Teori Precede-Proceed menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan status kesehatan seseorang, meliputi 5 fase: (1) diagnosa sosial untuk menentukan masalah kesehatan, (2) diagnosa epidemiologi untuk menentukan prioritas masalah, (3) diagnosa perilaku dan lingkungan untuk mengidentifikasi penyebab perilaku dan lingkungan, (4) diagnosa pendidikan dan organisasi untuk menentukan sasaran intervensi, (5) diagnosa administr
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
215 tayangan8 halaman
Teori Precede-Proceed menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan status kesehatan seseorang, meliputi 5 fase: (1) diagnosa sosial untuk menentukan masalah kesehatan, (2) diagnosa epidemiologi untuk menentukan prioritas masalah, (3) diagnosa perilaku dan lingkungan untuk mengidentifikasi penyebab perilaku dan lingkungan, (4) diagnosa pendidikan dan organisasi untuk menentukan sasaran intervensi, (5) diagnosa administr
Teori Precede-Proceed menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan status kesehatan seseorang, meliputi 5 fase: (1) diagnosa sosial untuk menentukan masalah kesehatan, (2) diagnosa epidemiologi untuk menentukan prioritas masalah, (3) diagnosa perilaku dan lingkungan untuk mengidentifikasi penyebab perilaku dan lingkungan, (4) diagnosa pendidikan dan organisasi untuk menentukan sasaran intervensi, (5) diagnosa administr
Teori Precede-Proceed menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan status kesehatan seseorang, meliputi 5 fase: (1) diagnosa sosial untuk menentukan masalah kesehatan, (2) diagnosa epidemiologi untuk menentukan prioritas masalah, (3) diagnosa perilaku dan lingkungan untuk mengidentifikasi penyebab perilaku dan lingkungan, (4) diagnosa pendidikan dan organisasi untuk menentukan sasaran intervensi, (5) diagnosa administr
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8
A.
TEORI PRECEDE AND PROCEED
Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor : 1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. 2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. 3. Faktor-faktor pendorong (Renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Teori Lawrence W Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja Precede dan Proceed. Kerangka kerja precede mempertimbangkan beberapa faktor yang membentuk status kesehatan dan membantu perencana terfokus pada faktor tersebut sebagai target untuk intervensi. Menurut Green (1980) penggunaan kerangka kerja PRECEDE and PROCEED adalah sebagai berikut : 1. PRECEDE terdiri dari Predisposing; Reinforcing; Enabling cause in educational diagnosis and evaluation. Akan memberikan wawasan spesifik menyangkut evaluasi. Kerangka kerja ini menunjukkan sasaran yang sangat terarah untuk intervensi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program. 2. PROCEED terdiri dari Policy, Regulation, Organizational and environmental development. Menampilkan kriteria tahapan kebijakan dan implementasi serta evaluasi. Precede mengarahkan perhatian awal pendidik kesehatan terhadap keluaran dan bukan terhadap masukan dan memaksanya memulai proses perencanaan pendidikan kesehatan dari ujung “Keluaran”. Ini mendorong munculnya pertanyaan “mengapa” sebelum pertanyaan “bagaimana”. Dari sudut perencanaan, apa yang terlihat sebagai ujung yang salah sebagai tempat untuk memulai, kenyataannya adalah sesuatu yang benar. Orang mulai dengan keluaran akhir, kemudian bertanya tentang apa yang harus mendahului keluaran itu, yakni dengan cara menentukan sebab-sebab keluaran itu. Dinyatakan dalam cara lain, semua faktor yang penting untuk suatu keluaran harus didiagnosis sebelum intervensi dirancang; jika tidak, intervensi akan didasarkan atas dasar tebakan (kira-kira) dan mempunyai resiko salah arah. Bekerja menggunakan precede dan proceed, mengajak orang berpikir deduktif, untuk memulai dengan akibat akhir dan bekerja ke belakang ke arah sebab-sebab yang asli. Adapun penjelasan dari tiap fase dalam kerangka Precede Proceed Theory adalah sebagai berikut: 1. Fase 1 (diagnosa sosial) Pada fase pertama ini adalah proses penentuan persepsi seseorang terhadap kebutuhan dan kualitas hidupnya dan aspirasi untuk lebih baik lagi, dengan penerapan berbagai informasi yang didesain sebelumnya. Partisipasi masyarakat adalah sebuah konsep pondasi dalam diagnosis sosial dan telah lama menjadi prinsip dasar bagi kesehatan dan pengembangan komunitas. Hubungan sehat dengan kualitas hidup merupakan hubungan sebab akibat. Input pendidikan kesehatan, kebijakan, regulasi dan organisasi menyebabkan perubahan outcome, yaitu kualitas hidup. Fase ini membantu masyarakat (community) menilai kualitas hidupnya tidak hanya pada kesehatan. Adapun untuk melakukan diagnosa sosial dilaksanakan dengan mengidentifikasi masalah kesehatan melalui review literature (hasil-hasil penelitian), data (misalnya BPS, Media massa), group method. Hubungan sebab akibat dapat terjadi secara langsung melalui kebijakan sosial, intervensi pelayanan sosial, kebijakan kesehatan dan program kesehatan. a. Bagian atas yaitu kebijakan sosial atau keadaan sosial, mengindikasikan masalah kesehatan mempengaruhi kualitas hidup, sehingga kualitas hidup dapat memotivasi dan mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan. Kualitas hidup sulit diukur dan sulit didefinisikan; ukuran obyektif (indikator sosial), yaitu angka pengangguran, kepadatan hunian, kualitas air. Ukuran subyektif (informasi dari anggota masyarakat tentang kepuasan hidup, kejadian hidup yang membuat stress, individu dan sumber daya sosial. b. Bagian bawah yaitu intervensi kesehatan, mengindikasikan kondisi sosial dan kualitas hidup dipengaruhi oleh masalah kesehatan. 2. Fase 2 (diagnosa epidemiologi) Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang, baik langsung maupun tidak langsung. Yaitu penelusuran masalah- masalah kesehatan yang dapat menjadi penyebab dari diagnosa sosial yang telah diprioritaskan. Ini perlu dilihat data kesehatan yang ada dimasyarakat berdasarkan indikator kesehatan yang bersifat negatif yaitu morbiditas dan mortalitas, serta yang bersifat positif yaitu angka harapan hidup, cakupan air bersih, cakupan rumah sehat. Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, dilakukan dengan beberapa tahapan, diantaranya: a. Masalah yang mempunyai dampak terbesar pada kematian, kesakitan, lama hari kehilangan kerja, biaya rehabilitasi, dan lain-lain. b. Apakah kelompok ibu dan anak-anak yang mempunyai resiko. c. Masalah kesehatan yang paling rentan untuk intervensi. d. Masalah yang merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan status kesehatan,economic savings. e. Masalah yang belum pernah disentuh atau di intervensi. f. Apakah merupakan prioritas daerah/ nasional.
3. Fase 3 (diagnosa perilaku dan lingkungan)
Pada fase ini terdiri dari 5 tahapan, antara lain: a. Memisahkan penyebab perilaku dan non perilaku dari masalah kesehatan. b. Mengembangkan penyebab perilaku 1) Preventive behaviour (primary, secondary, tertiary) 2) Treatment behaviour c. Melihat important perilaku 1) Frekuensi terjadinya perilaku 2) Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan d. Melihat changebility perilaku e. Memilih target perilaku Untuk mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan, digunakan indikator perilaku seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi), upaya pencegahan (prevention action), pola konsumsi makanan (consumtion pattern), kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan sendiri (self care). Untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap, yaitu: membedakan penyebab perilaku dan non perilaku; menghilangkan penyebab non perilaku yang tidak bisa diubah; melihat important faktor lingkungan, melihat changeability faktor lingkungan, memilih target lingkungan.
4. Fase 4 (diagnosa pendidikan dan organisasi )
Mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan yang status kesehatan atau kualitas hidup dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya. Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus diubah untuk kelangsungan perubahan perilaku dan lingkungan. Merupakan target antara atau tujuan dari program. Ada 3 kelompok masalah yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu: a. Faktor predisposisi (predisposing factor): pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai, dan lain-lain. b. Faktor penguat (reinforcing factor): perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, dan lain-lain. c. Faktor pemungkin (enabling factor): lingkungan fisik tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan lain-lain. Tahap proses menyeleksi faktor dan mengatur program: a. Identifikasi dan menetapkan faktor-faktor menjadi 3 kategori Mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku dan dipilah-pilah sesuai dengan 3 kategori yang ada: predisposing, enabling, reinforcing factors. Metode : 1) Formal : Literatur, Checklist dan kuesioner 2) Informal : Brainstorming, Normal group process (NGP) b. Menetapkan prioritas antara kategori Menetapkan faktor mana yang menjadi obyek intervensi, dan seberapa penting dari ketiga faktor yang ada. c. Menetapkan prioritas dalam kategori Berdasarkan pertimbangan : 1) Important: prevalensi, penting dan segera diatasi menurut logis, pengalaman, data dan teori 2) Immediacy: seberapa penting 3) Necessity: mungkin prevalensi rendah, tapi masih harus dimunculkan perubahan lingkungan dan perilaku yang terjadi 4) Changeability: mudah untuk diubah 5. Fase 5 (diagnosa administrasi dan kebijakan) Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan kejadian-kejadian dalam organisasi yang mendukung atau menghambat perkembangan promosi kesehatan. a. Administrative diagnosis 1) Memperkirakan atau menilai resorces/ sumber daya yang dibutuhkan program 2) Menilai resorces yang ada di dalam organisasi atau masyarakat 3) Mengidentifikasi faktor penghambat dalam mengimplementasi program Tahap diagnosa administrasi, antara lain : 1) Menilai kebutuhan sumber daya : Time, Personnel, Budget 2) Menilai ketersediaan sumber daya : Personnel, Budgetary, Contraints (keterbatasan budget) 3) Menilai penghambat implementasi : Staff commitment and attitude, Goal conflict, Rate of change, Familiarity, Complexity, Space, Community barriers b. Policy diagnosis 1) Menilai dukungan politik 2) Dukungan regulasi atau peraturan 3) Dukungan sistem didalam organisasi 4) Hambatan yang ada dalam pelaksanaan program 5) Dukungan yang memudahkan pelaksanaan program Tahapan diagnosa kebijakan, antara lain: 1) Menilai kebijakan, regulasi dan organisasi : Issue of loyality, Consistency, Flexibility, Administrative of professional direction. 2) Menilai kekuatan politik : Level of analysis, The zero-sum game, System approach, Exchange theory, Power equalization approach, Power educative approach, Conflict approach, Advocacy and education and community development
6. Fase 6 (Proses Evaluasi)
Proses evaluasi adalah sebuah evalusi yang formatif, sesuatu yang muncul selama pelaksanaan program. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan baik data kuantitatif dan kualitatif untuk mengakses kemungkinan dalam program sebagaimana untuk meyakinkan penyampaian program yang berkualitas. Sebagai contoh, kehadiran partisipan, dan perilaku selama berjalannya program akan dikumpulkan, sebagaimana sebuah penilaian sebagaimana baiknya rencana yang tertulis (menjelaskan isi dari yang telah disampaikan, bagaimana itu akan disampaikan, dan seberapa banyak waktu yang dialokasikan) menyelaraskan dengan penyampaian sebenarnya dari pelajaran (apa isi yang sebenarnya yang telah disampaikan, bagaimana itu disampaikan, dan seberapa banyak waktu yang diperlukanuntukmenyampaikanitu). Pencapaian pendidikan dari tujuan juga diukur dalam fase ini.
7. Fase 7 (Evaluasi dampak)
Fokus dalam fase ini adalah evaluasi sumatif, yang diukur setelah program selesai, untuk mencaritahu pengaruh interfensi dalam prilaku atau lingkungan. Waktunya akan bervariasi mulai dari sesegera mungkin setelah selesai dari menyelesaikan aktivitas intervensi sampai beberapa tahun kemudian.
8. Fase 8 (Evaluasi hasil)
Fokus dari fase evualusi terakhir sama dengan focus ketika semua proses berjalan, indikator evaluasi dalam kualitas hidup dan derajat kesehatan.
B. APLIKASI MODEL PRECEDE DAN PROCEED
Dalam bidang kesehatan masyarakat, banyak sekali aplikasinya dan beragam aplikasinya. Model ini digunakan untuk merencanakan, merancang, melaksanakan, dan atau mengevaluasi program untuk kesehatan dan beragam permasalahan kesehatan, seperti masalah kualitas seperti kanker payudara, pemeriksaan payudara sendiri, pendidikan kanker, kesehatan jantung, kesehatan ibu dan anak, pencegahan cidera, pengendalian penyalahgunaan obat. Narkoba, kesehatan gizi berbasis sekolah, kebijakan pendidikan dan pengembangan kurikulum dan pelatihan kurikulum dan pelatihan bagi para professional perawatan kesehatan. Contoh aplikasi dalam kesehatan reproduksi dan HIV AIDS, sebagai berikut: Tren penyebaran HIV AIDS pada wanita pekerja seksual sangat tinggi. Kasus HIV/AIDS di Indonesia sejak tahun 2008 terus mengalami peningkatan (Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2011). Pada Tahun 2010, Jawa Timur berada pada posisi kedua sedangkan tahun 2011 pada posisi keempat untuk kasus HIV/AIDS di Indonesia. Meskipun menunjukkan penurunan peringkat namun jumlah kasusnya tetap mengalami peningkatan yaitu 235 kasus (6,6%) dari tahun 2010 (Ditjen PPM dan PL DepkesRI,2011). Kasus HIV/AIDS di kota Surabaya mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari tahun 2008 ke tahun 2009 yaitu sekitar 214%. Namun pada tahun 2010 jumlah penderita HIV/AIDS menurun sekitar 71 kasus (9%) dari kasus sebelumnya. Hal ini menunjukkan penurunan kasus tidak terlalu besar jika dibandingkan lonjakan kasus yang terjadi. Salah satu kelompok risiko tinggi adalah Wanita Pekerja Seks (WPS). Estimasi WPS di Indonesia pada tahun 2006 diperikirakan mencapai 0,30% dari populasi perempuan dewasa (15-49 tahun). Kelompok WPS sangat rentan tertular HIV akibat hubungan seks dan perilaku seks yang tidak aman (KPA, 2009). Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 dalam BKKBN 2011 diketahui bahwa pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS dan kesadaran menggunakan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi cenderung menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Menurut hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2011 beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan kondom antara lain adalah pengetahuan, aksesibilitas, penjangkauan, dan aturan penggunaan kondom. DAFTAR PUSTAKA Ariani. 2011. Analisis Hubungan Pengetahuan, Sikap dengan Tindakan Berdasarkan Indikator Surveylands Perilaku HIV AIDS pada Wanita Pekerja Seksual. Surabaya. Departemen Epidemiologi FKM Unair Green. 1991. Health Promotion Planning An Aducational and Environmental Approach Second Edition. London.Mayfield publishing company. Notoatmodjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.