Dokumentasi Keperawatan Kebutuhan Eliminasi
Dokumentasi Keperawatan Kebutuhan Eliminasi
Dokumentasi Keperawatan Kebutuhan Eliminasi
(Pengkajian)
Di susun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar yang
di bina oleh Ns. Nehru Nugroho, S.Kep, M.Kep
Di susun oleh :
Kelompok : 4
Kelas : 1A
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
yang berjudul “ Dokementasi Keperawatan Kebutuhan Eliminasi (Pengkajian) “
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
ii |
Dokumentasi Kep
Daftar Isi
K AT A P EN GAN T A R ......................................................................... II
D A FT AR I SI ................................................................................. II I
3.1 Kesimpulan...........................................................................................15
iii |
Dokumentasi Kep
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
a) Mengetahui pengkajian terhadap klien untuk memenuhi kebutuhan
eliminasi.
b) Mengetahui hal – hal yang perlu dilakukan pengkajian terhadap
klien untuk memenuhi kebutuhan eliminasi.
4|
Dokumentasi Kep
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
tubuh.Pembuangan dapat melalui urin atau bowel.
(Tarwoto&Wartonah, 2006)
5|
Dokumentasi Kep
Mengeluarkan sisa nitrogen, toksin, ion, dan obat-obatan.
Mengatur jumlah dan zat – zat kimia dalam tubuh.
Mempertahankan keseimbangan antara air dan garam – garam serta
asam dan basa.
Menghasilkan rennin, enzim untuk membantu pengaturan tekanan
darah
Menghasilkan hormone eritropoitin yang menstimulasi pembentukan
sel – sel darah merah disumsum tulang .
Membantu dalam pembentukan vitamin D.
( Tarwoto&Wartonah, 2006 )
b. Ureter
Setelah urine terbentuk kemudian akan dialirkan ke pelvis ginjal
lalu ke bladder melalui ureter. Lapisan tengah ureter terdiri atas otot –
otot yang distimulasi oleh tranmisi impuls elektrik berasal dari saraf
otonom. Akibat gerakan peristaltic urete maka didorong ke kandung
kemih.
(Tarwoto&Wartonah, 2006 )
c. Kandung kemih
Kandung kemih merupakan tempat penampungan urine, terdiri atas
2 bagian yaitu bagian fundus atau body yang merupakan otot yang
tersusun dari otot detrusor dan bagian leher yang berhubungan langsung
dengan uretra.
6|
Dokumentasi Kep
(Tarwoto&Wartonah, 2006 )
d. Uretra
Merupakan saluran pembuangan urine yang langsung keluar dari
tubuh. Kontrol pengeluaran urine terjadi karena adanya spinter kedua
yaitu spintereksterna yang dapat dikontrol oleh kesadaran kita.
(Tarwoto&Wartonah, 2006 )
Urine keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari
kandung kemih melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran
urine yang mengalami turbulansi membuat urine bebas dari bakteri.
Membrane mukosa melapisi uretra dan kelenjar uretra mensekresi lender
ke dalam saluran uretra. Lender dianggap bersifat bakteriostatis dan
membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan
otot polos yang tebal mengelilingi uretra.
( Potter&Perry, 2005 )
7|
Dokumentasi Kep
b. Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebahagian masyarakat hanya dapat
miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat
miksi pada lokasi terbuka.
c. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi berkemih.
d. Kebiasaan seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih ditoilet, sehingga ia tidak
dapat berkemih menggunakan pot urin.
e. Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot blodder, otot abdomen dan
pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus otot, dorongan untruk
berkemih juga akan berkurang.
g. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urine
karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan
iritasi organ kemih menimbulkan retensi urine.
h. Pembedahan
Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga
produksi urine akan menurun.
8|
Dokumentasi Kep
i. Pengobatan
Penggunaan deuretik meningkatkan output urine, antikolinergik, dan
antihipertensi menimbulkan retensi urine.
j. Pemeriksaan diagnostik
Intravenous pyelogram dimana pasien dibatasi intake sebelum
prosedur untuk mengurangi output urine. Cytocospy dapat menimbulkan
edema local pada uretra, spasme dan spinter bladder sehingga dapat
menimbulkan urine.
(Tarwoto&Wartonah, 2006)
b. Inkotinensia urine
Ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap
untuk mengontrol ekskresi urine. Ada 2 jenis inkontinensia :
Pertama, stress inkontinensia yaitu stress yang terjadi pada saat
tekanan intraabdomen meningkat seperti pada saat batuk atau tertawa.
Kedua, urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat
klien terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih
bagian bawah atau spasme bladder.
c. Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan karena ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter
eksternal.biasanya terjadi pada anak-anak atau pada orang jompo.
9|
Dokumentasi Kep
(Tarwoto&Wartonah, 2006
2.5 Perubahan Pola Berkemih
a. Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang
meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stress, dan wanita hamil.
b. Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-
anak karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.
c. Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi
saluran kemih.
d. Polyuria : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan
misalnya pada pasien DM.
e. Urinary suppression : kedaan dimana ginjal tidak memproduksi urine
secara tiba-tiba. Anuria (urine < 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar
100-500ml/24 jam). (Tarwoto&Wartonah, 2006)
b. Pemeriksaan fisik
- Abdomen : pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena,
distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, trenderness,
bising usus.
- Genetalia wanita : inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari
meatus, keadaan atropi jaringan vagina.
- Genetalia laki-laki : kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya
pembesaran skrotum.
c. Intake dan output cairan
- Kaji intake dan output cairan dalam satu hari (24 jam)
- Kebiasaan minum dirumah.
10 |
Dokumentasi Kep
- Intake cairan infuse, oral, makanan, NGT
- Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui
ketidakseimbangan cairan
- Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
d. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan urine (urinalisis)
Warna (N : jernih kekuningan)
Penampilan (N : jernih kekuningan)
Bau ( N : beraroma)
pH (N : 4,5-8,0)
Berat jenis (N : 1,005-1,030)
Glukosa (N : negatif)
Keton (N : kuman pathogen negatif)
2. Kultur urine (N : kuman pathogen negatif)
e. Diagnosa keperawatan dan intervensi
1. Gangguan pola eliminasi urine : inkotinensia
a) Kemungkinan berhubungan dengan :
- Gangguan neuromuskuler
- Spasme bladder
- Trauma pelvic
- Infeksi saluran kemih
- Trauma medulla spinalis
11 |
Dokumentasi Kep
- Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam
- Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkotinensia urine
- Klien berkemih dalam keadaan rileks
d) Intervensi :
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam
Rasional : membantu mencegah distensi atau komplikasi
2. Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi dokter/fisioterapi
Rasional : meningkaatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi
bladder
3. Kolaborasi dalam bladder training
Rasional : menguatkan otot dasar pelvis
4. Hindari faktor pencetus inkotinensia urine sperti cemas
Rasional : mengurangi atau menghindari inkotinensia
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan
kateterisasi
Rasional : mengatasi faktor penyebab
6. Jelaskan tentang :
Pengobatan
Kateter
Penyebab
Tindakan lainya
Rasional : meningkatkan pengetahuan dan diharapkan
pasien lebih kooperatif
2. Retensi urine
Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu mengosongkan
bladder secara tuntas
12 |
Dokumentasi Kep
2. Pembesaran prostat
3. Trauma
4. Pembedahan
5. Kehamilan
c) Intervensi :
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam
Rasional : menentukan masalah
2. Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam
Rasional : memonitor keseimbangan cairan
3. Berikan cairan 2000 ml/hari dengan kolaborasi
Rasional : menjaga deficit cairan
4. Kurangi minum setelah jam 6 malam
Rasional : mencegah nokturia
5. Kaji dan monitor analisis urine elektrolit dan berat
badan
Rasional : membantu memonitor keseimbangan cairan
6. Lakukan latihan pergerakan
Rasional : meningkatkan fungsi ginjal dan bladder
7. Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih
Rasional : relaksasi pikiran dapat meningkatkan
kemampuan berkemih
13 |
Dokumentasi Kep
8. Ajarkan teknik latihan dengan kolaborasi
dokter/fisioterapi
Rasional : menguatkan otot pelvis
9. Kolaborasi dalam pemasangan kateter
Rasional : mengeluarkan urine
14 |
Dokumentasi Kep
BAB III
PENUTUP
3.3 Kesimpulan
3.2 Saran
15 |
Dokumentasi Kep
DAFTAR PUSTAKA
16 |
Dokumentasi Kep