Perilaku Konsumsi Makanan Berisiko Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Pasien Poliklinik Universitas Lampung
Perilaku Konsumsi Makanan Berisiko Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Pasien Poliklinik Universitas Lampung
Perilaku Konsumsi Makanan Berisiko Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Pasien Poliklinik Universitas Lampung
Lampung
Perilaku Konsumsi Makanan Berisiko Berhubungan dengan Status Gizi pada
Pasien Poliklinik Universitas Lampung
Dian Isti Angraini
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Angka gizi kurang dan atau lebih merupakan masalah gizi yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia dan ini
merupakan beban ganda (double burden). Masalah gizi bisa disebabkan banyak faktor seperti gaya hidup yang tidak baik
(pola makan dan olahraga), kondisi sosioekonomi, stres dan lainnya. Perubahan pola makan seperti rendahnya konsumsi
buah dan sayur, serta perilaku konsumsi makanan berisiko bisa menyebabkan seseorang mengalami masalah gizi lebih.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional pada 52 orang pasien yang
datang ke poliklinik Unila pada bulan September 2015 dan berusia lebih dari 18 tahun. Sampel diambil secara total
sampling. Perilaku konsumsi makanan berisiko didapatkan dengan hasil kuesioner yang berisi 13 pertanyaan dan penentuan
kategori dengan menggunakan grafik receiver operating characteristic (ROC). Status gizi dinilai dengan menggunakan
pengukuran antropometri dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden pada umumnya tidak memiliki perilaku konsumsi makanan berisiko (51,9%) dan memiliki status gizi obesitas
(44,3%). Terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku konsumsi makanan berisiko dengan status gizi (p=0,012).
Responden dengan perilaku makanan berisiko memiliki risiko 12 kali lebih besar untuk berstatus gizi lebih dibanding dengan
yang tidak berperilaku konsumsi makanan berisiko (OR=12). Simpulan : perilaku konsumsi makanan berisiko berhubungan
dengan status gizi.
Kata kunci: pasien poliklinik Unila, perilaku konsumsi makanan berisiko, status gizi
Behavioral Risk Food Consumption Associated With Nutritional Status in
Patients on University of Lampung Clinic
Abstract
Underweight or overweight were nutritional problem in developing countries such as Indonesia and this is a double burden.
Nutritional problems can be caused by many factors such as unhealthy lifestyle (diet and exercise), socioeconomic
conditions, stress and others. Changes in diet such as low consumption of fruits and vegetables, as well as behavioral risk
foods can cause a person to experience more nutritional problems. This study was an observational analytic study with
cross sectional approach in 52 patients who came to the clinic Unila in September 2015 and more than 18 years old.
Samples taken by total sampling. Behavioral risk foods comsumption obtained by the results of a questionnaire containing
13 questions and the determination of categories by using the receiver operating characteristic (ROC) graph. Nutritional
status was assessed using anthropometric measurements using body mass index (BMI). The results showed that the
respondents did not have behavioral risk foodscomsumption (51.9%) and has the nutritional status of obesity (44.3%).
There is a significant relationship between behavioral risk foods with nutritional status (p = 0.012). Respondents with
behavioral risk foods comsumption have a 12 times greater risk to overweight nutritional status than those who do not
behave risk foods comsumption (OR = 12). Conclusion: behavioral risk food consumption associated with nutrition status.
Keywords : behavioral risk foods comsumption, nutritional status, Unila clinic patients.
Korespondensi: dr Dian Isti Angraini,M.PH, alamat Jl Soemantri Brojonegoro No 1, HP 081279061921,email
[email protected]
Pendahuluan masalah gizi dapat berbeda antar wilayah
Status gizi merupakan keadaan yang ataupun antar kelompok masyarakat.2
ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik Status gizi penduduk usia lebih dari 18
terhadap energi dan zatzat gizi yang diperoleh tahun berdasarkan Riskesdas 2012 didapatkan
dari asupan makanan yang dampak fisiknya bahwa prevalensi penduduk dewasa kurus
dapat diukur.1 Status gizi dibedakan menjadi 8,7%, berat badan lebih 13,5% dan obesitas
status gizi kurang, status gizi baik dan status 15,4%. Prevalensi penduduk kurus terendah
gizi lebih. Status gizi selain dipengaruhi oleh diprovinsi Sulawesi Utara (5,6%) dan tertinggi
pola konsumsi energi dan protein, status gizi di Nusa Tenggara Timur (19,5%). Gambaran
juga dapat dipengaruhi oleh faktor status status gizi penduduk dewasa di provinsi
kesehatan, pengetahuan, ekonomi, lingkungan Lampung yaitu prevalensi status gizi kurus 8.4
dan budaya. Faktor pencetus munculnya % dan gemuk sebanyak 8,7%.3 Masih tingginya
Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015 | 26
Dian Isti Angraini | Perilaku Konsumsi Makanan Berisiko Berhubungan dengan Status Gizi pada Pasien Poliklinik Universitas
Lampung
angka gizi kurang dan atau lebih merupakan reliabitas dengan menggunakan program
masalah gizi yang terjadi di negara berkembang komputer, dan didapatkan hasil akhir
seperti Indonesia dan ini merupakan beban kuesioner terdiri dari 13 pertanyaan. Status gizi
ganda (double burden). diperoleh melalui penilaian antropometri
Masalah gizi bisa disebabkan banyak berdasarkan indeks massa tubuh (IMT).
faktor seperti gaya hidup yang tidak baik (pola Pengumpulan data perilaku konsumsi makanan
makan dan olahraga), kondisi sosioekonomi, berisiko dan antropometri dilakukan oleh 2
stres dan lainnya. Perubahan pola makan orang enumerator yang telah diberikan
seperti rendahnya konsumsi buah dan pengarahan dan pelatihan sebelumnya. Data
sayur,tingginya konsumsi garam dan tersebut selanjutnya diuji secara univariat dan
meningkatnya konsumsi makananan yang bivariat. Analisis bivariat dengan menggunakan
tinggilemak serta berkurangnya aktifitas olah uji mutlak fisher.
raga terjadi pada sebagian masyarakat
terutama diperkotaan. Gaya hidup demikian Hasil
akan meningkatkan gizi lebih yang Variabel perilaku konsumsi makanan
merupakanfaktor risiko terhadap penyakit berisiko dikelompokkan menjadi 2 yaitu ya
tidak menular dan kematian.4 (memiliki perilaku konsumsi makanan berisiko)
Perilaku konsumsi makanan berisiko dan tidak (tidak memiliki perilaku konsumsi
merupakan salah satu faktor yang makanan berisiko). Pengelompokkan
berhubungan dengan kegemukan atau bahkan berdasarkan cut off point dengan
obesitas. Menurut data Riskesdas 2007, pola menggunakan kurva ROC (receiver operating
konsumsi makanan berisiko meliputi pola charactheristic). Dalam penelitian nilai cut off
konsumsi makanan/minuman manis, makanan point untuk perilaku makanan berisiko adalah
asin, makanan berlemak, jeroan, makanan sebesar 48.
dibakar/panggang, makanan yang diawetkan,
minuman berkafein, dan bumbu penyedap. Analisis Univariat
Propinsi Lampung, memiliki prevalensi pola Tabel 1.Karakteristik Subyek Penelitian
makanan berisiko yang cukup tinggi untuk Karakteristik Mean ± SD Rentang N (%)
semua jenis komponen makanan berisiko Perilaku
Konsumsi
tersebut.5 Makanan
Berisiko
Metode a. Ya 51,11±21,14 8,8100 25(48,1)
Jenis penelitian ini adalah penelitian b. Tidak 27
observasional dengan rancangan cross (51,9)
Status Gizi
sectional pada pasien yang datang ke poliklinik a. Obesitas 25,14±4,46 18,38 23(44,3)
Universitas Lampung pada bulan September b. Lebih 42,97 14(26,9)
2015. Jumlah sampel adalah 52 orang. c. Normal 15(28,8)
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode d. Kurang 0 (0)
total sampling yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Kriteria inklusi yang digunakan Tabel 1. menunjukkan bahwa
adalah pasien poliklinik Universitas Lampung persentase responden yang tidak berperilaku
yang berusia lebih dari 18 tahun dan bersedia konsumsi makanan berisiko hanya sedikit
menjadi sampel penelitian. Variabel bebas lebih tinggi dari perilaku konsumsi makanan
dalam penelitian ini adalah perilaku konsumsi berisiko yaitu tidak berperilaku konsumsi
makanan berisiko dan variable tergantung makanan berisiko sebesar 51,9% (27 orang)
yaitu status gizi. dan berperilaku konsumsi makanan berisiko
Perilaku konsumsi makanan berisiko sebesar 48,1% (25 orang). Nilai ratarata
dinilai dengan menggunakan kuesioner yang perilaku konsumsi makanan berisiko adalah
berisi 15 pertanyaan yang mencakup perilaku 51,11 dengan standar deviasi 21,14 serta
konsumsi makanan/minuman manis, makanan sebaran distribusi 8,8 sampai dengan 100.
asin, makanan berlemak, jeroan, makanan Status gizi responden sebagian besar obesitas
dibakar/panggang, makanan yang diawetkan, yaitu 44,3% (23 orang), kemudian diikuti oleh
minuman berkafein, dan bumbu penyedap. status gizi normal yaitu 28,8% (15 orang),
Kuesioner ini dilakukan uji validitas dan status gizi lebih sebesar 26,9% (14 orang),
Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015 | 28
Dian Isti Angraini | Perilaku Konsumsi Makanan Berisiko Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Pasien Poliklinik Universitas
Lampung
dan tidak ada responden yang berstatus gizi atau sate, minimal 3 kali dalam seminggu;
kurang. Nilai ratarata status gizi adalah 25,14 mengkonsumsi camilan yang banyak
dengan standar deviasi 4,46 serta sebaran mengandung gula seperti kue yang manis,
distribusi 18,38 sampai 42,97. martabak, dan roti; selalu menambahkan
garam di dalam makanan tanpa menghitung
Analisis Bivariat kebutuhan yang diperlukan tubuh,
Tabel 2. Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan mengkonsumsi camilan seperti gorengan atau
Berisiko dengan Status Gizi kue jajanan pasar setiap hari, minimal 1 kali
Status Gizi dalam sehari mengkonsumsi makanan siap saji
Variabel Lebih Normal P OR seperti mie instant, bakso, nasi goreng,
kentang goreng, dan lainlain; minimal 1 kali
n (%) n (%) dalam sehari mengkonsumsi nasi bungkus, nasi
Perilaku rames atau nasi padang (yang bersantan dan
Konsumsi tinggi lemak) sebagai makanan pokok,
Makanan menyukai makan jeroan seperti hati, ampela,
Berisiko
dan usus; serta setiap hari mengkonsumsi saus
24 1
a. Ya (96%) (4%) 0,012* 12a
tomat, saus cabai atau kecap sebagai
18 tambahan dalam makanan.
b. Tidak (66,7%) 9 (33,3%) 1 Secara nasional, prevalensi makanan
Ket : * = signifikan (p<0,05) berisiko yang paling banyak dikonsumsi oleh
a
= uji fisher exact penduduk umur > 10 tahun adalah Penyedap
(77,8%), Manis (68,1%), dan Kafein(36,5%).
Tabel 2. menunjukkan bahwa perilaku Untuk provinsi Lampung sendiri, prevalensi
konsumsi makanan berisiko berhubungan makanan berisiko yang paling banyak
dengan status gizi, hal ini ditunjukkan dari dikonsumsi adalah makanan yang banyak
hasil uji fisher exact yang mendapatkan hasil mengandung penyedap (85,6%), manis
ada hubungan bermakna secara statistik (67,6%), berkafein (44,5%) dan asin (24,4).
(p=0,012). Responden dengan status gizi lebih Konsumsi makanan berisiko ini cenderung
pada umumnya berperilaku mengkonsumsi mengalami peningkatan menjelang usia
makanan berisiko dengan persentase sebesar dewasa dan mulai menurun ketika memasuki
96% dibandingkan tidak berperilaku usia lanjut.5
mengkonsumsi makanan berisiko (66,7%). Status gizi terbanyak adalah obesitas dan
Responden dengan status gizi normal tidak ada responden yang berstatus gizi
sebagian besar tidak berperilaku konsumsi kurang. Prevalensi obes yang cukup besar pada
makanan berisiko yaitu dengan persentase penelitian ini cukup mengejutkan karena
sebesar 33% dibandingkan dengan berada pada ratarata nasional maupun
berperilaku konsumsi makanan berisiko provinsi Lampung. Berdasarkan data Riskesdas
sebesar 4%. Berdasarkan analisis statistik, 2007 didapatkan bahwa prevalensi obesitas
didapatkan nilai odds ratio sebesar 12. pada penduduk berusia >18 tahun adalah
11,7% dan propinsi Lampung sebesar 8,8%
Pembahasan sedikit di bawah angka nasional.5 Sedangkan
Responden sedikit lebih banyak memiliki berdasarkan Riskesdas 2010 prevalensi
perilaku konsumsi makanan berisiko. Perilaku obesitas penduduk berusia >18 tahun sebesar
makanan berisiko yang paling sering dilakukan 7,8% pada lakilaki dan 15,5% pada wanita ;
adalah memberikan gula pasir setiap kali prevalensi obesitas penduduk berusia >18
masak atau dalam mengolah makanan, lebih tahun di propinsi Lampung sebesar 4,3% pada
menyukai makanan berbumbu dan terasa lakilaki dan 13,4% pada wanita. Obesitas
gurih, mengolah daging, ikan, ayam atau lauk terbanyak diderita oleh kelompok umur 3059
lainnya dengan cara digoreng, dipanggang atau tahun, jenis kelamin wanita, daerah perkotaan
digulai menggunakan santan; mengkonsumsi dan jenis pekerjaan PNS/ TNI/ Polri.6
teh dan atau kopi setiap hari, mengolah Obesitas berhubungan dengan angka
sayuran dengan cara ditumis atau dimasak kejadian penyakit degeneratif. Pada penderita
menggunakan santan, mengkonsumsi ikan obesitas diketahui terjadi berbagai gangguan
asin, sarden, ikan asap, ayam bakar, ikan bakar metabolism diantaranya diabetes mellitus tipe
Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015 | 29
Dian Isti Angraini | Perilaku Konsumsi Makanan Berisiko Berhubungan dengan Status Gizi pada Pasien Poliklinik Universitas
Lampung
Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13 | Bandar Lampung Oktober 2015 | 30