Makalah Mulok Sejarah Tebo

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MULOK

“Sejarah Peninggalan di Kabupaten Tebo”

Disusun Oleh :
EGA YANGGI WILDANA
AULIA DESTI SARI

Kelas : XI IPS

Guru Pembimbing :
RAHMAD HADI SAPUTRA

SMA NEGERI 4 TEBO


Tahun Ajaran 2017 / 2018
KATA PENGANTAR

Pertama tama penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang dengan rahmat, hidayah
serta inayahNya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga makalah ini dapat di selesaikan,
selanjutnya, Sholawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing manusia menuju jalan kebenaran, Rahmatan lil ‘Alamin.

Makalah yang berjudul “SEJARAH PENINGGALAN DI KABUPATEN TEBO” ini disusun untuk
melengkapi tugas dalam mata pelajaran Mulok.

Selanjutnya, dalam penyusunannya makalah ini tentunya tidaklah luput dari kekurangan-kekurangan
maka dari itu, Penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dari yang sehat dari pembaca sekalian
untuk lebih kesempurnaan makalah ini.

Sungai Bengkal, 10 Februari 2018

PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

SAAT pemerintahan Raden Candra Negara (1690-1696) pernah menjadi ibu kota Kerajaan
Jambi, tepatnya di Desa Mangun Jayo. Zaman penjajahan Belanda, menjadi pusat
pemerintahan Onder Afdeeling selama 3,5 abad. Begitu pula saat penjajahan Jepang menjadi
pusat pemerintahan Gun selama 3,5 tahun.

Bahkan, setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10


Tahun 1948 pernah menjadi ibu kota Kabupaten Jambi Ulu yang wilayahnya meliputi
Sarolangun, Bangko, Muaro Bungo, dan Muaro Tebo.

Dua tahun berikutnya, Kabupaten Jambi Ulu berubah menjadi Merangin dengan wilayah yang
tetap, dan Muaro Tebo tetap menjadi ibu kota. Hanya berlangsung selama 2,5 tahun, ibu
kotanya pindah ke Sungai Emas Bangko. Dan Muaro Tebo menjadi kawedanan. Saat itulah,
kota yang dilewati Lintas Tengah Sumatera ini mulai pensiun menjadi ibu kota. Kemudian
UU Nomor 7 Tahun 1965 mengatur Kawedanan Tebo menjadi bagian dari Kabupaten Bungo
Tebo.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah awal berdirinya Kabupaten Tebo?


2. Apa saja peninggalan sejarah di Kabupaten Tebo?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kabupaten Tebo

Dulunya Tebo merupakan bagian dari Kabupaten Bungo Tebo. Sebuah kabupaten hasil
pemekaran dari Kabupaten Merangin. Sejarah Tebo pun dimulai Surat Gubernur Kepala
Daerah (KDH) Tingkat I Jambi Nomor 135/2465/Pem Tahun 1999 tentang program Rencana
Pemekaran Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II.

Surat ini ditindaklanjuti Bupati Bungo Tebo, H Sofian Ali. Ia menerbitkan SK Bupati KHD
Tingkat II Bungo Tebo Nomor 669 Tahun 1999 tentang Tim Pelaksanaan Penerapan
Pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Bungo Tebo. DPRD Tingkat II Bungo Tebo juga
menelorkan dukungan dalam surat bernomor nomor 170/271/1999 tanggal 21 Mei 1999.
Sebagai caretaker Bupati Tebo, Madjid Mu’az (MM) dilantik oleh Mendagri ad interim di
Jakarta. Pengantar tugas MM digelar pada 12 Oktober 1999 oleh Wakil Gubernur Hasim
Kalimudin Syam. Acara yang digelar di kantor Camat Muara Tebo ini menjadi awal masa
caretaker MM hingga 24 Mei 2001.

Pada 16 Desember 2000, bedasarkan SK Gubernur Jambi nomor 483 tahun 2000, 30 anggota
DPRD Tebo dilantik. Pengambilan sumpah dilakukan oleh Ketua PN Muara Bungo, Sjofian
Muchammad, SH.

DPRD Tebo kemudian menggelar sidang pleno pada 9 Mei 2001. Pada sidang ini MM dan
Helmi Abdullah dipilih sebagai Bupati dan Wabup Tebo periode 2001-2006. Keduanya
dilantik Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin 12 hari berselang, yakni pada 25 Mei 2001.
MM menjadi orang nomor satu di Tebo selama dua periode. Sesuai UU nomor 32 tahun 2004
tentang Pemda, MM terpilih lagi sebagai bupati pada pilkada langsung yang digelar pertama
kalinya di Tebo pada 25 April 2006.
Pilkada ini terbilang berjalan sukses, dimana 83,45 persen pemilik suara memberikan hak
pilihnya. MM yang berpasangan dengan Sukandar meraih 47,50 pesen suara. Mereka sukses
mengalahkan tiga pasangan calon lainnya. MM-Sukandar pun dilantik lagi oleh Zulkifli
Nurdin pada 12 Juni 2006 di aula kantor DPRD Tebo untuk periode 2006-2011.

MM yang sudah menjabat dua periode tak lagi bisa bersaing menjadi calon bupati. Giliran
Sukandar yang kali ini menjadi incumbent di Pilkada Tebo. Sebuah pilkada yang cukup
fenomenal karena diulang berdasar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Selama proses pilkada, gubernur menunjuk Haviz Husaini sebagai pejabat Bupati Tebo.
Yakni dalam rentang 20 Juni 2011 hingga 27 Agustus 2011. Pengangkatan Havis berdasakr
SK Mendagri nomor 131.15-471 tahun 2011 tertanggal 16 Juni 2011, yakni untuk mengisi
kekosongan pemerintahan. Ia menggantikan H Abdullah SH yang sbelumnya Pelaksana
Harian (Plh) Bupati Tebo.

Pilkada Tebo periode 2011-2016 digelar 10 Maret 2011 yang diikuti tiga pasangan. Yakni
Sukandar-Hamdi, Ridhan Priskap–Eko Putra, dan Yopi Muthalib-Sri Sapto Edi. Yopi-Sapto
memenangkan pilkada putaran pertama dengan selisih 2.000an suara, namun kemenangannya
dianulir MK yang sidangnya dipimpin Akil Mochtar.

Keputusan MK: pemilukada Tebo diulang total. Pada putaran kedua ini Sukandar-Hamdi
yang keluar sebagai juara. Merekapun dilantik oleh Gubernur Jambi Hasan Basri Agus di
gedung DPRD Tebo pada 27 Agustus 2011.
B. Peninggalan Sejarah Di Kabupaten Tebo

Pahlawan Nasional, lahir di Jambi pada tahun 1816.


Tahun 1841 ia diangkat sebagai Pangeran Ratu
(semacam perdana menteri) di bawah pemerintahan
Sultan Abdurrahman. Sejak itu, ia memperlihatkan
sikap menentang Belanda. Ketika sebuah kapal
dagang Amerika berlabuh di pelabuhan Jambi, ia
berusaha mengadakan kerja sama dengan pihak
Amerika. Sikap anti-Belanda semakin kelihatan
setelah ia dinobatkan sebagai Sultan Jambi. Ia tidak
mengakui perjanjian yang dibuat oleh sultan-sultan
terdahulu dengan Belanda. Salah satu diantaranya
perjanjian tahun 1833 yang menyatakan Jambi
adalah milik Belanda dan dipinjamkan kepada Sultan
Jambi. Belanda mengancam akan memecatnya,
akibatnya hubungannya dengan Belanda tegang.
Karena sudah memperkirakan Belanda pasti akan
menggunakan kekuatan senjata, maka Sultan Thaha
pun memperkuat pertahanan Jambi.

Belanda mengirim Residen Palembang untuk berunding dengan Sultan Thaha. Perundingan
itu gagal. Sesudah itu, Belanda menyampaikan ultimatum agar Sultan Thaha menyerahkan
diri. Karena Sultan Thaha menolak ultimatum, pada 25 September 1858 Belanda melancarkan
serangan. Pertempuran berkobar di Muara Kumpeh. Pasukan Jambi berhasil menenggelamkan
sebuah kapal perang Belanda, namun mereka tidak mampu mempertahankan kraton. Sultan
Thaha menyingkir ke Muara Tembesi dan membangun pertahanan di tempat ini.

Perang utama sudah berakhir, tetapi perlawanan rakyat berlangsung puluhan tahun lamanya.
Sultan Thaha membeli senjata dari pedagang-pedagang Inggris melalui Kuala Tungkal, Siak
dan Indragiri. Rakyat dianjurkan agar tetap mengadakan perlawanan. Pada 1885 mereka
menyerang sebuah benteng Belanda dalam kota Jambi, sedangkan pos militer Belanda di
Muara Sabak mereka hancurkan. Karena itu, Belanda meningkatkan operasi militernya.
Pasukan bantuan dalam jumlah besar didatangkan dari Jawa. Sultan Thaha terpaksa
meninggalkan Muara Tembesi dan pindah ke tempat lain. Beberapa tahun lamanya ia
bertahan di Sungai Aro. Bulan April 1904 tempat ini diserang pasukan Belanda, ia berhasil
meloloskan diri. Pada 24 April 1904 ia meninggal dunia di Muara Tebo.

Muara tebo adalah salah satu kota yang terletak di pinggir sungai Batang Hari dan Batang
Tebo. Muara Tebo sendiri merupakan ibu kota kabupaten Kabupaten Tebo. Kota ini persis
terletak di tanjung sungai (pertemuan) antara sungai Batang Hari dan Batang Tebo.
Masyarakat Muara Tebo sering menyebutkan daerah pertemuan dua sungai ini sebagai Ujung
Tanjung dan sejak beberapa tahun yang lalu daerah ini dijadikan lokasi wisata Tanggo Rajo.

Tanggo Rajo dalam sejarahnya dibangun karena pada zaman dahulu raja jambi pernah
berlabuh di daerah ini. Kawasan ini tepat berada dipinggir sungai. Luas tempat wisata yang
hanya sekitar 1,5 hektar ini berdampingan langsung dengan pasar Muara Tebo dan bagi
sebagian masyarakat yang tersebar dibeberapa dusun sepanjang sungai, kawasan ini sering
dimanfaatkan untuk tempat menunggu perahu mesin (Getek) yang biasa digunakan untuk
transportasi sungai. Tanggo Rajo ramai didatangi apabila hari-hari libur dan pada hari pasar
(Jum’at dan Selasa). Sayangnya, sarana dan fasilitas yang ada tidak terawatt dengan baik dan
fasilitas yang ada cukup terbatas. Di luar kawasan ini kita dapat menemui pohon-pohon yang
tumbuh menjulang tinggi. Suasana asri membuat suasana cukup nyaman. Pohon-pohon besar
yang ada diperkirakan berumur puluhan tahun bahkan mungkin ada yang telah berusia ratusan
tahun. Sebaran pohon tersebar mengikuti jalan-jalan yang ada disini. Tak jauh dari areal ini
kita juga dapat menemui lapangan tenis yang tidak terawat lagi, hanya ada beberapa
kelompok pemuda yang kadang-kadang olahraga disini.

Sebelah barat lapangan tenis, kita dapat menjumpai sebuah lapangan sepak bola yang
ukurannya tidak cukup jika memenuhi standar layaknya lapangan sepak bola. Lapangan ini
biasa digunakan oleh club sepak bola Mopas FC. Lapangan Merdeka, masyarakat sering
menyebut demikian. Lapangan Merdeka berada strategis antara Pasar Muara Tebo, kompleks
benteng lamo dan makam pahlawan. Di areal ini juga kita bisa menemui pohon-pohon
beringin tinggi yang tumbuh menjulang. Sekitar 300 meter kearah barat dari ujung tanjung,
terdapat kompleks benteng tua yang didirikan dan digunakan tentara Jepang pada masa
penjajahannya. Bekas bangunan jepang ditandai dengan bentuk bangunan yang masih utuh
dan nama-nama bangunan yang sebagian masih tertera di dinding-dinding gedung dengan
menggunakan kosakata Jepang, sebagai contoh Sakura. Gedung-gedung tua hancur tak
terawat dan ditumbuhi semak belukar. Kompleks ini membujur mengikuti arah aliran sungai
Batang Hari yang tepat berada di belakang kompleks ini. Kearah selatan sekitar 30 meter dari
kompleks ini tepat berada makam pahlawan Sultan Thaha Syaifudin dengan luas sekitar
setengah hektar lebih. Kondisi makam pahlawan nasional ini sangat tidak terawatt. Hanya
pada beberapa periode saja kita dapat melihat adanya perawatan yang dilakukan pada
kompleks makam ini. Areal makam pahlawan ini menghadap persis kearah mesjid Jamik
Muara Tebo.

Mesjid Jamik ini adalah mesjid utama kota Muara Tebo. Mesjid yang bersejarah dan sudah
cukup tua, menjadi symbol kejayaan umat islam di kota ini. Mesjid dengan bangunan 2 lantai
ini berada dilahan seluas sekitar 1 Ha. Di sebelah barat mesjid, berbatasan langsung dengan
sebuah selokan yang disebut Parit Malaria. Sedikit kearah Timur dari Mesjid ini, kompleks
pasar Muara Tebo bisa kita temui. Di Muara Tebo, pasar ramai dikunjungi hanya 2 hari dalam
satu minggu, yaitu Selasa dan Jum’at, masyarakat biasa menyebut “hari pasaran”. Dipasar ini,
sebelum terjadi kebakaran tahun 2006 lalu anda dapat menemui bangunan-bangunan tua
peninggalan penjajah yang dominan, namun setelah terjadi kebakaran, bangunan-bangunan
baru didirikan menggantikan puing-sejarah yang telah lenyap terbakat. Sekarang, jika anda
memasuki kompleks pasar ini, anda hanya akan menemui beberapa bangunan lantai dua sisa
peninggalan belanda yang dibangun dengan mengunakan bahan dari kayu semua. Kearah
selatan Mesjid Jamik, anda akan menemukan kawasan persimpangan Simpang Lima (red:
Simpang Limo). Simpang Limo adalah pintu masuk utama wilayah Pasar Muara Tebo. Untuk
masuk ke kawasan ini, kita bisa melewati dua jalur utama yang sering digunakan, yaitu jalur
menuju Tugu Sultan Thaha dan jalan padang lamo (pinggir sungai Batang Hari). Kawasan ini
cukup padat dihuni masyarakat. Sekitar sejak tahun 2005, kawasan ini berkembang cukup
pesat. Sebelumnya, masih banyak terdapat bangunan-bangunan penginggalan penjajah di
wilayah ini namun akibat pertumbuhan penduduk maka pembangunan gedung-gedung di
bangun dengan memusnahkan bangunan-bangunan sejarah yang tersisa. Sejak dari Ujung
tanjung, kompleks yang bersejarah ini kita dapat menikmati dengan jarak yang amat dekat.
Dari simpang lima, kita bisa menuju kearah Ujung Tanjung dengan melewati jalan beraspal
didalam kompleks Benteng Lamo. Kearah lain, kita bisa melewati jalan yang menuju kearah
pasar Muara Tebo jika ingin melewati kompleks makam pahlawan Sultan Thaha Syaifudin
sampai ke pasar Muara Tebo dan kita bisa memutar lewat kompleks benteng karena akses
jalan memang sangat baik diwilayah ini.

Di Pasar Muara Tebo, kita akan menjumpai rumah tua yang cukup fenomenal. Rumah ini
adalah milik Alm. Guru Mansyur. Beliau adalah seorang ulama terkemuka di Muara Tebo dan
Jambi secara umum. Beliau juga merupakan pendiri pondok pesantren nurul jalal. Pondok
pesantren ini awalnya berada di sekitar rumah beliau, namun sekitar 10 tahun yang lalu
dipindahkan ke jalan lintas Tebo-Bungo Km 2. Disekitaran rumah dekat pasar Muara Tebo
ini, didirikan sebentuk pemukiman kecil yang dihuni oleh jompo-jompo yang biasa mengaji
di podok. Jompo-jompo ini berasal dari berbagai dusun yang ada di Tebo maupun di propinsi
Jambi. Ada juga yang berasal dari Propinsi Sumbar. Jika kita mengikuti jalan kearah timur
dari rumah Guru Mansyur ini, sekitar 100 meter kita akan menemui sebuah surau yang cukup
bersejarah bagi masyarakat Tebo. Surau merupakan sebutan masyarakat sekitar untuk
mushola, surau ini biasa disbut surau Tepi Air (red : Tepi Aek). Tepat menghadap kearah
jalan dan kearah sungai Batang Tebo yang jaraknya dari pinggir sungai sekitar 200 meter.
Surau ini memiliki sebuah menara yang memiliki tinggi sekitar 30 meter. Surau yang cukup
tua, menyimpan banyak cerita sejarah yang bagi orang-orang tua dahulu yang percaya bahwa
surau ini pernah dijadikan tempat ibdah dan pusat penyebaran islam di Muara Tebo oleh
beberapa ulama. Dikompleks surau ini, kita dapat menemui beberapa makam. Makam-makam
ini adalah makam dari ulama yang pernah menyebarkan islam di sana. Di komples surau ini
sekitar tahun 2001 pernah ditemui adanya Bunga Bangkai yang tumbuh tepat disebelah surau.
Letak surau ini tepat berada di atas punggungan lereng. Dibawah lereng ini juga mengalir
aliran parit malaria.

Bicara tentang Parit Malaria, parit ini membentang hampir membelah kota Muara Tebo.
Memang jika dilihat dari kondisinya, parit ini tidak begitu berarti bagi masyarakat Muara
Tebo, fungsi pembuangan limbah rumah tangga pun tidak di fungsikan dengan baik melalui
parit ini. Dari kondisi fisik, parit ini sangat tidak baik, namun dari sejarahnya parit ini
menyimpan banyak cerita. Jika kita mengikuti alurnya, parit ini berhulu di sebuah cekungan
dekat SMP N1 Muara Tebo, namun menurut beberapa informasi menyebutkan bahwa hulu
parit ini adalah anak sungai Sekubu yang selalu berair sepanjang tahun. Dalam sejarahnya,
parit malaria ini cukup dikenal oleh orang-orang tua yang ada di Muara Tebo. Menurut cerita
masyarakat, parit ini dahulu digunakan penjajah untuk membuang mayat-mayat pemberontah
dan penjajah jepang. Wilayah yang dilewati aliran parit ini adalah Simpang Lima, belakang
Mesjid Jamik, Desa Pancuran Gading, belakang Surau Tepi Air dan hilirnya ke sungai Batang
Tebo. Tempat-tempat yang dilalui ini dahulu merupakan daerah-daerah yang dianggap
masyarakat sekitar merupakan daerah yang cukup kental dengan aroma mistik. Tidak heran
jika masyarakat sejak lama membiarkan dan tidak mengelola daerah-daerah ini sehingga
terkesan amat tidak terawat.

Penelitian dan penelusuran sejarah kota Muara Tebo secar ilmiah belum saya temui
sumbernya. Semoga dari beberapa informasi ini dapat memberi sedikit manfaat untuk kita
lebih mengenal sejarah ditiap daerah yang beragam. Muara Tebo yang merupakat tanah
kelahiran saya ini ternyat menyimpan banyak sejarah yang belum terdokumentasikan dengan
baik. Betapa ingin saya mencari tau lebih dalam, mungkin ada waktunya suatu saat nanti.
Mungkin pendekatan sejarah seperti ini juga dapat diambil para penguasa daerah Tebo dalam
membuat grand desain pembangunan kota Muara Tebo. Berpijak dan berlandaskan sejarah,
Muara Tebo mungkin akan bisa menjadi daerah yang memiliki budaya dan sejarah kental.
Topografi dan letak strategis yang berada di pinggir dua sungai besar, mungkin dapat menjadi
pertimbangan dalam pengelolaan kawasan kota dan pembangunan sarana umum dan
aksessibilitas bagi pemerintah daerah.
Foto Peninggalan Sejarah Di Kabupaten Tebo

1. Tanggo Rajo

2. Sultah Thaha Saifudin


3. Benteng Lamo
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Semangat reformasi yang dimiliki oleh para masyarakat tebo yang menjadikan tebo menjadi
berkembang.yang dimulai dengan pembentukan daerah kabupaten tingkat II muara tebo.
Kabupaten tebo telah banyak memiliki pemimpin yang besrkualitas yang salah satunya adalah
drs H.A madjid mu’az MM yang dilantik pada tanggal 18 oktober 1999. Dalam kabupaten
tebo juga memiliki lambing (logo) yang mempunyai makna-makna tersendiri. Dan tidak kalah
pentingnya kabupaten tebo juga memiliki tempat pariwisata yang tidak kalah saing dengan
kabupaten lain.

B. Kritik dan Saran


 Lebih mengembangkan dan mempromosikan kabupaten tebo.
 Menjaga tempat-tempat pariwisata yang terdapat di tebo.
 Menjaga dan mempertahankan kesatuan wilayah kabupaten tebo.
 Ikut membangun kemajuan kabupaten tebo.

Anda mungkin juga menyukai