Makalah Sejarah Hukum
Makalah Sejarah Hukum
Makalah Sejarah Hukum
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membicarakan sejarah hukum pidana tidak akan lepas dari sejarah bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang
hingga sampai dengan saat ini. Beberapa kali periode mengalami masa penjajahan
dari bangsa asing. Hal ini secara langsung mempengaruhi hukum yang
diberlakukan di negara ini, khususnya hukum pidana. Hukum pidana sebagai
bagian dari hukum publik mempunyai peranan penting dalam tata hukum dan
bernegara. Aturan-aturan dalam hukum pidana mengatur agar munculnya sebuah
keadaan kosmis yang dinamis. Menciptakan sebuah tata sosial yang damai dan
sesuai dengan keinginan masyarakat1.[1]
Hukum pidana menurut Van Hammel adalah semua dasar-dasar dan
aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelanggarakan ketertiban
hukum yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan
mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar peraturan tersebut.
Mempelajari sejarah hukum akan mengetahui bagaimana suatu hukum hidup
dalam masyarakat pada masa periode tertentu dan pada wilayah tertentu. Sejarah
hukum punya pegangan penting bagi yuris pemula untuk mengenal budaya dan
pranata hukum2.[2]
Hukum Eropa Continental merupakan suatu tatanan hukum yang
merupakan perpaduan antara hukum Germania dan hukum yang berasala dari
hukum Romawi “Romana Germana”. Hukum tidak hanya berubah dalam ruang
dan letak, melainkan juga dalam lintasan kala dan waktu3.[3] Secara umum
sejarah hukum pidana di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode yaitu pada
masa kerajaan Nusantara, masa Penjajahan dan masa KUHP 1915 sampai
sekarang. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang sejarah hukum pidana di
Indonesia akan dibahas dalam bab selanjutnya.
1
2
3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah hukum pidana di Indonesia pada masa Kerajaan Nusantara?
2. Bagaimana sejarah hukum pidana di Indonesia pada masa Penjajahan?
3. Bagaimana sejarah hukum pidana di Indonesia pada masa KUHP 1915 sampai
sekarang?
BAB II
PEMBAHASAN
B. Masa Penjajahan
Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai lebih dari empat
abad. Indonesia mengalami penjajahan sejak pertama kali kedatangan bangsa
Portugis, Spanyol, kemudian selama tiga setengah abad dibawah kendali Belanda.
Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah kerajaan Inggris dan
kekaisaran Jepang. Selama beberapa kali pergantian pemegang kekuasaan atas
nusantara juga membuat perubahan besar dan signifikan7.[7]
4
5
6
7
Pola pikir hukum barat yang sekuler dan realis menciptakan konsep
peraturan hukum baku yang tertulis. Pada masa ini perkembangan pemikiran
rasional sedang berkembang dengan sangat pesat. Segala peraturan adat yang
tidak tertulis dianggap tidak ada dan digantikan dengan peraturan-peraturan
tertulis. Tercatat beberapa peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial
Belanda seperti statuta Batavia (statute van batavia). Berlaku dua peraturan
hukum pidana yakni KUHP bagi orang eropa (weetboek voor de europeanen)
yang berlaku sejak tahun 1867. Diberlakukan pula KUHP bagi orang non eropa
yang berlaku sejak tahun 18738.[8]
8
9
harus sama dengan aturan hukum negeri Belanda. Hukum pidana (straffrecht)
merupakan salah satu produk hukum yang diwariskan oleh penjajah10.[10]
Pada tahun 1965 LPHN (Lembaga Pembinaan Hukum Nasional) memulai
suatu usaha pembentukan KUHP baru. Pembaharuan hukum pidana Indonesia
harus segera dilakukan. Sifat undang-undang yang selalu tertinggal dari realitas
sosial menjadi landasan dasar ide pembaharuan KUHP. KUHP yang masih
berlaku hingga saat ini merupakan produk kolonial yang diterapkan di negara
jajahan untuk menciptakan ketaatan. Indonesia yang kini menjadi Negara yang
bebas dan merdeka hendaknya menyusun sebuah peraturan pidana baru yang
sesuai dengan jiwa bangsa.[11]
10
memandang asas Legalitas sebagai asas yang fundamental bagi negara Republik
Indonesia yang berdasarkan hukum, juga mengakui adanya hukum adat yang
memang untuk daerah-daerah tertentu masih hidup dalam masyarakat. Hal ini
terlihat dalam Pasal 1 ayat (3) RUU-KUHP tahun 1999/2000, serta Pasal 62 ayat
(1) berupa sanksi pemenuhan kewajiban adat11.[12]
Di Pulau Bali sampai saat ini masih terdapat tindak pidana adat yang
sebagian besar diselesaikan di luar pengadilan, yaitu melalui Prajuru Desa Adat.
Penyelesaian melalui Pengadilan Negeri kepada pelaku hanya dijatuhi pidana
seperti dalam Pasal 1O KUHP. Hal ini membuat masyarakat adat merasa tidak
puas, sehingga kepada pelaku oleh masyarakat adat juga dijatuhi sanksi adat.
Oengan demikian ada penjatuhan pidana ganda dalam penyelesaian tindak pidana
adat.[13]
Untuk menghindari penjatuhan pidana ganda (pidana menurut KUHP dan
sanksi adat), maka terhadap tindak pidana adat yang telah dijatuhi sanksi adat oleh
Pimpinan Adat dan yang bersalah telah melaksanakannya, apabila tindak pidana
adat tersebut diajukan ke muka pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum, maka
tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut harus dinyatakan tidak diterima. Dengan
masih ditaati dan dihormatinya hukum adat untuk daerah-daerah tertentu di
Indonesia maka sangat relevan untuk mengangkat ke permukaan hukum pidana
adat berserta sanksi adatnya sebagai bahan penyusunan KUHP Nasional.[14]
Pembaharuan KUHP secara parsial/tambal sulam yang pernah dilakukan
Indonesia adalah dengan mencabut, menambahkan, atau menyempurnakan pasal-
pasal dalam KUHP maupun aturan-aturan hukum pidana di luar KUHP dengan
beberapa peraturan perundang-undangan agar sesuai dengan kondisi bangsa dan
perkembangan jaman. Pembaharuan hukum pidana materiel dengan model parsial
ini telah dilakukan sejak awal Indonesia merdeka dengan disahkannya UU Nomor
1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana sebagai akta kelahiran
KUHP12.[15]
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mencabut, menambahkan,
atau menyempurnakan pasal-pasal dalam KUHP antara lain sebagai berikut:
11
12
1. UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Dalam undang-undang ini diatur beberapa hal terkait dengan usaha
pembaharuan hukum pidana, antara lain:
a. Mengubah kata-kata “Nederlandsch-Indie” dalam peraturan hukum pidana
menjadi “Indonesia”.
b. Mengubah nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie menjadi
Wetboek van Strafrecht sebagai hukum pidana Indonesia dan bisa disebut KUHP.
c. Perubahan beberapa pasal dalam KUHP agar sesuai dengan kondisi bangsa
yang merdeka dan tata pemerintahan yang berdaulat.
d. Kriminalisasi tindak pidana pemalisuan uang dan kabar bohong.
2. UU Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan
Dalam undang-undang ini ditambahkan jenis pidana pokok baru berupa
pidana tutupan ke dalam Pasal 10 huruf a KUHP dan Pasal 6 huruf a KUHP
Tentara.
3. UU Nomor 8 Tahun 1951 tentang Penangguhan Pemberian Surat Izin kepada
Dokter dan Dokter Gigi
Dengan undang-undang ini KUHP ditambahkan satu pasal, yaitu Pasal
512a tentang kejahatan praktek dokter tanpa izin.
4. UU Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah RI dan
Mengubah KUH Pidana
Dalam undang-undang ini diatur antara lain sebagai berikut:
a. Pemberlakuan UU Nomor 1 Tahun 1946 untuk seluruh wilayah Republik
Indonesia.
b. Penambahan beberapa pasal dalam KUHP, yaitu;
(1) Pasal 52 a tentang pemberatan pidana (ditambah 1/3) jika pada saat melakukan
kejahatan menggunakan bendera kebangsaan Republik Indonesia.
(2) Pasal 142 a tentang kejahatan menodai bendera kebangsaan negara sahabat.
(3) 154 a tentang kejahatan menodai bendera kebangsaan dan lambang negara
Republik Indonesia.
5. UU Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan KUHP.
Dengan undang-undang ini ancaman pidana pada Pasal 359, 360, dan 188
diubah, yaitu:
- Pasal 359 tentang tindak pidana penghilangan nyawa karena kealpaan dipidana
lebih berat dari pidana penjara maksimal 1 tahun atau pidana kurungan maksimal
9 bulan menjadi pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana kurungan maksimal
1 tahun.
- Pasal 360 tentang tindak pidana karena kesalahan menyebabkan luka berat,
sehingga menyebabkan orang sakit sementara atau tidak dapat menjalankan
profesinya semula dipidana maksimal 9 bulan penjara atau kurungan maksimal 6
bulan atau denda maksimal Rp 300,-, dipisah menjadi dua ayat yaitu:
a. Pasal 360 ayat (1) tentang tindak pidana perlukaan berat
karena kealpaan dipidana lebih berat menjadi pidana penjara maksimal 5 tahun
atau pidana kurungan maksimal 1 tahun.
b. Pasal 360 ayat (2) tentang tindak pidana perlukaan karena kealpaan sehingga
menyebabkan seseorang menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan
pekerjaan dipidana lebih berat menjadi pidana penjara maksimal 9 bulan atau
pidana kurungan maksimal 6 bulan atau pidana denda maksimal Rp. 300,-.
c. Pasal 188 tentang tindak pidana kebakaran, peletusan, atau banjir yang
membahayakan umum atau menyebabkan matinya orang lain karena kealpaan
dipidana lebih ringan yaitu pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana
kurungan maksimal 1tahun atau pidana denda maksimal Rp. 300,-.
6. UU Nomor 16 Prp Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP.
Dengan undang-undang ini, kata “vijf en twintig gulden” dalam Pasal 364,
373, 379, 384, dan 407 ayat (1) diubah menjadi Rp. 250,- (1).
7. UU Nomor 18 Prp Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda
dalam KUHP dan dalam Ketentuan-ketentuan Pidana lainnya yang dikeluarkan
sebelum tanggal 17 Agustus 1945.
Dengan undang-undang ini maka hukuman denda yang ada dalam KUHP
maupun dalam ketentuan pidana yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945
harus dibaca dalam mata uang rupiah dan dilipatkan lima belas kali.
8. UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau
Penodaan Agama.
Dengan undang-undang ini, Kitab Undang-undang Hukum Pidana
ditambahkan pasal baru, yaitu Pasal 156a yang berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan
sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan
terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
b. engan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang
bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
9. UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penerbitan Perjudian.
Dengan undang-undang ini diatur beberapa perubahan beberapa pasal
dalam KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian, yaitu:
a. Semua tindak pidana perjudian dianggap sebagai kejahatan.
Dengan ketentuan ini, maka Pasal 542 tentang tindak pidana pelanggaran
perjudian yang diatur dalam Buku III tentang Pelanggaran dimasukkan dalam
Buku II tentang Kejahatan dan ditempatkan dalam Buku II setelah Pasal 303
dengan sebutan Pasal 303 bis.
b. Memperberat ancaman pidana bagi pelaku bandar perjudian dalam Pasal 303
ayat (1) KUHP dari pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda
maksimal Rp. 90.000,- menjadi pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda
maksimal Rp. 25.000.000,-. Di samping pidana dipertinggi jumlahnya (2 tahun 8
bulan menjadi 10 tahun dan Rp. 90.000,- menjadi Rp. 25.000.000,-) sanksi pidana
juga diubah dari bersifat alternatif penjara atau denda) menjadi bersifat kumulatif
(penjara dan denda).
c. Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (1) tentang perjudian
dalam KUHP dari pidana kurungan maksimal 1 bulan atau denda maksimal Rp.
4.500,- penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp. 10.000.000,-. Pasal ini
kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (1).
d. Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (2) tentang residive
perjudian dalam KUHP dari pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda
maksimal Rp. 7.500,- menjadi pidana penjara maksimal 6 tahun atau denda
maksimal Rp. 15.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (2).
10. UU Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal
dalam KUHP Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-
undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan terhadap
Sarana/Prasarana Penerbangan.
a. Memperluas ketentuan berlakunya hukum pidana menurut tempat yang diatur
dalam Pasal 3 dan 4 KUHP menjadi berbunyi:
· Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang
yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air
atau
pesawat udara Indonesia.
· Pasal 4
Salah satu kejahatan yang tersebut dalam Pasal 438, 444 sampai dengan Pasal 446
tentang pembajakan laut dan Pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada
kekuasaan bajak laut dan Pasal 479 hutrf j tentang penguasaan pesawat
udara secara melawan hukum, Pasal 479 huruf l, m, n, o tentang kejahatan yang
mengancam keselamatan penerbangan sipil.
b. Menambah Pasal 95a tentang arti pesawat udara Indonesia, 95b tentang arti
penerbangan, dan 95c tentang arti dalam dinas.
c. Setelah Bab XXIX KUHP tentang Kejahatan Pelayaran ditambahkan bab baru
yaitu Bab XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap
Sarana/Prasarana Penerbangan. Dalam bab baru ini terdapat 28 pasal baru yaitu
Pasal 479a-479r.
11. UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara.
Dalam undang-undang ini ditambahkan 6 pasal baru tentang kejahatan
terhadap keamanan negara yaitu Pasal 107 a-f. Pelaksanaan pidana mati yang
menurut Pasal 11 dilaksanakan di tiap gantungan telah diubah dengan Penetapan
Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pelaksanaan Pidana Mati di Pengadilan
Militer dan Pengadilan Umum. Eksekusi pidana mati berdasarkan Penetapan
Presiden Nomor 2 Tahun 1964 yang kemudian dijadikan UU Nomor 2/PnPs/1964
dilaksanakan dengan cara ditembak.
Di samping adanya beberapa perundang-undangan yang merubah KUHP
di atas, terdapat juga beberapa perundang-undangan di luar KUHP yang mengatur
tentang pidana. Di antaranya adalah tindak pidana ekonomi (diatur dalam UU
Nomor 7 Drt Tahun 1951 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak
Pidana Ekonomi), tindak pidana korupsi (diatur dalam UU Nomor 3 tahun 1971
kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 dan diperbaharui lagi
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001), tindak pidana narkotika (diatur dengan UU
Nomor 22 Tahun 1997), tindak pidana psikotropika (diatur dalam UU Nomor 5
Tahun 1997), tindak pidana lingkungan hidup (diatur dalam UU Nomor 23 Tahun
1997), tindak pidana pencucian uang (diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2003),
tindak pidana terorisme (diatur dengan UU Nomor 15 Tahun 2003), dan lain
sebagainya.[16]
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
Secara umum sejarah hukum pidana di Indonesia dibagi menjadi beberapa
periode yaitu pada masa kerajaan Nusantara, masa Penjajahan dan masa KUHP
1915 sampai sekarang. Yang pertama, pada masa kerajaan Nusantara banyak
kerajaan yang sudah mempunyai perangkat aturan hukum. Hukum pidana yang
berlaku saat itu belum mengenal unifikasi. Di setiap daerah berlaku aturan hukum
pidana yang berbeda-beda. Hukum pidana pada periode ini banyak dipengaruhi
oleh agama dan kepercayaan masyarakat. Agama mempunyai peranan dalam
pembentukan hukum pidana di masa itu.
Yang kedua, pada masa penjajahan perkembangan pemikiran rasional
sedang berkembang dengan sangat pesat. Segala peraturan adat yang tidak tertulis
dianggap tidak ada dan digantikan dengan peraturan-peraturan tertulis. Dan yang
ketiga yaitu pada masa KUHP 1915 sampai sekarang, pada masa ini dibentuklah
KUHP yang berlaku bagi semua golongan. KUHP tersebut menjadi sumber
hukum pidana sampai dengan saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Aruan Sakijo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.
Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori dan Azas Umum Hukum Acara
Pidana,Yogyakarta: Liberty, 1988.
Artikel:
Unikom, http://31612015.blog.unikom.ac.id/sejarah-hukum-pidana.6hx
Koleksi Sejarah, http://www.kumpulansejarah.com/2013/03/sejarah-hukum-pidana-di-
indonesia.html
Chandra Yudiana, http://chandrayudiana.blogspot.com/2010/04/sejarah-hukum-
pidana.html
Anne Ahira, http://www.anneahira.com/hukum-pidana-di-indonesia.htm