Makalah Pencemaran Nama Baik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA


PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI JEJARING SOSIAL

Oleh :
ROZI WIJAYA
NPM : 14010149.P
Program Studi : Hukum

UNIVERSITAS PROF. DR. HAZAIRIN, SH


FAKULTAS HUKUM
BENGKULU
2018

1
A. LATAR BELAKANG
Kehadiran Jejaring Sosial di dalam dunia maya, membawa perubahan
yang sangat radikal dalam berkomunikasi. ketika masyarakat berada
didalamnya maka masyarakat tersebut harus punya etika atau attitude yang
baik dan benar dalam berinteraksi dengan orang lain, karena kesalahan
berinteraksi berakibat sanksi pidana. Negara telah menjamin melalui undang-
undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum, termasuk pencemaran nama baik, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau
di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
(Jurnal Andi Reza Anugrah : 2014)
Kehadiran internet telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan
manusia. Internet merupakan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang
menjanjikan menembus batas-batas antar negara, penyebaran dan pertukaran
ilmu serta gagasan di kalangan ilmuwan dan cendekiawan di seluruh dunia.
Internet membawa kemajuan kepada ruang dunia baru yang tercipta yang
dinamakan cyberspace yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer.
Teknologi internet semakin menjadikan dunia seolah tiada batas. Semua
orang yang mempunyai kesempatan untuk menyuarakan opininya dapat
menggunakan internet tanpa hambatan. Dengan internet setiap pengguna
internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya di seluruh dunia, baik
untuk bertukar informasi data, berita, sertadapat mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan baru, dengan cepat, praktis dan murah. (Media Internet
http://alumni.unikom.ac.id. diakses tanggal 19 Oktober 2014)

2
B. PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis
mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan sanksi terhadap pelaku pencemaran nama baik
melalui jejaring sosial ?
2. Bagaimana Pertimbangan Hukum, Majelis Hakim Dalam penerapan sanksi
terhadap pelaku pencemaran nama baik melalui jejaring social ? (Adami
Chazawi.2002)

C. PEMBAHASAN
1. Penerapan Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencemaran
Nama Baik Melalui Jejaring Sosial
Sering mengundang perdebatan di tengah masyarakat adalah
pencemaran nama baik. Dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia, pencemaran nama baik diatur dan dirumuskan dalam Pasal
310 KUHP. yang terdiri dari 3 (tiga) ayat.
Dalam ayat (1) dinyatakan bahwa barangsiapa sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang
maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena
pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Selanjutnya ayat (2) menyatakan bahwa apabila perbuatan tersebut
dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan
atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena pencemaran
tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Sebaliknya, ayat (3)
menegaskan bahwa tidak merupakan pencemaran atau pencemaran
tertulis, jika perbuatan terang dilakukan demi kepentingan umum atau
karena terpaksa untuk bela diri. Berdasarkan rumusan pasal di atas dapat
dikemukakan bahwa pencemaran nama baik bisa dituntut dengan Pasal
310 ayat (1) KUHP, apabila perbuatan tersebut harus dilakukan dengan

3
cara sedemikian rupa, sehingga dalam perbuatannya terselip tuduhan,
seolah-olah orang yang dicemarkan (dihina) itu telah melakukan perbuatan
tertentu, dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang
banyak).
Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu perbuatan yang
menyangkut tindak pidana (menipu, menggelapkan, berzina dan
sebagainya), melainkan cukup dengan perbuatan biasa seperti melacur di
rumah pelacuran. Meskipun perbuatan melacur tidak merupakan tindak
pidana, tetapi cukup memalukan pada orang yang bersangkutan apabila hal
tersebut diumumkan. Tuduhan itu harus dilakukan dengan lisan, karena
apabila dilakukan dengan tulisan atau gambar, maka perbuatan tersebut
digolongkan pencemaran tertulis dan dikenakan Pasal 310 ayat (2) KUHP.
Kejahatan pencemaran nama baik ini juga tidak perlu dilakukan di muka
umum, cukup apabila dapat dibuktikan bahwa terdakwa mempunyai
maksud untuk menyiarkan tuduhan tersebut. Pencemaran nama baik
(menista) sebenarnya merupakan bagian dari bentuk penghinaan yang
diatur dalam Bab XVI KUHP. Pengertian “penghinaan” dapat ditelusuri
dari kata “menghina” yang berarti “menyerang kehormatan dan nama
baik seseorang”. Korban penghinaan tersebut biasanya merasa malu,
sedangkan kehormatan di sini hanya menyangkut nama baik dan
bukan kehormatan dalam pengertian seksualitas. Perbuatan yang
menyinggung ranah seksualitas termasuk kejahatan kesusilaan dalam Pasal
281-303 KUHP. Penghinaan dalam KUHP terdiri dari pencemaran atau
pencemaran tertulis (Pasal 310), fitnah (Pasal 311), penghinaan ringan
dengan cara memfitnah (Pasal 318).
Pengaturan pencemaran nama baik dapat ditemukan pula dalam
Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ketentuan pasal tersebut
melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang

4
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Selanjutnya
dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE mengancam setiap orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1 miliar.

2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Penerapan Sanski


Terhadap Pelaku Pencemaran Nama Baik Melalui Jejaring Sosial
Berbagai kasus yang muncul sejak adanya UU ITE, telah menyasar
pada penggunaan berbagai medium dalam sistem informasi dan perangkat
elektronik, yang tidak terbatas pada media yang kemungkinan bisa
diakses publik atau „di muka umum‟, tetapi melalui medium lainnya
yang lebih personal. Hampir keseluruhan medium tersebut dapat dijerat
dengan UU ITE, diantaranya: (i) pemberitaan di media online, (ii) forum
diskusi online, (iii) Facebook, (iv) Twitter, (v) blog, (vii) surat elektronik
(email), (viii) Pesan Pendek/SMS, (ix) menggunakan compact disk/CD,
(x) status di BBM, (xi) medium untuk melakukan advokasi, dan lain
sebagainya.
Segala pendapat, opini, ekspresi, yang dilakukan dengan sengaja
atau tidak, ditujukan untuk menghina dan mencemarkan atau bukan,
dilakukan secara privat atau publik, dapat menjadi sasaran tuduhan
penahanan dan pemenjaraan. Publik jadi semakin takut berbicara,
mengemukakan pendapat, melakukan kritik kepada pemerintah dan
aparatnya, termasuk komplain kepada buruknya pelayanan badan- badan
pemerintah dan swata melalui medium internet dan sarana elektronik
lainnya.
Penguraian pengadilan atas unsur-unsur tindak pidana Pasal 27 (3)
UU ITE, sebagai berikut: (i) setiap orang, (ii) dengan segaja dan tanpa
hak, (iii) mendistribusikan dan /atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dan
(iv) memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

5
3. Penyebab Pencemaran Nama Baik
Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan terjadinya pencemaran
nama baik yaitu sebagai berikut :
a. Seacara lisan.
b. Secara tulisan.
c. Menuduh suatu hal di depan umum.

4. Contoh Kasus
a. Kasus Benny Handoko
Desember 2012, pemilik akun Twitter @benhan yang
memosting twit tuduhan dan hinaan kepada @misbakhun dilaporkan
ke Polda Metro Jaya. Akun @misbakhun sendiri adalah milik
Muhamad Misbakhun, mantan anggota DPR dan aktivis di PKS.
Sementara akun @benhan adalah milik Benny Handoko. Misbakhun
tidak terima disebut sebagai perampok Bank Century dalam kicauan
di twitter Benny. Awalnya, Misbakhun tidak tahu kicauan Benny ini.
Namun, seorang follower Misbakhun me-retweet kicauan Benny dan
di-mention ke akun Misbakhun. Dari situ, Misbakhun baru tahu, jika
dirinya disebut sebagai perampok Bank Century. Merasa nama
baiknya dicemarkan, Misbakhun kemudian melaporkan ini ke Polda
Metro Jaya dengan nomor laporan no : TBL 4262/XII/2012/PMJ/
Ditreskrimsus, tertanggal 10 Desember 2012, dengan terlapor Benny
Handoko, sang pemilik akun @benhan. Benny sendiri disangkakan
dengan pasal 27 ju 45 UU RI no 11:2008 ITE tentang penghinaan dan
pencemaran nama baik lewat media sosial.
b. Kasus Nando Irawansyah M’ali
Seorang pengguna Facebook dilaporkan ke Kepolisian Daerah
Bali pada Senin (23/3/15) lalu. Pemilik akun Facebook Nando
Irawansyah M’ali dianggap telah melecehkan Hari Raya Nyepi dan
umat Hindu di Bali. Laporan disampaikan lima organisasi di Bali.
Mereka adalah Komunitas Aliansim Pemerhati Sejahtera Masyarakat,

6
Cakrawahyu, Forum Love Bali, Yayasan Jaringan Hindu Nusantara,
dan Pusat Koordinasi Hindunesia Bali. Mereka melaporkan Nando ke
polisi karena yang bersangkutan diduga telah melakukan tindak
pidana dengan sengaja dan tanpa hak membuat status yang dianggap
melecehkan Hari Raya Nyepi dan umat Hindu di Bali. Nando dijerat
dengan Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) dan atau Pasal 45 ayat
(2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurut pasal tersebut,
status Nando bisa menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan suku, agama, ras,
dan antar-golongan (SARA). Nando sendiri membuat status pada saat
Hari Raya Nyepi (21/3/15). Di status Facebooknya, dia menulis
kekecewaan karena tidak bisa menonton televisi. Pada saat Nyepi,
semua siaran televisi di Bali memang dimatikan selama 24 jam.
Nando, yang menurut akun Facebooknya berasal dari Mataram, Nusa
Tenggara Barat (NTB) ini lalu menuliskan kata-kata “f**** you
Hindu”.
c. Kasus Pencemaran Nama Baik yang dilakukan Oleh Florence
Sihombing
Dua tahun yang lalu, seorang masiswi UGM asal Medan sempat
membuat gerah masyarakat Jogja. Pasalnya, melalui akun Path
pribadinya Florence mengeluarkan pernyataan yang intinya
merendahkan masyarakat Jogja. Perbuatan tidak menyenangkannya
tersebut kemudian membuatnya harus berurusan dengan pihak
kepolisian.
Postingan Florence Sihombing di media sosial Path tersebut
ternyata berbuntut panjang. Bukan saja mendapat kecaman dari dari
berbagai orang, postingan pun menjalar ke ranah hukum. Akhirnya
Florence resmi dilaporkan ke Polda DIY oleh LSM Jangan Khianati
Suara Rakyat (Jati Sura) yang didampingi oleh kantor advokat Erry
Suprianto, pada Kamis (28/8). Menurut Ahmad Nurul Hakam yang

7
mendampingi pelaporan kasus tersebut, Florence dituding melanggar
UU ITE No.11 tahun 2008 terkait penghinaan dan pencemaran nama
baik dan provokasi mengkampanyekan kebencian. “Karena aturan
hukum jelas, di UU ITE Nomor 11 tahun 2008, kami laporkan tentang
pasal penghinaan, pencemaran nama baik, dan provokasi
mengkampanyekan kebencian” jelas Ahmad. Dengan pasal ancaman
tersebut, Florence pun bisa terancam hukuman maksimal 6 tahun
penjara dan denda Rp 1 miliar. “Ancamannya 6 tahun penjara dan
denda 1 miliar,” tambahnya. Setelah kasus pelaporan tersebut
menjalar ke ranah hukum. Pagi pukul 10.30 WIB, Florence
mendatangi Polda DIY untuk dimintai keterangan. Menurut pengacara
Florence, Wibowo Malik, setelah empat jam diperiksa, Florence
kemudian ditahan. “Alasan penahanannya polisi mengatakan karena
Flo tidak bersikap kooperatif, karena tidak mau menandatangani
BAP,” kata Wibowo, di polda DIY, Sabtu (30/08).
Sebelumnya permintaan maaf Florence juga pernah
diungkapkannya secara langsung oleh Florence lewat televisi dan juga
akun Path miliknya. “Saya, Florence Sihombing beserta keluarga dan
teman-teman yang bersangkutan dengan kasus ini, dengan postingan
di Path saya meminta maaf terutama kepada warga Yogya, kepada
Sultan, UGM, Fakultas Hukum, Notariat dan kepada semua pihak
yang terkena imbas, Saya mohon maaf sekali,” kata Florence. Dia
juga memohon kerelaan semua pihak terutama pelapor untuk
mencabut laporan dan supaya dia tetap dapat tinggal di Yogyakarta
untuk melanjutkan studinya di UGM. “Saya mohon keringanan sedikit
saja.
Dalam perdamaian tersebut pihaknya juga merasa dijebak. Saat
itu menurut Wibowo, mereka datang untuk melakukan klarifikasi,
namun pada kenyataannya Florence langsung di periksa dan di BAP.
“Undangannya klarifikasi, tapi ini tadi malah di BAP, makanya klien
kami menolak untuk menandatangani BAP,” tegasnya. Dan

8
menyingkapi masalah tersebut, Flo akan dikenakan pasal 27 ayat (3)
UU ITE oleh pihak berwajib, dimana pasal tersebut berbunyi : “Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat di aksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Sama dengan pasal 27
ayat (1) ancaman pidana dari pasal 27 ayat (3) bersumber pada pasal
45 ayat (1) yang berbunyi : “setiap orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”. 2.5.
Dampak Pencemaran Nama Baik di Media Sosial.

5. Penanggulangan
Agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan lisan atau
tulisan. Pemerintah bersama-sama dengan DPR untuk memperbaiki UU
informasi dalam melakukan transaksi baik langsung maupun melalui
media electronik karena banyak pasal-pasal yang bertentangan dengan
hak azasi manusia. Lebih bijak dalam mengeluarkan kata-kata/statement
atau pernyataan yang bersifat pribadi baik melalui lisan ataupun tulisan.
Ketika akan melakukan pengaduan harap dilampirkan bukti-bukti yang
dapat dipertanggung jawabkan. (Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998)

9
D. KESIMPULAN
1. Bentuk Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Internet
Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana adalah sebagai berikut :
a. Menista secara lisan (smaad) Pasal 310 ayat (1) KUHP;
b. Menista dengan surat/tertulis (smaadschrift) Pasal 310 ayat (2)
KUHP;
c. Memfitnah (laster) Pasal 311 ayat (1) KUHP;
d. Fitnah dengan perbuatan (lasterlijke verdachtmaking) Pasal 318
KUHP
e. Penistaan terhadap orang yang sudah meninggal. Pasal 320 ayat (1)
dan 321 ayat (1) KUHP;
f. Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Pasal
27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE
g. Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang menyebabkan
kerugian konsumen dalam Transaksi elektronik. Pasal 28 ayat (1) UU
No. 11 Tahun 2008 tentang ITE
h. Melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE
yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Pasal 36 UU No. 11
Tahun 2008 tentang ITE. (Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998)
2. Sistem Pengaturan Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik
Melalui Media Internet Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana adalah
sebagai berikut :
a. Secara umum tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam
KUHP sebagai payung hukum pidana. Dalam KUHP pencemaran
nama baik diistilahkan sebagai penghinaan/ penistaan terhadap
seseorang, terdapat dalam Bab XVI, Buku II KUHP khususnya pada
Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317 dan Pasal 318 KUHP

10
b. Secara khusus, dalam kaitannya dengan media yang digunakan yaitu
media internet yang digunakan untuk tindak pidana pencemaran nama
baik, maka juga diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE
yaitu Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 36. (Soerjono
Soekanto. 2006)
Disamping itu, juga diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen yang berkaitan dengan tidak terpenuhinya hak-
hak seseorang sebagai konsumen yang mengakibatkan seseorang
menceritakan kejadian yang dialaminya kepada umum. Dalam hal
berkaitan dengan pelayanan kesehatan maka tindak pidana pencemaran
nama baik yang dilakukan oleh Prita tersebut juga diatur dalam UU No.
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran di mana seorang pasien
sebagai konsumen tidak mendapatkan apa yang telah menjadi haknya
sehingga orang tersebut mengadu atau menceritakan kejadiannya melelui
media internet. (Soerjono Soekanto. 2006)

11

Anda mungkin juga menyukai