bentuk konektor, yang disesuaikan dengan lubang injeksi dan nilai
resistance. Warna konektor juga berbeda sesuai dengan volume injeksi.
Bentuk Connector Injector
Selama mesin berputar saat start, ECM mengirim pulsa ke injektor berdasarkan
pulsa referensi rpm. Bila temperatur air pendingin yang lebih rendah, lebar pulsa
lebih panjang dan terjadilah pengayaan perbandingan campuran udara dan bensin.
Jika temperatur air pendingin naik, lebar pulsa menjadi lebih pendek dan
perbandingan campuran udara dan bensin menjadi lebih kurus.
Pada kendaraan Suzuki, saat mesin di start ECM memungkinkan untuk
mengaktifkan semua injektor untuk memperkaya campuran, agar mesin mudah
untuk dihidupkan. Sehingga tidak lagi diperlukan cold start injection.
Pada waktu start perbandingan udara dan bensin ditentukan oleh ECM berkisar dari
1,5 : 1 pada 36o C sampai 14,7 : 1 pada 94o C.
Mode start normal, injektor menyemprotkan bensin mengikuti prosedur di atas
selama throttle valve tertutup penuh. Jika throttle valve dibuka, walaupun kecil,
perbandingan campuran udara dan bensin akan berubah.
Pada saat ECM menerima signal start dan signal putaran mesin kurang dari 500
rpm, maka ECM akan mengaktifkan semua injektor supaya mesin mudah
dihidupkan.
2. Mode Pembersih Saat Banjir Bensin
Jika pada mesin terjadi banjir bensin, pengemudi dapat menekan pedal gas sebesar
80% atau lebih besar untuk mengaktifkan Mode Pembersih Saat Banjir. Agar lebih
yakin untuk mengaktifkan mode ini maka kita dapat menekan penuh pedal gas ke
lantai (throttle valve akan terbuka penuh ).
Pada saat throttle valve terbuka penuh dan putaran mesin kurang dari 600 rpm (ECM
menerima sinyal start) maka ECM akan memberikan pulsa injektor dengan
perbandingan 20:1 atau bahkan memungkinkan pula beberapa saat ECM akan
menghentikan penyemprotan secara total dengan jalan ECM akan memutus sinyal
ke semua injektor.
3. Mode Jalan
Mode Jalan mempunyai 3 kondisi, yaitu :
- Loop Terbuka (open loop)
- Loop Tertutup (close loop)
- Semi Closed Loop
Open Loop
Ketika mesin pertama kali dihidupkan (saat temperatur mesin masih dingin), sistem
yang bekerja adalah Loop Terbuka.
Pada kondisi Loop Terbuka, ECM tidak menggunakan sinyal oksigen sensor (O2S).
Sebagai pengganti, ECM menghitung rasio campuran udara dan bensin dari sensor-
sensor : TPS, ECTS, MAPS/MAFS, IATS dan CKPS/CMPS.
Sistem akan berjalan dalam Loop Terbuka sampai kondisi-kondisi berikut ditemui:
tegangan keluar (output voltage) oksigen sensor bervariasi, suhu mesin sudah
mencapai temperatur kerja dan oksigen sensor telah mengirimkan sinyal
secara akurat ke ECM
sensor air pendingin mesin telah mengirimkan sinyalnya ke ECM dan suhu
kerja mesin telah tercapai
lamanya waktu setelah start sudah tercapai, besaran waktu ini telah disimpan
dalam memori ECM sedemikian rupa dan disesuaikan dengan keadaan
operasional mesin saat itu.
Closed Loop
Ketika sinyal O2S telah memberikan sinyal dengan akurat, sensor temperatur air
pendingin menunjukkan temperatur kerja atau waktu tertentu telah ditemui, maka
sistem berubah ke Loop Tertutup. Loop Tertutup berarti ECM memperbaiki rasio
campuran udara dan bensin berdasarkan perubahan sinyal tegangan dari O2S. Bila
sinyal O2S di bawah 450 mV, ECM akan menaikkan lebar pulsa injektor untuk
memperkaya campuran. Ketika sinyal O2S naik di atas 450 mV ECM akan
mengurangi lebar pulsa injektor membuat perbandingan campuran lebih kurus.
Pada Loop Tertutup sensor yang lain tetap bekerja sebagaimana mestinya untuk
memberikan input ke ECM. Dengan kekonstanan penginderaan oksigen yang
terkandung dalam gas buang, ECM dapat mempertahankan perbandingan campuran
udara dan bensin untuk mendekati rasio ideal 14,7:1, agar katalitik konverter dapat
bekerja secara effisien.
Sementara itu, jika dilihat dari model penyemprotan injektornya, sirkuit injektor dibagi
menjadi 3 tipe; yaitu tipe simultan, group dan independent (sequential). Model
penyemprotan tersebut dapat dilihat pada gambar tabel berikut.
H. Sistem Throttle Elektronik
Ikhtisar
ECM mendeteksi besarnya injakan pedal gas dari sensor APP. ECM menentukan
besarnya bukaan katup throttle optimum dari besarnya bukaan pedal dan kondisi
kerja yang terdeteksi. ECM mengaktifkan motor yang terdapat dalam bodi throttle
untuk membuka dan menutup throttle valve. Catatan bahwa informasi banyaknya
bukaan throttle valve terdeteksi melalui 2 sistem sensor TP, sistem utama dan sub
sistem. Umpan balik ke ECM kemudian dilakukan berdasarkan informasi ini.
Structure
1) Sensor TP
Sensor TP terdapat dalam bodi throttle. Merupakan sensor non kontak yang
menggunakan IC hall (element) untuk mendeteksi secara akurat besarnya bukaan
throttle valve melalui 2 sistem, sistem utama dan sub sistem. Sensor TP terdiri dari
magnet permanen dan yoke yang dipasang pada gear throttle valve, dan sebuah
stator dan IC hall yang terpasang pada cover. Magnet permanen dan yoke berputar
pada sudut yang sama dengan throttle valve. IC hall menghasilkan tegangan output
sesuai dengan densitas fluks magnetik. Stator secara efisien menyalurkan fluks
magnetik dari magnet permanen ke IC hall.
Ketika throttle valve tertutup penuh Ketika throttle valve terbuka penuh
Karena kepadatan fluks magnetik yang Karena kepadatan fluks magnetik yang
melalui IC hall berada pada tingkat melalui IC hall berada pada tingkat
terendah, sehingga tegangan output tertinggi, maka tegangan output tinggi.
rendah
2) Motor throttle
Sensor APP menjadi satu dalam rakitan pedal accelerator. Sensor APP
merupakan sensor non kontak yang menggunakan IC hall (elemen) untuk
mendeteksi secara akurat jumlah injakan pedal gas melalui 2 sistem, sistem utama
dan sub sistem. ECM menggunakan informasi dari sensor APP ketika menentukan
bagaimana menjalankan motor throttle dan mengontrol jumlah bukaan throttle valve.
Sensor APP terdiri dari magnet permanen dan armature yang dipasang pada
pedal accelerator, dan sebuah stator dan IC hall yang dipasang pada cover. Magnet
permanen dan armature berputar dengan sudut yang sama dengan pedal
accelerator. IC hall menghasilkan tegangan output sesuai dengan densitas fluks
magnetik dan stator secara efisien menyalurkan fluks magnetik dari magnet
permanen ke IC hall.
Ketika pedal akselerator tertutup penuh Ketika pedal akselerator terbuka
Karena kepadatan fluks magnetik yang penuh
melalui IC hall berada pada tingkat paling Karena kepadatan fluks magnetik
rendah, maka tegangan output rendah. yang melalui IC hall berada pada
tingkat paling tinggi, maka tegangan
output tinggi
Point Penting
Sensor APP (Grand Vitara)
Sensor APP merupakan sensor non kontak yang menggunakan induksi arus.
Terdiri dari kursor yang terpasang pada pedal accelerator dan sebuah CPU, koil
transmiter, dan koil
receiver U1, U2 dan U3
yang ditempatkan pada
PCB sensor yang
terpasang pada housing
sensor. Kursor bergerak
sesuai dengan jumlah
bukaan pedal gas. Ketika
posisi cursor berubah,
medan magnet berubah,
dan sebagai hasilnya
arus dari koil receiver
(U1, U2 dan U3) juga berubah. CPU menghitung nilai arus dari coil receiver (U1,
U2 dan U3) dan mengirim mereka ke ECM sebagai sinyal (utama dan sub)
dengan karakter output yang berbeda. Ini memungkinkan deteksi yang akurat
dan terpercaya terhadap besarnya bukaan pedal gas.
Throttle Elektronik Tertutup Penuh
(1) Sekilas
Posisi throttle valve tertutup penuh pada sistem throttle elektronik disimpan
pada backup memori RAM di dalam ECM. Memori ini dihapus jika satu diantara item
a sampai c dilakukan “Perawatan dimana throttle elektronik tertutup penuh
diperlukan”. Dalam kasus d, perbaikan posisi tertutup penuh tidak dapat ditentukan
kecuali menghapus terlebih dahulu memori ECM.
a. Ketika power supply backup ECM diputus, seperti ketika battery diganti atau
sekring radio dilepas.
b. Ketika DTC yang terkait dengan throttle elektronik dihapus
c. Ketika ECM diganti
d. Ketika bodi throttle atau pedal accelerator assy di ganti
(3) Metode electronic throttle fully closed learning
1. Lepaskan kabel negatif battery selama setidaknya 20 detik.
2. Pasang terminal negatif battery.
3. Putar kunci kontak ON dan tunggu 5 detik. Jangan start mesin selama waktu itu.
Pemeriksaan Dan Perawatan
1) Sensor TP
2) Motor throttle
1) Memeriksa sirkuit
Ikhtisar
Pada beban medium, katup overlap meningkat (advance) dan memberi efek internal
EGR digunakan untuk mengurangi temperatur pembakaran dan mengurangi
pembangkitan Nox. HC juga dikurangi lagi dengan membakar ulang gas yang tidak
terbakar.
Struktur
OCV dipasang
pada case oil pump
(cover timing chain).
OCV mengontrol
tekanan oli yang
diberikan pada aktuator
hidrolik yang diletakkan
pada intake cam timing
sprocket assy, untuk
merubah secara terus menerus watu pembukaan katup isap. ECM menggunakan
sinyal duty untuk mengoperasikan spool valve yang memindah arah saluran tekanan
oli.
Prinsip Kerja
(1) Perlambatan (Retardation)
Ketika sinyal perlambatan (low duty) dari ECM masuk, spool valve OCV
bergerak ke kanan. tekanan oli diberikan pada ruang perlambatan dan pengeluaran
oli pada sisi ruang advance. Ini membuat rotor berputar ke sisi perlambatan
(2) Menahan (Holding)
Untuk memonitor RPM, sistem menggunakan sinyal dari Ne sensor. Selain itu sensor
kedua didalam distributor disebut dengan G sensor menyuplai posisi camshaft yang
digunakan sebagai referensi untuk ignition timing dan fuel injector timing. Beberapa
model menggunkana dua G sensor yang disimbolkan G1 dan G2.
Mikroprosesor menghasilkan kerja pada trigger circuit yang dinamakan IGt. Sinyal Igt
dikirim ke igniter untuk memutus dan menghubungkan power transistor pada sirkuit
primer. Igt sinyal akan maju atau mundur tergantung waktu perhitungan akhir yang
diolah oleh ECM. ESA menghitung waktu dengan mempertimbangkan waktu
pengapian yang ideal yang diberikan sesuai dengan kondisi mesin.
Jika ECM gagal dalam pembacaan sinyal Ne maupun G, maka ECM tidak akan
menghasilkan sinyal Igt saat distater sehingga mesin tidak akan bisa hidup.
VAST Ignition System
Kerja sistem pengapian tipe VAST ini dapat dijabarkan sebagai berikut. Saat mesin
distart, sinyal AC akan dihasilkan oleh keempat gigi pickup magnetic di dalam
distributor. Sinyal AC ini dikirim langsung ke igniter yang dikondisikan dalam sinyal
digital oleh converter dan dikirim sekaligus ke ECM melalui terminal Ne dan ke power
transistor pada igniter. Akibatnya pada kondisi ini sistem pengapian menghasilkan
bunga api pada initial timing.
Saat mesin telah hidup dan menghasilkan putaran, ECM mulai mengirimkan sinyal
Igt ke igniter. Selanjutnya sinyal Igt-lah yang bekerja untuk mengontrol power
transistor.
Karena sistem pengapian VAST ini langsung men-trigger igniter secara
langsung dari pickup magnetik saat stater, mesin akan tetap bisa hidup meskipun
IGT sirkuit ke igniter terputus. Jika sinyal Igt tidak diterima oleh igniter selama mesin
distater, sistem pengapian akan tetap bekerja pada initial timing menggunakan sinyal
dari pickup magnetik.
CMP sensor menghasilkan sinyal G dan bersama-sama dengan sinyal Ne dari CKP
sensor untuk mengidentifikasi posisi sudut/posisi crankshaft dan posisi silinder.
Igniter untuk sistem DLI mirip igniter yang digunakan pada pengapian distributor, tapi
dibagi dalam beberapa bagian tergantung jumlah kelompok silinder, misalkan saja
mesin dengan 6 silinder dibagi menjadi 3 kelompok. Igniter mengontrol ignition timing
ketiga kelompok dengan mengkombinasikan sinyal input IgdA dab IgdB dari ECM.
IGt sinyalkemudian di kirim oleh igniter ke sirkuit power transistor untuk men-trigger
pengapian pada koil yang sesuai. Igniter juga mengirim sinyal konfirmasi IGf standar
ke ECM untuk setiap pengapian yang bekerja.
Setiap koil dihubungkan dengan busi secara seri pada silinder yang sekawan
Misalnya mesin 4 silinder dengan FO 1-3-4-2, silinder 1 sekawan dengan silinder 4
dan silinder 2 sekawan dengan silinder 3. Dengan demikian setiap busi akan
memercikkan buka api sekali setiap satu putaran poros engkol atau dua kali dalam
siklus kerja mesin pada dua silinder yang sekawan secara bersamaan. Satu busi
memberikan bunga api sebelum TMA saat akhir langkah kompresi, sementara yang
lainnya memberikan percikan api saat akhir langkah buang. Model ini disebut dengan
waste spark.
Waste Spark
Sirkuit DLI
Saat mesin dihidupkan, G dan Ne sensor menghasilkan sinyal dan dikirimkan
ke ECM. ECM kemudian mengidentifikasi putaran dan posisi kerja setiap silinder,
mana silinder yang mendekati TMA. Mikroprosesor bekerja untuk dua fungsi, yaitu
menghasilkan IGt sinyal dan sinyal identifikasi posisi silinder (IgdA dan IgdB) yang
dikirim ke DLI igniter untuk men-trigger koil yang tepat selama mesin hidup.
Pada model DLI terbaru, konstruksi sistem ini lebih disederhanakan. Untuk
menentukan dan menghitung silinder mana yang membutuhkan pengapian da
berapa lama arus primer mengalir (dweel) telah diintegrasikan di dalam fungsi ECM.
Dengan demikian igniter dapat dikonstruksi menjadi satu dengan koil.
Sementara pada model yang lain, setiap satu koil pengapian hanya
dikontruksi untuk menyuplai tegangan sekunder hanya ke satu busi. Dengan
demikian, bunga api yang dihasilkan akan lebih besar.
D. PERAWATAN DAN PEMERIKSAAN SISTEM PENGAPIAN
Tidak ada bunga api
Sebelum memeriksa bagian-bagian sistem pengapian, lakukan langkah pendahuluan
berikut ini:
- Pastikan baterai dan kabel baterai dalam kondisi baik.
- Pastikan kondisi sambungan dan konektor distributor, igniter dan koil.
- Pastikan kabel busi dalam kondisi baik dan terhubung dengan baik.
Lakukan pemeriksaan sirkuit primer.
- Cek tegangan suplai ke terminal + koil dan hubungan kabel terminal – koil dalam
kondisi baik.
- Gunakan test lamp untuk melihat kerja dari trigrering pada terminal – koil. Jika
lampu on dan off saat mesin distater menandakan trigrering dalam kondisi baik.
Gantilah koil pengapian.
- Cek grounding dan tegangan suplai ke igniter dalam kondisi baik.
- Cek resistansi kumparan primer dan sekunder koil masih dalam kondisi standar.
- Cek sinyal Ne dan G dalam kondisi normal menggunakan osciloscope. Jika tidak
ada sinyal, periksa nilai hambaan sensor dan celah sensor dengan rotor. Jika
tidak sesuai standar, ganti sensor.
- Cek sinyal IGt dari ECM menggunakan osciloscope. Pastikan sinyal sesuai.
Pemajuan Pengapian Tidak Bekerja Dengan Baik (VAST System)
Desain dari sistem VAST memungkinkan sistem pengapian berkerja pada initial
timing meskipun sinyal IGt tidak didapatkan oleh igniter. Jika kondisi ini terjadi, maka
sistem pengapian akan mengunci pada initial timing yang menyebabkan putaran dan
beban mesin jelek.
Jika kondisi terjadi, lakukan pemeriksaan berikut.
- Lihat sinyal IGt menggunakan osciloscope.
- Jika sinyal IGt yang dikirim ECM dalam kondisi bagus, periksalah hubungan
antara ECM dengan igniter.
- Jika terjadi kondisi kadang terhubung dan kadang terputus pada sinyal IGt, hal
ini akan menyebabkan masalah tersebut.
Ignition Timing Tidak Sesuai Dengan Kondisi Standar (VAST dan ESA
System)
Pada beberqpa kasus, menggunakan tabel symptom atau memeriksa waktu
pengapian perlu dilakukan untuk memeriksa pemajuan pengapian yang keluar dari
standar. Kondisi ini bisa disebabkan oleh informasi yang salah dari sensor yang
diterima oleh ECM.
Sebagai contoh masalah ini bisa disebabkan oleh MAP sensor yang nilainya diluar
standar terendahnya. Jika tegangan yang dihasilkan lebih rendah dari normalnya itu
berarti ECM akan mengindikasikan bahwa beban mesin rendah. ECM akan
merespon kondisi ini dengan menambah waktu pengapian. Jika mesin bekerja pada
beban berat dengan waktu pengapian yang terlalu maju, hal ini akan menyebabkan
detonasi.
Saat kondisi seperti ini terjadi, lebih baik lakukan pemeriksaan kerja tegangan
standar pada keseluruhan sensor input ECM. Jika ada sensor ditemukan memiliki
nilai yang keluar dari standar, kelihatannya sensor itulah yang menyebabkan
masalah.
Prosedur Penyetelan Sistem Pengapian
Sistem pengapian memerlukan initial ignition untuk bekerja. Initial ignition ini mungkin
berbeda antara kendaraan yang satu dengan yang lain. Saat memeriksa ignition
timing, sebenarnya yang kita lihat adalah initial ignition timing. Untuk memeriksa
sistem pengapian elektronik memerlukan prosedur khusus karena saat mesin
bekerja, meskipun pada putaran rendah, sistem pemajuan pengapian telah bekerja.
Maka untuk memeriksa initial ignition timing diperlukan prosedur khusus.
Pada beberapa kendaraan disediakan diagnosis service connector atau check
connector. Pada kendaraan toyota misalnya, sebelum kita memeriksa saat
pengapian dengan menggunakan timin light terlebih dahulu kita harus
menghubungkan (menjemper) terminal T atau TE1 dengan terminal E1. Lalu kita
bisa memeriksa ignition timingnya.
Apabila kita mendapati kondisi ignition timing tidak sesuai dengan spesifikasi,
maka ada beberapa cara untuk mengembalikan kondisi sesuai dengan
spesifikasinya.
Pertama, pada beberapa kendaraan tidak dapat dilakukan penyetelan. Untuk
model ini saat kita mendapati kondisi tersebut maka kita harus mengecek semua
sensor-sensor yang berhubungan dengan ignition timing (CKP, CMP, Rotor signal,
Knock sensor) dan wiring harnessnya.
Kedua, Untuk kendaraan yang menggunakan model distributor atau non fixed
CMP sensor, apabila kita mendapati kondisi tersebut, maka kita dapat merubah
ignition timing dengan cara memutar distributor atau CMP sensor sampai didapati
ignition timing yang sesuai spesifikasi.
Ketiga, untuk kendaraan dengan ignition timing adjusting resistor, penyetelan
ignition timing dengan cara mengganti ignition timing adjusting resistor dengan
nomor yang sesui hingga kita dapati ignition timing sesuai spesifikasi. Periksa
spesifikasi periksa tahanan ignition timing adjusting resistor,lalu ganti dengan nomor
yang sesuai.
– No. 1 : -5o
– No. 2 : -4o
– No. 3 : -3o
– No. 4 : -2o
– No. 5 : -1o
– No. N : 0o
– No. 6 : 1o
– No. 7 : 2o
– No. 8 : 3o
– No. 9 : 4o
– No. 10 : 5o
– No. 11 : 6o
Keempat, untuk kendaraan yang tidak dilengkapi dengan ketiga hal di atas, biasanya
kita harus menggunakan scan tool untuk menyetel ignition timing dengan memilih
menu pada scan tool.
E. KONEKTOR ECU
Setelah kita mempelajari hal-hal yang telah dijelaskan diatas, kita akan mudah untuk
memahami, terlebih lagi yang terpenting adalah membaca wiring diagram input dan
output ECM berikut ini (Suzuki APV).
Posisi Terminal ECU
Berikut ini adalah letak atau posisi terminal ECU pada sebuah mesin (ECM) yang
sesungguhnya pada konektor ECM jika dilihat dari sisi harness.
Selain cara tersebut, DTC juga bisa dilihat dengan menggunakan scantool.
Hubungkan scantool ke DLC, kunci kontak ON-kan, hidupkan scantool dan pilih
menu hingga ditampilkan DTC pada layar scantool. Umumnya DTC yang ditampilkan
sudah dalam bentuk penjelasan secara lebih detail tantang sirkuit apa yang
malafungsi.
Setelah melakukan perbaikan pada sirkuit, pastikan kita menghapus DTC pada
memori ECM dengan cara melepas sekering EFI atau melepas negatif baterai lebih
dari 30 detik.
NOTE:
Adakalanya meskipun terdapat masalah di dalam sensor putaran mesin atau
idle switch circuit (open circuit), ECM tidak dapat menunjukkan masalahnya
dan lampu indikator (CHECK ENGINE) juga tidak menyala selama mesin
hidup.
Tabel DTC OBD-1 (Toyota Corona, Mesin 3S-FE, Tipe L-EFI)
Tabel DTC OBD-II (Suzuki APV)
FUNGSI FAIL SAFE
Jika terjadi trouble pada sistem electronic pada EMS, sinyal kerusakannya dideteksi
oleh ECM (fungsi self diagnosis/OBD). Agar kendaraan masih bisa bekerja, maka
sinyal kerusakan tersebut akan diatasi oleh ECM dengan ”fail safe function” sesuai
basic program di dalam ECM agar terjadinya trouble tidak mempengaruhi kerja
mesin meskipun kerja mesin dan emisi menjadi tidak baik. Trouble tersebut mungkin
terjadi diantaranya dari ECT sensor, TP sensor, VSS, IATsensor, MAF sensor dan
MAP sensor.
Berikut ini adalah contoh tabel fail safe.
5. EMISSION CONTROL SYSTEM
A. GAS BUANG
Atmosfir bumi atau udara terdiri dari dua gas utama yaitu oksigen (O2) sekitar
21 % dan nitrogen (N2) sekitar 78% serta sisanya 1% terdiri dari bermacam-macam
gas diantaranya adalah carbon dioksida dan argon.
Disamping argon dan carbon dioksida, masih banyak gas/zat yang dihasilkan
manusia seperti carbon monoksida (CO), hidro carbon (HC), nitrogen oksid (NOx)
dan sulfur dioksida (Sox).
Sedangkan zat yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor (mobil) dapat dibagi
menjadi 3 macam yaitu : CO,HC dan NOx. Gas ini sangat mengganggu pernapasan,
dan berbahaya terhadap manusia, binatang dan tanaman.
Ada 3 sumber CO, HC dan NOx , yaitu : gas buang, blow-by gas dan uap bahan
bakar.
a. Gas Carbon Monoksida
Bila uap bensin dipanaskan pada temperature tinggi, akan terjadi oksidasi,
akibatnya adalah pembakaran tidak sempurna bahkan ada bagian yang tidak
terbakar. Bensin yang tidak terbakar ini keluar dari ruang bakar dalam bentuk HC.
HC bersumber dari:
1) Bensin yang tidak terbakar akibat overlap katup
2) Gas sisa di dinding silinder dan terbuang saat langkah buang
3) Gas yang tidak terbakar yang tertinggal di belakang ruang bakar setelah
misfiring ketika jalan menurun atau saat engine brake
4) Gas yang tidak terbakar akibat pembakaran terlalu singkat atau campuran
terlalu gemuk
c. Nitrogen Oxyde
Nitrogen oksid terjadi karena reaksi molekul nitrogen dengan oksigen pada
temperature yang tinggi (1800o C). dengan demikian NOx terbentuk selama
berlangsungnya pembakaran yang sempurna, karena pada pembakaran yang
sempurna akan menghasilkan panas yang maksimal.
Bila temperature tidak naik sampai diatas 1800 o C, kemudian nitrogen dan
oksigen dibuang ketika langkah buang tanpa bergabung membentuk NO.
Dengan demikian factor yang mempunyai efek terbesar terhadap timbulnya NOx
selama proses pembakaran adalah temperature maksimum di ruang bakar dan
perbandingan udara dan bensin.
Jalan terbaik untuk mengurangi NOx adalah dengan mencegah temperature
di ruang bakar mencapai 1800o C atau memperpendek waktu dalam mencapai
temperature tinggi, kemungkinannya adalah menurunkan konsentrasi oksigen.
Konsentrasi Nox paling besar dihasilkan pada perbandingan udara dan bensin 16:1,
perbandingan di atas atau di bawah nilai tersaebut akan menghasilkan Nox yang
lebih rendah. Konsentrasi Nox pada campuran kaya (< 16:1) akan rendah karena
konsentrasi oksigen rendah, sedangkan untuk campuran yang lebih kurus,
pembakarannya lebih lambat sehingga menghambat kenaikan temperature di ruang
bakar sampai tingkat maksimumnya.
Pemanasan
Waktu pemanasan adalah dari mesin dihidupkan dalam kondisi dingin sampai mesin
mencapai temperature kerja. Dalam kondisi dingin bensin tidak dapat menyerap
dengan sempurna sehingga campuran menjadi gemuk dan pembakaran
menghasilkan CO dan HC yang banyak. Air fuel ratio berkisar 5~14:1
Idling
Selama idling, temperature di ruang bakar rendah sehingga bensin belum sempurna
menguap. Untuk menjaga agar putaran idling stabil maka diperlukan suplai bensin
tambahan (memperkaya campuran). Produksi CO dan HC akan meningkat
disebabkan pembakaran yang tidak sempurna, sedangkan produksi NOx akan
berkurang sampai nol karena temperature pembakaran yang masih rendah.
Akselerasi/Percepatan
Apabila throttle valve dibuka mendadak maka akan ada suplai bensin murni ke ruang
baker yang akan memperkaya campuran. Pada kondisi ini produksi CO dan HC akan
meningkat. Selanjutnya karena kecepatan mesin bertambah maka kecwepatan
pembakaran juga meningkat, menyebabkan temperature akan naik dan
meningkatkan produksi NOx.
Deselerasi/Perlambatan
Saat engine brake, throttle valve akan menutup rapat sehingga meningkatkan
kevacuuman di ruang bakar dan intake manifold. Kevacuuman ini akan menurunkan
kecepatan rambat api, dan menyebabkan api padam sebelum merambat ke seluruh
ruang bakar. Kondisi ini akan meningkatkan produksi HC di gas buang. Selain itu
dengan berkurangnya oksigen yang masuk maka campuran akan menjadi gemuk
yang dapat meningkatkan kadar CO pada gas buang. Dengan tidak adanya
(berkurangnya) pembakaran, maka temperature ruang bakar akan turun sehingga
produksi NOx juga akan rendah.
Beban Berat
Bila kendaraan mendapat beban berat (mendaki) maka system pengaya akan
bekerja, sehingga campuran udara dan bensin menjadi gemuk sekali. Pada kondisi
ini produksi CO dan HC akan naik sedangkan produksi NOx akan turun.
B. BLOW-BY GAS
70% sampai 80% blow-by gas yang terdapat di dalam crankcase adalah gas yang
tidak terbakar (HC), sedangkan sisanya 20% sampai 30% terdiri atas hasil tambahan
adri pembakaran (uap air dan berbagai jenis asam). Semuanya dapat merusak oli
mesin, menghasilkan Lumpur atau menyebabkab karat di dalam crankcase. Untuk
mencegahnya maka blow-by gas dikeluarkan ke intake manifold untuk kemudian
disalurkan kembali ke ruang baker untuk dibakar kembali.
Banyaknya blow-by gas lebih tergantung dari vacuum intake manifold dan
atau beban mesin daripada kecepatan mesin. Oleh karena itu apabila dari cylinder
head cover ke intake manifold hanya dihubungkan dengan pipa, hasilnya tidak
efektif. Karena beban ringan kevacuuman pada intake manifold kuat sedangkan
produksi blow-by gas sedikit, sedangkan pada beban berat kevacuuman di intake
manifold rendah sedangkan blow-by gas yang dihasilkan banyak.
Oleh karena itu katup PCV dipasangkan diantara cylinder head cover dengan
intae manifold, untuk mengatur jumlah blow-by gas yang masuk ke intake manifold
untuk dibakar kembali sesuai dengan vacuum intake manifold.
Mesin Berhenti atau Back Firing (Pembakaran Balik)
Katup menutup karena beratnya sendiri dan berat
pegas.
Idling atau Perlambatan
Pada saat idling kevacuuman di intake manifold besar sehingga katup PCV terangkat
(terbuka). Blow-by gas yang mengalir ke intake sedikit Karena saluran di katup PCV
sempit
Normal
Kevacuuman di intake manifold normal, katup sedikit turun dari posisi idling, saluran
terbuka semakin lebar.
Pada grafik di atas terlihat bahwa jumlah blow-by gas yang dialirkan oleh katup PCV
pada beban berat sangat kecil, walaupun jumlah gas yang dihasilkan cukup besar.
Oleh karena itu apabila jumlah blow-by gas diluar kemampuan katup PCV untuk
mengalirkan ke intake manifold, maka blow-by gas juga disalurkan dari saringan
udara melalui pipa penyambung saringan udara ke cylinder head cover.
E. CATALYTIC CONVERTER
Catalist adalah suatu zat yang menimbulkan reaksi kimia yang zat itu sendiri
tidak berubah bentuk maupun beratnya. Sebagai contoh apabila HC,CO dan NOx
dipanaskan dengan oksigen sampai 500o C, tidak terjadi reaksi kimia. Akan tetapi
apabila pemanasan tersebut berlangsung di catalyst maka akan terjadi reaksi kimia
dan gas ini berubah menjadi CO2,H2O dan N2 yang tidak berbahaya.
Pada umumnya catalyst terbuat dari platinum, palladium, iridium, rhodium dan
lain-lain. Catalyst ditempelkan pada permukaan carrier agar permukaan yang
terkena gas buang bertambah.
Apabila kendaraan sudah menggunakan catalyst, maka harus selalu
menggunakan bensin yang tidak mengandung timah karena apabila menggunakan
bensin yang mengandung timah, permukaan catalyst akan terlapisi timah dan
menjadi tidak efektif lagi.
Seperti terlihat pada grafik bahwa ternyata catalyst akan bekerja maksimal
apabila temperature catalyst di atas 400o C. Artinya catalyst tidak bekerja dengan
maksimal pada temperature di bawah 400o C.
Purification rate digunakan sebagai ukuran bila perbandingan gas polusi di dalam
gas buang yang dapat dirubah menjadi gas non pulosi.
Ada 3 system catalytic converter, yaitu :
1. System Oxidation Catalyst (OC)
2. System Three-Way Catalyst (TWC)
3. System Three-Way Catalyst dan Oxidation Catalyst (TWC-OC)
2CO + O2 2CO2
4HC + 5O2 4CO2 + 2H2O
Agar oksidasi bekerja dengan efisien, maka harus ada kelebihan oksigen
pada exhaust manifold. Oleh karena itu harus ada udara murni yang di masukkan ke
converter. Akan tetapi karena hanya mengurangi sedikit NOx, gas buang harus
diresirkulasikan melalui system EGR.
Three-Way Catalyst (TWC)
Type ini merupakan yang paling ideal dari semua type catalytic converter.
Karena tidak hanya CO dan HC saja yang dirubah menjadi zat non polusi tetapi juga
NOx. NO dan O2 sebagai komponen oksidasi (yang menyebabkan terbakar), dan CO
dan HC sebagai komponen yang berkurang (terbakar) bereaksi sesuai dengan
persamaan umum seperti di bawah ini dan membentuk komponen netral (inactive)
N2, H2O dan CO2.
NOx + CO N2 + CO2
NOx + HC N2 + CO2 + H2O
O2 + CO CO2
O2 + HC H2O + CO2
Agar type converter ini bekerja dengan baik maka syarat mutlak yang harus
dipenuhi adalah perbandingan udara dan bensin harus sedekat mungkin dengan nilai
teoritis (14,7:1). Bila ini tercapai maka akan didapat purification rate yang tinggi
sekali untuk ketiga pollutant, seperti pada grafik di bawah ini.
Untuk mendapatkan nilai perbandingan udara dan bensin seakurat mungkin
untuk mendekati nilai teoritis, maka pada type converter ini selalu dilengkapi dengan
oksigen sensor. Oksigen sensor akan menghitung nilai perbandingan udara dan
bensin dari kandungan oksigen pada gas buang, untuk memberi input ke ECM yang
akan mengoreksi secara terus menerus air-fuel ratio.
TWC-OC
Catalytic c onverter