Pengertian Agama Dan Filosofi Agama
Pengertian Agama Dan Filosofi Agama
Pengertian Agama Dan Filosofi Agama
Disusun Oleh :
Nama : Miranda Roulina Tampubolon
NIM : 061740411521
Kelas : 1 EGB
Jurusan : Teknik Kimia
Dosen Pembimbing : Pdt. Dr. Johansen Silalahi
Kata agama oleh sebagian ahli dikatakan berasal dari bahasa sansekerta yang berarti :a “tidak” ,
gama “kacau”. Jadi agama adalah tidak kacau. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa
agama berasal dari akar kata gam, yang mendapat awalan a dan berakhiran a, sehinggajadilah
agama yang berarti jalan. Disamping itu ada ahli yang mengatakan bahwa kata agama bukan
berasal dari bahasa sansekerta, tetapi justru berasal dari bahasa arab yaitu dari kata aqamah
yang berarti pendirian. Dari ketiga pengertian menurut bahasa ini, sekalipun kelihatannya
berbeda, namun mengandung makna yang sejalan. Orang yang beragama adalah orang yang
tidak kacau dalam hidupnya, karena ia menempuh jalan/aturan (gam) dengan pendirian yang
kokoh kuat (aqamah).
Dari segi istilah, agamapun mempunyai beberapa pengertian yaitu :
1. Religion is belief in god as creator and controller of the universe, agama ialah
kepercayaan kepada Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta
2. Religion is system of faith and workship based on such belief. Agama ialah suatu system
kepercayaan dan penyembahan yang didasarkan atas keyakinan tertentu.
3. Agama ialah kepercayaan kepada yang kudus, menyatakan hubungan dengan dia dalam
bentuk ritus, kultus dan permohonan, serta membentuk sikap hidup berdasarkan doktrin
tertentu.
Dari tiga pengertian di atas dapat dipahami bahwa agama mengandung tigs unsur
pokok, yaitu ; kepercayaan, penyembahan, dan pembentukan sikap hidup berdasarkan
ketentuan yang dipercaya (Tuhan).
Filosofi yang secara etimologi berasal dari bahasa Yunani Philosophia. Philosophia merupakan
kata majemuk yang terdiri dari dua kata, yaitu Philo (philia) dan Sophia. Philo berarti cinta
namun dalam arti yang luas yaitu keinginan akan sesuatu dan oleh karena itu kemudian berusaha
mencapai yang keinginan tersebut. Sophia artinya pengetahuan (kebijaksanaan) yang secara
mendalam artinya pandai.
Secara etimologis, filsafat berasal dari kata ‘’philein’’ artinya mencintai, dan ‘’sophos’’ artinya
kebajikan. Dari pengertian tersebut filsafat berarti usaha untuk mencintai kebijakan atau
kebijaksanaan.
Filsafat artinya pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Pengertian filsafat secara umum adalah suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan
suatu pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup maupun
pengalaman ilmiah. Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode
dan sistem. Namun filsafat berbeda dari ilmu-ilmu pengetahuan kehidupan lainnya oleh karena
memiliki obyek tersendiri yang sangat luas.
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), diartikan sebagai ‘mencintai
kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah ‘philosophy’,
dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta
kearifan’.
Istilah philosophia memiliki akar kata philien yang berarti mencintai dan Sophos yang berarti
bijaksana. Jadi, kata philosophia berarti mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan
orang-orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau pengetahuan disebut dengan filsuf atau
filosof.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama
dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filsafat menjadi sebuah ilmu yang
pada sisi-sisi tertentu berciri eksak disamping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan,
rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling
dalam, sesuatu yang biasanya tidak tertsentuholeh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptic yang
mempertanyakan segala hal.
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan qalbu manusia yang sehat yang
berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh
kebenaran.
Proses mencari kebenaran itu melalui berbagai tahap. Tahap pertama, manusia berspekulasi
dengan pemikirannya tentang semua hal. Tahap kedua, dari berbagai spekulasi disaring menjadi
bebrapa buah pikiran yang dapat diandalkan. Tahap ketiga,buah pikiran tadi menjadi titik awal
dalam mencari kebenaran (penjelajahan pengetahuan yang didasari kebenaran), kemudian
berkembang sebagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, fisika, hukum, politik dan lain-lain.
Filsafat merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang non empirik dan non eksprimental,
diperoleh manusia melalui usaha dengan pikirannya yang mendalam. Mengenai objek
materialnya tidak berbeda dengan ilmu pengetahuan, yakni mengenai apa saja. Adapun yang
berbeda adalah mengenai objek formalnya. Objek formal filsafat mengenai sesuatu yang
menyangkup sifat dasar, arti, nilai, dan hakikat dari sesuatu. Jadi bukan sesuatu yang dapat
dijangkau dengan indera dan percobaan. Menjangkaunya hanya mungkin dengan pemikiran
filosofis yaitu pemikiran yang mendalam, logis dan rasional.
Sedangkan agama adalah kebenaran yang bersumber dari wahyu Tuhan mengenai
berbagai hal kehidupan manusia dan lingkungannya. Jadi kebenaran agama bukan hasil usaha
manusia. Manusia tinggal menerima begitu saja sebagai paket dari Tuhan.
Filsafat berdasarkan otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap
kenyataan dan pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia. Sedangkan agama
mendasarkan pada otoritas wahyu.
Menurut Prof. Nasrun SH., mengemukakan bahwa filsafat yang sejati haruslah
berdasarkan kepada agama. Malah filsafat yang sejati itu terkandung dalam agama. Apabila
filsafat tidak berdasarkan kepada agama dan filsafat hanya semata-mata berdasarkan akal pikiran
saja maka filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran objektif, karena yang memberikan
pandangan dan putusan adalah akal pikiran. Sedangkan kesanggupan akal pikiran itu terbatas,
sehingga filsafat yang berdasarkan pada akal pikiran semata tidak akan sanggup memberi
keputusan bagi manusia, terutama dalam tingkat pemahamannya terhadap yang ghaib.[3]
Melalui uraian di atas, kita bisa mengidentifikasi bahwa pada mulanya terdapat
perbedaan antara filsafat dan agama terutama dalam hal eksistensi keduanya, yakni filsafat
berusaha menemukan kebenaran dengan berdasarkan akal manusia sedangkan agama adalah
suatu kebenaran yang berdasarkan wahyu dari Tuhan.
Menurut filsafat agama, yaitu J.G Frazer berpendapat bahwa agama adalah penyembahan kepada
kekuatanyang lebih agung daripada manusia, yang dianggap mengatur dan menguasai jalannya
alam semesta.
Penyembahan dalam Bahasa Yunani adalah Proskuneo yaitu : Tunduk secara total.
Baiknya, penyembahan dalam kekristenan haruslah demikian. Lalu apa definisi penyembahan
dalam kekristenan ?
Kata Yunani di Perjanjian Baru yang sering diterjemahkan sebagai “penyembahan” (proskuneo)
memiliki makna “tersungkur di hadapan” atau “bersujud di hadapan.” Penyembahan merupakan
sebuah sikap roh. Karena penyembahan merupakan kegiatan pribadi yang terjadi dalam diri
seseorang, maka orang Kristen menyembah Allah setiap saat, tujuh hari dalam seminggu.
Ketika orang-orang Kristen secara resmi berkumpul bersama-sama dalam penyembahan, titik
fokusnya harus tetap pada penyembahan pribadi kepada Allah. Bahkan sebagai bagian dari
jemaat, setiap orang yang mengambil bagian harus menyadari bahwa ia sedang menyembah
Allah secara pribadi.
Sifat ibadah dalam Kekristenan adalah “dari dalam ke luar,” sehingga memiliki dua syarat yang
sama pentingnya. Kita harus menyembah "dalam roh dan kebenaran" (Yoh 4:23-24).
Menyembah dalam roh tidak ada hubungannya dengan sikap tubuh kita. Ini berhubungan dengan
lubuk hati kita, sehingga hal ini membutuhkan beberapa hal.
Pertama-tama, kita harus sudah dilahir-barukan. Tanpa Roh Kudus yang berdiam di dalam kita,
kita tidak bisa meresponi Allah dalam penyembahan, karena kita tidak sungguh-sungguh
mengenal-Nya. "Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri
Allah selain Roh Allah" (1 Kor 2:11b). Roh Kudus yang berdiam di dalam kita adalah Pribadi
yang memampukan kita untuk menyembah. Pada dasarnya Dia sedang memuliakan diri-Nya.
Semua penyembahan yang benar pasti memuliakan Allah.
Kedua, menyembah dalam roh membutuhkan pikiran yang berpusat kepada Allah. Juga, pikiran
yang sudah diperbaharui oleh kebenaran. Paulus mendorong kita untuk "mempersembahkan
tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu
adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah
oleh pembaharuan budimu" (Rm 12:1b, 2a). Hanya ketika pikiran kita berubah, dari yang tadinya
berpusat kepada hal-hal duniawi menjadi berpusat kepada Allah, barulah kita dapat menyembah
di dalam roh. Berbagai macam gangguan dapat memenuhi pikiran ketika kita mencoba untuk
memuji dan memuliakan Allah, yang bisa menghalangi penyembahan yang sejati.
Ketiga, kita hanya dapat menyembah dalam roh jika memiliki hati yang murni, terbuka dan mau
bertobat. Ketika hati Raja Daud dipenuhi dengan rasa bersalah atas dosanya dengan Batsyeba (2
Sam 11), ia mendapati bahwa tidak mungkin baginya untuk menyembah. Dia merasa bahwa
Allah jauh darinya, dan dia "mengeluh sepanjang hari," merasa tangan Allah menekannya
dengan berat (Mzm 32:3, 4). Namun, ketika ia mengakui dosanya, persekutuannya dengan Allah
langsung dipulihkan. Pujian serta penyembahan dicurahkan kepadanya.
Dia memahami bahwa "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah
dan remuk" (Mzm 51:17). Pujian dan penyembahan kepada Allah tidak bisa datang dari hati
yang penuh dengan dosa yang tidak diakui.
Syarat kedua dari penyembahan yang benar ketika hal tersebut dilakukan "di dalam kebenaran."
Semua penyembahan adalah respon terhadap kebenaran. Apa yang bisa mengukur kebenaran
lebih baik daripada Firman Allah? Yesus berkata kepada Bapa-Nya, "firman-Mu adalah
kebenaran" (Yoh 17:17b). Mazmur 119 mengatakan, "Taurat-Mu benar" (ayat 142b) dan "Dasar
firman-Mu adalah kebenaran" (ayat 160a).
Supaya bisa benar-benar menyembah Allah, kita harus memahami siapa Dia dan apa yang telah
Dia lakukan. Satu-satunya tempat di mana Dia mengungkapkan diri-Nya sepenuhnya hanyalah di
Alkitab. Penyembahan adalah ekspresi pujian dari hati yang terdalam kepada Allah, yang kita
pahami melalui Firman-Nya. Jika kita tidak memiliki kebenaran yang dinyatakan di Alkitab, kita
tidak mungkin mengenal Allah. Kita tidak mungkin bisa benar-benar menyembah-Nya.
Karena perbuatan yang tampak (lahiriah) bukanlah hal utama dalam penyembahan di
Kekristenan, tidak ada aturan mengenai apakah kita harus melakukannya dengan duduk, berdiri,
tersungkur, diam, atau menyanyikan pujian dengan keras dalam penyembahan bersama. Hal-hal
ini harus diputuskan bedasarkan kesepakatan jemaat. Yang paling penting justru apakah kita
sudah menyembah Allah dalam roh (di dalam hati kita) dan kebenaran (di dalam pikiran kita)
atau belum.
Ayat yang menjadi hikmat untuk kita agar dapat menyembah Tuhan dengan benar dan taat, yaitu
: Amsal 1 : 7 ‘’Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh
menghina hikmat dan didikan.
- FILOSOFI KEKRISTENAN : Keselamatan yang kita terima hanya dalam Yesus Kristus
Hal yang harus kita ketahui dari filosofi kekristenan ini, yaitu :
Fokus kepada Kristus sebagai Juruselamat
Kita adalah anak, ahli waris Allah
( Yohanes 10 : 10 ; Galatia 4 : 7 ; Roma 10 : 9 – 11 )
Yohanes 10 : 10
Galatia 4 : 7
‘’ Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka
kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.’’
Roma 10 : 9 – 11
‘’ Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan
dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara
orang mati, maka kamu akan diselamatkan. 10:10 Karena dengan hati orang
percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.
10:11 Karena Kitab Suci berkata: "Barangsiapa yang percaya kepada Dia,
tidak akan dipermalukan.’’
Seperti membangun rumah di atas batu, begitulah seharusnya orang Kristen bertindak bijaksana
dengan kokoh. (Matius 7 )
Filosofi ada 4 jenis yaitu :
1. Filosofi agama dari segi kerohanian / spiritual
2. Filosofi agama dari segi hokum
3. Filosofi agama dari segi Etik moral
4. Filosofi agama keberuntungan (keselamatan dari Kristus)
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang
berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam
bahasa Indonesia.
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil
kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan,
minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berElasi dalam masyarakat adalah budaya.
Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam
fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, ethos kerja dan pandangan
hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang
immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan.
Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan,
menghayati dan membayangkan Tuhan.
Agama yang dibudayakan adalah ajaran suatu agama yang dimanifestasikan dalam
kehidupan sehari-hari oleh penganutnya sehingga menghasilkan suatu karya/budaya tertentu
yang mencerminkan ajaran agama yang dibudayakannya itu. Atau dengan singkat dapat
dikatakan bahwa membudayakan agama berarti membumikan dan melaksanakan ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari. Memandang agama bukan sebagai peraturan yang dibuat oleh
Tuhan untuk menyenangkan Tuhan, melainkan agama itu sebagai kebutuhan manusia dan untuk
kebaikan manusia. Adanya agama merupakan hakekat perwujudan Tuhan.
Seperti dalam mengideologikan agama, pembudayaan suatu agama dapat mengangkat
citra agama apabila pembudayaan itu dilakukan dengan tepat dan penuh tanggung jawab
sehingga mampu mencerminkan agamanya. Sebaliknya dapat menurunkan nilai agama apabila
dilakukan dengan tidak bertanggung jawab.
Perbedaan antara agama dan budaya tersebut menghasilkan hubungan antara iman-agama
dan kebudayaan. Sehingga memunculkan hubungan (bukan hubungan yang saling mengisi dan
membangun) antara agama dan budaya. Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara Agama
dan Kebudayaan, yaitu:
1. Sikap Radikal: Agama menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap radikal dan ekslusif,
menekankan pertantangan antara Agama dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon
masyarakat berlawanan dengan keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu, manusia harus
memilih Agama atau Kebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan.
Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika menjadi
umat beragama.
2. Sikap Akomodasi: Agama Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan keselarasan antara
Agama dan kebudayaan.
3. Sikap Perpaduan: Agama di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan
antara Agama dan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi
dan insani; manusia harus mempunyai dua tujuan sekaligus.
4. Sikap Pambaharuan: Agama Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa
Agama harus memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu
bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan
memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama mau mempraktekkan
unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan ajaran-ajaran Agama.
Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil
kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus.
Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitasnya,
maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika
mengfungsikan atau menggunakannya.
Sikap umat Kristen menghadapi kebudayaan dapat digolongkan ke dalam lima macam, yaitu:
(1) Antagonistis, yaitu sikap menentang dan menolak, atau sikap negatif terhadap semua
hasil dan penggunaan kebudayaan, sikap ini melihat pertentangan iman dan kebudayaan
yang tidak terdamaikan antara iman Kristen dan kebudayaan dalam segala aspeknya;
(2) Akomodasi, adalah sikap yang sebaliknya dari antagonistis yaitu menyesuaikan diri
dengan kebudayaan yang ada. Agama kristen dikorbankan demi kepentingan kebudayaan
yang ada. Akomodasi demikian sering kita lihat dalam hubungan dengan agama-agama
animis dan adat istiadat sehingga terjadi sinkretisme yang berbahaya. Sikap demikian
terlihat misalnya dalam usaha untuk menganggap bahwa ‘semua agama itu sama saja’
atau yang belakangan ini lebih dikenal sebagai ‘semua agama menuju yang SATU’
(inklusivisme);
(3) Dominasi, biasa dilakukan dalam gereja RK dimana sesuai teologia Thomas Aquinas
yang menganggap bahwa ‘sekalipin manusia dalam dosa telah merosot citra ilahinya
karena kejatuhan dalam dosa’, pada dasarnya manusia tidak jatuh total, melainkan masih
memiliki kehendak bebas yang mandiri. Itulah sebabnya dalam menghadapi kebudayaan
kafir sekalipun, umat bisa melakukan akomodasi secara penuh dan menjadikan
kebudayaan kafir itu menjadi bagian iman, namun kebudayaan itu disempurnakan dan
disucikan oleh sakramen yang menjadi alat anugerah ilahi;
(4) Dualisme, sikap ini mendua yang memisahkan agama dan budaya secara
dikotomis. Pada satu pihak terdapatlah dalam kehidupan manusia beriman kepercayaan
kepada pekerjaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, namun manusia yang sama tetap
berdiri di dalam kebudayaan kafir dan hidup di dalamnya. Peran penebusan Tuhan Yesus
yang mengubah hati manusia yang berdosa dan mengubahnya menjadi kehidupan dalam
iman tidak ada artinya dalam menghadapi kebudayaan. Manusia beriman hidup dalam
kedua suasana atau lapangan baik agama maupun kebudayaan secara bersama-sama;
(5) Pengudusan, adalah yang tidak menolak secara total (antagonistis) namun juga tidak
menerima secara total (akomodasi), tetapi dengan sikap keyakinan yang teguh bahwa
kejatuhan manusia dalam dosa tidak menghilangkan kasih Allah atas manusia melainkan
menawarkan pengampunan dan kesembuhan bagi manusia untuk memulai suatu
kehidupan yang lebih baik dengan mengalami transformasi kehidupan etika dan moral.
Manusia melakukan dan menerima hasil kebudayaan selama hasil-hasil itu memuliakan
Allah, tidak menyembah berhala, dan mengasihi sesama dan kemanusiaan. Sebaliknya,
bila kebudayaan itu memenuhi salah satu atau malah ketiga sikap budaya yang salah itu,
umat beriman harus menggunakan firman Tuhan untuk mengkuduskan kebudayaan itu
sehingga terjadi transformasi budaya ke arah ‘memuliakan Allah’, ‘tidak menyembah
berhala’, dan ‘mengasihi manusia dan kemanusiaan.’
Kelihatannya Alkitab lebih condong untuk mengajarkan umat Kristen agar melakukan
sikap ‘Pengudusan’ sebagai kesaksian iman Kristiani dalam kehidupan berbudaya. Rasul Paulus
memberikan peringatan agar: “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan
filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak
menurut Kristus.” (Kol.2:8).
Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah
sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama
tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain
salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup
berdampingan di surga. Negara memberi kebebasan kepada penduduknya untuk memilih salah
satu agama yang telah ada di Indonesia yaitu agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik,
Hindu, dan Buddha.
Kenyataan ini dengan sendirinya membawa negara untuk terlibat dalam menata
kehidupan beragama warganya, apalagi dengan keberadaan pasal 29 UUD 1945 sangat penting
bagi agama-agama dan para pemeluknya. Keberadaan agama-agama dan para pemeluknya
mendapatkan kesempatan untuk menjalankan agama dan menciptakan kehidupan beragama
sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.Kenyataan pluralis yang ada di Indonesia dibingkai dalam Pancasila yakni Persatuan
Indonesia yang diwujudkan dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” mengandung arti berbeda-
beda tetapi tetap satu jua. Semboyan tersebut menggambarkan gagasan dasar yaitu dalam
mempersatukan antar suku, bahasa, budaya, adat-istiadat, dan agama yang berbeda menjadi
kesatuan besar di Indonesia.
terhadap mistis. Tahun 1930 Guénon pergi ke Mesir untuk meneliti dan
ilmu lainnya. Meskipun ilmu-ilmu lain harus tetap dicari, namun ia hanya
akan bermakna dan bermanfaat jika dikaitkan dengan ilmu spiritual ini.
transenden serta bersifat universal. Oleh sebab itu, ilmu tersebut tidak
Adapun perbedaan teknis yang terjadi pada setiap agama dan kepercayaan
yang satu”. Pebedaan ter sebut menurutnya sah-sah saja, karena setiap
agama me miliki cara yang unik untuk memahami Realitas Akhir. Maka se
bagai hasil dari pengalaman spiritualnya dalam gerakan teo sofi dan
kebenaran dan bersatu pada level batin (eso teris), sekalipun pada level
Menurut Dr. Anis Malik Thoha, Prof. John Hick merupakan tokoh
adalah orang yang paling banyak menguras tenaga dan fikiran untuk
ini secara masif. Dengan usahanya inilah wacana pluralisme agama dapat
Teori Hick ini menurut Anis Malik Thoha sebetulnya sangatlah lemah.
Sebab jika Hick mengatakan bahwa Tuhan yang diyakini umat Islam dan
Tuhan yang diyakini pemeluk agama lain adalah sama relatifnya karena
itu adalah Hick sendiri, bukankah pemikiran Hick itu juga adalah
lainnya salah, maka runtuhlah teori Hick ini dengan sendirinya. Karena
jika Hick beranggapan demikian, maka orang lain pun berhak menga
Ada beberapa sikap masyarakat dalam kaitannya dengan kerukunan antar umat
beragama. Sikap ini dipengaruhi oleh pola pikir, pengalaman keagamaan dalam
Eksklusivisme
paling benar dan baik. Pada saat ini sikap tersebut masih mendominasi
Indonesia.
Inklusivisme
Pluralisme
agama lain sebagai agama yang baik serta memiliki jalan keselamatan.
Situasi global masa kini menyebabkan mobilitas manusia antar negara dan
bangsa sangatlah tinggi. Tidak ada manusia yang mampu mengisolir diri
dari pengaruh global. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk
membuka diri dan bergaul dengan orang yang tidak hanya berbeda agama
tetapi juga suku dan budaya. Pluralisme antar agama bukanlah merupakan
lain :
bermusuhan.
inklusif. Sehingga bila setiap agama hidup berdampingan, akan ada kegunaan
berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan social dan politik
dengan cara kekerasan atau drastis. Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep
sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu Radikalisme Menurut Wikipedia adalah
suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Radikalisme berasal dari kata ‘radiks’ yang berarti akar/mencabut. Sehingga, pengertian dari
radikalsime itu suatu gerakan yang mencabut dengan paksa supaya terjadi perubahan yang cepat.
Di Brazil adanya radikallisme yang berhasil diarahkan dengan baik. Dipimpin oleh Pastor Parera
Paulus Okurere. Sifat radikalisme muncul saat terjadi revolusi industri dimanaterjadinya
perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi,
dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya di dunia.
Radikalisme terbagi menjadi 2;
1) Radikalisme negatif:
Anarkisme
Pemaksaan
Pembunuhan
2) Radikalisme positif:
Pembaharuan
PENUTUP