Askep Ablasio Retina
Askep Ablasio Retina
Askep Ablasio Retina
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen retina dibawahnya yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari eitel
berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tidak mampu melakukan aktivitas
fungsi visualnya yang berakibat hilangnya penglihatan (C. Smlezer, Suzanne,
2002).Lepasnya retina dapat menyerang satu dari 10.000 orang setiap tahun di Amerika
Serikat. Kejadiaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia
berapapun, walaupun biasanya terjadi pada usia setengah baya atau lebih tua. Kejadiaan
ini lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia)
atau berkacamata minus pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang pernah
mengalami lepas retina. Lepasnya retina dapat pula terjadi akibat pukulan yang sangat
keras. Selain itu, walaupun agak jarang kondisi ini dapat merupakan penyakit keturunan
yang bahkan dapat terjadi pada bayi dan anak-anak. Bila tidak segera dilakukan tindakan,
lepasnya retina akan mengakibatkan cacat penglihatan atau kebutaan.
Ablasio retina dengan robekan (rhegmatogenous retinalrobekan (rhegmatogenous
retinaldetachment) dapat terjadi secara spontan akibat adanyarobekan idiopatik di retina
perifer, tetapi dapat juga timbuldidahului tindakan intra okuler seperti operasi
katarak,filtering surgery, penyuntikan intravitreal, dan vitrektomi.Insidens ablasio retina
setelah operasi katarak secarakumulatif adalah 0,9% dalam 4 tahun setelah operasi
danmeningkat menjadi 1,3% setelah 10 tahun postperasi.Adanya kondisi tertentu seperti
robekan kapsul posterior,myopia tinggi dan riwayat trauma meningkatkan
risikoterjadinya ablasio retina setelah operasi.Teknik penanganan ablasio retina
pseudofakia bervariasiantar pusat penelitian. Ada yang lebih menekankan
operasibuckling, operasi vitrektomi dan kombinasibucklingdengan vitrektomi. Umumnya
hal ini lebih ditentukankondisi di dalam bola mata, di samping kesukaan
danketerampilan masing-masing operator. Masing-masingteknik mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Akan tetapiyang lebih ditekankan adalah hasil tajam penglihatansetelah
operasi.
Simanjuntak: Surgical Result of Pseudophakic Retinal DetachmentDi Indonesia,
beragam hasil operasi dilaporkan denganbentuk/desain study yang bervariasi, dan
hasilnya jugabervariasi. Saat ini belum ada laporan dari FK-UKI/RSCikini Jakarta.
1
Berikut ini adalah laporan dari tempat kami,pasien-pasien dengan ablasio retina
pseudofakia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin mengetahui konsep-konsep
Ablasio Retina
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan sistem persepsi
sensori pada pasien dengan ablasio retina
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi ablasio retina ?
b. Untuk mengetahui etiologi ablasio retina ?
c. Untuk mengetahui patofisiologi ablasio retina ?
d. Untuk mengetahui pathway ablasio retina ?
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis ablasio retina ?
f. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada pasien ablasio retina ?
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada ablasio retina ?
h. Untuk mengetahui penatalaksaaan medis pada ablasio retina ?
i. Untuk mengetahuiasuhan keperawatan tentang ablasio retina ?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahaan retina neurosensori dari lapisan epitel
bepigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung
batang dan kerucut , terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel
fotosensitif ini tidak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat
hilangnya penglihatan (C. Smlezer, Suzanne, 2002)
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina dari lapisan
epitel pigmen retina(Mansjoer, Arif, 2001)
Ablasio retina adalah pelepasan retina dari epitelium neurosensoris retina dan lapisan
epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991)
Ablasio retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata
yang disebabka oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan,
sehingga antara khoroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991).
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensorik retina dari lapisan
epitel pigmen retina. (Daniel, 2000)
3
B. Klasifikasi
Ablasio retina dapat diklasifikasikan secara alamiah menurut cara terbentuknya :
1) Ablasio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina
yang menembus sampai badan dan masuk keruang sub retina, apabila cairan
terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
2) Ablasio retina traksi (tarikan) oleh karena tarikan terjadi pada saat retina mendorong
keluar dari lapisan epitel oleh ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan
kaca.
3) Ablasio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses
peradangan, gabungan dari penyakit sismetik atau oleh tumor intraocular, jika cairan
tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan eptiel pigmen.
C. Etiologi
4
(C. Smlezer, Suzanne, 2002)
Faktor risiko terjadinya ablasio retina :
a. Rabun dekat
b. Riwayat keluarga dengan ablasio retina
c. Diabetes yang tidak terkontrol
d. Trauma
D. Patofisiologi
Adanya inflamasi intraokuler pada penderita ablasio retina, menyebabkan peningkatan
cairan eksudatif. Yang memicu adanya tarikan pada retina. Perubahan degeneratif dalam
cairan viterus menyebabkan kosentrasi asam Hidlorunat berkurang sehingga cairan
viterus menjadi semakin cair. Dan viterus kolaps membengkak kedepan menyebabkan
tarikan pada retina, karena adanya tarikan pada retina sehingga menyebabkan terjadinya
robekkan dan resiko infeksi.
Terjadi robekan pada retina menyebabkan sel-sel retina dan darah terlepas dari epitel
berpigmen, sehingga terjadi penurunan tajam pada pandang sentral dan menyebabkan
terjadinya gangguan persepsi penglihatan dan resiko cidera karena adanya gangguan
pada pandang sentral.
Tarikan retina
5
Robekan retina Resiko infeksi
F. Manifestasi Klinis
1. Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya.
2. Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah labat-laba
3. Klien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak di lapang pandang
ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen.
4. Penurunan tajam pandangan sentral atau hilangnya pandangan sentral menunjukkan
adanya keterlibatan macula.
G. Komplikasi
1. Komplikasi awal setelah pembedahan :
a. Peningkatan TIO (Tekanan Intraokuler)
b. Glaukoma
c. Infeksi
6
d. Ablasio koroid
e. Kegagalan pelekatan retina
f. Ablasio retina berulang
2. Komplikasi lanjut :
a. Infeksi
b. Lepasnya bahan blucking melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
c. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
d. Diplopia
e. Kesalahan refraksi
f. Astigmatisme
H. Pemeriksaan Penujang
1. Pemeriksaan oftalmologi
a. Pemeriksaan visus
Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun
terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar
masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
b. Pemeriksaan lapang pandang
Akan terjadi lapang pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif
sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan telihat
pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.
c. Pemeriksaan lapang pandangan dapat dilakukan dengan :
1) Pemeriksaan konfrontasi, yaitu pemeriksaan dengan melakukan perbandingan
lapang pandangan klien dengan si pemeriksa sendiri.
2) Pemeriksaa perimeter atau kampimeter
Lapang pandang normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat
nasal, dan 65 derajat ke bawah.
2. Pemeriksaan funduskopi
Yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan
binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenal dengan
hilangnya reflek fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang
menutupi gambaran vakuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada
7
ruang subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu
robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid
dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri darah dan
pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk mengambil adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, DM,
maupun kelainan darah.
b. Pemeriksaan ultrasonografi
Yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio
retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti ploriverative
vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu unltarsonografi juga digunakan
untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya
tumor dan posterior skleritis.
c. Pemeriksaan angiografi fluoresia akan terlihat :
1) Kebocoan di daerah parapapilar dan daerah yang berdekatan dengan tempatnya
ruptur, juga dapat terlihat
2) Gangguan permeabiltas koriokapiler akibat rangsangan langsung badan kaca
pada koroid
3) Dapat dibedakan antara ablasio primer dan sekunder
4) Adanya tumor atau peradangan yang menyebabkan ablasio
Hasil pemeriksaan :
1. Visus atau salah satu posisi lapang pandang memburuk
2. Fundus refleks hilang
3. Retina terangkat, terlihat abu-abu, bergoyang-goyang
4. Terkadang robekan retina berwarna merah dapat terlihat langsung pada
pemeriksaan funduskopi.
I. Penatalaksanaan
a. Tirah baring dan aktivitas dibatasi
b. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain untuk mencegah cidera.
8
c. Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang di anjurkan harus di
pertahankan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan
retina.
d. Klien tidak boleh terbaring terlentang
e. Dilatasi pupil haus dipertahankan untuk mepermudah pemeriksaan pasca operasi.
Cara pengobatan :
1. Prosedur laser
Untuk menangani ablsio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang
berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairan subretina yang
tanpa robekan retina.
Tujuan untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya pada
epitel berpigmen.
2. Pembedahan
Retinopati diabetika/ trauma dengan pendarahan vitreus memerlukan pembedahan
vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan.
Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan
kembali retina.
Jenis pembedahan ablasio retina:
a. Pneumoretinopeksi : operasi singkat untuk melekatkan kembali retina yang lepas
(ablasio retina)
b. Slceral Buckling : operasi untuk melekatkan kembali retina yang lepas
c. Virektomi : operasi ini memerlukan alat khusus, ahli bedah akan melakukan operasi
didalam rongga bola mata untuk membersihkan viterus yang keruh, melekatkan
kembali viterus yang mengalami ablasio, mengupas jaringan ikat dari permukaan
retina, dan tindakan – tindakan lain yang diperlukan.
3. Krioterapi transkleral
Dilakukan pada setiap tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang
melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina.
Sebuah/beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan kedalam sklera, secara
fisik akan mengidensi/ melipat sklera, koroid, dan lapisan fotosensitif ke epitel
berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan
pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya normalnya dapat di kembalikan.
(C, Smlezer, Suzanne, 2002)
9
BAB III
A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesis
a. Identitas klien
b. Keluhan Utama
Timbulnya penglihatan buram dan semakin gelap (ablasio retina) biasanya
mendadak dan tidak nyeri karena tidak ada serabut nyeri yang terletak pada retina.
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Timbulnya ablasio retina biasanya mendadak dan tidak nyeri karena tidak ada
serabut nyeri yang terletak pada retina (Ignatavicius D, 1991). Klien sering
mengeluh melihat sinar kilat atau titik-titik hitam di depan mata yang terkena.
Selama fase awal atau ablasio retina parsial, klien mengeluhkan sensasi pada
tabir menutupi bagian lapang pandang. Hilangnya lapang pandang tergantung
area lepasnya retina.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji faktor resiko penyakit yang akan mempengaruhi sakit, meningkatkan umur,
degenerasi vitreoretina dan myopia, penyakit vaskuler lainnya.
c) Riwayat keluarga
Kaji riwayat penyakit keturunan klien.
d) Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan klien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan
sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah klien mengalami kecemasan ,
rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana klien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
e) Pola fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada klien dengan post ablasio retina apabila tidak
terdapat komplikasi :
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
10
Bagaimana persepsi klien tentang hidup sehat, dan apakah dalam
melaksanakan tatalaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang
lain
b. Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasan disaat tidur dan gangguan selama tidur
sebelum pelaksanaan operasi dan setelah operasi
c. Pola aktivitas
Apa saja kegiatan sehari-hari klien sebelum masuk rumah sakit. Dan juga
selama di rumah sakit
d. Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan klien dengan lingkungan sekitarnya. Dan peran klien
dengan keluarga dan masyarakat. Dan juga di tanyakan bagiamana hubungan
klien dengan klien lain di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan
operasi.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri klien. Apakah
ada perasaan negatif terhadap dirinya. Dan juga bagaimana klien menyikapi
dirinya sendiri setalah operasi
f. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan klien. Bagaimana cara berfikir dan jalan
pikiran klien.
g. Pola penanggulangan stress
Bagaimana klien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang
paling sering muncul pada klien.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan data yang berkaitan dengan manifestasi klinis
dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik.
a. Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya
b. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata dibagi berdasarkan segmen-segmen yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior
1. Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak
11
2. Keadaan lensa, bila tidak komplikasi lain, maka keadaan lensa adalah jernih
3. Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang sudah masuk
rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin
4. Kamera Okuli anteriornya biasanya dalam
5. Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pada klien post operatif akan
mengalami hiperemi dan konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior
1. Corpus vitreum ada kelainan atau tidak
2. Ada atau tidak pupil syaraf optiknya
Pemeriksaan diagnostik
1. Visus, untuk mengetahui ketajaman penglihatan. Apakah menurun atau tidak
dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada.
2. Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina,
refleks dan gambaran koroid.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan robekan pada retina
2. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan penurunan tajam
pandang sentral
3. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan tajam pandang sentral
C. Intervensi Keperawatan
1. resiko infeksi berhubungan dengan robekan pada retina.
Diagnosa NOC NIC
1. resiko infeksi b.d immune status Infection control :
robekan pada retina. knowledge : infection
control Bersihkan lingkungan
Faktor-faktor resiko : risk control setelah di pakai klien
penyakit kronis Kriteria hasil : lain
pengetahuan yang tidak klien bebas dari tanda
cukup untuk dan gejala infeksi Pertahankan teknik
menghindari isolasi
pemanjanan pathogen Menunjukkan
12
pertahanan tubuh kemampuan untuk Pertahankan lingkungan
primer yang tidak mencegah timbulnya aseptic selama
adekuat infeksi pemasangan alat
ketidak adekuatan
Jumlah leukosit dalam
pertahanan sekunder Berikan terapi antibiotic
batas normal
vaksinasi tidak adekuat bila perlu infection
pemanjanan terhadap protection
Menunjukkan perilaku
patogen lingkungan
hidup sehat.
meningkat Monitor tanda dan
prosedur invasif gejala infeksi sistemik
malnutrisi dan lokal
Monitor kerentangan
terhadap infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporka kecurigaan
infeksi
13
2. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d penurunan tajam pandang sentral
Diagnosa NOC NIC
Gangguan persepsi sensori Kontrol kecemasan Peningkatan komunikasi:
penglihatan b.d penurunan indikator Penglihatan :
tajam pandang sentral Kenali diri sendiri
Kriteria hasil : ketika memasuki ruang
Batasan Karakteristik : Memantau intensitas klien.
Berubahnya panca kecemasan Menerima reaksi klien
indera Menghilangkan pencetus terhadap rusaknya
Berubahnya respon kecemasan penglihatan
yang umum terhadap Menurunkan rangsangan Catat reaksi klien
rangsangan lingkungan ketika cemas terhadap rusaknya
Gagal penyesuaian Menggunakan strategi penglihatan
Distorsi pancaindera koping yang efektif Andalkan penglihatan
Menjaga hubungan klien yang tersisa
sosial sebagaimana mestinya
Melaporkan Gambarkan
ketidakhadiran lingkungan pada klien
penyimpangan persepsi Jangan memindahkan
pada pancaindera benda-benda di kamar
klien tanpa
memberitahu klien
Sediakan kaca
pembesar atau
kacamata prisma
sewajarnya untuk
membaca
14
Klien terbebas dari
Faktor resiko : cidera Identifikasi kebutuhan
Ekternal keamanan klien, sesuai
Internal Klien mampu dengan kondisi fisik dan
menjelaskan fungsi kognitif klien
cara/metode untuk dan riwayat penyakit
mencegah cidera terdahulu klien
D. Implementasi Keperawatan
Tahap implementasi ini merupakan tindakan pengelolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. (Setiadi, 2012)
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan dan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. (Asmadi, 2008)
Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :
15
a. Tidak mengalami gangguan persepsi sensori penglihatan
b. Tidak terjadi infeksi
c. Tidak terjadi pencederaan diri.
16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina dari lapisan
epitel pigmen retina. Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari
lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina
yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari apitel berpigmen pemberi nutrisi,
maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat
hilangnya penglihatan.(C. Smlezer, Suzanne, 2002)
B. Saran
Dalam pembuatan makalah asuhan keperawatan masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah asuhan keperawatan yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
17
DAFTAR PUSTAKA
C. Smeltzer, Suzanne.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart).
Edisi 8. Volume 3. Jakarta. EGC.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Media Aesculapius
NANDA Internasional. (2009). Diagnosis Keperawatan. Jakarta. EGC.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta. Graha Ilmu
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. EGC.
Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta. Mediaction.
18