Asfiksia Forensik....
Asfiksia Forensik....
Asfiksia Forensik....
PENDAHULUAN
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui
pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari
mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam
dan seterusnya. Terhentinya suplai oksigen bisa juga menjadi penyebab kematian. Hal ini
disebabkan karena adanya hambatan masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi sehingga
kadarnya berkurang (hipoksia). Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya pengeluaran
Keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal
disebut asfiksia. Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan “mati lemas”. Sebenarnya,
pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini berasal dari bahasa Yunani,
menyebutkan bahwa asfiksia berarti “absence of pulse” (tidak berdenyut), sedangkan pada
kematian karena asfiksia, nadi sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah
pernapasan berhenti. Istilah yang tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau
hipoksia.2
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara dalam saluran pernapasan yang berakibat menurunnya oksigen dalam darah berkurang
disertai dengan meningkatnya karbon dioksida. Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi
bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (bersifat
1
mekanik), yaitu pembekapan, penyumpalan, jeratan, cekikan dan gantung. Hasil penelitian
mendapatkan 22 kasus kematian akibat asfiksia mekanik. Kasus terbanyak pada tahun 2011 yaitu
8 kasus (36,5%). Kelompok usia terbanyak ialah 17-25 tahun dengan 7 kasus (31,8%). Jenis
kelamin laki-laki sedikit lebih banyak yaitu 12 kasus (54,5%) dibandingkan perempuan yaitu 10
kasus (45,5%). Kasus asfiksia mekanik tersering ialah gantung dengan jumlah 15 kasus (68,2%).
Tanda asfiksia yang sering ditemukan ialah pembendungan organ dalam yaitu 19 kasus (86,4%).3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
Asfiksia adalah kegagalan masuknya udara kedalam alveoli paru atau sebab-sebab lain
yang mengakibatkan persediaan oksigen dalam jaringan atau darah atau keduanya berkurang
2.2 fisiologi
ditutupi kantong plastic, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas
dalam selokan tertutup, atau dipergunungan yang tinggi. Ini dikenal sebagai
3
Dimana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada
jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup
contoh : ada gas dalam cerobong asap, exposure to seur gas (pembakaran
hutan)
dan elektrik
2. Anemik hipoksia
4
Contoh : pasien dalam keadaan syok
2.3 Etiologi
Dari segi etiologi (secara umum), asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:1
1) Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti
laringitis, difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
2) Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
dan narkotika.
2.4 Patofisiologi
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan:4
1) Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan diseluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari
otak tertentu membutuhkan lebih banyak O2, dengan demikian bagian tersebut
lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Disini sel-sel otak yang mati akan
digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni
jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan O2
oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung maka
5
Keadaan ini didapati pada:
- Penutupan mulut dan hidung atau pembengkapan
- Obstruksi jalan nafas seperti: mati gantung, penjeratan, pencekikan dan
korpus alienum dalam saluran nafas atau pada tenggelam karna cairan
(forensic)
2.5 Gejala
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam
amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah
meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
2) Fase Kejang
Perangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang),
yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan
akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung dan
tekanan darah menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih
hilangnya refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernapasan dangkal dan
kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba,
pada stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi.
4) Fase Apnea
6
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya
berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari
tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan
terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan
dengan oksigen).
2) Kongesti
Terjadi perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan.
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan
kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding
kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik
7
Gambar 2.1. Tardieu’s spot
3) Buih halus
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan
aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas
bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan
kapiler.
4) Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap ini terbentuk lebih cepat. Distribusi
lebam lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan akitivitas
fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan, antara lain:1
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer karena kadar karbondioksida yang
berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian
terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala
8
sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis, dan daerah
subglotis.
2.7 Perubahan patologi secara umum
Dengan berkurangnya oksigen/hipoksia secara cepat dan tiba-tiba maka akan terjadi
hipoksia sel dalam jaringan tubuh, diikuti dengan kekurangan oksigen pada dinding kapiler,
sehingga terjadi pecahnya kapiler atau terjadi pendarahan (ptechiae haemorhagik). Selain itu,
juga terjadi dilatasi kapiler yang menyebabkan adanya stasis darah pad kapiler venus atau
pembuluh darah lainnya, terjadilah kongestif (bendungan darah). Dari uraian diatas maka
limfe selama pembuluh limfe memenuhi pembuluh darah yang berdilatasi maka
tidak terjadi transudat. Jika tidak terpenuhi akan teerjadi transudat /edema,
dan darah yang keluar dari jantung mengalami pembekuan. Pengenceran ini
disebabkan oleh factor fibrinolisin 90 % yang akan aktif bila ada thrombus.
- Ptechiae haemorhagik
9
- Kongesti alat-alat dalam
- Sianosis
Sianosis terjadi bila ada reduce Hb yang banyak, sedangkan Hb O 2 lenih sedikit
dalam darah atau proporsi Hb O2 dalam darah tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
- Pengenceran darah
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya:1.4
1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas:
- Pembekapan (smothering)
- Penyumbatan (gagging dan choking)
2. Penekanan dinding saluran pernapasan:
- Penjeratan (strangulation)
- Pencekikan (manual strangulation, throttling)
- Gantung (hanging)
3. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)
4. Saluran pernapasan terisi air (tenggelam/ drowning)
2.8.2 Gantung (hanging)
Yang disebut peristiwa gantung (hanging) adalah peristiwa dimana seluruh atau sebagian
dari berat tubuh seseorang ditahan dibagian lehernya oleh sesuatu benda dengan permukaan
yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan.5
A. Jenis Penggantungan
1. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 4
Tergantung total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung
di atas lantai.
Setengah tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh
10
Tekanan pada saluran nafas dan arteri karotis paling besar pada
tipe ini.
Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi
atau lebih). Pemeriksaan jenis dan panjang bahn yang dipakai, serta jenis simpul
dapat membantu menentukan cara kematian. Pada waktu membebas lilitan dari
leher korban, tidak boleh membuka simpul, tetapi lilitan dipotong di luar simpul
tersumbat.
2. Iskemik otak
Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan dalam
mensuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri vertebralis.
3. Kongesti vena
Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi
11
Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan
pada refleks vaso-vagal secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya
sebagai berikut:1,6
1. Tanda – tanda umum
Tanda – tanda umum tersebut berupa tanda – tanda umum asfiksia, yaitu:
- Sianosis
- Bintik – bintik perdarahan dan pelebaran pembuluh darah
- Kongesti di daerah kepala, leher, dan otak
- Darah menjadi lebih gelap dan lebih encer
2. Tanda – tanda khusus
- Jejas jerat, yaitu berupa lekukan melingkari leher (secara penuh
atau jika jejas diteruskan (pada jejas yang tak melingkar secara
jaringan
- Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot
- Patah tulang, yaitu os hyoid (biasanya pada cornu mayus) atau
cartilago cricoid
- Lebam mayat
- Jika sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama
12
- Jika posisi tali dibawah cartilago thyroida maka lidah akan terlihat
pengeringan.
tenaga dari luar. Disini tidak ada pengaruh berat badan seperti pada hanging.1
Terdapat beberapa tipe:
1. penjeratan dengan tali
2. dicekik (manual strangulation)
3. ditekan leher dengan bahan selain tali misalnya potonga kayu, lengan.
4. mugging, leher ditekan dengan lutut atau siku
B. Sebab Kematian
Pada peristiwa penjeratan dengan tali maka kematian yang terjadi dapat disebabkan :4
1. Tertutupnya jalan nafas sehingga menimbulkan anoksia atau hipoksia
2. Tertutupnya vena sehingga menyebabkan anoksia pada otak
3. Refleks vagal
4. Tertutupnya pembuluh darah karotis sehingga jaringan otak kekurangan darah,
kecuali pada bunuh diri yang kekuatan jeratnya diragukan mampu menutup
sebagai berikut:1
1. Leher
a) Jejas berat
Tidak sejelas jejas gantung
Arahnya horizontal
Kedalaman regular tetapi jika ada simpul atau tali disilingkan
maka jejas jerat pada tempat tersebut labih dalam atau lebih nyata.
Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama
b) Lecet/memar
Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet – lecet
13
Terlihat tanda – tanda asfiksia
Kongesti dan bintik – bintik perdarah pada daerah diatas jejas. Jika
ditemukan
d) Tubuh bagian dalam
Leher bagian dalam terdapat :
Resapan darah pada otot dan jaringan ikat
Fraktur dari tulang rawan ( terutama tulang rawan thyroid),
lidah.
Paru – paru
Sering ditemukan edema paru- paru
Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas.
2.8.4 Cekikan (manual strangulation)
Cekikan merupakan jenis strangulasi yang hampir selalu disebabkan oleh pembunuhan.
Memang dapat disebabkan kecelakaan (misalnya, pada latihan bela diri atau pembuatan
film), tetapi sangat jarang sekali. Peristiwa pencekikan tidak mungkin digunakan untuk
bunuh diri, sebab cekikan akan lepas begitu orang yang melakukan bunuh diri itu mulai
kehilangan kesadaran.2
Pada pembunuhan, cekikan dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau kedua
tangan. Kadang – kadang digunakan lengan bawah untuk membantu menekan leher dari
samping.1
Mekanisme :2,6
a. penekanan pada leher dengan penyempitan saluran nafas (hipoksi-hipoksia).
b. kompresi/penekanan pada sinus carotus lalu terjadi reflek vagal dan terjadi
cardiac arrest .
c. obstruksi arteri carotis dan vena jugularis internal, terjadi hipoksi cerebral,
14
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
2.8.5 Pembekapan (Smothering)
Smothering adalah tertutupnya permukaan saluran napas hidung-mulut atau hidung saja
bayinya. Biasanya bahan/alat yang membuat tertutup selimut, bantal. Dapat juga bayi
dibunuh (infanticide) oleh ibunya sendiri dengan memberikan bekapan kain, bedak. Ada juga
dilaporkan bayi meninggal karena tertekan oleh bekapan payudara ketika sedang menyusui.5,6
Smothering bisa juga gradual, karena tidak semua saluran napas tertutup
Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi
gulungan kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut.
Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi
dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Anak-anak atau dewasa muda yang
terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara misalnya
terbekap dalam kantong plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau
pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh sehingga mulut dan
anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang tidak berdaya seperti
orang tua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras.
Pemeriksaan Luar
15
Didapati pada daerah hidung/mulut hiperemis/bintik-bintik perdarahan/memar
disekitar mulut serta ditandai tanda-tanda asfiksia umum (lebam mayat lebih gelap,
dilatasi pembuluh darah, ptechiae haemorrhagic bola mata, congestive alat-alat dalam,
asing yang datangnya dari luar ataupun dalam tubuh, missal inhalasi tumpahan, tumor, lidah
jatuh akibat penurunan kesadaran, bekuan darah, atau gigi yang lepas.Gelaja khas yaitu
dimulai dengan batuk – batuk yang tiba – tiba diikuti sianosis dan akhirnya meninggal
dunia.Pada pemeriksaan pos mortem dapat dilihat tanda – tanda asfiksia yang jelas kecuali
jika kematian karena refleks vagal.Dapat ditemukan adanya material yang menyebabkan
blokade jalan nafas.Kadang – kadang kematian dapat terjadi sangat cepat tanpa adanya tanda
– tanda chocking, terutama pada kematian akibat refleks vagal atau inhalasi makanan dan
memberikan kesan adanya serangan jantung.Kasus seperti itu sering disebut Café
Coronaries.1
Kematian dapat terjadi akibat:1
1. Bunuh diri (suicide). Hal ini jarang terjadi karena sulit memasukkan benda asing
ke dalam mulut sendiri disebabkan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya
Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam
saluran pernapasan.
2.8.7 Tenggelam (drowning)
16
Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam didalam air. Asalkan
lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal tersebut sudah cukup
peristiwa tenggelam tidak hanya terjadi dilaut atau sungai tetapi dapat juga di wastafel atau
ember berisi air. Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh
paru – paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 – 40 mililiter untuk bayi.1,2
1. Dry drowning adalah mati tenggelam tanpa ada air di saluran nafas. Penyebab
nafas, baik di air tawar (Drawing tipe 2a) maupun air asin ( Drawing tipe 2b).
3. Immersion syndrome, mati tenggelam karna masuk ke air dingin menyebabkan
inhibisi vagal.
4. Secondary drawning, tidak sesungguhnya mati tenggelam, tetapi mati sesudah
dirawat akibat tenggelam. Tetap ada hubungannya dengan kelainan paru akibat
tenggelam.
A. Sebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh:1,4
1. Refleks vagal
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karna refleks vagal
disebut tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan
pos mortem tidak ditemukan tanda – tanda asfiksia maupun air di dalam paru
sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan rangsangan air yang masuk
17
ke laring.Pada pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia,
tetapi paru – parunya tidak didapati adanya air atau benda – benda
kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda air
tanda asfiksia, kadar NaCl pada Jantung kiri lebih tinggi daripada
jantung kanan dan ditemukan buih serta benda – benda air pada paru –
paru.
B. Kelainan Pos Mortem
1. Pemeriksaan Luar.1
Pakaian basah, kadang – kadang bercampur lumpur
Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina)
Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin
Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
Terkadang ditemukan cadaveric spasm
18
Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah
edema, berwarna putih, dan persisten. Buih menjadi banyak jika dada
ditekan
2. Pemeriksaan Dalam.1
Saluran nafas, trakea dan bronkus, ditemukan adanya buih halus
Paru – paru membesar dan pucat seperti layaknya paru – paru
penderita asma tetapi lebih berat dan basah. Dibanyak bagian terdapat
dan bila diiris terlihat buih berair. Kondisi ini disebut emfisema
tenggelam
Lambung dan esophagus berisi air dengan butir – butir pasir dan alga.
Bila terjadinya hemolisis maka akan terlihat adanya bercak hemolisis
dari luar atau dari proses edema. Mencocokan air dalam paru – paru dengan
air dilokasi tempat tenggelam, yaitu degan meneliti spesies dari ganggang
diatome. Tes dilakukan dengan cara memeriksa air dari paru – paru atau
paru – paru.
2. Tes Kimia Darah
Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hemokonsentrasi atau
hemodilusi pada masing – masing sisi dari jantung dengan cara memeriksa
gaya berat spesifik dari serum masing – masing sisi dan memeriksa kadar
19
elektrolit dari serum masing – masing sisi, antara lain kadar sodium atau
chlorida. Tes ini baru dianggap reliabel jika dilakukan dalam 24 jam setelah
kematian.
3. Tes Diatome Jaringan
Tes ini dapat dilakukan untuk menemukan adanya diatome padajaringan
tubuh.Jika pada hati, otak, sumsum tulang ditemukan diatome maka hal ini
dapat dijadikan bukti kuat terjadinya peristiwa tenggelam. Pada mayat yang
20
BAB III
KESIMPULAN
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Tanda asfiksia pada pemeriksaan
luar jenazah dapat ditemukan berupa sianosis, kongesti, buih halus, warna lebam mayat merah-
kebiruan gelap.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, busa
halus di dalam saluran pernapasan, pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh.
Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung
daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika
dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa
epiglotis dan daerah sub-glotis. Edema paru dan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan
kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik). Asfiksia
mekanik antara lain adalah pembekapan, gagging , choking, pencekikkan dan penjeratan.
Hanging adalah peristiwa dimana seluruh atau sebagian dari berat tubuh seseorang
ditahan dibagian lehernya oleh sesuatu benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang
21
Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan yang menyebabkan dinding saluran
napas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran napas sehingga udara pernapasan
tidak dapat lewat. Mekanisme kematian adalah asfiksia dan refleks vagal.
Penjeratan adalah terhalangnya udara masuk ke saluran pernafasan akibat adanya tenaga
dari luar. Disini tidak ada pengaruh berat badan seperti pada hanging.
Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam didalam air. Asalkan
lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal tersebut sudah cukup
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta:
123.
3. Robi Marisna, James dkk. Gambaran kasus asfiksia mekanik di Bagian Forensik, Jurnal e-
Clinic (eCl) Vol. 4, No.2, Manado ; 2016. Diakses pada tanggal 3 juli 2017.
4. Amir A. Sebab Kematian. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2. Medan: Fakultas
23