Contoh Filsafat 1
Contoh Filsafat 1
Contoh Filsafat 1
Bahasa adalah alat yang paling utama bagi seorang filsuf serta merupakan media
untuk analisis dan refleksi. Oleh karena itu bahasa sangat sensitif terhadap kekaburan
serta kelemahan-kelemahan lainnya, sehingga banyak filsuf menaruh perhatian untuk
menyempurnakannya.
Konsep-konsep filsafat senantiasa diartikulasikan secara verbal sehingga dengan
demikian maka bahasa memiliki peranan yang sentral. Dalam pengertian inilah maka
menurut Alston bahwa bahasa merupakan laboratorium filsafat untuk menguji dan
menjelaskan konsep-konsep dan problema-problema filosofis bahkan untuk menentukan
kebenaran pemikirannya. (Alston, 1964:5).
Kedudukan filsafat sebagai analisis konsep-konsep dan mengingat peranan
bahasa yang bersifat sentral dalam mengungkapkan secara verbal pandangan-
pandangan dan pemikiran filosofis maka timbullah suatu masalah yaitu keterbatasan
bahasa sehari-hari yang dalam masalah tertentu tidak mampu mengungkapkan konsep
filosofis. Menanggapi peranan bahasa sehari-hari dalam kegiatan filsafat maka terdapat
dua kelompok filsuf yang memiliki pandangan yang berbeda. (1) kelompok filsuf yang
beranggapan bahwa sebenarnya bahasa biasa (ordinary language) yaitu bahasa yang
sehari-hari digunakan dalam komunikasi manusia itu telah cukup untuk maksud-
maksud filsafat atau dengan lain perkataan bahasa sehari-hari itu memadai sebagai
sarana pengungkapan konsep-konsep filsafat. (2) kelompok filsuf yang menganggap
bahwa bahasa sehari-hari itu tidak cukup untuk mengungkapkan masalah-masalah dan
konsep-konsep filsafat.
Analitika bahasa adalah suatu metode yang khas dalam filsafat untuk
menjelaskan, menguraikan dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis.
Perkembangan filsafat analitika bahasa itu memang tidak dapat dijelaskan begitu saja
terpisah dari aliran-aliran yang berkembang sebelumnya seperti aliran rasionalisme,
idealisme, empirisme, imaterialisme dan aliran positivisme.
Pada dasarnya perkembangan filsafat analitika bahasa itu meliputi tiga aliran
yang pokok yaitu ‘atomisme logis’ (logicalatomism), ‘positivisme logis’ (logical positivism),
atau kadang disebut juga ‘empirisme logis’ (logical empirism), dan ‘filsafat bahasa biasa’
(ordinary language philosophy).
D. Atomisme Logis
Menurut aliran idealisme bahwa realitas terdiri atas ide-ide, fikiran-fikiran, akal,
jiwa (mind) dan bukannya benda-benda material dan kekuatan. Francis Herbert Bradley
(1846-1924) adalah penganut idealisme yang fanatic dan memiliki pengaruh yang sangat
besar di Inggris. Menurut Bradley metode pengenalan empirisme itu sebenarnya bersifat
psikologis dan bahwa mereka itu bekerja dengan ide-ide dan sama sekali tidak dengan
putusan atau keterangan-keterangan.
Moore adalah seorang tokoh filsafat analitik (penguraian) dan sebagai seorang
analis berpendapat bahwa tugas filsafat adalah memberikan analisis yang tepat tentang
konsep atau proposisi, yaitu menyatakan dengan jelas dan tepat apa yang dimaksudkan
dengan konsep-konsep atau proposisi-proposisi dalam ilmu filsafat.
Prinsip analisis yang diterapkan oleh Russel dalam konsep atomisme logisnya
memiliki konsekuensi dirumuskannya ungkapan bahasa yang memiliki formulasi logis,
atau dengan lain perkataan perlu ditentukan formulasi logis dalam ungkapan bahasa.
Russel mengungkapkan bahwa problema filsafat muncul justru karena keterbatasan
bahasa sehari-hari dan penyimpangan penggunaan bahasa dalam filsafat. Hal ini
dikarenakan kurang dipahaminya formulasi logika dalam ungkapan-ungkapan bahasa.
Struktur gramatikal belum tentu menentukan struktur logis dari suatu ungkapan bahasa.
2. Prinsip Kesesuaian (Isomorfi)
Russel dan Moore memiliki kesamaan pandangan bahwa tugas filsafat adalah
memberikan analisis konsep-konsep dan oleh karena konsep-konsep itu diungkapkan
melalui bahasa maka analisis bahasa memegang peranan penting. Namun demikian
Russel berbeda denganMoore, ia berpendapat bahwa analisis dilakukan pada struktur
hakiki bahasa dan bukannya terbatas pada konsep-konsep filsuf lain dalam
menggunakan bahasa.
Deskripsi tentang doktrin isomorfi merupakan upaya Russel untuk mewujudkan
obsesinya tentang hakikat struktur bahasa yang memiliki struktur logis realitas dunia.
3. Struktur Proposisi
Atomisme logis menggambarkan bahasa ideal itu sebagai suatu kumpulan besar
proposisi-proposisi yang tak terbatas yang tersusun atas struktur proposisi sederhana,
elementer atau atomis (Poerwowidagdo, tanpa tahun:32).
I. Positivisme Logis
Menurut positivisme logis filsafat tidak memiliki suatu wilayah ilmiah tersendiri
yang terletak di samping wilayah-wilayah lain yang menjadi objek ilmu pengetahuan.
Tugas filsafat adalah analisis logis terhadap pengetahuan ilmiah.
2. Prinsip Verifikasi
Doktrin yang telah dipegang teguh oleh kalangan positivisme logis adalah bahwa
tugas filsafat adalah untuk menentukan dan membuat jelas pernyataan-pernyataan
atau proposisi-proposisi dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Ada dua macam proposisi
menurut positivisme logis yaitu proposisi empiris dan proposisi formal (proposisi analitis).
4. Peranan Logika dan Matematika
Bertolak dari prinsip-prinsip dasar yang dikembangkan dalam filsafat yang tidak
dapat dilepaskannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan alam, matematika dan logika,
maka kaum positivisme logis memiliki pandangan sendiri tentang filsafat. Semula kaum
positivisme logis sepakat untuk mencita-citakan membangun filsafat yang bersifat ilmiah.
Namun dalam kenyataannya mereka menentukan bahwa filsafat tidak memiliki
wilayah penelitian sendiri.
6. Bahasa Universal bagi Seluruh Ilmu Pengetahuan
Menurut Ayer suatu ungkapan itu bermakna bilamana suatu ungkapan itu
merupakan observation statement artinya merupakan suatu pernyataan yang
menyangkut realitas inderawi. Dengan lain perkataan dikatakan bermakna bilamana
dilakukan berdasarkan observasi atau verifikasi, atau sekurang-kurangnya memiliki
hubungan dengan observasi.
Agar supaya ungkapan itu bermakna maka perlu kita menunjukkan kepada
suatu hal empiris atau dengan lain perkataan memerlukan suatu fakta atau data empiris
(Bertens, 1981:35).
Corak baru pemikiran filsafat yang dirintis oleh Bertrand Russel,Moore dan
Wittgenstein, dapat mengubah wajah filsafat Inggris terutama yang berpusat
di Oxford dan Cambridge.
Filsuf yang terkenal di Oxford adalah Gilbert Ryle, John Langshaw Austin, dan
Peter Strawson.