Manajemen Konflik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Manajemen Konflik

Mutiah Fadilah

Universitas Sriwijaya

HPS ISMKI 2018-2019

Definisi Konflik

Menurut Kilmann & Thomas (dalam Luthans, 1983 : 366) yang dimaksud dengan
konflik adalah : “ Suatu kondisi ketidakcocokan obyektif antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan,
seperti perilaku yang secara sengaja mengganggu upaya pencapaian tujuan, dan secara
emosional mengandung suasana permusuhan.” Robbins (1996: 1) dalam “Organization
Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat
adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-
pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580)


yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict is a
situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or
experience some emotional antagonism with one another. yang kurang lebih artinya konflik
adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu
permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan
permusuhan satu dengan yang lainnya.

Menurut Mc.Namara (2007), konflik seringkali diperlukan untuk :

1. Membantu untuk memunculkan dan mengarahkan masalah.


2. Memacu kerja menjadi isyu yang sangat diminati.
3. Membantu orang menjadi “lebih nyata”, dan mendorongnya untuk berpartisipasi.
4. Membantu orang belajar bagaimana mengakui dan memperoleh manfaat dari adanya
perbedaan.

Kemudian konflik akan menjadi masalah apabila:

1. Menghambat produktivitas.
2. Menurunkan moralitas.
3. Menyebabkan konflik lain dan berkelanjutan.
4. Menyebabkan perilaku yang tidak menyenangkan.
Ciri-Ciri Konflik :

Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri konflik adalah :

1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat
dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun
kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-
nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai dengan gejala-gejala perilaku yang
direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain
agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab,
pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan
kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau
pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih,
penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang
berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait
dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga
diri, prestise dan sebagainya.

Tahapan-Tahapan Perkembangan Konflik :


Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak
dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.

Konflik yang mendahului (antecedent condition)


Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum
mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan
dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt
conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang
ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai
mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.

Penyelesaian atau tekanan konflik


Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu
penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
Akibat penyelesaian konflik (Aftermath)
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan
kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak
negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.(Wijono,
1993, 38-41).

Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Faktor Manusia dan perilakunya


a) Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
b) Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
c) Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis,
temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
d) Semangat dan ambisi
e) Berbagai macam kepribadian

Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antar kepribadian setiap
orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di
mana orang-orang yang memiliki kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak
begitu suka bekerjasama dengan orang lain, karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih
penting, sehingga hat ini tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi tersebut.

2. Faktor Organisasi
a) Persaingan dalam menggunakan sumberdaya. Apabila sumberdaya baik berupa
uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul
persaingan dalam penggunaannya.Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar
unit/departemen dalam suatu organisasi.
b) Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi. Tiap-tiap unit dalam organisasi
mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering
mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan
menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik
konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan
untuk memajukan perusahaan.
c) Interdependensi tugas. Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja
karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
d) Perbedaan nilai dan persepsi. Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang
negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang
relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup
berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior mendapat tugas yang ringan dan
sederhana.
e) Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas,
yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
f) Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba
memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain
menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki
organisasi.
g) Hambatan komunikasi. Komunikasi sebagai media interaksi diantara orang-orang
dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi
seperti pedangbermata dua: tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya
konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi
terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang diterima mengenai pihak lain akan
menyebabkan orang dapat mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan
kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan
komunikasi yang lebih sedikit.

Dampak Konflik

Dampak konflik dalam kehidupan masyarakat adalah meningkatkan solidaritas sesama


anggota masyarakat yang mengalami konflik dengan masyarakat lainnya dan mungkin juga
membuat keretakan hubungan antar masyarakat yang bertikai. Konflik dapat berakibat
negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.

A. Dampak Negatif
1. Menghambat komunikasi.
2. Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
3. Mengganggu kerjasama atau “team work”.
4. Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
5. Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
6. Individu atau personil mengalami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi,
menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.
B. Dampak Positif dari konflik:
1. Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
2. Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3. Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam sistem
dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
4. Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
5. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat

STRATEGI MANAJEMEN PENANGANAN KONFLIK

STRATEGI MANAJEMEN KONFLIK ANTAR PERORANGAN/ANTAR INDIVIDU


(INTERPERSONAL CONFLICT)

Menurut wijoyono :

a. Strategi Kalah-kalah (lose-lose strategy)

Berorentasi pada dua individu atau kempok yang sama-sama kalah. Biasanya kelompok atau
individu yang bersangkutan mengambil jalan tengah (Bermusyawarah) atau membayar
sekelompok orang yang telibat dalam suatu konflik, menggunakan jasa orang atau kelompok
ketiga yang berkaitan dengan konflik sebagai pihak ketiga untuk penengah.

Dalam strategi ini, konflik dapat diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga apabila
musyawarah mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan
dengan pihak-pihak yang berselisih.

Ada dua tipe dalam camput tangan pihak ketiga ini yaitu sebagai berikut :

a. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh mediator untuk menyelesaikan masalah tidak seperti
dengan arbitrasi, karena seorang mediator tidak mempunyai kekuasaan secara langsung
terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan bersifat tidak mengikat.

b. Arbitrasi (Arbitration)

Arbitrasi adalah prosedur dimana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang
berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan
penyelesian konflik melalui suatu akad yang mengikat.

2. Strategi Kalah-menang (lose-win Strategy)

Dalam strategi kalah menang menekankan adanya salah satu pihak yang sedang berselisih
mengalami kekalahan tetapi yang lainnya memperoleh kemenangan.

Berikut beberapa cara strategi kalah-menang yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
menurut wijono adalah sebagai berikut :

a. Melarikan diri

Maksudnya Proses menyelesaikan konflik antara dua atau lebih antara pihak yang kurang
puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence)

b. Taktik damai dan penghalusan

adalah dengan melakukan tindakan pendamaian dengan pihak lawan untuk mengindari
terjadinya konfrontasi pada kekaburan dan perbedaan dalam batas-batas bidang kerja
(jurisdictioanal ambiquity)

c. Bujukan

Adalah dengan membujuk pihak untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan


informasi- informasi yang faktual dan relevan dengan konflik. Dikarenakan adanya rintangan
dalama komunikasi (communication barriers)

d. Taktik tekanan dan paksaan

Adalah dengan cara menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power)
melalui sikap otoriter kerena dipengaruhui oleh siat-sifat individu (individual traits)

e. Taktik yang dominan pada tawar-menawar


Tawar menawar dan pertukaran persetujuan sehingga terciptalah suatu kompromi yang dapat
diterima oleh kedua belah pihak, guna menyekesaikan konflik yang berkaitan dengan
persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-
pihak yang berkepentingan.

3. STRATEGI MENANG-MENANG (WIN-WIN STRATEGY)

Penyelesaian yang dipandang oleh sebagian besar manusia, karena menggunakan segala
pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta menciptakan relasi komunikasi, interaksi yang bisa
membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, menciptakan suasana
kondusif, merasa dihargai dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi
masing-masing sebagai upaya penyelesaian konflik.

Jadi strategi ini membantu memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik,
bukannya hanya untuk memojokkan orang. Strategi ini jarang digunakan dalam organisasi
dan industri, Namun ada 2 cara di dalam strategi ini yang bisa digunakan sebagai alternatif
pemecahan konflik interpersonal, adalah sebagai berikut :

1. PEMACAHAN MASALAH TERPADU (INTEGRATIVE PROBLEMA SOLVING)

Yaitu usaha untuk menyelesaikan suatu konflik secara mufakat atau


memadukan kebutuhan-kebutuhan dari kedua belah pihak.

2. KONSULTASI PROSES ANTAR PIHAK (INTER-PARTY PROCESS


CONSULTATION)

Dalam penyelesaian melalui proses konsultasi, biasanya ditangani oleh


konsultan proses, dimana keduanya tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan
konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah dan atau kedua belah pihak yang
terlibat konflik.

STRATEGI MENGATASI KONFLIK KELOMPOK ATAU ORGANISASI


(ORGANIZATIONAL CONFLICT)

Menurut wijono, ada beberapa strategi yang dapat dipakai untuk mengatisipasi terjadinya
konflik dalam organisasi adalah sebagai berikut :

1. PENDEKATAN BIOKRATIS (BUREAUCRATIC APPROACH)


Konflik bisa terjadi karena adanya hubungan biokratis yang terjadi secara
vertikal. Untuk menghadapi konflik vertikal ini manajer cenderung menggunakan
struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas.

Konflik seperti ini terjadi karena pemimpin berupaya mengintrol segala


aktivitas, tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan
konflik ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan
biokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan biokratis (Bureaucratic
Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) dapat
didekati dengan cara hirarki (organisasi dengan tingkat wewenang dari yang paling
bawah hingga yang paling atas).

2. PENDEKATAN INTERVENSI OTORITATIF DALAM KONFLIK KONFLIK


LATERAL (AUTHORITATIVE INTERVENTION IN LATERAL CONFLICT)

Bila terjadi konflik seperti ini, biasanya cara penyelesaiannya adalah


diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang telibat dalam konflik. Lalu jika konflik
tersebut ternyata tidak bisa diselesaikan secara konstruktif, cara penyelesainnya
adalah manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3. PENDEKATAN SISTEN (SYSTEN APPROACH)

Versi pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi


dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol,
jadi pendekatan sistem (systen approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah
konflik yang muncul

4. REORGANISASI STRUKTURAL (STRUCTURAL REORGANIZATION)

Strategi pendekatan bisa mengubah sistem guna melihat kemungkinan


terjadinya reorganisasi struktural untuk meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan
yang hendak di capai oleh kedua belah pihak. Contoh membentuk wadah baru dalam
organsasi non formal guna mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat dari
adanya ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapi kepentingan dan
tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi buyar.

Kemudian di sisi lain, Eisenhardt et al. dalam Robbins dan Hunsaker (1996) dan De
Dreu dan Weingart (2003) mengungkapkan bahwa untuk menjaga kinerja individu seseorang
dan kelompok kerjanya pada sebuah organisasi dibutuhkan suatu strategi manajemen konflik
melalui lima aktivitas seperti menghindari, mengakomodasi, mengkompromikan,
mengkompetisikan dan berkolaborasi.

1. Menghidari (Avoiding)
Seseorang atau organisasi cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang
sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak
menimbulkan konflik terbuka.

2. Mengakomodasi (Accomodating)
Anggota tim mau mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan
kepentingan pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap
mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.

3. Mengkompromikan (Compromising)
Penyelesaian konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang
berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang sama-
sama memuaskan (lose-lose solution).

4. Berkompetisi (Competing)
Pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada
akhirnya harus ada pihak yang rela dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi
tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (winlose
solution).

5. Mengkolaborasikan (Collaborating)
Pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang
memuaskan, karena mereka justru bekerjasama secara sinergis dalam menyelesaikan
persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain, sehingga kepentingan kedua
pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).

Daftar Pustaka

De Dreu CKW, Weingart LR. 2003. Task versus relationship conflict, team performance, and
team member satisfaction: a meta analysis. Journal of Applied Psychology, 88(4): 741-749.
Eisenhardt KM, Jean LK, Bourgeois III LJ. 1997. Conflict and strategic choice: how top
management team disagree. California Management Review, 39(2).

Heridiansyah, Jefri. ( 2014). Manajemen Konflik dalam sebuah Organisasi. Jurnal STIE
Semarang, Vol 6, No. 1, edisi Februari 2014.

Irawati D. 2007. Manajemen konflik sebagai upaya meningkatkan kinerja teamwork dalam
organisasi. Segmen Jurnal Manajemen Bisnis, (2): 15-27.

Nurrohim, Hassa. ( 2009). Efektivitas Komunikasi dalam Organisasi. Jurnal Manajemen,


Vol.7, No.4, Mei 2009.
Robbins SP, Hunsaker PL. 1996. Training in Interpersonal Skill: Tips for Managing People
At Work. Edisi 2. Jersey (US): Prentice Hall.
Sudarma K. 2012. Strategi Membangun Kompetensi Terhadap Kinerja Organisasi
Dampaknya Pada Pembelajaran Organisasi. Semarang (ID): Unnes.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan kelima. Bandung (ID): CV. Alfabeta.

Tang HC. 2007. A study of the relationship of the perception of oragnizational promises
among fakulty and staff members in the technical and vocational colleges. The Journal of
American Academy of Business, Cambridge, 12(1).

Tjosvold D, Chun Hui, Ziyou Yu. 2002. Conflict management and task reflexivity for team in
role and extra role performance in China. Hong kong Institute of Business Studies Working
Paper Series. Paper 36.

Tjosvold D, Poon M, Yu Z. 2005. Team effectiveness in China: cooperative conflict for


relationship building. Human Relations, 58(3): 341-367.

West M. 2002. Sparkling fountains or stagnant ponds: An integrative model of creativity and
innovation implementation in work groups. Applied Psychology: An International Review,
51(3): 355-424.

Wijono, S. (1993). Konflik dalam Organisasi/ Industri dengan Strategi Pendekatan


Psikologis. Semarang. Satya Wacana.

Zalabak, Pamela S. Shockley (2006). Fundamentals of Organizational Communications.


USA: Pearson Education, Inc.

Anda mungkin juga menyukai