Asfiksia Forensik....

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui

pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari

mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam

dan seterusnya. Terhentinya suplai oksigen bisa juga menjadi penyebab kematian. Hal ini

disebabkan karena adanya hambatan masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi sehingga

kadarnya berkurang (hipoksia). Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya pengeluaran

karbondioksida dari tubuh sehingga kadarnya dalam darah meningkat (hiperkapnea).1

Keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal

disebut asfiksia. Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan “mati lemas”. Sebenarnya,

pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini berasal dari bahasa Yunani,

menyebutkan bahwa asfiksia berarti “absence of pulse” (tidak berdenyut), sedangkan pada

kematian karena asfiksia, nadi sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah

pernapasan berhenti. Istilah yang tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau

hipoksia.2

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran

udara dalam saluran pernapasan yang berakibat menurunnya oksigen dalam darah berkurang

disertai dengan meningkatnya karbon dioksida. Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi

bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (bersifat

1
mekanik), yaitu pembekapan, penyumpalan, jeratan, cekikan dan gantung. Hasil penelitian

mendapatkan 22 kasus kematian akibat asfiksia mekanik. Kasus terbanyak pada tahun 2011 yaitu

8 kasus (36,5%). Kelompok usia terbanyak ialah 17-25 tahun dengan 7 kasus (31,8%). Jenis

kelamin laki-laki sedikit lebih banyak yaitu 12 kasus (54,5%) dibandingkan perempuan yaitu 10

kasus (45,5%). Kasus asfiksia mekanik tersering ialah gantung dengan jumlah 15 kasus (68,2%).

Tanda asfiksia yang sering ditemukan ialah pembendungan organ dalam yaitu 19 kasus (86,4%).3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran

udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan

peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami

kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.1

Asfiksia adalah kegagalan masuknya udara kedalam alveoli paru atau sebab-sebab lain

yang mengakibatkan persediaan oksigen dalam jaringan atau darah atau keduanya berkurang

sampai suatu tingkat tertentu dimana kehidupan tidak mungkin berlanjut.4

2.2 fisiologi

Secara fisiologi dapat dibedakan empat bentuk anoksia yaitu :4

1. Anoksia Anoksik (Anoxic Anoxia)


Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk kedalam paru-paru karena :
a) Tidak ada atau tidak cukup O2, Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala

ditutupi kantong plastic, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas

dalam selokan tertutup, atau dipergunungan yang tinggi. Ini dikenal sebagai

asfiksia murni atau sufokasi (suffocation).


b) Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti

pembengkapan, gantung diri, penjeratan, pencekikin, pemitingan atau corpus

aleneum dalam tenggorokan.


2. Anoksia Anemia (Anaemic Anoxia)

3
Dimana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada

anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba.


3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa Karena gagal

jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup

tinggi, tetapi sikulasi darah tidak lancer.


4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi didalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak

dapat menggunakan oksigen secara afektif.

Pembagian asfiksia berdasarkan penyebabnya :1

1. Kekurangan oksigen (hipoksi-hipoksia/anoksi-anoksia dalam darah paru-paru)


a) Kekurangan oksigen dalam udara bebas (atmosfer)

contoh : ada gas dalam cerobong asap, exposure to seur gas (pembakaran

hutan)

b) Secara mekanik : gangguan dalam saluran pernapasan (paru-paru)


- Smothering : tertutupnya saluran napas pada hidung dan mulut
- Chocking : terdapatnya benda dalam saluran pernapasan
- Drowning (tenggelam)

c) Tekanan saluran pernapasan dari luar (strangulation)


- Manual stranglation (throttling/cekikan)
- Ligatur strangulation (jeratan)
- Hanging (gantung diri)
- Tekanan pada dada atau perut yang kuat
- Kegagalan saluran pernapasan primer : paralise pusat pernapasan

dan elektrik
2. Anemik hipoksia

Berkurangnya kemampuan membawa oksigen je dalam darah

Contoh : keracunan CO (dimana HbCO > dari HbO2)

3. Gangguan sirkulasi darah dalam pelepasan oksigen permenit (stagnan hipoksia)

4
Contoh : pasien dalam keadaan syok

2.3 Etiologi
Dari segi etiologi (secara umum), asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:1
1) Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti

laringitis, difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
2) Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang

mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan

atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.


3) Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya barbiturat

dan narkotika.

2.4 Patofisiologi
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan:4
1) Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan diseluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari

asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitive terhadap kekurangan O2. Bagian-bagian

otak tertentu membutuhkan lebih banyak O2, dengan demikian bagian tersebut

lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Disini sel-sel otak yang mati akan

digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni

jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan O2

langsung atau primer tidak jelas.


2) Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendan dengan

mempertinggi outputnya, akibatnya tekan vena dan arteri meninggi. Karna

oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung maka

terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat.

5
Keadaan ini didapati pada:
- Penutupan mulut dan hidung atau pembengkapan
- Obstruksi jalan nafas seperti: mati gantung, penjeratan, pencekikan dan

korpus alienum dalam saluran nafas atau pada tenggelam karna cairan

menghalangi udara masuk ke paru-paru.


- Gangguan gerakan pernafasan karna terhimpit atau berdesakan.
- Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat

pernafasan misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

(forensic)
2.5 Gejala
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam

empat fase, yaitu:1,4


1) Fase Dispnea
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan karbondioksida dalam

plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga

amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah

meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
2) Fase Kejang
Perangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang),

yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan

akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung dan

tekanan darah menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih

tinggi dalam otak akibat kekurangan oksigen.


3) Fase Kelelahan (Exhaustion phase)
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernapasan, otot menjadi lemah,

hilangnya refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernapasan dangkal dan

semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat

kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba,

pada stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi.
4) Fase Apnea

6
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah

kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut

beberapa saat setelah pernapasan berhenti.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya

berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari

tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan

tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

2.6 Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah


Tanda asfiksia pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan, yaitu:1,4
1) Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang

terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan

dengan oksigen).
2) Kongesti
Terjadi perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan.

Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah

konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan

hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan

kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding

kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik

perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.

7
Gambar 2.1. Tardieu’s spot

3) Buih halus
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan

aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas

bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan

menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya

kapiler.
4) Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap ini terbentuk lebih cepat. Distribusi

lebam lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan akitivitas

fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan, antara lain:1
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer karena kadar karbondioksida yang

tinggi dan fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian.


2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih

berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian

belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru

terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala

8
sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis, dan daerah

subglotis.
2.7 Perubahan patologi secara umum
Dengan berkurangnya oksigen/hipoksia secara cepat dan tiba-tiba maka akan terjadi

hipoksia sel dalam jaringan tubuh, diikuti dengan kekurangan oksigen pada dinding kapiler,

sehingga terjadi pecahnya kapiler atau terjadi pendarahan (ptechiae haemorhagik). Selain itu,

juga terjadi dilatasi kapiler yang menyebabkan adanya stasis darah pad kapiler venus atau

pembuluh darah lainnya, terjadilah kongestif (bendungan darah). Dari uraian diatas maka

secara umum asfiksia akan didapati :1


1. Ptechiae haemoraghik : pada konjungtiva bulbi, pleura.
2. Dilatasi pembuluh darah
3. Kongesti/bendungan darah akibat dilatasi pembuluh darah kapiler
4. Transudat plasma ke dalam jaringan
Karena meningkatnya ereabilitas kapiler, diikuti dengan peningkatan pad saluran

limfe selama pembuluh limfe memenuhi pembuluh darah yang berdilatasi maka

tidak terjadi transudat. Jika tidak terpenuhi akan teerjadi transudat /edema,

terutama edema paru


5. Post mortem fluidity (pengenceran)
Apabila pemeriksaan jenazah segera, maka darah akan mengalami pengenceran

dan darah yang keluar dari jantung mengalami pembekuan. Pengenceran ini

disebabkan oleh factor fibrinolisin 90 % yang akan aktif bila ada thrombus.

Dengan alas an ini fibrinolisis terjadi jika proses pembekuan


6. Terjadi dilatasi jantung
Salah satu karakteristik asfiksia adalah dilatasi jantung, salah satunya adalah

secondary muscular flaccidity


7. Perubahan biokimia (Swan dan Brucer)
menurut Brucer : pH (keasaman), konsentrasi CO 2, konsentrasi oksigen bila

diukur akan terdapat perbedaan sesuai dengan penyebab asfiksia.

Asfiksia dikatakan asfiksia mutlak bila ada :1,2

- Ptechiae haemorhagik

9
- Kongesti alat-alat dalam

- Dilatasi pembuluh darah

- Sianosis

Sianosis terjadi bila ada reduce Hb yang banyak, sedangkan Hb O 2 lenih sedikit

dalam darah atau proporsi Hb O2 dalam darah tidak mencukupi kebutuhan tubuh.

- Pengenceran darah

2.8 Asfiksia Mekanik


2.8.1 Definisi
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang

memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya:1.4
1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas:
- Pembekapan (smothering)
- Penyumbatan (gagging dan choking)
2. Penekanan dinding saluran pernapasan:
- Penjeratan (strangulation)
- Pencekikan (manual strangulation, throttling)
- Gantung (hanging)
3. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)
4. Saluran pernapasan terisi air (tenggelam/ drowning)
2.8.2 Gantung (hanging)
Yang disebut peristiwa gantung (hanging) adalah peristiwa dimana seluruh atau sebagian

dari berat tubuh seseorang ditahan dibagian lehernya oleh sesuatu benda dengan permukaan

yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan.5
A. Jenis Penggantungan
1. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 4
 Tergantung total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung

di atas lantai.
 Setengah tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh

tergantung, misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua

lutut, dalam posisi telungkup dan posisi lain.


2. Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:4
 Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan

simetris di samping leher dan di bagian depan leher di atas jakun.

10
Tekanan pada saluran nafas dan arteri karotis paling besar pada

tipe ini.
 Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi

sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan

pada arteri karotis dan arteri vetebralis. Saat arteri terhambat,

korban segera tidak sadar.


B. Simpul
Ada 2 jenis simpul yaitu simpul hidup (running nouse) dan simpul mati (1

atau lebih). Pemeriksaan jenis dan panjang bahn yang dipakai, serta jenis simpul

dapat membantu menentukan cara kematian. Pada waktu membebas lilitan dari

leher korban, tidak boleh membuka simpul, tetapi lilitan dipotong di luar simpul

karena, bentuk simpul bisa membantu penentuan kematian secara medikolegal.4


C. Penyebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa gantung dapat disebabkan oleh karena :4
1. Asfiksia
Penekanan pada leher menyebabkan saluran pernafasan menjadi

tersumbat.
2. Iskemik otak
Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan dalam

mensuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri vertebralis.
3. Kongesti vena
Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi

penekanan pada vena jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi

serebral menjadi terhambat


4. Fraktur atau dislokasi dari vertebra servikal 2 dan 3
Hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 meter oleh berat badan

korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis

yang selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga

terjadi kematian yang tiba-tiba.


5. Syok vagal

11
Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan

pada refleks vaso-vagal secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya

tekanan pada nervus vagus.


D. Kelainan Pos Mortem
Jika sebab kematian karena asfiksia maka akan dapat ditemukan tanda – tanda

sebagai berikut:1,6
1. Tanda – tanda umum
Tanda – tanda umum tersebut berupa tanda – tanda umum asfiksia, yaitu:
- Sianosis
- Bintik – bintik perdarahan dan pelebaran pembuluh darah
- Kongesti di daerah kepala, leher, dan otak
- Darah menjadi lebih gelap dan lebih encer
2. Tanda – tanda khusus
- Jejas jerat, yaitu berupa lekukan melingkari leher (secara penuh

atau sebelum) dan di sekitarnya kadang – kadang terlihat adanya

bendungan. Arah jejas tidak melingkar horisontal, melainkan

mengarah ke atas menuju kea rah simpul dan membentuk sudut

atau jika jejas diteruskan (pada jejas yang tak melingkar secara

penuh)akan membentuk sudut yang semu. Warna jejas coklat

kemerahan (karena lecet akibat tali yang kasar), perabaan keras

seperti kertas perkamaen. Pada pemeriksaan mikrosokpik

ditemukan adanya pelepasan (deskuamasi) epitel serta reaksi

jaringan
- Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot
- Patah tulang, yaitu os hyoid (biasanya pada cornu mayus) atau

cartilago cricoid
- Lebam mayat
- Jika sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama

maka lebam mayat dapat ditemukan pada tubuh bagian bawah,

anggota badan bagian distal serta alat genetalia bagian distal.


- Lidah

12
- Jika posisi tali dibawah cartilago thyroida maka lidah akan terlihat

menjulur keluar dan berwarna lebih gelap akibat proses

pengeringan.

2.8.3 Jeratan (Strangulation by ligature)


A. Definisi
Penjeratan adalah terhalangnya udara masuk ke saluran pernafasan akibat adanya

tenaga dari luar. Disini tidak ada pengaruh berat badan seperti pada hanging.1
Terdapat beberapa tipe:
1. penjeratan dengan tali
2. dicekik (manual strangulation)
3. ditekan leher dengan bahan selain tali misalnya potonga kayu, lengan.
4. mugging, leher ditekan dengan lutut atau siku
B. Sebab Kematian
Pada peristiwa penjeratan dengan tali maka kematian yang terjadi dapat disebabkan :4
1. Tertutupnya jalan nafas sehingga menimbulkan anoksia atau hipoksia
2. Tertutupnya vena sehingga menyebabkan anoksia pada otak
3. Refleks vagal
4. Tertutupnya pembuluh darah karotis sehingga jaringan otak kekurangan darah,

kecuali pada bunuh diri yang kekuatan jeratnya diragukan mampu menutup

pembuluh darah karotis.


C. Kematian Pos Mortem
Pada tubuh jenazah yang mati akibat jeratan dengan tali dapat ditemukan kelainan

sebagai berikut:1
1. Leher
a) Jejas berat
 Tidak sejelas jejas gantung
 Arahnya horizontal
 Kedalaman regular tetapi jika ada simpul atau tali disilingkan

maka jejas jerat pada tempat tersebut labih dalam atau lebih nyata.
 Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama
b) Lecet/memar
Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet – lecet

atau memar- memar disekitar jejas. Kelainan tersebut terjadi karena

korban berusaha membuka jeratan.


c) Kepala

13
 Terlihat tanda – tanda asfiksia
 Kongesti dan bintik – bintik perdarah pada daerah diatas jejas. Jika

kematian karena refleks vagal maka tanda – tanda tersebut tidak

ditemukan
d) Tubuh bagian dalam
 Leher bagian dalam terdapat :
 Resapan darah pada otot dan jaringan ikat
 Fraktur dari tulang rawan ( terutama tulang rawan thyroid),

kecuali pada korban yang masih muda dimana tulang rawan

masih sangat elastik


 Kongesti pada jaringan ikat, kelenjar limfe, dan pangkal

lidah.
 Paru – paru
 Sering ditemukan edema paru- paru
 Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas.
2.8.4 Cekikan (manual strangulation)
Cekikan merupakan jenis strangulasi yang hampir selalu disebabkan oleh pembunuhan.

Memang dapat disebabkan kecelakaan (misalnya, pada latihan bela diri atau pembuatan

film), tetapi sangat jarang sekali. Peristiwa pencekikan tidak mungkin digunakan untuk

bunuh diri, sebab cekikan akan lepas begitu orang yang melakukan bunuh diri itu mulai

kehilangan kesadaran.2
Pada pembunuhan, cekikan dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau kedua

tangan. Kadang – kadang digunakan lengan bawah untuk membantu menekan leher dari

samping.1
Mekanisme :2,6
a. penekanan pada leher dengan penyempitan saluran nafas (hipoksi-hipoksia).
b. kompresi/penekanan pada sinus carotus lalu terjadi reflek vagal dan terjadi

cardiac arrest .
c. obstruksi arteri carotis dan vena jugularis internal, terjadi hipoksi cerebral,

memerlukan waktu yang lama untuk menyebabkan kematian.


A. Jenis Pencekikan
Beberapa cara melakukan pencekikan, yaitu:
1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.

14
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
2.8.5 Pembekapan (Smothering)
Smothering adalah tertutupnya permukaan saluran napas hidung-mulut atau hidung saja

yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru. Smothering umumnya terjadi karena

kecelakaan pada bayi/infant dimana keluarga/orang tua bayi kurang/lalai memperhatikan

bayinya. Biasanya bahan/alat yang membuat tertutup selimut, bantal. Dapat juga bayi

dibunuh (infanticide) oleh ibunya sendiri dengan memberikan bekapan kain, bedak. Ada juga

dilaporkan bayi meninggal karena tertekan oleh bekapan payudara ketika sedang menyusui.5,6

Smothering bisa juga gradual, karena tidak semua saluran napas tertutup

(sebagian) dimana dapat bertahan beberapa menit atau jam.

Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa:

 Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi

misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan menggunakan

gulungan kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut.
 Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi

dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung

dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Anak-anak atau dewasa muda yang

terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara misalnya

terbekap dalam kantong plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau

pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh sehingga mulut dan

hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan sebagainya.


 Pembunuhan (homicidal smothering). Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan

anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada orang tidak berdaya seperti

orang tua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras.

Pemeriksaan Luar

15
Didapati pada daerah hidung/mulut hiperemis/bintik-bintik perdarahan/memar

disekitar mulut serta ditandai tanda-tanda asfiksia umum (lebam mayat lebih gelap,

dilatasi pembuluh darah, ptechiae haemorrhagic bola mata, congestive alat-alat dalam,

dilatasi pembuluh darah (arteri/vena).1

2.8.6 Penyumpalan (Choking/Gaging)


Penyumpalan merupakan jenis asfiksia yang disebabkan blokade jalan nafas oleh benda

asing yang datangnya dari luar ataupun dalam tubuh, missal inhalasi tumpahan, tumor, lidah

jatuh akibat penurunan kesadaran, bekuan darah, atau gigi yang lepas.Gelaja khas yaitu

dimulai dengan batuk – batuk yang tiba – tiba diikuti sianosis dan akhirnya meninggal

dunia.Pada pemeriksaan pos mortem dapat dilihat tanda – tanda asfiksia yang jelas kecuali

jika kematian karena refleks vagal.Dapat ditemukan adanya material yang menyebabkan

blokade jalan nafas.Kadang – kadang kematian dapat terjadi sangat cepat tanpa adanya tanda

– tanda chocking, terutama pada kematian akibat refleks vagal atau inhalasi makanan dan

memberikan kesan adanya serangan jantung.Kasus seperti itu sering disebut Café

Coronaries.1
Kematian dapat terjadi akibat:1
1. Bunuh diri (suicide). Hal ini jarang terjadi karena sulit memasukkan benda asing

ke dalam mulut sendiri disebabkan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya

korban adalah penderita sakit mental atau tahanan.


2. Pembunuhan (homicidal chocking). Umumnya korban adalah bayi, orang dengan

fisik lemah atau tidak berdaya.


3. Kecelakaan (accidental choking). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau

menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan.

Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam

saluran pernapasan.
2.8.7 Tenggelam (drowning)

16
Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam didalam air. Asalkan

lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal tersebut sudah cukup

memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka

peristiwa tenggelam tidak hanya terjadi dilaut atau sungai tetapi dapat juga di wastafel atau

ember berisi air. Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh

paru – paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 – 40 mililiter untuk bayi.1,2

Berdasarkan penyebabnya, mati tenggelam terbagi atas: 4

1. Dry drowning adalah mati tenggelam tanpa ada air di saluran nafas. Penyebab

kematian pada kasus ini, antara lain:


 Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
 Vagal reflex/cardiac arrest/kolaps sirkulasi.
2. Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam saluran

nafas, baik di air tawar (Drawing tipe 2a) maupun air asin ( Drawing tipe 2b).
3. Immersion syndrome, mati tenggelam karna masuk ke air dingin menyebabkan

inhibisi vagal.
4. Secondary drawning, tidak sesungguhnya mati tenggelam, tetapi mati sesudah

dirawat akibat tenggelam. Tetap ada hubungannya dengan kelainan paru akibat

tenggelam.
A. Sebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh:1,4
1. Refleks vagal
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karna refleks vagal

disebut tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan

pos mortem tidak ditemukan tanda – tanda asfiksia maupun air di dalam paru

– paru sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).


2. Spasme laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat h]jarang

sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan rangsangan air yang masuk

17
ke laring.Pada pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia,

tetapi paru – parunya tidak didapati adanya air atau benda – benda

air.Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.


3. Pengaruh air yang masuk paru – paru
 Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia

disertai gangg uan elektrolit. Perlu diketahui bahwa masuknya air

tawar didalam paru – paru akan mengakibatkan hemodilusi dan

hemolysis. Dengan pecahnya eritrosit maka ion kalium intrasel akan

terlepas sehingga menimbulkan hyperkalemia yang akan

mempengaruhi kerja jantung (terjadi fibrilasi ventrikel). Pemeriksaan

pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, kadar NaCl jantung

kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda air

pada paru – paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.


 Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibtakan terjadinya

anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan

elektrolit. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B.

Dibandingkan dengan tipe II A maka kematian pada tipe II B terjadi

lebih lambat. Pemeriksaan pos mortem ditemukan adanya tanda –

tanda asfiksia, kadar NaCl pada Jantung kiri lebih tinggi daripada

jantung kanan dan ditemukan buih serta benda – benda air pada paru –

paru.
B. Kelainan Pos Mortem
1. Pemeriksaan Luar.1
 Pakaian basah, kadang – kadang bercampur lumpur
 Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina)
 Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin
 Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
 Terkadang ditemukan cadaveric spasm

18
 Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah

ditemukannya buih halus yang terbentuk akibat acute pulmonary

edema, berwarna putih, dan persisten. Buih menjadi banyak jika dada

ditekan
2. Pemeriksaan Dalam.1
 Saluran nafas, trakea dan bronkus, ditemukan adanya buih halus
 Paru – paru membesar dan pucat seperti layaknya paru – paru

penderita asma tetapi lebih berat dan basah. Dibanyak bagian terdapat

gambaran marmer, bila permukaannya ditekan meninggalkan lekukan

dan bila diiris terlihat buih berair. Kondisi ini disebut emfisema

aquosum yang merupakan petunjuk kuat terjadinya peristiwa

tenggelam
 Lambung dan esophagus berisi air dengan butir – butir pasir dan alga.
 Bila terjadinya hemolisis maka akan terlihat adanya bercak hemolisis

pada dinding aorta.


C. Tes Konfirmasi
Berbagai tes konfirmasi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis

tenggelam, antara lain:


1. Tes Asal Air
Tes ini diperlukan untuk membedakan apakah air dalam paru – paru berasal

dari luar atau dari proses edema. Mencocokan air dalam paru – paru dengan

air dilokasi tempat tenggelam, yaitu degan meneliti spesies dari ganggang

diatome. Tes dilakukan dengan cara memeriksa air dari paru – paru atau

lambung secara mikroskopik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan distruksi

paru – paru.
2. Tes Kimia Darah
Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hemokonsentrasi atau

hemodilusi pada masing – masing sisi dari jantung dengan cara memeriksa

gaya berat spesifik dari serum masing – masing sisi dan memeriksa kadar

19
elektrolit dari serum masing – masing sisi, antara lain kadar sodium atau

chlorida. Tes ini baru dianggap reliabel jika dilakukan dalam 24 jam setelah

kematian.
3. Tes Diatome Jaringan
Tes ini dapat dilakukan untuk menemukan adanya diatome padajaringan

tubuh.Jika pada hati, otak, sumsum tulang ditemukan diatome maka hal ini

dapat dijadikan bukti kuat terjadinya peristiwa tenggelam. Pada mayat yang

sudah membusuk, dimana kelainan-kelainan yang dapat memberi petunjuk

tenggelam sulit ditemukan maka pemeriksaan ini menjadi sangat bermanfaat.

20
BAB III

KESIMPULAN

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran

udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan

peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami

kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Tanda asfiksia pada pemeriksaan

luar jenazah dapat ditemukan berupa sianosis, kongesti, buih halus, warna lebam mayat merah-

kebiruan gelap.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, busa

halus di dalam saluran pernapasan, pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh.

Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung

daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika

dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa

epiglotis dan daerah sub-glotis. Edema paru dan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan

kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian

belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang

memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik). Asfiksia

mekanik antara lain adalah pembekapan, gagging , choking, pencekikkan dan penjeratan.

Hanging adalah peristiwa dimana seluruh atau sebagian dari berat tubuh seseorang

ditahan dibagian lehernya oleh sesuatu benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang

(biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan.

21
Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan yang menyebabkan dinding saluran

napas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran napas sehingga udara pernapasan

tidak dapat lewat. Mekanisme kematian adalah asfiksia dan refleks vagal.

Penjeratan adalah terhalangnya udara masuk ke saluran pernafasan akibat adanya tenaga

dari luar. Disini tidak ada pengaruh berat badan seperti pada hanging.

Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam didalam air. Asalkan

lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal tersebut sudah cukup

memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. h55-70.


2. Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Ilmu Forensik dan Toksikologi. India; 2003. p105-

123.
3. Robi Marisna, James dkk. Gambaran kasus asfiksia mekanik di Bagian Forensik, Jurnal e-

Clinic (eCl) Vol. 4, No.2, Manado ; 2016. Diakses pada tanggal 3 juli 2017.
4. Amir A. Sebab Kematian. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2. Medan: Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007. h120-125.


5. Nandy A. Violent Asphyxial Deaths. Principles of Forensic Medicine. India: New Central

Book Agency, Ltd: 2001. p315-342.


6. Gresham GA. Asphyxia and Poisoning. A colour Atlas of Forensic Pathology. Holland:Wolfe

Publishing Ltd;1975. p235-243.

23

Anda mungkin juga menyukai