Konsep Dasar Keperawatan Gerontik
Konsep Dasar Keperawatan Gerontik
Konsep Dasar Keperawatan Gerontik
PENGERTIAN
Ilmu + Keperawatan + Gerontik
•Ilmu : pengetahuan dan sesuatu yang dapat dipelajari
•Keperawatan : konsisten terhadap hasil lokakarya nasional keperawatan 1983
•Gerontik : gerontologi + geriatrik
•Gerontologi adalah cabang ilmu yang membahas/menangani tentang proses
penuaan/masalah yang timbul pada orang yang berusia lanjut.
•Geriatrik berkaitan dengan penyakit atau kecacatan yang terjadi pada orang yang berusia
lanjut.
•Keperawatan Gerontik : suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu
dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
b. Teori “Error”
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis “Error Castastrophe” (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori
tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan
sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat
kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel
secara perlahan.
c. Teori “Autoimun”
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan
dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia
(Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem
imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses
menua, daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel
patologis meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari
Nuryati, 1994)
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai aktualisasi
menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang
sempurna.
b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam
perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada
tingkat maksimumnya.
d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas
perkembangan sesuai dengan usianya.
•Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti
DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat
protein dan RNA tidak lagi mampu mengambil oksigen,
sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat kurang
mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan
imunologi dan mudah terjadi infeksi.
•Penuaan Skunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis
dan sosial .
Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat
proses menjadi tua.
Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang
hampir expired.
Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua
dikaitkan dengan kepribadian seseorang, misal: pada
kepribadian tipe A yang tidak pernah puas dengan apa yang
diperolehnya.
Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah:
1. Perubahan Mikro
•Berkurangnya cairan dalam sel
•Berkurangnya besarnya sel
•Berkurangnya jumlah sel
2. Perubahan Makro
•Mengecilnya mandibula
•Menipisnya discus intervertebralis
•Erosi permukaan sendi-sendi
•Osteoporosis
•Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak
tetapi kemampuannya menurun)
•Emphysema Pulmonum
•Presbyopi
•Arterosklerosis
•Manopause pada wanita
•Demintia senilis
•Kulit tidak elastis
•Rambut memutih
Proses menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua
( Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitifitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun harus menimbulkan penyakit oleh karenanya lanjut usia harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan :
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan social
2) Mampu melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
(Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang
menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto ( 1994)
menyebutkan masalah-masalah yang menyertai lansia yaitu :
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
Hidupnya
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal
atau pindah
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah
banyak
5) Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan
dengan perubahan fisik, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang
mendasar adalhan perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri
makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga
minat terhadap uang semakin meningkat, terkhir minta terhadap kegiatan rekreasi tak
berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada
diri lansia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik.
Motivasi tersebut diperlikan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur
untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap
perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap
yang ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang
diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonmi atau pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian
yang tidak baik dari lansia ( Hurlock, 1979) di kutip oleh Munandar (1994) adalah :
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya
2) penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu kwuatir karena pengangguran
5) Kurang ada motivasi
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan
Dilain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah : Minat
yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja
dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekuatiran
minimal terhadap diri dan orang lain.
Faktor faktor yang mempengaruhi penuaan
1)Hereditas atau ketuaan genetic
2)Nutrisi atau makanan
3)Status kesehatan
4)Pengalaman hidup
5)Lingkungan
6)Stres
KARAKTERISTIK PENYAKIT PADA LANSIA
•Saling berhubungan satu sama lain
•Penyakit sering multiple
•Penyakit bersifat degeneratif
•Berkembang secara perlahan
•Gejala sering tidak jelas
•Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial
•Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
•Sering terjadi penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat yang
tidak sesuai dengan dosis)
Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehinggan anggota keluaraga yang lanjut usia
kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industry
d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia
1) Individu / manusia
Memiliki kemampuan besar untuk perbaikan kondisinya dalam menghadapi
penyakit.
2) Keperawatan
Bertujuan membawa / mengantar individu pada kondisi terbaik untuk dapat
melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk mempengaruhi lingkungan.
3) Sehat / sakit
Fokus pada perbaikan untuk sehat.
4) Masyarakaat / lingkungan
Melibatkan kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan
individu, fokus pada ventilasi, suhu, bau, suara dan cahaya.
2 Analisa data
Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan mental yang
berkaitan dengan kondisi klien yang berhubungan dengan lingkungan
keseluruhan.
3) Masalah
Difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungan misalnya :
Kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan ♣
Ventilasi ♣
Pembuangan sampah ♣
Pencemaran lingkungan ♣
Komunikasi sosial, dll ♣
4) Diagnosa keperawatan
Berrbagai masalah klien yang berhubungan dengan lingkungan antara lain :
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektivitas asuhan. ♣
Penyesuaian terhadap lingkungan. ♣
Pengaruh stressor lingkungan terhadap efektivitas asuhan. ♣
5) Implementasi
Upaya dasar merubah / mempengaruhi lingkungan yang memungkinkan
terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang mempengaruhi kehidupan,
perrtumbuhan dan perkembangan individu.
6) Evaluasi
Mengobservasi dampak perubahan lingkungan terhadap kesehatan individu.
2) Teori kebutuhan
Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan teori Florence N,
sebagai contoh kebutuhan oksigen dapat dipandang sebagai udara segar, ventilasi
dan kebutuhan lingkungan yang aman berhubungan dengan saluran yang baik dan
air yang bersih.
Teori kebutuhan menekankan bagaimana hubungan kebutuhan yang berhubungan
dengan kemampuan manusia dalam mempertahankan hidupnya.
3) Teori stress
Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam lingkungan, yang
harus ditangani. Stress dapat positip atau negatip tergantung pada hasil akhir.
Stress dapat mendorong individu untuk mengambil tindakan positip dalam
mencapai keinginan atau kebutuhan.
Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika stress begitu kuat sehingga individu
tidak dapat mengatasi. Florence N, menekankan penempatan pasien dalam
lingkungan yang optimum sehingga akan menimumkan efek stressor, misalnya
tempat yang gaduh, membangunkan pasien dengan tiba-tiba, ,semuanya itu
dipandang sebagai suatu stressor yang negatif. Jumlah dan lamanya stressor juga
mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan koping individu.
Seperti diketahui bahwa Indonesia saat ini sedang berada dalam transisi
demografi dengan persentasi lansia diproyeksikan menjadi 11,34% pada tahun
2020. Keberhasilan pembangunan akan meningkatkan derajat kesehatan
penduduk yang ditandai dengan menurunnya tingkat kelahiran dan kematian
serta diikuti oleh semakin luasnya cakupan dan meningkatnya mutu pelayanan
kesehatan dan gizi rakyat telah mendorong terjadinya pergeseran berbagai
paramater demografi ke arah yang lebih baik. Salah satu diantaranya adalah
meningkatnya usia harapan hidup dari 45,7 tahun pada tahun 1968 menjadi
61,3 tahun pada tahun 1992. Diproyeksikan usia harapan hidup penduduk
Indonesia akan semakin meningkat.
Salah satu konsekuensinya yang perlu diantisipasi sejak dini adalah
meningkatnya baik jumlah maupun persentasi penduduk lansia. Pada tahun
1990 penduduk berusia 60 tahun ke atas sudah mencapai 11,3 juta atau 6,4 %
dari jumlah penduduk dan akan terus meningkat. Pada tahun 2005 jumlah
lanjut usia diramalkan akan menjadi 19 juta (8,5%) dan pada tahun 2010 akan
melebihi jumlah balita. Keadaan ini mempunyai implikasi yang besar pada
kebijakan makro di berbagai sektor pembangunan.
Kebijakan makro pun akan banyak mengalami pergeseran. Secara alami proses
manjadi tua menyebabkan para lansia mengalami kemunduran fisik dan
mental. Makin lanjut usia seseorang, makin banyak ia mengalami
permasalahan terutama fisik, mental, spiritual, ekonomi dan sosial sehingga
diperlukan upaya khusus yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif agar para lanjut usia tetap dapat mandiri dan tidak menjadi beban
bagi dirinya maupun keluarga dan masyarakat.
Struktur masyarakat Indonesia berubah dari masyarakat / populasi “muda”
(1971) enjadi populasi yang lebih “tua” pada tahun 2020. Piramida penduduk
Indonesia berubah bentuk dengan basis lebar (fertilitas tinggi) menjadi
piramida berbentuk bawang yang menunjukan rendahnya fertilitas dan
mortalitas. Pergeseran ini menuntut perubahan dalam strategi pelayanan
kesehatan, dengan kata lain perhatian dan prioritas untuk penyakit-penyakit
dewasa dan lanjut usia akan lebih dibutuhkan, namun penyakit-penyakit anak
dan balita masih juga belum diselesaikan (beban ganda). Perubahan struktur ini
juga akan mempengaruhi rasio ketergantungan (Dependency Ratio).
Dengan demikian lapisan kaum lansia dalam struktur demografi Indonesia
menjadi makin tebal, dan sebaliknya kaum muda menjadi relatif lebih sedikit.
Dengan kata lain, timbul regenerasi yang bisa membawa akibat negatif. Proses
ini berlangsung beberapa tahap, antara lain :
Tahap I
Timbul kesenjangan antar generasi (generation gap), karena kaum muda secara
lebih dinamis mengikuti kemajuan teknologi canggih, sedangkan kaum lansia
acuh, tetap tertinggal dan membiarkan kaum muda berjalan terus. Keadaan ini
belum berbahaya.
Tahap II
Karena makin tebalnya lapisan lansia dan makin meningkatnya tingkat
kesehatan,mereka pun masih mampu mengimbangi kaum muda dan
menghendaki tetap pada jabatannya, sehingga tidak mau digeser. Pada saat
inilah timbul tekanan pada generasi muda (generation pressure) yang lebih
berbahaya dari keadaan tahap I. Tahapan Indonesia saat ini adalah tahap I dan
mulai memasuki tahap II dengan timbulnya isu peningkatan usia pensiun.
Tahap III
Adalah yang paling berbahaya, ditandai dengan timbulnya konflik anyar
generasi (generation conflict). Dalam keadaan ini para lansia yang jumlahnya
makin banyak merasa makin kuat dan terus-menerus menekan generasi di
bawahnya, sedangkan generasi muda bereaksi dan melawan tekanan-tekanan
tersebut sehingga timbul konflik yang berkepanjangan dan sulit diatasi dengan
segera. Ini merupakan keadaan yang berbahaya.
Untuk mencegah proses regenerasi menuju keadaan yang berbahaya, maka
antara lain harus dilaksanakan hal-hal sebagai berikut :
1. menyelenggarakan program pensiun secara terpadu dan merata
2. menciptakan lapangan kerja/kegiatan bagi lanjut usia yang tidak
bertentangan
dengan kebutuhan kaum muda.
Pengaruh Proses Industrialisasi
Di negara-negara maju ternyata kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan cepat
berkat industrialisasi. Hal ini umpamanya terjadi di Jepang yang pada tahun
1955 masih mempunyai persentase orang-orang usia lanjut sebesar 5,3%, pada
tahun 1975 telah meningkat menjadi 8,6% dan menjadi 14,3% pada tahun
2000.
Dengan kata lain, bahwa dengan adanya industrialisasi maka penggunaan
teknologi modern dapat lebih dimanfaatkan demi peningkatan derajat hidup.
Tetapi perkembangan industri membawa serta pula kontaminasi lingkungan
dan gangguan kelestarian lingkungan hidup, sehingga memerlukan pengaturan
dan pengawasan yang baik. Bila tidak, maka polusi ini akan berpengaruh buruk
pada lingkungannya dan terutama yang akan terkena lebih dahulu dampaknya
ialah anak-anak dan orang lanjut usia (WHO, 1974).
Dengan adanya industrialisasi, urbanisasi juga terjadi, sehingga menambah
kepadatan penduduk kota dan segala macam problemanya, yang secara
langsung atau tak langsung akan mempengaruhi perkembangan geriatri
(gerontologi) pada umumnya.
Selain itu industrialisasi juga membawa pikiran-pikiran yang lebih
materialistik dan dapat mendesak budaya tradisional yang baik. Jadi
perkembangan industri disini bisa berpengaruh positif, tetapi bila tidak diawasi
dengan baik juga dapat memberi dampak negatif terhadap golongan penduduk
berusia lanjut.
Pada era industrialisasi,baik suami maupun istri harus bekerja, sedangkan
anak-anak harus bersekolah. Seorang nenek atau kakek haruslah sendirian di
rumah. Masalah akan timbul bila mereka sudah lemah dan sakit-sakitan, maka
justru disini perlu adanya apa yang disebut “day care center” atau “day
hospital” untuk pengawasan, rehabilitasi dan lain sebagainya. Para lansia
tersebut pada sore / malam hari dapat dijemput pulang ke rumah kembali. Di
Indonesia hal ini praktis belum dikembangkan.
Indikator Demografi
Berbagai indikator demografi yang lazim dipakai adalah sebagai berikut :
1. Indeks Penuaan (The Ageing Index)
Rasio penduduk lanjut usia terhadap penduduk usia kurang dari 15 tahun.
2. Usia Median (Median Age)
Membagi sama penduduk usia muda dan tua.
3. Penuaan Penduduk Tua ( The Ageing of the Elderly Population)
Proporsi penduduk lansia diatas 75 tahun dibanding lanjut usia diatas.
4. Besar dan Proporsi Penduduk Lanjut Usia ( The Relative Weight of Elderly)
Angka 10% merupakan tanda transisi struktur penduduk muda ke arah tua.
5. Komposisi Penduduk Lanjut Usia Pria - Wanita (The Sex Composition of
the Elderly Population)
6. Angka Ketergantungan Penduduk Lanjut Usia ( The Aged Dependency
Ratio)
Jumlah penduduk lanjut usia terhadap 100 penduduk usia kerja yang berusia
15-59 tahun.
iii. Sejarah Gerontologi
Studi mengenai proses penuaan telah dikenal jauh dalam sejarah. Dalam
sebuah literatur kuno, tercantum bahwa Aristoteles mengajukan pertanyaan-
pertanyaan seputar proses menua. Dia berdiskusi mengenai umur harapan
hidup, teori penuaan, dan umur maksimal dari berbagai spesies. Kemudian
Galen dan Roger Bacon turut memberikan kontribusi berupa literatur-literatur
yang topiknya seputar masalah penuaan.
Pada zaman Renaissance, Francis Bacon menulis sebuah tulisan berjudul
“History of Life and Death”. Sebuah monograf yang ditulis oleh Joseph
Freeman menampilkan sebuah kilas balik yang menakjubkan yang beisi catatan
sejarah mengenai riset seputar masalah penuaan yang dilakukan lebih dari
2500 tahun yang lalu.
Era modern dalam riset mengenai masalah penuaan terjadi pada abad ke-20.
Sebagai contoh, pada tahun 1908, Elie Metchnikoff menerima penghargaan
nobel atas kontribusinya yang sangat besar dalam bidang biologi dan penelitian
tentang penuaan. Ia memperkenalkan konsep bahwa proses penuaan
disebabkan absorpsi toksin yang berasal dari bakteri usus.
Periode Gerontologi modern dimulai sekitar tahun 1950. Ketika itu studi yang
telah bersifat sistematik menjelaskan perubahan yang terjadi pada proses
menua, ditinjau secara fisiologi, biokimia dan morfologi seluler yang terjadi.
Beberapa penelitian pada zaman itu telah memperkenalkan kita pada teori-teori
penuaan.
Secara garis besar, teori penuaan dapat dibagi menjadi 2 grup utama. Grup
pertama menjelaskan bahwa proses menua terjadi karena adanya fenomena
“wear and tear”. Kelompok lainnya berpendapat bahwa penuaan dipengaruhi
oleh lingkungan, sebagai contoh misalnya toksin, sinar kosmis, gravitasi dan
lain-lain.
Di USA terutama pada tahun 1940, banyak studi yang difokuskan seputar
masalah panjang umur. Tujuannya adalah untuk memperpanjang umur harapan
hidup manusia. Pada tahun 1939 edisi pertama dari “Problems of Aging” yang
ditulis oleh Cowdry menandai awal era modern dalam penelitian seputar
masalah penuaan.
Secara kronologis, dibawah ini akan dijabarkan perkembangan gerontologi
khususnya di Indonesia dan kongres atau pertemuan internasional yang
memberi pengaruh pada perkembangan gerontologi di Indonesia.
Kurun Waktu 1965-1974
Kesejahteraan sosial lanjut usia selama kurun waktu 1965-1974 dilaksanakan
berdasarkan berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 4 tahun 1965 tentang
Pemberian Bantuan Bagi Orang Jompo. Setelah tahun 1974 telah dikeluarkan
perundang-undangan lannya yang materinya terkait dengan kesejahteraan
sosial lanjut usia baik secara langsung maupun tak langsung, diantaranya
Undang-undang No. 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial dan Undang-undang No.10 tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sejahtera.Dengan
meningkatnya lanjut usia dituntut adanya upaya yang lebih proporsional dalam
meningkatkan kesejahteraan lanjut usia yang tidak saja kesejahteraan sosial
sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 4 tahun 1965 tetapi juga pelayanan
kesejahteraan lanjut usia dalam arti luas.
Pra WAA II
World Assembly on Ageing (1982)
Sejak PBB menggelar World Assembly on Ageing pada tahun 1982 di Wina
dan mengingatkan semua negara bahwa masalah lanjut usia akan menjadi
masalah besar, beberapa peserta yang berasal dari Indonesia telah mengambil
prakarsa di bidang ini dan sesampainya di Indonesia mulai menyebarkan
informasi seluas mungkin seputar permasalahan lanjut usia.
Terbentuknya PERGERI (1984)
Beberapa tokoh masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Universitas Indonesia dan Universitas Trisakti menggelar simposium yang
bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan masalah tersebut dan
berupaya memecahkan problema yang kompleks tersebut. Kemudian
didirikannya Perhimpunan Gerontologi Indonesia (PERGERI) pada tahun 1984
yang merupakan salah satu organisasi tertua di Indonesia yang mulai merintis
dan melangkah di bidang ini.
Dengan didirikannya PERGERI yang diakui sebagai satu-satunya organisasi
yang mewakili Indonesia dalam International Association of Gerontology /
IAG, para pakar dapat menemukan wadah dalam menyalurkan pendapat dan
aspirasinya.
Dengan adanya aktivitas PERGERI saat itu, hubungan dengan instansi
pemerintah maupun LSM lain mulai digarap, sehingga saat ini nama PERGERI
mulai dikenal baik di lingkungan pemerintahan maupun dalam kalangan ilmu
pengetahuan, dan suuatu saat PERGERI juga diakui sebagai anggota Forum
Organisasi Profersi di Indonesia / FOPI. Demikian pula di tingkat regional,
UN-ESCAP (united Nations Economic and Social Commission for Asia and
the Pacific) perwakilan PBB untuk regio Asia Pasifik.
Pencanangan Hari Lanjut Usia Nasional (1996)
Melalui melalui berbagai pendekatan terbentuklah suatu Kelompok Kerja
Tetap di lingkup Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat yang selain
mengkoordinasikan beberapa kementrerian / departemen yang terkait, juga
menampung beberapa anggota masyarakat baik dari PERGERI, PWRI maupun
wakil cerdik pandai dari kalangan universitas dan di dalam kerjasamanya
mereka menghasilkan beberapa butir kesepakatan, antara lain :
1.Agar Indonesia memiliki kelompok kerja / team-work yang secara konsisten
memikirkan masalah kesejahteraan lansia di Indonesia.
2.Agar Indonesia juga memutuskan ditentukannya Hari Lanjut Usia Nasional,
yang tanggal-tanggalnya sudah disesuaikan pada pemerintah sebagai alternatif.
3.Agar Indonesia juga setiap tahun dapat menyelenggarakan kegiatan yang
dapat dikordinasikan dengan departemen terkait secara bergilir, dan
mempunyai tema khusus bagi lanjut usia di Indonesia.
Melalui Surat Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat No.
15/KEP/MENKO/KESRA/IX/1994, telah dibentuk Panitia Nasional
Pelembagaan Lanjut Usia dalam Kehidupan Bangsa. Panitia Nasional tersebut
antara lain bertugas mempersiapkan bahan untuk mendukung terlaksananya
pencanangan Hari Lanjut Usia Nasional oleh presiden, menyiapkan konsep-
konsep dasar untuk bahan penyusunan rancangan peraturan perundang-
undangan yang mendukung kehidupan bagi lanjut usia dalam tatanan
pembangunan nasional dan menyiapkan pola umum dan standar-standar yang
berkaitan dengan pelembagaan lansia dalam kehidupan bangsa.
Suatu saat diputuskan bahwa Indonesia memang layak mempunyai Hari Lanjut
Usia Nasional yang dicanangkan oleh presiden pada tanggal 29 Mei 1996 di
Semarang.
Diperingatinya Hari Lanjut Usia secara rutin diharapkan akan membantu
meresapkan ke dalam budaya kita bahwa masalah lanjut usia adalah masalah
nasional yang tidak bisa dihindarkan oleh siapa pun dan menyangkut semua
pihak. Peraturan perundang-undangan diperlukan untuk memberi hak
fundamental kepada Lanjut Usia sebagai imbalan dari perjuangan mereka
setelah bertahun-tahun mengabdi masyarakat, agar nyata bahwa mereka
dihargai dan dihormati, bukan dikasihani. Untuk itu dipergunakan adanya pola
umum agar upaya pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa yang
menyangkut berbagai sektor mengacu pada pedoman yang sama.
Musyawarah Nasional II PERGERI dan cikal bakal berdirinya LKLU (1997)
Selanjutnya kegiatan terus bergulir sampai PERGERI menyelenggarakan
musyawarah nasionalnya yang kedua pada bulan Desember tahun 1997,
dimana menteri sosial saat itu mengisyaratkan agar PERGERI mengambil
prakarsa untuk membentuk Badan Nasional untuk dijadikan counter part
pemerintah yang nantinya menjadi cikal bakal National Council on Ageing.
Ternyata perkembangan menjadi lebih cepat sehingga pada tahun 1998 itu pun
telah dicantumkan dalam “GBHN” baru yang disahkan pada bulan Maret 1998
dan sebelum demisioner, Menteri Sosial Dra. Inten Suweno masih sempat
mengukuhkan didirikannya Lembaga Kesejahteraan Lanjut Usia / LKLU
(dikukuhkan pada tanggal 24 Februari 1998).
Tugas LKLU : memberikan sumbangan, pemikiran dan masukan kepada
pemerintah untuk perumusan dan penetapan kebijaksanaan upaya pelembagaan
lanjut usia dalam kehidupan bangsa.
Fungsi LKLU :
1. Merumuskan kebijaksanaan dan menetapkan pedoman umum baik yang
berkenaan dengan perencanaan program/kegiatan maupun pelaksanaan secara
terpadu dan terkordinasi.
2. Menyelenggarakan koordinasi dengan berbagai instansi terkait, organisasi
sosial, LSM, dalam rangka keterpaduan perumusan dan penetapan
kebijaksanaan.
3. Melakukan pemasyarakatan, pemantauan dan pengendalian sesuai ketentuan
yang berlaku.
Pencetusan Deklarasi Macao oleh UN-ESCAP (1998)
Di kawasan Asia Pasifik, UN-ESCAP (United Nations Economic and Social
Commission For Asia and the Pacific) berhasil mencetuskan deklarasi Macao
tentang lanjut usia di Asia dan Pasifik. Deklarasi dicetuskan pada akhir
Regional Meeting On A Plan Of Action On Ageing For Asia And The Pacific
yang diselanggarakan di Macao , 28 September - 1 Oktober 1998.
UN-ESCAP berhasil meyakinkan pemerintah di daerah Asia Pasifik bahwa
masalah lanjut usia merupakan masalah aktual yang harus diselesaikan secara
bersamaan. Upaya yang telah dirintis selama ini akan bermuara pada satu
tujuan utama yaitu tindakan preventif maupun promotif agar lanjut usia masih
dapat tetap produktif, sehingga mereka dapat menyumbangkan pengetahuan,
tenaga dan aspirasinya secara tepat demi kemajuan/perkembangan sosio-
ekonomi negara masing-masing. Untuk itu dibutuhkan sarana infrastruktur
yang baru dalam menghadapi kebutuhan sosial, medik, finansial serta
emosional bagi penduduk yang sedang mengalami pergeseran demografik
tersebut. Untuk itu, plan of action yang dilahirkan pada regional meeting
tersebut diarahkan pada tujuh masalah besar yang dihadapi pada lanjut usia,
yakni:
Social Position of Older Persons (kedudukan lanjut usia dalam masyarakat) :
1.Older Persons and the Family (kedudukan lanjut usia dalam keluarga)
2.Health and Nutrition (masalah kesehatan dan gizi) Housing and
Transportation (masalah
perumahan dan transportasi)
3.Older Person and the Market (lanjut usia sebagai konsumen)
4.Income Security, maintenance an Employment (jaminan hari tua / jaminan
sosial,
pemeliharaan serta penyaluran kegiatannya)
5.Social Service and the Community (pelayanan sosial dan masyarakat)
Dalam memperingati Hari Lanjut Usia Internasional pada tanggal 1 Oktober
1998, Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan telah mencanangkan International
Year of Older Persons (IYOP). Dalam kesempatan itu, selain tema yang
dikumandangkan berjudul “Towards A Society Of All Ages” di markas PBB di
New York, juga diselenggarakan pertemuan satu hari penuh yang diprakarsai
oleh NGO Comittee on Ageing dan bekerjasama dengan UN programme on
Ageing serta UN Departement of Public Information.
Peringatan dan Acara Tahun Lanjut Usia Internasional ini akan berlangsung
sampai akhir Desember 1999.
Penetapan Hari Kebangkitan Lansia RI (2000)
Di Indonesia telah ditetapkan hari Kebangkitan Lansia RI yaitu pada 20 Mei
2000. Dan diharapkan adanya lembaga untuk Lansia yang diresmikan oleh
Presiden. Kemudian adanya usaha dari UN-ESCAP yaitu pengajuan proposal
kepada PBB agar memiliki organisasi di bawah sekjen untuk Lansia dan tiap
negara diharapkan mengembangkan pengamanan sosial bagi lansia.
Pertemuan Gerontologi di Valencia (2002)
Pertemuan gerontologi di Valencia tahun 2002 yang diprakarsai oleh IAG
(International Association of Gerontology). Indonesia diwakili oleh Dr. Tony
Setiabudi. Sp.KJ. Ph.D.
Program Healthy Ageing dikemukakan dalam forum gerontologi di Valencia,
Spanyol. Program bagi lanjut usia ini berisi hal-hal sebagai berikut :
1.Aspek demografi
Aspek demografi adalah hal-hal yang menyangkut masalah kependudukan,
antara
lain: proyeksi populasi penduduk, umur harapan hidup, masalah gender
(perbedaan
jenis kelamin) dan distribusi lansia regional.
Proyeksi populasi Indonesia telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dari tahun
1971-2020. Dalam proyeksi tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk balita
akan
semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh keberhasilan program KB. Di sisi
lain
jumlah penduduk lanjut usia semakin bertambah. Hal ini setidaknya
merupakan
hasil positif karena peningkatan pelayanan kesehatan dari pemerintah yang
diperlihatkan dari meningkatnya usia harapan hidup.
2. Aspek nasional-regional-global
3. Hal-hal yang perlu diantisipasi
4. Sumber daya manusia
5. Masalah dalam negeri Indonesia
Kongres WAA II di Madrid, Spanyol (2002)
Setelah pertemuan IAG diadakan kongres WAA II di Madrid, Spanyol pada
tanggal 8-12 April 2002 yang membahas masalah lansia dengan lebih serius
kemudian menghasilkan Deklarasi Madrid.
Pada pertemuan di Madrid, WHO mengungkapkan bahwa semasa abad yang
lalu telah terjadi perubahan-perubahan besar pertama sebelum perang dunia,
dimana hampir semua negara-negara di dunia tercekam oleh penyakit-penyakit
menular sehingga umur harapan hidup sangat rendah misalnya karena infeksi,
kekurangan gizi, kesehatan lingkungan turun dan penyakit-penyakit parasiter.
Setelah IKM (Ilmu Kesehatan Masyarakat) dikembangkan maka penyakit-
penyakit tadi itu bisa ditekan, oleh sebab itu sejak 60 tahun lalu ada paradigma
kesehatan baru yang disebut dengan epidemiological shift. Lalu berkembang
suatu masa dimana setelah perang dunia II hampir semua penduduk dunia
berkembang biak dengan jumlah anak-anak kecil yang dilahirkan tanpa suatu
program khusus. Jadi dalam keluarga itu bisa memiliki 5 orang anak, 10 orang
anak dan bahkan lebih sehingga jumlah penduduk ini tidak terkontrol. Saat
itulah terjadi suatu gerakan dunia untuk mengingatkan agar jangan sampai
dunia mengalami kekurangan pangan bagi penduduk baru dan diproklamirkan
suatu gerakan berencana internasional yang disebut family planning program.
Di Indonesia gerakan family planning program ternyata cukup berhasil. Maka
kira-kira 30 tahun lalu terjadi suatu pergeseran baru dalam kesehatan yang
disebut dengan Demographical Shift.
Pada akhir abad yang lalu disinyalir umur lansia semakin banyak. Ada negara-
negara yang mempunyai jumlah lansia diatas 10% dan disebut dengan Aging
Populated Countries. Di Indonesia, kini populasi lansia rata-rata 7,5% dari
jumlah total penduduk dan dalam waktu 20 tahun lagi jumlah lansia Indonesia
akan melebihi balita. Pada saat itulah WHO mengatakan bahwa millenium ini
ditandai dengan apa yang disebut dengan Gerontological Shift, dimana jumlah
lansia dengan permasalahannya akan jauh lebih besar, lebih serius dan lebih
kompleks. Karena itu diperlukan suatu program-program yang lebih terarah
dan hanya bisa dimulai bila institusi-institusi mulai memberikan perhatian. Dan
diharapkan lembaga-lembaga lainnya akan turut berperan serta dalam usaha
ini.
Di dalam Mukadimah deklarasi Madrid diungkapkan bahwa potensi para lansia
harus dapat dimaksimalkan agar bisa disumbangkan kepada masyarakat dan
negaranya. oleh karena itu diharapkan supaya sikap masyarakat, kebijakan
pemerintah, maupun perilaku masyarakat harus diubah sehingga bisa muncul
persepsi bahwa orang tua bukannya harus disingkirkan tapi harus diupayakan,
digandeng bersama-sama untuk ikut serta dalam pembangunan. Perlu diketahui
juga bahwa lansia itu berhak untuk hidup lebih lama dengan rasa aman dan
bermartabat, tentunya juga para lansia boleh tetap berperan serta dalam
pembangunan dan mempunyai hak sebagai warga negara yang penuh.
Isi deklarasi Madrid yang utama yaitu peran lanjut usia dalam pembangunan
harus dimaksimalkan dan tentunya peran tersebut hanya mungkin
dimaksimalkan kalau derajat kesehatan dan kesejahteraannya juga
ditingkatkan. Kedua hal tersebut hanya mungkin dilaksanakan apabila disertai
partisipasi dari masyarakat itu sendiri.
Kondisi lansia perlu dimaksimalkan karena lansia merasa masih menjadi
“orang” jika mereka merasa ikut berpartisipasi aktif, mereka masih diperlukan
dalam perkembangan masyarakat secara menyeluruh Hal penting lainnya
general issues sangat luar biasa karena pertama-tama dinilai bahwa lansia
khususnya di negara miskin harapan hidup perempuannya lebih banyak dari
laki-laki, sehingga hampir semua panti werdha wanita lebih banyak tetapi di
negara miskin karena wanita praktis tidak mendapat pendidikan yang tinggi
maka kehidupannya terpuruk karena kemiskinan dan kurangnya pendidikan.
Ternyata general issues tidak berhenti sampai disitu, para tenaga yang
melayani lansia dengan caregivers dimanapun di dunia dilakukan oleh
kelompok-¬kelompok wanita. Caregivers adalah yang mereka yang berusia 40
tahun keatas dan kebanyakan wanita, maka wanita yang berusia 40 tahun
keatas harus disiapkan untuk melayani orang tuanya. Akan tetapi di Singapore
terjadi suatu proses perubahan yang besar seperti halnya di Jepang dimana para
wanita mulai masuk ke karir sehingga merasa lebih mandiri dan tidak butuh
dukungan siapa-siapa lagi.
Secara singkat, tema yang ingin dibahas dan disampaikan pada WAA II
adalah: Peningkatan partisipasi lanjut usia dalam pembangunan, peningkatan
dukungan masyarakat bagi kesejahteraan lanjut usia, perlindungan dan jaminan
sosial bagi lanjut usia, perluasan akses dan kemudahan layanan kesehatan bagi
lanjut usia serta mempertimbangkan pembentukan komisi nasional lanjut usia.
Rencana Pertemuan Internasional yang Berkaitan dengan Perkembangan
Gerontologi di Indonesia
World Congress Rio de Janeiro 2005 dan Paris 2009 (Korea mencalonkan diri
sebagai tempat pertemuan selanjutnya untuk tahun 2013)
CIGP 2006 akan diadakan di Indonesia.
VIII. KESIMPULAN
Karena jumlah Lansia dari hari ke hari makin meningkat dengan cepat, dan hal
ini dapat menimbulkan permasalahan yang akan mempengaruhi kelompok
penduduk lain, maka aspek demografi dari kelompok Lansia ini penting
diketahui dan dipahami, sehingga dapat diambil langkah antisipasi untuk
mengatasi permasalahan yang dapat timbul tadi.
Dengan kemajuan teknologi dan umur manusia yang makin panjang, maka
terjadi pergeseran sebab-sebab kematian, dari penyakit infeksi kearah penyakit
degeneratif. Hal ini tentu memerlukan pendekatan yang berbeda di bidang
kesehatan.
Peranan prevensi/ pencegahan semakin besar, karena jika dilakukan secara
cermat dan terus menerus akan memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya
yang lebih murah. Maksud dari prevensi sendiri adalah menghindarkan sejauh
mungkin penyakit-penyakit yang dapat timbul dan mengusahakan agar fungsi
tubuh selama mungkin dapat dipertahankan
Karena alasan-alasan di atas, prinsip pelayanan kesehatan pada Lansia adalah
holistik dan bekerja di dalam tim. Sedangkan pelaksanaannya sendiri
melibatkan masyarakat juga Rumah Sakit dan berada dalam tingkatan-
tingkatan. Pelayanannya sendiri dikelompokkan menjadi 5, promosi, prevensi,
diagnosis dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, dan rehabilitasi. Sebagai
pelengkap adalah pelayanan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi: Bunga Rampai Karangan Ilmiah : UPF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / RS Dr. Kariadi Semarang,
1996.
Darmojo, Boedhi; Martono, Hadi : Buku Ajar Geriatri : Balai Penerbit FKUI
Jakarta, 1999.
Hardywinoto; Setiabudhi, Tony : Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai
Aspek : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005
Hazzard, William R : Principle of Geriatric Medicine and Gerontology, 2nd
edition : Mc Graw Hill Inc. USA. 1990.
posting, realse,transfer by :
ivanishadisofyan.blogspot.com / IVAN ISHADI SOFYAN, SKp
[email protected] / [email protected]
Menjadi tua bukanlah pilihan tetapi hidup di panti werdha adalah sebuah
pilihan
Tidak dipungkiri bahwa keluargalah yang merupakan unit yang paling tepat
untuk memberikan pelayananan terhadap orang tuanya yang lanjut usia, dan
peran-peran keluarga ini perlu diamaksimalkan. Tetapi jika menghadapi
kondisi yang disebutkan diatas maka inilah yang dapat dikatakan sebagai
jawaban atas permasalahan yang dihadapi oleh keluarga yang memiliki orang
tua lanjut usia.
Dengan menggunakan jasa panti werdha sebagai suatu solusi adalah tepat.
Asalkan pengambilan keputusan/kesepakatan untuk tinggal di Panti Werdha
melibatkan seluruh anggota keluarga serta persetujuan orang tua kita yang
sudah lansia. Keluarga yang memasukkan orang tuanya ke panti werdha harus
tetap menunjukkan kasih sayangnya meski mereka berada di Panti Werdha.
Panti Werdha bisa menjadi pilihan yang baik untuk menikmati hari tua. Akan
tetapi sebagian masyarakat Indonesia memandangnya sebagai suatu yang
negative. Pandangan masyarakat tentang Panti Jompo dan orang tua yang
dititipkan di sana agaknya perlu diluruskan. Orang tua yang dititipkan di Panti
Werdha tidak berarti mereka terbuang, mereka tetap memiliki keluarga yang
merupakan bagian penting dari keberadaannya.
Di Panti Werdha mereka menemukan teman yang relative seusia dengannya
dimana mereka dapat berbagi cerita. Karena kebereadaan lansia di Panti
dengan berbagai karakter serta memiliki berbagai ragam problematika maka
dipandang perlu untuk memberikan suatu penanganan khusus sesuai kelebihan
serta kekurangan yang mereka miliki.
Di Panti Werdha selain mendapatkan pelayanan berupa pemenuhan kebutuhan
dasar juga diberikan fungsi positif lainnya yaitu program-program pelayanan
sosial yang bisa memberikan kesibukan buat mereka sebagai pengisian waktu
luang diantaranya pemberian Bimbingan Sosial, Bimbingan Mental Spiritual
serta Rekreasi, penyaluran bakat dan hoby, terapi kelompok, senam dan banyak
kegiatan lainnya.
Di Panti mereka mendapatkan fasilitas serta kemudahan–
kemudahan/aksesibilitas lainnya. selain bersama teman seusianya, mereka juga
mendapatkan pelayanan maksimal dari para Pekerja Sosial dimana mereka
menemukan hari-harinya dengan ceria
Perubahan, tantangan dan peluang merupakan tiga aspek inti yang sedang
terjadi dalam pelayanan keperawatan di Indonesia saat ini. Disamping itu,
suatu proses yang mendasar untuk merestrukturisasi pelayanan kesehatan telah
mempengaruhi proses perubahan dalam pelayanan keperawatan.
Fokus dan orientasi system pelayanan kesehatan dan suatu penyakit dan
pelayanan kesehatan akut telah berubah menjadi focus kepada
kesahatan/kesejahteraan dan berorientasi pada masyarakat.
Pada masa lalu [dan bahkan sebagian besar sampai sekarang keperawatan
dilakukan berdasarkan intuisi dan tradisi sehingga keperawatan dianggap
sebagai kiat tanpa komponen ilmiah. Pandangan ini telah menempatkan
keperawatan hanya sebagai `pelengkap' atau bagian dari disiplin kesehatan lain
dengan ketidakpastian tentang keperawatan sebagai disiplin ilmu vang unik.
Sementara sebagai profesi, keperawatan harus memiliki ilmu dan kiat vang
diprasyaratkan untuk dapat secara otonom mengendalikan mutu pendidikan
dan praktik keperawatan (Hamid, 1999).
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made
Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit:
pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi:
4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran
Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.