TAUHID

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Aqidah Tauhid

Oleh : H. Mas’oed Abidin

Risalah para Nabi (Rasul Allah) sejak dari Adam AS adalah


memelihara manusia (makhluk Allah) tetap pada eksistensinya sesuai
dengan tujuan manusia di jadikan.1

Nilai-nilai hakiki kemanusiaan hanya terpelihara selama manusia


menjaga buhul (aqidah Tauhidullah), yakni pandangan dan perpegangan
tauhid kepada Allah SWT dalam semua tindakan ataupun pemikiran
manusia. Tauhidullah (tauhidic weltanschaung) wajib dijadikan way of
life dari manusia yang beriman.

Pemahaman tauhid sesungguhnya mencakup seluruh pemahaman


mendalam kepada sifat-sifat Allah. Karena itu pengertian tauhid dapat
dipahami dalam Tauhid Rububiyah, Tauhid Mulkiyah dan Tauhid
Uluhiyah sebagai konsekwensi dari pengakuan (syahadat) kepada Allah
Yang Maha Tunggal (Esa).

TAUHID RUBUBIYAH
Secara etimologis, rabb ialah seseorang yang menunjang dan
menyediakan kebutuhan orang lain, terutama menyangkut
pemeliharaan, pertumbuhan, mengatur dan menyempurnakan.2

Manusia sebagai makhluk memerlukan sesuatu yang bisa


mengatur dirinya, membantu, dan menyediakan kebutuhan-kebutuhannya,
yakni Khalik.

Secara terminologis pemahaman menurut bimbingan Al Qur’an,


maka kata-kata Rabb mengandung beberapa pengertian ;
Pertama, pengertian sebagai nama dari Maha Pencipta (langit,
bumi, manusia, alam), Maha Pengatur segala urusan, Maha Pemelihara,
Maha Pemberi rizki (penjamin logistik). Maha Penjamin stabilitas
kesehatan, Maha Pendidik.. Maha Pelindung manusia.3
Kedua, mengandung pengertian kata pemilik hukum, Maha
Pembuat UU atau Maha Memproduk Hukum.4

1
QS.adz-Dzariyat, 56
2
Kata Rabb dapat dipakai dengan arti Tuan, Pemilik, misalnya Rabb el-mal yang berarti
“pemilik harta”, atau Rabb el-dar, berarti ”pemilik rumah”. Kata Rabb juga berarti:
Penguasa, pengatur, pencipta, pendidik dan menumbuhkannya.
3
Lihat QS.96:1-5, 10:3, 31, 32, 2:21, 22, 42:11-12, 106:3-4.
4
Lihat QS.42:10, 7:2-3, 6:114, 32:2,3, 10:37, 12:40. Lihat QS.42:10, 7:2-3, 6:114, 32:2,3,
10:37, 12:40.

1
Dapat digaris bawahi maksud Tauhid Rububiyah ialah :
“Pengalasan akan keyakinan bahwa Allah satu-satunya Rabb
(Maha Pencipta, Pengatur, Pemelihara, Penjamin logistik atau
rizki, Penjamin kesehatan, Maha Pendidik dan Pengajar; serta
mengimani secara bulat tanpa cacat (haqqul yakin) bahwa
Allah adalah Rabb yang ditanganNyalah KEMENANGAN
SECARA OBSOLUT, dan pada KEKUASAANNYA ada HAK
MEMBUAT UU/HUKUM, menentukan boleh dan tidak,
menetapkan halal dan haram”.

Konsekwensi dari keyakinan tauhid Rububiyah ini adalah lahirnya


keparuhan muthlak kepada kekuasaan dan hukum-hukum Allah sebagai
satu-satunya Rabb.5

Penolakan terhadap wahyu menurut Qur’an hukumnya kufur,


dzalim, fasiq dan musyrik, karena sebenarnya adalah pengingkaran
terhadap AQIDAH RUBUBIYAH.6

Konsekwensi keyakinan kepada tauhid Rububiyah ini adalah


seluruh produk rasio manusia di luar wahyu yang ditujukan untuk
mengatur kehidupan manusia serta dipaksakan pelaksanaannya kepada
manusia untuk di ikuti, sesungguhnya dapat dianggap telah melaksanakan
produk hukum yang disebut sebagai hukum hewani atau hukum
jahiliyah.7

Realisasi Aqidah Rububiyah dibuktikan oleh seseorang hamba


lewat pengakuan (ikrar, janji, syahadat).

Pengakuan tersebut secara jelas terlihat dalam kerelaan seseorang


dalam memberlakukan Undang-Undang atau Hukum-Hukum Allah yang
telah diterima tanpa paksa sebagai Penguasa (Rabb-nya).

Pemberlakuan hukum-hukum Allah ini jelas sekali dilihat dalam


seluruh karya cipta, kreasi, imaginasi, yang dibuktikan dalam tingkah serta
amaliah sehari-hari.
Jika pemberlakuan hukum-hukum Allah Rabbul ‘alamin ini tidak
tampak dalam perlakuan keseharian seseorang hamba, berarti hamba itu
telah memberikan pengakuan palsu dan melakukan kebohongan besar
terhadap Allah.

5
Artinya, bila ada yang membuat atau memproduksi hukum di luar wahyu, seperti
membolehkan menurut hukum apa yang dilarang oleh wahyu, berarti telah mengakui
atau memproklamasikan dirinya sebagai Rabb/Tuhan tandingan di planet bumi (musyrik
Rububiyah), seperti contohnya Fir’aun, Namrudz (Nebukadnezar).
6
Lihat QS. 5:44-45, 47
7
Lihat QS. 31:30, 10:32, 36.

2
Dalam kondisi seperti ini seorang hamba akan jatuh kepada
penilaian “tidak dianggap beragama sedikit pun”, sampai kepada suatu
keadaan hamba itu berbalik kepada kesadaran dengan kerelaan (taubat
nashuha) yang sesungguhnya bersedia menegakkan ketentuan-
ketentuan wahyu.8

Dalam realisasi praktek hukum, tentu tidak mungkin tanpa pelaku


hukum (manusia) atau aparatur pemerintah (lembaga) hukum yang
berwenang (Qanunisasi, kodifikasi hukum) dan syah (proklamasi).

Berbicara masalah Aparatur (Pelaksana hukum dan Lembaga


Pemerintahan) menurut Wahyu Allah berarti berbicara tentang Aqidah
Mulkiyah.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Aqidah Rububiyah dalam


realisasinya adalah mewujudkan aqidah mulkiyah.

Misalan yang sederhana dan mudah dipahami adalah hukum


Zakat, menurut undang-undang Rabb, atau Wahyu Allah dalam QS.
9:103.9

8
QS.5:68.
9
Catatan : (1). Perintah wahyu untuk mengambil zakat, dengan kata perintah (khuz,
ambil, pungut) ditujukan kepada Muhammad Rasulullah (dalam kaitan ini, Rasulullah
adalah selaku Aparatur/petugas Allah). (2). Zakat harus melalui prosedur Aparatur
Lembaga Pemerintahan Allah.
Khalifah Abu Bakar el Siddiq, Khalifah pertama sesudah Muhammad SAW.
Melaksanakan undang-undang Rabb ini dengan tegas, walaupun Muhammad SAW
sudah tiada, tetapi hukumnya tetap berlaku sebagai bukti dari Tauhid Rububiyah yang
wujud dalam Tauhid Mulkiyah, yaitu menghukum orang-orang yang tidak membayar
zakat melalui penguasa-penguasa didaerah atau melalui para utusan aparatur yang
dikirim untuk melaksanakan ketentuan pungutan zakat ini, bahkan ada yang sampai
diperangi, dalam hal ini sudah sampai kepada tingkat halal darahnya. (Lihat ketentuan
perjalanan sejarah zakat didalam hadist, dan atsar shahabi).

3
TAUHID MULKIYAH
Tauhid Mulkiyah secara leterlijk (harfiah) atau bahasa terminologis;
“Keyakinan mengakui hanya Allah sebagai pemilik, atau sebagai
penguasa (raja) yang wajib ditaati. Tidak ada kedaulatan dan
kerajaan lain yang boleh diakui apalagi ditaati”.

Mengakui selain itu da[pat dinyatakan sebagai musyrik


mulkiyah.10

Kepemilikan atau kekuasaan yang disebut sebagai Mulkiyah Allah


di bumi diproyeksikan dalam bentuk hubungan makhluk dengan Khalik
dalam semua kelembagaan.
Wahyu Allah menjelaskan secara tepat dan rinci adanya suatu
Lembaga Kedaulatan Allah di bumi, yang disebut Khalifah fil ardhi.11

Mentaati lembaga kekuasaan (pemerintahan) dan kedaulatan Allah


di bumi (dalam seluruh aspek kehidupan manusia) serta mengakui
kekuasaan selain kedaulatan Allah (Non Allah), menjadi ukuran ;
(1). Standar iman atau tidaknya seorang hamba (Bukti imannya
seorang hamba).12
(2). Realisasi ketaatan kepada Allah dengan mentaati
kepemimpinan Allah di bumi, artinya taat asas kepada wahyu Allah
secara individual atau kelompok (lembaga) dengan mengikuti aturan,
arahan, dan petunjuk Rasul Allah (sunnah Rasul). Pelanggaran
terhadap Perintah Wahyu (tidak thaat) berarti maksiat kepada Allah.13

Taat asas kepada hukum-hukum Allah dan bimbingan wahyu, bagi


setiap mukmin hukumnya wajib.
Tidak bersedia mentaati aturan, hukum, undang-undang yang telah
ditetapkan berdasarkan wahyu Allah, berarti keluar dari organisasi tauhid
Mulkiyah terhadap Allah. Dari pandangan aqidah hukumnya murtad (al
Hadits).
Estafeta dari tauhid Mulkiyah berupa pengakuan kepada aturan
Allah di bumi. Pengakuan tersebut mesti disertai dengan tindakan
pemeliharaan hubungan antar manusia (makhluk) secara pasti berjalan
kearah pemersatu umat yang mutlak eksistensinya (QS. 3:114).
10
Lihat QS.25:2, dan QS.17:111
11
Lembaga Khalifah fil Ardhi, sebagai warisan tatanan kemasyarakat manusia menurut
nilai-nilai kemanusiaan (eksistensi keberadaan manusia di bumi) secara fithrah
semestinya dipelihara dan dikembang teruskan oleh manusia dari satu generasi
kegenarasi berikutnya. Lembaga Khilafah fil Ardhi ini merupakan suatu bentuk struktur
kedaulatan (kekuasaan) pemerintahan Allah yang syah.
12
Lihat QS.4:64, 24:47
13
Lihat ketentuan Allah dalam QS. 4:64, 69, 80, 47:1-2, 3:32. Maka, “mentaati semua
aturan-aturan yang ditetapkan oleh Lembaga Pemerintahan Allah di bumi atau mengikuti
Sunnah Rasul Allah, berarti berada dalam Lembaga Mulkiyah Allah atau Lembaga
Pemerintahan Wahyu”.

4
Tidak pernah di temui sepotong ayat pun yang membenarkan orang
mukmin boleh mengakui dan mentaati Lembaga Jahiliyah (Non Wahyu)
baik dalam hubungan pribadi maupun kepemerintahan. Mendukung
gagasan kepatuhan atau ketaatan kepada hukum-hukum jahiliyah (non
wahyu), disebut sebagai kuffar (kafir, menolak).14
Komitmen dan konsekwensi terhadap wahyu dibuktikan dengan
memiliki sikap bebas dari setiap bentuk dominasi dan keterikatan ketaatan
kepada Non Wahyu (kuffar/thoghut).15
Sistem dan Pola mewujudkan Mulkiyah Allah di Bumi dengan
merujuk kepada lembaga kerasulan atau Sunnah, semestinya dibangun
dan ditegakkan tidak dengan sistem non kooperatif atau oposisi.

Akan tetapi melalui lembaga musyawarah (kelembagaan syura).


Musyawarah dilakukan di antara orang-orang mukmin, bukan antara
mukmin dan kafir. Tidak ada kamusnya dalam Al Qur’an melakukan
musyawarah dengan orang kafir dalam menetapkan hal-hal yang bertalian
dengan kepentingan dan keperluan orang mukmin.16

Non kooperatif atau oposisi membuka peluang untuk adanya tawar


menawar (burgaining) antara muslim dan non muslim. Padahal Al Qur’an
telah menginformasikan bahwa iblis sejak dari awal sudah menyatakan
penolakannya terhadap berlakunya hukum Allah di bumi melalui
penolakan langsung terhadap lembaga Khalifah fil ardhi (Lembaga
Pemerintahan Allah di bumi) sejak dari kekhalifahan Adam AS ketika mulai
diproklamasikan oleh Allah.(QS. 2:3)
Satu-satunya sistem dalam membentuk Lembaga Negara atau
Pemerintahan Allah di bumi adalah sistim musyawarah ahlul ‘aqdi yakni
para ahli yang amanah dan tidak diragukan loyalitasnya terhadap bangsa
dan negara, disamping terukur kapabelitasnya namun diyakini memiliki
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah serta kesetiaan terhadap agama
dengan kesediaan mengamalkan dan mengambil petunjuk al Quran
(FURQON) atau pola HIJRAH yakni suatu struktur kelembagaan yang
berdiri sendiri dan terpisah dari struktur kelembagaan jahili.17.

14
Seperti dengan jelas disebuitkan dalam QS.5:80 -. 5:81, 3:149, 150, 151, 4:60, 97,
4:140, 144, 5:57, 3:20, 58:5, 33:64-68, 34:29-33.
15
QS. 7:3, 6:106, 53:29, 18:28, 32:22, 60:4, 40:4.
16
Makna dan maksud musyawarah di dalam Al Qur’an 3:159. Dalam merealisasikan
pemerintahan yang mendasarkan kepada pengakuan kedaulatan Allah di bumi
(Khalifatullah fil ardhi), tidak sama dengan sistim parlementer ala Barat.
17
Kelembagaan Jahili, suatu bentuk kelembagaan yang mengutamakan kepentingan
kelompok serta dan penghargaan terhadap nepotisme (jahilliyah). Kelembagaan
pemerintahan madaniyah yang dityumbuhkan oleh Rasulullah SAW adalah
penghormatan kepada law enforcment yang kuat, dengan mengutamakan pelaksanaan
hukum dan undang-undang ketimbang kepentingan kaum dan suku. Lebih mendalam
pola dan sistuim kepemerintahan berdaulat kepada kekuasaan Allah dapad dilihat QS.
60:4, 4:60, 4:97, 4:140, 2:256, 257, 9:71, 36:16, 5:50.

5
TAUHID ULUHIYAH
Secara etimologis Ilah 18(Tuhan) Allah adalah Al Ma’bud (sesuatu
yang disembah). Kata Ilah dipahami sebagai kata berarti Zat yang
memiliki kekuasaan yang tidak terbatas.19
Dari kata-kata tersebut kemudian ditambhan awalan “Alif Lam” atau “Lam
Taukit” sehingga berbunyi Al Ilah (ma’rifah).
Selanjutnya huruf (hamzah) dalam kata Al Ilah (menjadi huruf Lam) di
gabungkan, sehingga waktu mengucapkannya ditebalkan menjadi “Allah”.
Maka konsekwnsi kata Allah tersebut berarti: al Ma’bud (sesuatu
yang disembah), dan dalam artian terminologi bermakna bahwa
pengabdian hanya kepada Allah SWT dan hanya kepada Allah seorang
hamba minta pertolongan.20
Status Hukum dan Realisasi Pengabdian Hanya kepada Allah,
dipahamkan sebagai berikut ;
(1). Islam tidak mengenal adanya “pengabdian benda”.
Pengabdian kepada benda apapun selain Allah merupakan suatu sikap
yang munafik dan syirik (musyrik). Konsekwensinya seorang muslim
dituntut semata-mata mengabdi (menyembah) hanya kepada Allah saja,
tidak pada yang lain.21
(2). Seluruh Rasul membawa Misi Proklamasi Tauhid, atau
disebutkan juga menanamkan “paradigma tauhid” – Laa ilaaha illa Allah
– sebagai satu misi risalah.22.
(3). Konsepsi Tauhid atau ajaran Monotheisme dalam Islam
disebut suatu konsepsi tertinggi dalam ajaran ke-Tuhanan (The Highest
conception of Godhead). Ajaran ini dengan sendirinya menolak setiap
bentuk ideologi dan falsafah diluar konsepsi tauhdid tersebut.
(4). Konsepsi Tauhid Uluhiyah harus konsisten terhadap hukum
wahyu dalam gagasan keyakinan dan pelaksanaannya. Tanpa konsistensi
keyakinan ini secara gagasan maupun gerak akan dinyatakan sebagai
syirik (musyrik).23.
(5). Realisasi dari tauhid uluhiyah ini adalah pengabdian (ibadah)
hanya kepada Allah, semata-mata dapat terwujud dalam dan kepada
diakuinya lembaga kedaulatan Allah di bumi (Mulkiyah Allah)24.

Padang, Juli 1999

18
Kata-kata Allah menurut bahasa Arab, yang secara harfiyah (Etimologi) berasal dari
kata Ilah - yakni Al Ma’bud, sesuatu yang dianggap berkuasa dan besar, mempunyai nilai
yang pantas disembah dan ditaati sepenuh hati.
19
Mirip dengan arti kata “Khuda” dalam bahasa Parsi, atau “Dedta, dewa” dalam
bahasa Hindu. Dan “God” dalam bahasa Inggeris
20
Lihat QS.1:5
21
Lihat QS.24:56, 18:110, 1:5.
22
Lihat QS.7:59, 7:72, 16:36.
23
Lihat QS.6:106, 41:6,7
24
Lihat QS.4:64, 4:80, 9:71, 120, 47:2,19, 47:33.

Anda mungkin juga menyukai