Sindrom Batang Otak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Batang otak (brainstem) adalah struktur padat dengan nuklei saraf kranial,

fasikula saraf dan traktus asenden dan desenden yang sama-sama saling

berdampingan. Bahkan suatu lesi tunggal relatif kecilpun hampir selalu merusak

beberapa nukleus, pusat refleks, traktus atau jaras.

Batang otak berada di bagian paling kaudal otak dan terletak pada tulang

tengkorak yang memanjang sampai ke tulang punggung atau sum-sum tulang

belakang. Bagian ini mengatur fungsi dasar manusia seperti mengatur pernapasan,

denyut jantung, pencernaan, insting terhadap bahaya dan sebagainya. 1

Batang otak terbagi menjadi beberapa bagian yakni:

a) Mesensefalon : fungsi untuk mengontrol otak besar dan otak kecil, berfungsi

mengatur penglihatan seperti lensa mata, pupil mata dan kornea.

b) Pons : fungsi untuk mengontrol apakah kita sedang terjaga atau tertidur.

c) Medulla oblongata : fungsi untuk mengatur sirkulasi darah, denyut jantung,

pernapasan dan pencernaan.

Batang otak mengandung banyak jaras serabut, termasuk semua jaras asendens

dan desendens yang menghubungkan otak dengan perifer. Beberapa jaras ini

menyilang garis tengah ketika melewati batang otak dan beberapa di antaranya

3
membentuk sinaps sebelum melanjutkan perjalanan di sepanjang jarasnya. Terdapat

banyak nuklei di batang otak yaitu:

 Nuklei nervus III – nervus XII

 Nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon; nuklei pontis dan nuklei

olivarius medulla yang berperan pada sirkuit regulasi motorik.

 Nuklei lamina quadrigemina mesensefali yang merupakan stasiun jaras

visual dan auditorik

Hampir seluruh batang otak diliputi jaringan difus neuron yang tersusun padat

(formasio retikularis) yang mengandung pusat regulasi otonomik yang penting untuk

berbagai fungsi tubuh vital, termasuk aktivitas jantung, sirkulasi dan respirasi.

Formasio retikularis juga mengirimkan impuls pengaktivasi ke korteks serebri yang

dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran. Jaras desendens dari formasio

retikularis mempengaruhi aktivitas neuron motorik spinal. Karena batang otak

mengandung berbagai macam nuklei dan jaras saraf pada ruang yang sangat padat,

bahkan lesi yang kecil pada batang otak dapat menimbulkan berbagai tipe defisit

neurologis secara simultan (seperti pada berbagai sindroma vaskular batang-otak).1

4
Anatomi suplai darah pada batang otak

Gambar 1. Anatomi suplai darah pada mesensefalon

Gambar 2. Anatomi suplai darah pada pons.

5
Gambar 3. Anatomi suplai darah pada medulla oblongata.

Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia dan ketika mereka melewati

foramina costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui

foramen magnum dan bergabung di persimpangan pontomedullary untuk membentuk

arteri basilar. Setiap arteri vertebralis biasanya bercabang menjadi arteri serebelar

posterior inferior (PICA). Di bagian atas pons, arteri basilari terbagi menjadi 2 arteri

serebral posterior.

Arteri basilaris bercabang menjadi arteri sereblar superior yang memasok

bagian lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak kecil. Otak

kecil dipasok oleh arteri sirkumfleksan, arteri serebelar anterior inferior dan arteri

superior sereblar dari arteri basilar. Medulla diperdarahi oleh PICA dan cabang kecil

6
dari arteri vertebralis. Pons diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri basilaris. PCA

memperdarahi otak tengah, thalamus dan korteks oksipital.

Gangguan batang otak

Perfusi inadekuat untuk region batang otak tertentu dapat terjadi secara transien

(misalnya, iskemia transien pada subclavian steal syndrome) atau permanen yang

menyebabkan nekrosis jaringan, misalnya infark batang otak.

Kelumpuhan piramidalis akibat lesi di batang otak merupakan gejala bagian dari

sindroma batang otak yang dapat diperinci diantaranya:

SINDROMA SINDROMA PONS SINDROMA MEDULLA

MESENSEFALON OBLONGATA

 Sindrom Weber  Sindrom Foville-  Sindrom Lateralis/

 Sindrom Benedict Millard Gubler Wallenberg

 Tegmentum pontis  SIndrom Dejerine

kaudale

 Tegmentum pontis

orale

 Basis pontis

kaudalis

 Basis pontis bagian

tengah

7
Terdapat juga sindrom dari saraf kranilis, yaitu: Sindrom Horner dan Sindrom

Kavernosa.

Sindrom-sindrom tersebut terdiri dari manifestasi gangguan motorik dan

sensibilitas, bahkan manifestasi gangguan sistem otonom juga bisa menjadi gejala

tambahan. Kelumpuhan piramidalis akibat kelumpuhan batang otak, tidak peduli

lokalisasinya mempunyai satu ciri khas, yaitu: kelumpuhan UMN kontralateral yang

disertai oleh kelumpuhan saraf motorik atau defisit sensorik akibat kerusakan pada

saraf otak sensorik pada sisi dan tingkat lesi. Kelumpuhan tersebut berupa

hemiparesis. Hemiparesis yang diiringi oleh gangguan saraf tersebut dinamakan

hemiparesis alternans.2

8
BAB II

PEMBAHASAN

SINDROM BATANG OTAK

I. Sindrom Weber (Sindrom Pedunkulus Serebri)

Definisi: Sindrom Weber merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan tanda yang

meliputi kelumpuhan nervus okulomotorius (N.III) ipsilateral, hemiparesis spastik

kontralateral, rigiditas parkinsonism kontralateral (substansia nigra), distaksia

kontralateral (traktus kortikopontis) serta adanya defisit saraf kranialis yang

kemungkinan disebabkan adanya gangguan pada persarafan supranuklear pada nervus

VII, IX, X dan XII.3

Etiologi:

a) Penyumbatan pada pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada

ramus perforantes medialis arteria basilaris. Oklusi ramus interpendikularis

arteri serebri posterior dan arteri khoroidalis posterior.

b) Insufisiensi perdarahan yang mengakibatkan lesi pada batang otak.

c) Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari

thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan

keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan

spongioblastoma dari serebelum. Penyebab yang jarang adalah tumor

(glioma).

9
d) Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.

e) Stroke (hemoragik atau infark) di pedunkulus serebri.

f) Hematoma epiduralis.

Manifestasi Klinis:

Lesi ini biasanya bersifat unilateral dan mempengaruhi beberapa struktur dalam otak

tengah.3,4

Tabel 1. Kerusakan struktur batang otak dan efeknya.

KERUSAKAN STRUKTUR EFEK

Substansia nigra Kontralteral parkinsonism

Serabut kortikospinalis Kontralateral hemiparesis

Traktus kortikobulbaris Kerusakah pada otot-otot wajah bagian

bawah yang kontralateral dan fungsi

nervus hipoglosus (N.XII)

Serabut nervus okulomotorius (N.III) Kelumpuhan nervus okulomotorius

ipsilateral yang menyebabkan kelopak

mata terkulai dan pupil yang melebar.

Hal ini menyebabkan diplopia.

Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik dapat merusak bangunan-

bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus atau serebelum, maka

10
tiap corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik sukar sekalai

memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon mengakibatkan

timbulnya hemiparesis atau hemiparesis kontralateral. Lesi yang merusak bagian

medial pedunkulus serebri akan menimbulkan hemiparesis yang disertai paresis

nervus okulomotorius ipsilateral dengan pupil yang berdilatasi dan terfiksasi.

Kombinasi kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama hemiparesis alternans

nervus okulomotorius atau sindroma dari Weber. Lesi pada daerah fasikulus

longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya hemiparesis alternans nervus

okulomotorius (N.III) yang diiringi juga dengan gejala yang dinamakan

oftalmoplegia internuklearis.3

Diagnosa :

Diagnosa Sindrom Weber dapat ditegakkan dengan melakukan anmnesis

tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan berapa lama keluhan sudah

dirasakan dan apakah keluhan tersebut terjadi pada satu sisi atau dua sisi.

Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan dan sangat membantu untuk menentukan

adanya Sindrom Weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius (nervus III) biasanya

dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan nervus troklearis (nervus IV) dan

nervus abdusen (nervus VI).3

Pemeriksaan tersebut terdiri atas:

a) Pemeriksaan celah kelopak mata

11
Pasien diminta untuk memandang lurus ke depan, kemudian dinilai

kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.

b) Pemeriksaan pupil, yang perlu diperiksa adalah:

 Ukuran: apakah normal diameternya, miosis, midriasis, pin-point pupil

 Bentuk: apakah normal, isokor, anisokor

 Posisi: apakah sentral atau eksentrik

 Refleks pupil

Refleks cahaya langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang

tampa adalah kontraksi pupil homolateral

Refleks cahaya tidak langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang

dilihat adalah

Refleks akomodasi-konvergensi Pasien diminta melihat jauh kemudian melihat ke

tangan pemeriksan yang diletakkan 30cm di depan

hidung pasien. Pada saat melihat tangan

pemeriksa, kedua bola mata pasien bergerak secara

konvergensi (kearah nasal) dan tampak pupil

mengecil. Refleks ini negatif pada kerusakan saraf

simpatikus leher.

Refles siliospinal (refleks nyeri) Refleksi reaksi nyeri dilakukan dalam ruangan

dengan penerangan yang samar-samar. Dengan

12
cara merangsang nyeri pada daerah leher dan

sebagai reaksi pupil akan melebar pada sisi

ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada benda asing

pada kornea atau intraokuler atau pada cedera

mata/ pelipis.

Refleks okulosensorik Refleks nyeri ini adalah terjadinya konstriksi atau

dilatasi disusul konstriksi, sebagai respons

rangsang nyeri di daerah mata atau sekitarnya.

c) Gerakan bola mata

Dinilai dengan gerakan bola mata keenam arah yaitu lateral, medial, lateral

atas, medial atas dan medial bawah untuk mengetahui fungsi otot-otot

ekstrinsik bola mata, dengan cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata

digerakkan menurut perintah atau mengikuti arah objek di depan pasien.

II. Sindrom Benedickt

Definisi: Sindrom Benedickt merupakan sindrom neurologi paralisis nervus

okulomotorius (N.III) karena trauma pada N.III dan nukleus ruber. Hal ini terjadi

disebabkan tersumbatnya cabang-cabang interpedunkularis dari arteri basilaris atau

serebralis posterior atau keduanya pada otak tengah. Ini digambarkan sebagai suatu

kelumpuhan n. okulomorius ipsilateral yang disertai oleh tremor berirama atau ritmik

pada tangan kanan atau kaki bagian kontralateral yang ditingkatkan oleh adanya

13
gerakan mendadak atau tanpa disengaja, dan menghilang ketika istirahat. Yang

merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus ruber yang menuju keluar dari sisi

yang berlawanan ada hemisfer serebelum. Bisa juga terdapat hiperestesia

kontralateral. Selain itu, adanya gangguan sensasi raba, posisi, getar kontralateral

serta diskriminasi dua titik (keterlibatan lemniskus medialis); hiperkinesia

kontralateral (tremor, korea, atetosis) akibat keterlibatan pada nukleus ruber; rigiditas

kontralateral (substansia nigra). 1,2

Patofisiologi

Sindrom Benedickt terjadi bila salah satu cabang dari rami perforantes para

medial arteri basilaris yang tersumbat maka infark akan ditemukan di daerah yang

mencakup 2/3 bagian lateral pedunkulus serebri dan daerah nucleus ruber. Maka

hemiparesis alternans yang ringan sekali saja disertai oleh hemiparesis ringan nervus

III akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada lengan dan

tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral) itu.

Sindrom Benedict terjadi jika lesi menduduki kawasan nukleus ruber sesisi

yang ikut rusak bersama-sama radiks nervus okulomotorius ialah neuron-neuron dan

serabut-serabut yang tergolong dalam susunan ekstrapiramidal. Pada sindrom ini, lesi

pada area nucleus ruber memotong saraf fasikuler dari nervus III pada saat mereka

melewati otak tengah bagian ventral, beberapa lesi menyebabkan kelumpuhan

okulomotorius, dengan hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis). 1,2

14
Sindrom Benedict merupakan hasil dari penggabungan dan pelunakan

fasikuler dari satu nervus okulomotorius pada region nukleus ruber ipsilateral. Maka

pasien akan mengalami kelumpuhan nervus III tipe perifer dengan diskinesia

(hiperkinesia dan ataksia) kontralateral dan tremor yang menetap pada lengan.

Sindrom Benedickt adalah bila pada otak tengah tingkat kerusakan sampai di nukleus

ruber atau di fasikulus nervus III akan menyebabkan kelumpuhan pada nervus III

yang komplit atau parsial. Kerusakan sampai pada nukleur ruber (diluar dari sisi lain

hemisfer serebelum) juga akan menyebabkan tremor kontralateral.

Etiologi

Adanya lesi pada nukleus ruber dan nervus okulomotorius karena oklusi pada ramus

interpedunkularis arteri basilaris atau arteri serebri posterior atau keduanya pada otak

tengah, trauma atau tumor. 1,2

Manifestasi klinis

 Kelumpuhan nervus III ipsilateral dengan midrasis dan terfiksasi (gangguan

serabut radiks nervus III)

 Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral

 Gangguan diskriminasi dua titik (keterlibatan lemnikus medialis dan traktus

spino talamikus)4

 Hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis), akinesia kontralateral

 Rigiditas kontralateral (substansia nigra)

15
Tabel 4. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi3 :

Struktur yang terlibat Efek klinis

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral.

Nukleus ruber Hiperkinesia kontralateral (korea atetosis)

Substansia nigra Akinesia (parkinsomnisme) kontralateral

Radiks n. okulomotorius Kelumpuhan n. okulomotorius ipsilateral dengan

pupil yang berdilatasi dan terfiksasi

Gambar 4. Letak lesi pada sindrom Weber dan Benedict.

16
III. Sindrom Foville-Millard Gubler (Sindrom basis pontis kaudalis)

Definisi : hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan

UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada dibawah tingkat

lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang disarafi oleh

nervus VI atau nervus VII.1,2

Etiologi

Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis arteri basilaris dan

arteri serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom Foville termasuk juga

ke dalam bagian dari sindrom hemiplegia alternans pons. Sindrom ini disebabkan

akibat terbentuknya suatu lesi vaskuler yang bersifat unilateral. Selaras dengan pola

percabangan arteri-arteri, maka lesi vaskular di pons dapat dibagi ke dalam:

 Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes

medialis a. basilaris

 Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens

yang pendek

 Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli

superior

 Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan

perdarahan sirkumferens yang panjang.

17
Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes medialis

arteri basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika lesi

paramedian itu bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar atau

kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta serabut-serabut pontoserebelar

akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat dalam lesi tersebut.1,2,4

Manifestasi klinik

Tabel 5. Pada sindrom Foville, lesi mengenai bagian dorsal pons sehingga

menyebabkan:

Struktur yang terlibat Efek klinis

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral.

Lemnikus lateralis Tuli

Nucleus n. fasialis Kelumpuhan n. fasialis perifer ipsilateral

Traktus spinitalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh

lateralis kontralateral

Traktus piramidalis Hemiplegia spastic kontralateral

N. abdusens Kelumpuhan n. abdusens perifer ipsilateral

18
Tabel 6. Pada sindrom Millard- Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons dan

menyebabkan:

Struktur yang terlibat Efek klinis

Traktus kortikospinalis Hemiplegia kontralateral

N. fasialis Kelumpuhan wajah ipsilateral

N. abdusens Kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral

19
Gambar 5: Sindrom Foville- Millard Gubler

20
Manifestasi berupa penyumbatan parsial terhadap cabang dari rami perforantes

medialis arteri basilaris seperti itu akan menimbulkan gejala berupa hemiplegia yang

bersifat kontralateral, yang pada lengan bersifat lebih berat ketimbang pada tungkai.

Jika lesi paramedian itu terjadi secara bilateral, maka kelumpuhan seperti yang telah

diuraikan tadi akan terjadi pada kedua sisi bagian tubuh. Namun jika lesi paramedian

terletak pada bagian kaudal pons, maka akar nervus abdusens juga akan ikut terlibat.

Maka dari itu pada sisi lesi terdapat kelumpuhan LMN musculus rektus lateralis,

yang membangkitkan strabismus konvergens ipsilateral dan kelumpuhan UMN yang

melanda belahan tubuh kontralateral, yang mencakup lengan tungkai sisi kontralteral

berikut dengan otot-otot yang disarafi oleh nervus VII, nervus IX, nervus X, nervus

XI dan nervus XII sisi kontralateral. Gambaran penyakit inilah yang dikenal sebagai

sindrom hemiplegi alternans nervus abdusens.

Selain itu dapat juga terjadi suatu lesi unilateral di pes pontis yang meluas ke

samping, sehingga melibatkan juga daerah yang dilalui n.fasialis. Sindrom

hemiplegia alternans padamana pada sisi ipsilateral terdapat kelupuhan LMN, yang

melanda otot-otot yang disarafi n.abdusens dan n.fasialis yang disebut sebagai

Sindrom Millard Gubler. Jika serabut-serabut kortikobulbar untuk nukleus n.VI ikut

terlibat dalam lesi, maka ‘deviation conjugee’ mengiringi sindrom Millard Gubler.

Kelumpuhan bola mata yang konjugat itu dikenal juga sebagai Sindrom Foville,

sehingga hemiplegia alternans nervus abdusens et fasialis yang disertai sindrom

Foville itu disebut sebagai Sindrom Foville – Millard Gubler.1,2,4

21
IV. Sindrom tegmentum pontis kaudale

Etiologi

Sindrom ini terjadi disebabkan oleh oklusi cabang arteri basilaris (ramus

sirkumferensialis longus dan brevis).4

Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah kelumpuhan nuclear abdusen

dan fasialis ipsilateral, nistagmus (fasikulus longitudinalis medialis), paresis tatapan

kearah sisi lesi; hemiataksia dan asinergia ipsilateral (pedunkulus serebralis medialis);

analgesia dan termanestesia kontralateral (traktus spinotalamikus lateralis); hipestesia

dan gangguan sensasi posisi dan getar sisi kontralateral (lemniskus medialis);

mioritmia palatum dan faring ipsilateral (traktus tegmentalis sentralis).

Manifestasi klinis

Gambar 6. Sindrom tegmentum pontis kaudale

22
Tabel 7. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Kerusakan struktur Efek

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi, dan getar

kontralateral

Lemnikus lateralis Tuli

Nukleus n. fasialis Kelumpuhan n. VII perifer ipsilateral

Traktus spinotalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh

lateralis kontralateral

Traktus piramidalis Hemiplagia spastic kontralateral

N. abdusen Kelumpuhan n. VI perifer ipsilateral

V. Sindrom tegmentum pontis orale

Etiologi

Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris

dan arteri serebelaris superior.4

Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah hilangnya sensasi wajah

ipsilateral (gangguan semua serabut nervus trigeminus) dan paralisis otot-otot

23
pengunyah (nucleus motorius nervus trigeminus), hemiataksia, intention tremor,

adiadokokinesia (pedunkulus serebelaris superior); gangguan semua modalitas

sensorik kontralateral.

Manifestasi klinis

Gambar 7. Sindrom tegmentum pontis orale

Tabel 8. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Kerusakan struktur Efek

Pedunkulus serebelaris  Hemiataksia

superior  Intention tremor

 Adiadokokinesi

24
 Disarteria serebelar

Nukleus prinsipalis sensorik Gangguan sensasi epikritik wajah ipsilateral

n. trigeminus

Nukleus traktus spinalis n. Analgesia dan termanestesia wajah ipsilateral

trigeminus

Nucleus motorik n . Paralisis flaksid (nuklear) otot-otot pengunyah

trigeminus ipsislateral

Traktus tegmentalis sentralis Mioritmia palatum dan faring

Traktus tektospinalis Hilangnya reflex kedip

Traktus spinotalamikus Analgesia dan termanestesia separuh tubuh

lateral kontralateral

Lemnikus lateralis Tuli

Lemnikus medialis  Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi

separuh tubuh kontralateral

 Ataksia

Traktus kortikonuklearis Kelumpuhan n. fasialis, n. glosofaringeus, n. vagus,

n. hipoglosus
(serabut yang keluar)

25
VI. Sindrom basis pontis bagian tengah

Etiologi

Sindrom ini muncul akibat dari oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris

dan arteri serebelaris superior. 1,2

Manifestasi klinis

Gambaran klinis adalah hemianestesi semua modalitas sensorik ipsilateral,

paralisis flasid otot pengunyah ipsilateral, hemiataksia, intention termor,

adiadokokinesi, disatria sereblar dan hemiparesis spastik kontralateral.4

Gambar 8. Sindrom basis pontis bagian tengah

26
Tabel 9. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Struktur yang terlibat Efek klinis

Radiks n. trigeminus  Hemianestesia semua modalitas sensorik

ipsilateral

 Paralisis flaksid otot pengunyah ipsilateral

Pedunkulus serebelaris Hemiataksia dan asinergia ipsilateral

medial

Traktus kortikospinalis Hemiparesis spastik kontralateral

Nuclei pontis Diktaksia ipsilateral

VII. Sindrom Wallenberg (Sindrom Medularis Dorsolateralis)

Definisi : Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral

atau Sindroma arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan suatu

penyakit dimana pasien memiliki gejala neurologis dengan onset yang mendadak

disebabkan oklusi atau embolisme di teritori arteria inferior posterior atau arteria

vertebralis. Adanya oklusi ini menyebabkan terjadinya infark pada bagian lateral dari

medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri vertebralis yang merupakan ibu

27
cabang dari arteri serebeli posterior inferior. Hal ini sering disebabkan oleh trauma

pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan trauma kepala leher. Arteri

vertebralis melintas di sepanjang leher sebelum masuk ke dalam kepala dan

bercabang menjadi arteri cerebeli posterior inferior. 6,7

Gambar 9. Bagian medula oblongata yang terkena

Patofisiologi

Penyebab utama kelainan vaskular yang menyerang ke sistem vertebrobasilar

adalah aterosklerosis, dimana terbentuk plak di dinding pembuluh darah yang

menyebabkan lumennya menyempit dan dapat terjadi oklusi. Aterosklerosis ini

terjadi pada pembuluh darah yang besar. Kejadian tersebut berbeda dimana

menyerang pembuluh darah kecil yaitu pada diameter 50 – 200 µm. Pada pembuluh

darah kecil prosesnya bernama lipohyalinosis yang sering terjadi berhubungan

dengan hipertensi. Oklusi dari pembuluh darah kecil ini akan membentuk infark kecil

dan melingkar bernama lakuna dimana dapat muncul soliter ataupun multiple di

daerah subkorteks dan batang otak. 1,2,4

28
Lipohyalinosis melemahkan dinding pembuluh darah dan pada penderita

hipertensi rupturnya arteri dapat terjadi dan menyebabkan hemoragik fokal. Hampir

seluruh perdarahan intraserebral berasal dari rupturnya arteri kecil yang merupakan

penghubung.

Karena didapatkannya kedekatan secara anatomi antara arteri vertebral dan

servikal, maka bentuk-bentuk manipulasi pada leher dapat mencederai arteri vertebral

di leher dan akhirnya membentuk oklusi dari trauma yang ditimbulkan tersebut.

Oklusi emboli dari sistem vertebrobasilar tidaklah umum terjadi. 6,7

Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat

lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang menyebabkan

terbentuknya emboli, yang akan menyumblat arteri yang lebih kecil, distal dari

pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat terjadi akibat

kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan mudah lepas

membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada satu atau lebih

pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan kolesterol, agregasi

trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat

pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan

umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. 4

Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak)

akan menyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada

adanya pembuluh darah yang adekuat. Otak yang hanya merupakan 2% dari berat

badan total, menerima perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20%

oksigen yang diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk

29
menjalankan kegiatan neuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme

glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan

pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut,

lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan

otak berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9

menit, manusia akan meninggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka

oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan

terjadi penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+

berpindah ke ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini

menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran

depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila

menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.

Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian

jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml/100 gr.menit. 4

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan

fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan

edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan

berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi

vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan

daerah iskemik.4

Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada keadaan ini

sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untuk mengurangi perluasan daerah

iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca. Komplikasi lebih lanjut dari iskemia

30
serebral adalah edema serbral. Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan

dalam jaringan otak sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis.

Segera setelah terjadi iskemia timbul edema serbral sitotoksik. Akibat dari osmosis

sel cairan berpinda dari ruang ekstraseluler bersama dengan kandungan

makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K dalam membran sel

dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam ruang ekstra seluler. Pada

keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi bengkak. Edema

sitotoksik adalah suatu intraseluler edema. Apabila iskemia menetap untuk waktu

yang lama, edema vasogenic dapat memperbesar edema sitotoksik. Hal ini terjadi

akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan plasma akan mengalir ke

jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut saraf dalam

substansia alba sehingga terjadi pengumpalan cairann sehingga vasogenik edema

serbral merupakan suatu edema ekstraseluler. 4

Pada stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran

fingerlike pada substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serbral

ditemukan pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Halini menarik

bahwa gangguan sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya resiko

perdarahan sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy). Edema

serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space occupying lesion.

Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan hilngnya kemampuan

untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan menyebabkan penekanan

sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan berkurang. Bila hal ini

31
berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan menyebabkan hidrosephalus

obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia global dan kematian otak.

Manifestasi klinik

Gejala dan tanda klinis yang muncul pada sindrom ini tergantung pada tempat

lesi yang terkena. Gejala klinis pada sindroma Wallenberg terbentuk karena adanya

trombosis yang membentuk plak ateromatosa di bagian a. Vertebralis. Hanya sekitar

25 % sindroma ini yang berasal benar-benar oklusi dari arteri cerebeli posterior

inferior. 4

Gambar 10. Sindrom Wallenberg

32
Tabel 10. Struktur batang otak yang terlibat dan efek klinis pada Sindroma

Wallenberg3 :

Struktur yang terlibat Efek klinis

Nistagmus dan kecenderungan jatuh ke sisi


Nucleus vestibularis inferior
ipsilateral.

Nucleus dorsalis n. vagus Takikardia dan dispnea

Pedunkulus serebelaris inferior Ataksia dan asinergia ipsilateral

Nucleus traktus solitaries Ageusia (kehilangan rasa)

Paresis palatum, laring dan faring ipsilateral;


Nucleus ambigus
suara serak

Nucleus n. kokhlearis Tuli

Nucleus traktus spinalis n. Analgesi dan termanestesia wajah ipsilateral;

trigeminus reflex kornea menghilang

Sindrom Horner; hipohidrosis; vasodilator wajah


Jaras simpatis sentral
ipsilateral

Traktus spinoserebelaris anterior Ataksia; hipotonia ipsilateral

Traktus spinotalamikus lateralis Analgesi dan teranestesi setengah tubuh

33
kontralateral

Traktus tegmentalis sentralis Mioritma palatum dan faring

Formasio retikularis Cegukan (singultus)

Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang khas dalam menangani kasus ini melainkan terapi

secara simptomatis seperti menghilangkan gejala dan melakukan rehabilitasi aktif

untuk memulihkan kegitan sehari-hari pada mereka yang diserang stroke. ada pasien

yang sulit menelan, sangat dianjurkan untuk memasang selang makanan yang

dimasukkan melalui mulut atau gastrostomy mengingat risiko aspirasi pneumonia

bisa terjadi. Dalam beberapa kasus, pengobatan mungkin digunakan untuk

mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Beberapa dokter melaporkan bahwa anti-

epilepsi yaitu obat gabapentin tampaknya menjadi obat yang efektif untuk individu

dengan nyeri kronis. Baclofen mungkin efektif dalam mengobati cegukan persisten. 8

VIII. Sindrom Dejerin (Sindrom medularis medialis)

Definisi : Sindrom Dejerin ini terjadi akibat oklusi ramus paramedianus arteria

vertebralis atau arteria basilaris, umumnya bilateral. 1,2,4

34
Manifestasi Klinis

Gambar 11. Sindrom Dejerin

35
Tabel 11. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi: 1

Struktur yang terlibat Efek klinis

Fasikulus longitudinalis Nistagmus

Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi


Lemnikus medialis
kontralateral

Oliva Mioritmia palatum dan posisi kontralateral

Kelumpuhan flasid nervus XII dengan hemiatrofi


Nervus hipoglosus (nervus XII)
lidah

Hemiplagia kontralateral (bukan spastik) tetapi


Traktus piramidalis
terdapat refleks Babinski

36
Tabel. Perbandingan Sindrom Batang Otak

Sindrom Letak lesi Penyebab Gejala

 Kelumpuhan N. III

ipsilateral

 Hemiparesis spastik

kontralateral

 Rigiditas

Oklusi ramus parkinsonisme

interpedukularis arteri kontralateral

Sindrom Weber Mesensefalon serebri posterior dan  Distaksia

arteri khoroidalis kontralateral

posterior  Defisit saraf

kranialis

kemungkinan akibat

gangguan persarafan

supranuklear pada n.

VII, IX, X dan XII

 Kelumpuhan n. III
Oklusi ramus
ipsilateral dengan
Sindrom interpedukularis arteri
Mesensefalon midrasis
Benedikt basilaris dan arteri
 Gangguan sensasi
serebri posterior
raba, posisi, dan

37
getar kontralateral

 Gangguan

diskriminasi dua

titik

 Rigiditas

kontralateral

 Kelumpuhan nervus

VI (perifer) dan n.

VII (nuklear)

ipsilateral

Oklusi ramus  Hemiplagia

Sindrom Foville sirkumferensialis kontralateral


Pons
Millard-Gubler arteri basilaris, tumor,  Analgesia

abses  Termanestesia

 Gangguan sensasi

raba, posisi, serta

getar sisi

kontralateral

Oklusi cabang arteri  Kelumpuhan


Sindrom
basilaris (ramus nuklear N. VI dan n.
tegmentum Pons
sirkumferensialis VII ipsilateral
pontis kaudale
longus dan brevis)  Nistagmus

38
 Paresis melirik ke

lateral ipsilateral

 Hemiataksia dan

asinergia ipsilateral

 Hipestesia dan

gangguan sensasi

posisi dan getar sisi

kontralateral

 Mioritmia palatum

dan faring ipsilateral

 Hilangnya sensasi

wajah ipsilateral

 Paralisis otot-otot
Oklusi ramus
pengunyah
Sindrom sirkumferensialis
 Hemiataksia
tegmentum Pons longus arteri basilaris
 Intention tremor
pontis orale dan arteri serebelaris
 Adiadokokinesia
superior
 Gangguan semua

modalitas sensorik

kontralateral

Sindrom basis Oklusi ramus  Paresis flasid otot-


Pons
pontis bagian sirkuferensialis brevis otot pengunyah

39
tengah dan ramus ipsilateral

paramedianus arteri  Hipestesia,

basilaris analgesia, dan

termanestesia wajah

 Hemiataksia dan

asinergia ipsilateral

 Hemiparesis spastic

kontralateral

 Vertigo

 Nistagmus
Oklusia atau emboli di
 Nausea
Sindrom Medulla teritori arteri serebeli
 Muntah
Wallenberg oblongata inferior posterior atau
 Disartria
arteri vertebralis
 Disfonia

 Singultus (cegukan)

 Kelumpuhan flasid

N. XII ipsilateral
Oklusia ramus
 Hemiplagia
Sindrom Medulla paramedianus arteri
kontralateral dan
Dejerine oblogata vertebralis atau arteri
tanda babinski
basilaris
 Hipestesia kolumna

posterior

40
kontralateral

 Nistagmus

 Miosis

Sistem saraf Kerusakan dari sistem  Ptosis


Sindrom Horner
simpatis saraf simpatis  Anhidrosis

 Enoftalmus

 Oftalmoplegia

 Eksoftalmus

Sindrom Sinus Sinus Gangguan pada N III,  Sindrom Horner

Kavernosus karvenosus IV, VI  Chemosis

 Hilang sensori dari

trigeminal

 Paralisis satu sisi

wajah menyebabkan

Nervus Kerusakan saraf simetri wajah serta


Bell’s palsy
fasialis fasialis gangguan fungsi

menutup mata dan

makan.

41
BAB III

KESIMPULAN

Batang otak terletak paling kaudal, terbagi menjadi medulla oblongata, pons

dan mesensefalon. Secara anatomi batang otak termasuk struktur yang kompleks

dengan fungsi yang beragam dan penting secara klinis, sehingga jika terdapat lesi,

tunggal dan sekecil apapun, lesi itu hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat

refleks, traktus ataupun jaras yang terletak di batang otak. Lesi tersebut seringkali

bersifat vascular degeneratif atau demielinasi dapat juga merusak batang otak.

Kumpulan dari gejala-gejala yang khas dan bersifat alternans pada batang otak

tersebut membentuk suatu sindroma yang kemudian dikenal dengan sebutan sindrom

batang otak.

Sindroma batang otak merupakan sekumpulan gejala yang ditandai dengan

terganggunya satu atau beberapa fungsi dari saraf kranial maupun jejas saraf simpatis

baik melalui proses mekanik berupa invasi maupun trauma ataupun akibat adanya

suatu gangguan vaskularisasi. Sindroma ini ditandai gejala-gejala yang khas dan

bersifat alternans. Dengan mengetahui berbagai sindrom tersebut diharapkan bagi

seorang klinisi untuk membantu menentukan letak lesi yang terjadi berdasarkan

gejala-gejala klinis yang tampak. Prognosis dari berbagai sindrom tersebut sangat

tergantung dari penyebab yang mendasari gangguan tersebut sehingga dalam

penatalaksanaanya juga didasarkan pada gangguan atau lesi primer yang

menyebabkan fungsi sebagian atau beberapa saraf kranial tersebut.

42
Daftar Pustaka

1. Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy,

Physiology, Signs, Symptoms. Ed 4th. EGC, Jakarta. 2005; p198 – 212.

2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat.

Jakarta; 2008. h31 – 156.

3. Sindroma Weber, diunduh dari

http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/syndrome-weber/, 2009.

4. Joyce L, Anisa B, Katia C. Crash Course: Neurology. United Kingdom.

5. Sindroma Horner diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/279394-

overview, 2009.

6. Etiologi Sindroma Horner, diunduh dari:

hhtp://emedicine.medscape.com/article/1220091-overview, 2009.

7. Adriani D. Sindroma Sinus Kavernosus. Departemen Neurologi FKUI. Jakarta;

2008. h1–10.

8. Dewanto G, Suwono W.J, Riyanto B et all. Diagnosis & Tatalaksana Penyakit

Saraf : Bell’s Palsy. Cetakan I. EGC, Jakarta. 2009 : h137-41.

43
BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT
UNIVERSITAS PATTIMURA OKTOBER 2017

SINDROM BATANG OTAK

Disusun oleh:

Vito Oeibisono
(2010-83-023)

Pembimbing:
Dr. Parningotan Yosi Silalahi, Sp. S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN NEUROLOGI RSUD DR. M HAULUSSY

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2017

44

Anda mungkin juga menyukai