Laporan Pendahuluan Fraktur Antebrakhi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA SDR. A DENGAN


FRAKTUR ANTEBRACHII YANG AKAN DILAKUKAN
TINDAKAN ORIF DI INSTALASI BEDAH
SENTRAL (IBS) RSD dr. SOEBANDI
JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh

Riska Umarog S. Kep


NIM 122311101023

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
2

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR ANTEBRACHII
OLEH : Riska Umaroh., S.Kep.

Konsep: Fraktur Antebrachii


1. Pengertian Fraktur antebrachii
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang atau
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan
karena kecelakaan (Mansjoer, 2000). Fraktur adalah biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang
itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, 2003). Fraktur adalah patah
tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan
jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002).
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi di
tulang radius dan ulna yang diakibatkan oleh trauma langsung seperti kecelakaan
ataupun karena penyakit seperti osteoporosis. Pada anak biasanya tampak angulasi
anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu sama lain.
Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas
karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen
tulang.

2. Penyebab
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
dalam menahan takanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal
dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan
vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak (Muttaqin, 2008).
3

Secara umum penyebab fraktur adalah sebagai berikut:


1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur pada anak-anak biasanya sebagai akibat trauma
dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau penganiayaan anak. Karena
jaringan lunak pada anak-anak fleksibel, fraktur terjadi lebih sering daripada
cedera jaringan lunak (Muscari, 2005).

3. Klasifikasi Fraktur
Menurut Mansjoer (2000), jenis fraktur antebrachii yaitu:
a. Fraktur Colles
Menurut Pearce (2008) fraktur Colles adalah patah transvers dari ujung
bawah radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan, pasien terjatuh dalam
keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam
(endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi
supinasi). Fraktur ini terjadi dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur
distal mengalami angulasi ke arah dorsal dan menyebabkan deformitas seperti
“sendok makan” (dinner fork deformity).
Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah
fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan
4

pergeseran dorsal fragmen distal. Fraktur ini yang paling sering ditemukan
pada manula, insidennya yang tinggi berhubungan dengan permulaan
osteoporosis pasca menopause, karena itu pasien biasanya wanita yang
memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terlentang.

Gambar 1. Fraktur Colles

Gambar 2. Fraktur Colles

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari
radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi
oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi
4 tipe yaitu:
1) Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler
2) Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
3) Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio karpal
4) Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal
5

1) Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio ulnar
2) Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio ulnar
3) Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan
sendi radioulnar
4) Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal
dan sendi radio ulnar

b. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan kebalikan dari fraktur Colles, dengan angulasi ke
arah anterior (volar) dari fraktur radius. Fraktur ini biasa terjadi pada orang
muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan
dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis
patahan biasanya transversal, kadang intraartikular. Penggeseran bagian distal
radius bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Patah tulang ini lebih
jarang terjadi.

Gambar 3. Fraktur Smith


6

c. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi
radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan
badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan
berat badan yang memberi gaya supinasi. Gambaran klinisnya bergantung
pada derajat dislokasi fragmen fraktur. Bila ringan nyeri dan tegang hanya
dirasakan pada daerah fraktur; bila berat, biasanya terjadi pemendekan lengan
bawah. Pada fraktur ini tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi
kedorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

Gambar 2.4 Fraktur Galeazzi

d. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi sendi radius ulna proksimal. Dislokasi ini dapat terjadi ke lateral dan
juga ke posterior. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna,
7

misalnya sewaktu melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah


tulang tangkis. Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe
fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna kearah
hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari
depan kearah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi
ke posterior.

Gambar 5. Fraktur Montegia

e. Fraktur Barton volar


Fraktur Barton volar sebetulnya masih bagian dari fraktur Smith. Reduksi
biasanya cukup dengan tarikan dan supinasi, tetapi karena garis patah tulang
miring reposisi yang dicapai biasanya tetap tidak stabil sehingga kadang
pembedahan akan lebih baik hasilnya. Epalsiolisis harus diusahakan untuk
reposisi secara anatomis mungkin agar tidak terjadi gangguan pertumbuhan.
Hal ini dapat dilakukan secara tertutup, kadang secara terbuka. Dengan atau
tanpa reposisi operatif dapat dipakai kawat K yang kecil yang cukup kuat
untuk fiksasi intern sehingga fiksasi dapat dicapai tanpa merusak cakram
epiflsis.
8

f. Fraktur atau dislokasi tulang karpus


Patah tulang os navikulare yang agak jarang, sering terlewat diagnosisnya,
baik karena tidak terperhatikan maupun karena tidak dibuat foto Rontgen
oblik khusus. Seperti halnya tulang yang lain, vaskularisasi tulang skafoid
sebagian besar melalui simpal sendi dan karena sebagian besar permukaan
tulang ini merupakan bagian tulang rawan sendi, vaskularisasi yang masuk
relatif sedikit. Oleh karena itu, komplikasi nekrosis avaskuler dan kegagalan
pertautan cukup sering.
Biasanya patah tulang os navikulare tidak terdislokasi sehingga tidak
perlu direposisi. Posisi dalam gips yang meliputi lengan bawah bagian distal
sampaibatas sendi metakaipofalangeal, termasuk metakarpus I, dipertahankan
tiga bulan untuk menghindari pseudoartrosis. Bila lambat bertaut atau gagal-
bertaut, perludilakukan operasi cangkok tulang.Pada patali leher tulang
bagian proksimal osskafoid terancam nekrosis avaskuler karena sebagian
besar per mukaannya ditutupoleh tulang rawan sendi sehingga darah dari
bagian proksimal tidak mungkinsampai.
Dislokasi lunatum agak jarang ditemukan, tetapi sering juga
terlewatdiagnosisnya. Dislokasi yang terjadi adalah akibat trauma jatuh pada
tangan dalamposisi dorsifleksi maksimal. Pada pemeriksaan klinis didapati
pembengkakanpada pergelangan tangan dan pasien sangat kesakitan bila jari
secara pasif diekstensikan. Bisa ditemukan adanya lesi saraf medianus oleh
adanya penekanansaraf di dalam kanalis karpal. Pada foto Rontgen akan
terlihat adanya dislokasilunatum ataupun perilunatum.
9

4. Patofisiologi
Apabila tulang normal mendapat tekanan yang berlebihan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan tersebut
mengakibatkan jaringan tidak mampu menahan kekuatan yang mengenainya.
Maka tulang menjadi patah sehingga tulang yang mengalami fraktur dan akan
terjadi perubahan posisi tulang, kerusakan hebat pada struktur jaringan lunak dan
jaringan di sekitarnya yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan
persyarafan yang mengelilinginya (Long, B.C, 1996).
Periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang berlawanan
pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah di dalam fraktur akan
menimbulkan nyeri. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat aliran
darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter. Setelah fraktur lengkap,
fragmen-fragmen biasanya akan bergeser, sebagian oleh karena kekuatan cidera
dan bisa juga gaya berat dan tarikan otot yang melekat. Fraktur dapat tertarik dan
terpisah atau dapat tumpang tindih akibat spasme otot, sehingga terjadi
pemendekan tulang, dan akan menimbulkan derik atau krepitasi karena adanya
gesekan antara fragmen tulang yang patah.
Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya
merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar
atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi
fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk
lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang
terjadi pada fraktur Colles. Sebaliknya, jatuh pada permukaan tangan sebelah
dorsal menyebabkan dislokasi fragmen distal ke arah volar seperti yang terjadi
pada fraktur Smith. Pada keduanya masih terdapat komponen gaya ke arah deviasi
radial dan deviasi ulna yang dapat menyebabkan patahnya tulang karpus. Jatuh
pada permukaan tangan bagian volar dengan tangan dalam posisi deviasiradial
dapat menyebabkan fraktur pada tulang navikulare (os skafoid) sedangkan jatuh
dengan tangan dorsofleksi maksimal dapat menyebabkan dislokasi tulang
lunatum.
10

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan.


Secara klinis, dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles atau
fraktur Smith. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis
klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang. Hal yang mungkin terlewat
dalam diagnosis adalah adanya fraktur tulang navikulare atau adanya dislokasi
tulang lunatum. Secara klinis pada fraktur navikulare didapati nyeri tekan pada
tabatier anatomik. Diagnosis kedua kelainan ini ditegakkan dengan foto Rontgen.
Pada foto antero-posterior biasa sering tidak terlihat adanya fraktur navikulare.
Untuk ini perlu foto dengan proyeksi oblik 45° dan 135° atau foto diulang setelah
satu minggu karena mungkin retak tidak kelihatan pada cedera baru.
Ketika tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya
mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah
patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan pembersihan debris
dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan
berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblast segera
terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, yang disebut kalus. Bekuan fibrin
segera direabsorpsi dan tulang baru secara perlahan mengalami remodelling untuk
membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan
mengalami kalsifikasi (pengerasan). Penyembuhan dapat terganggu atau
terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati
terbentuk atau apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi dan pengerasan
(Corwin, 2009).

5. Tanda dan Gejala


Secara umum tanda tanda dan gejala yang muncul menurut Nurarif dan
Kusuma (2013) dan Smeltzer dan Bare (2002) diantaranya:
a. Nyeri di lokasi cidera yang terus menerus dan bertambah berat sampai
fragmen tulang diimobilisasi. Nyeri ini muncul sebagai akibat ujung-ujung
saraf bebas mengalami kerusakan. Reseptor nyeri (nosiseptor) mencakup
11

ujung-ujung saraf bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan


termasuk tekanan mekanis (trauma), deformasi, suhu yang ekstrim, dan
berbagai bahan kimia. Energi dari stimulus-stimulus ini dapat diubah menjadi
energy listrik dan perubahan energi ini dinamakan transduksi. Transduksi
dimulai di perifer, ketika stimulus terjadinya nyeri mengirimkan impuls yang
melewati serabut saraf nyeri perifer yang terdapat di panca indera, maka akan
menimbulkan potensial aksi. Setelah proses transduksi selesai, transmisi
impuls nyeri dimulai.
b. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengalami fraktur. Selain itu juga diakibatkan karena
inflamasi akibat dari kerusakan sel. Kerusakan sel dapat mengakibatkan
pelepasan neurotransmitter seperti histamin, bradikinin, serotonin, beberapa
prostaglandin, ion kalium, ion hydrogen, dan substansi P. Masing-masing zat
tersebut tertimbun di tempat cedera termasuk fraktur, hipoksia, atau kematian
sel. Substansi yang peka terhadap nyeri yang terdapat disekitar serabut nyeri
di cairan ekstraseluler, menyebarkan pesan adanya nyeri dan menyebabkan
inflamasi (Potter & Perry, 2010).
c. Deformitas
d. Gangguan fungsi gerak utamanya pada area yang cidera

Tanda dan gejala berdasarkan jenis fraktur antebrachii, diantaranya adalah:


1. Fraktur Colles
Fraktur ini dapat terlihat penonjolan punggung pergelangan tangan dan
depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya
terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan.
Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan
pembengkakan di daerah yang terkena. Gambaran klinisnya yaitu:
a. Fraktur metafisis distal radius dengan jarak kurang lebih 2,5 cm dari
permukaan sendi distal radius
b. Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal
c. Subluksasi sendi radioulnar distal
12

d. Avulsi prosesus stiloideus ulna.


e. Nyeri
2. Fraktur Smith
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar
pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade deformity), dan adanya
Nyeri pada fraktur. Gambaran radiologis dari fraktur ini yaitu terdapat fraktur
pada metafisis radius distal; foto lateral menunjukkan bahwa fragmen distal
bergeser dan miring ke anterior-sangat berlawanan dengan fraktur colles.
3. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia.
Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna. Tampak
tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan
dapat diraba tonjolan ujung distal ulna. Ujung bagian bawah ulna yang
menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan pemeriksaan
untuk lesi saraf ulnaris yang sering terjadi. Gambaran klinisnya bergantung
pada derajat dislokasi fragmen fraktur. Bila ringan. Nyeri dan tegang hanya
dirasakan pada daerah fraktur; bila berat, biasanya terjadi pemendekan lengan
bawah. Tampak-tangan bagian distal dalam posisi angulasi kedorsal.
4. Fraktur Montegia
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe
ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi.
Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang
menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior. Nyeri pada
bagian fraktur.
5. Fraktur atau dislokasi tulang karpus
Gambaran klinis sering kurang jelas. Biasanya ada keluhan nyeri
dipergelangan tangan. Pada pemeriksaan didapatkan empat tanda yang jelas,
ialah nyeri tekan di tabatiere pada posisi deviasi ulna yang menyebabkan
penonjolan tulang skafoid di tabatiere, nyeri tekan pada penonjolan
navikulare di sebelah volar pada deviasi radier, nyeri sumbu pada pukulan
13

martil perkusi pada kaputmetakarpale pada tangan sikap tinju dan nyeri di
dalam pergelangan tangan padafleksi maupun ekstensi ekstrem.

6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur menurut American College of
Surgeons Comittee on Trauma dalam Parahita dan Kurniyanta (2012) adalah:
a. Perdarahan arteri
Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat
arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cidera ini dapat menimbulkan
pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan
lunak. Ekstrimitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi
ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang
membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cidera ini
menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil.
b. Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot
dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga
berfungsi sebagai lapisan penahan. Kompartemen akibat edema yang
timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau
karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan tekanan dari luar
misalkan balutan yang menekan.
Tanda dan gejala sindroma kompartemen adalah :
1) Pain (nyeri) bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif
yang meregangkan otot bersangkutan. Nyeri terjadi karena saraf
mendapat tekanan dari luar.
2) Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya
sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen
tersebut.
3) Pale atau pucat karena pembuluh darah juga mendapat tekanan dari
luar.
4) Paralysis
14

5) Pulseless, denyut nadi menjadi melemah atau menghilang karena


pembuluh darah mendapat tekanan dari luar.
c. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur-fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar.
d. Mal union
Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi pemendekan atau union secara
menyilang misalnya pada fraktur tibia-fibula.
e. Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah
ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh
setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggota gerak bawah.
f. Non union
Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis
dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi.
Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan menurut James (2003) pada pasien
fraktur diantaranya:
15

a. Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.


b. X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme
terjadinya trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior dan
lateral.
c. CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang khusunya
pada cedera plafon.
d. MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan,
ligament dan tendon.

8. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000), penatalaksanaan fraktur antebrachii adalah sebagai
berikut:
1) Fraktur Colles
a) Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi
dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila
disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan
dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi,
deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah
pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi dilakukan selama 4 -
6 minggu.
b) Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur
dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah
dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.
c) Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan
dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar,
dengan pen proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal,
sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga.
d) Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan
dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu
(kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan
fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan
16

menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan


tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi.
Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan,
dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai
leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini
dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi
ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.
2) Fraktur Smith
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi
dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi
Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.
3) Fraktur Galeazzi
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral
untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.
4) Fraktur Montegia
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong
melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah
supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke
tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan
posisi siku fleksi 90° dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal,
dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-
screw).

Prosedur penatalaksanaan fraktur antebrachii adalah sebagai berikut:


a. Pembedahan
Metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya saat ini
adalah pembedahan. Berikut ini jenis pembedahan pada pasien fraktur
antebrachii:
1) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu prosedur pembedahan
untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan
17

mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah yang telah direduksi
dengan skrup, paku dan pin logam
2) Reduksi terbuka dengan melakukan kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemanjangan tulang yang
patah
3) Fiksasi ekterna yaitu mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak dimana garis fraktur direduksi, disejajarkan dan
diimobilisasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan ke dalam fragmen
tulang.
b. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk
tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur;
2) Istirahatkan dan stabilisasi;
3) Koreksi deformitas;
4) Mengurangi aktifitas;
5) Membuat cetakan tubuh orthotic.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah:
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan;
2) Gips patah tidak bisa digunakan;
3) Gips yang terlalu kecil atau longgar sangat membahayakan klien;
4) Tidak merusak / menekan gips;
5) Tidak memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk;
6) Tidak meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
c. Traksi (mengangkat/menarik)
Traksi secara umum dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
18

1) Metode pemasangan traksi antara lain :


a) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency. Traksi mekanik, ada 2 macam :
b) Traksi kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
c) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
2) Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
a) Mengurangi nyeri akibat spasme otot;
b) Memperbaiki & mencegah deformitas;
c) Immobilisasi;
d) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi);
e) Mengencangkan pada perlekatannya.
3) Prinsip pemasangan traksi, meliputi:
a) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
b) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
c) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
d) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
e) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
f) Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
19

9. Peran Perawat dalam Penatalaksanaan Pasien


Peran perawat yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan klien yang
mengalami fraktur antebrachii adalah mengontrol nyeri yang dialami klien,
memberikan edukasi terkait nutrisi yang penting untuk proses penyembuhan
tulang, dan mengajarkan latihan rentang gerak pada klien.
a. Pengontrolan nyeri
Nyeri yang dialami oleh klien yang mengalami fraktur dapat dikontrol dengan
beberapa cara, yaitu dengan imobilisasi tulang yang mengalami farktur, dan
memberikan latihan teknik relaksasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Galuh (2010) teknik nafas dalam dapat menurukan intensitas nyeri pada klien
yang mengalami post operasi fraktur femur, penelitian yang dilakukan oleh
Nurdin (2013) bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan intensitas nyeri pada
klien post operasi fraktur.
b. Latihan rentang gerak
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2013), menunjukkan bahwa
latihan Range of Motion (ROM) aktif mampu dilakukan oleh seluruh
responden (100%), sebagian besar kekuatan otot pasien post operasi fraktur
ektremitas atas sebelum diberi latihan ROM aktif adalah skala kekuatan otot
0 atau paralisis total atau tidak ada kontraksi otot. Dan setelah diberikan
latihan ROM aktif sebanyak 9 kali, menjadi skala kekuatan otot 2 atau
kategori buruk atau kontraksi otot yang cukup kuat menggerakkan sendi,
tetapi hanya dapat dilakukan bila pengaruh dari gaya gravitasi dihilangkan.
Sehingga dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
signifikan latihan ROM aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi
fraktur ektremitas atas.
20

1) Rehabilitasi untuk non-operative/penanganan conservative


Fase akut (0-8 minggu)
Tujuan
a) Mencegah terjadinya pemendekan lengan
b) Mengontrol nyeri dan edema
c) Memelihara rentang gerak di jari, elbow, dan shoulder
Intervensi
a) Melakukan aktiv ROM (AROM) dan pasive ROM (PROM) di jari-
jari, elbow dan shoulder
b) Mengelevasi tangan dan jari-jari untuk mengontrol edema

Fase sub akut


Tujuan
a) Mengontrol nyeri dan edema
b) Meningkatkan latihan rentang gerak
c) Meningkatkan activity of daily living (ADL) klien
Intervensi
a) Melakukan AROM dan PROM di jari-jari (digits), siku (elbow), dan
bahu (shoulder)
b) Melakukan AROM pada pergelangan tangan (wrist) fleksi/ekstensi,
lengan bawah (forearm) supinasi/pronasi
c) PROM menggunakan beban yang ringan dan memperpanjang latihan
rentang gerak
21

Fase terakhir (settled stage)


Tujuan
a) Mengulang kembali keseluruhan latihan rentang gerak
b) Memulai melakukan penguatan (strengthening)
c) Kembali melakukan aktivitas
Intervensi
a) Melanjutkan semua latihan rentang gerak (ROM)
b) Meningkatkan latihan penguatan yang dilakukan

2) Rehabilitasi untuk post op fiksasi eksternal


Fase akut (1-6 minggu)
Tujuan:
a) Mengontrol nyeri dan edema
b) Melindungi area post operasi
c) Memelihara ROM di jari-jari, lengan, dan bahu
Intervensi
a) Mengelevasi lengan klien
b) Melakukan latihan AROM di jari-jari, lengan, dan bahu
Sub akut (7-10 minggu)
Tujuan
a) Melindungi bagian yang mengalami fraktur
b) Mengontrol nyeri dan edema
c) ROM sendi yang terlibat dan tidak terlibat
Intervensi
AROM dan PROM pergelangan tangan ekstensi/fleksi, deviasi radial, dan
supinasi/pronasi
Fase terakhir (10-16 minggu)
Tujuan
a) Mengulang kembali ROM penuh
b) Memulai latihan penguatan
c) Meningkatkan toleransi terhadap ADL
22

Intervensi
a) ROM pergelangan tangan fleksi /ekstensi, deviasi radial/ulnaris,
supinasi/pronasi lengan bawah dan berlanjut ke latihan isometrik dan
latihan menahan tahanan menggunakan dumbbell atau band resistif
b) PROM menggunakan beban yang ringan dan memperpanjang latihan
peregangan pada pergelangan tangan
c) Grip penguatan
d) Melakukan latihan ADL dalam batas toleransi klien
3) Rehabilitasi post operasi open reduction internal fixation (orif)
Fase akut (1-3 minggu)
Tujuan
a) Melindungi area pembedahan
b) Mengontrol nyeri dan edema
c) Memelihara ROM di jari-jari, lengan dan bahu
d) Memelihara rentang gerak pergelangan tangan
Intervensi
a) Mengelevasi lengan
b) Melakukan ROM ringan dan perlahan pada pergelangan tangan dan
lengan bawah
c) Melakukan AROM pada jari-jari, lengan dan bahu

Sub akut (4-7 minggu)


Tujuan
a) Melindungi area operasi
b) Mengontrol nyeri dan edema
c) Meningkatkan latihan rentang gerak
Intervensi
a) PROM menggunakan beban yang ringan dan memperpanjang latihan
peregangan pada pergelangan tangan
b) Mengurangi penggunaan splint secara bertahap
c) Meningkatkan ADL klien dalam batas toleransi
23

Tahap terakhir (8-12 minggu)


Tujuan
a) Melakukan latihan rentang gerak (ROM) secara keseluruhan
b) Memulai latihan penguatan
Intervensi
a) AROM semua gerakan pergelangan tangan dan bel\rlanjut ke isometrics
dan kemudian latihan resistif menggunakan dumbbells dan elastic
bands
b) Penguatan grip
c) Meningkatkan ADL

c. Nutrisi
Nutrisi merupakan salah satu aspek yang sering dilupakan pada proses
penatalaksanaan fraktur, karena sebagian besar terfokus pada penggunaan
obat, penggantian balutan dan gips, serta fisioterapi saja (Situmorang, 2012).
Asupan nutrisi yang baik seperti cukupnya vitamin A, vitamin D, kalsium,
vitamin C, fosfor, magnesium, dll dapat membantu pertumbuhan dan
pembentukan tulang yang kuat dan sempurna (Smeltzer & Bare, 2002).
Vitamin A sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel, termasuk
perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam
pertumbuhan gigi, demikian halnya pada pasien fraktur. Sedangkan fosfor
digunakan sebagai mineral yang memperkuat struktur tulang bersama dengan
kalsium. Buah-buahan merupakan sumber vitamin A yang baik untuk tulang.
Fosfor terdapat di dalam semua makanan terutama makanan kaya protein
seperti daging, ayam, ikan, telur, susu, dan hasilnya, kacang-kacangan dan
hasilnya, serta serealia (Almatsier, 2001).
24

BAB 2 PATHWAY
Trauma tidak langsung
- jatuh
- Kecelakaan Trauma Langsung Tekanan pada tulang antebrachii
- Hantaman Tidak Mampu menahan energi yang besar
- dll
FRAKTUR
Pergesern fragmen tulang

Merusak jaringan sekitar Prosedur pembedahan


Menembus kulit Pelepasan mediator Pelepasan Trauma Deformitas Pre Operasi
(fraktur terbuka) nyeri (histamine, mediator inflamasi arteri/vena
prostaglandin,
Luka bradikinin, Vasodilatasi Perdarahan Gangguan Kurang
serotonin, dll) Fungsi terpaparnya Ancaman
Peningkatan Tidak terkontrol informasi kematian
Kerusakan Ditangkap
integritas kulit aliran darah
reseptor Gangguan
Kehilangan Kurang
nyeri perifer Peningkatan mobilitas
volume cairan Pengetahuan Krisis Situasional
Kerusakan permaebilitas berlebih fisik
Impuls ke otak
pertahanan kapiler
primer Persepsi Nyeri Resiko Syok Ansietas
Kebocoran
cairan ke Hipovelemik
Port de entry Nyeri Akut intersel
Menekan
Resiko Infeksi pembuluh
darah perifer

Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
Perifer
25

Intra Operasi Post Operasi Tindakan Konservatif

Tindakan infasif
Post Anastesi Luka post operasi
Bidai, Gips, Traksi
Luka Insisi
Penurunan kerja Jaringan Jaringan
Penurunan
medulla oblongata terputus terbuka
Port de entry kerja pons Gangguan
Perdarahan
Mobilitas
Penurunan Merangsang Proteksi
Penurunan kerja Fisik
Resiko Infeksi refleksi batuk area sensorik kurang
Kehilangan otot eliminasi
banyak cairan Akumulasi sekret
Nyeri Akut Invasi Keterbatasan
Penurunan
Resiko Syok peristaltik usus Bakteri Pergerakan fisik
Hipovolemi Ketidak efektifan
k bersihan jalan Resiko Tinggi
nafas Gangguan Infeksi Defisist Perawatan
eliminasi BAB,
Diri
Konstipasi
26

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas Klien
a) Nama (Inisial) : …………………………
b) Jenis kelamin : Laki – laki / Perempuan
c) Umur/tgl. Lahir : ………….. / ……………
d) Status Perkawinan : ………………………….
e) Agama : ………………………….
f) Suku/ bangsa : …………………………
g) Pendidikan : …………………………
h) Pekerjaan : …………………………
i) Alamat : …………………………
2) Identitas penanggung
a) Nama lengkap (Inisial) : …………………………..
b) Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan
c) Pekerjaan : …………………………..
d) Hub. dengan klien : …………………………..
e) Alamat : …………………………..

b. Keluhan utama
Keluhan yang membuat pasien datang ke rumah sakit. Pada kasus-kasus
fraktur biasanya keluhan utama yang dirasakan yaitu sakit yang sangat
pada daerah terjadinya fraktur. Sebagian besar kasus fraktur, pertama kali
pasien datang langsung mendapatkan penanganan di ruang UGD, jadi
anamnesis dilakukan pada keluarga. setelah pasien diberikan intervensi
dan menunggu pasien untuk memungkinkan dilakukan anamnesis.
c. Riwayat keluhan utama :
a. Mulai timbulnya keluhan atau waktu terjadinya fraktur
b. Sifat keluhan, biasanya pasien mengeluh sakit yang sangat parah di
daerah lokasi fraktur dan bahkan pasien tidak dapat berjalan sendiri
27

c. Lokasi fraktur atau nyeri yang dirasakan pasien


d. Keluhan lain yang menyertai, apabila terjadi perdarahan hebat
biasanya pasien merasa pusing atau bahkan pingsan
e. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan seperti
dibawa ke tukang pijit atau diberikan obat-obatan analgesic untuk
mengatasi nyeri sementara.
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Klien biasanya nyeri pada bagian yang mengalami fraktur di area
antebrachii. Nyeri dimulai ketika fraktur terjadi, fraktur biasanya
terjadi karena trauma langsung seperti kecelakaan ataupun karena
trauma tidak langsung seperti osteoporosis.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Klien yang mengalami fraktur karena trauma tidak langsung
mempunyai riwayat kesehatan mengalami osteoporosis.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Bukan merupakan penyakit yang degenerative.
e. Alergi
Lakukan pengkajian adanya riwayat alergi terutama terhadap obat-obatan
atau makanan. Kemudian tanyakan pula reaksi yang ditimbulkan apabila
terjadi alergi, dan tindakan apa yang dilakukan pasien saat terjadi alergi.
f. Kebiasaan
Tanyakan kebiasaan pasien sehari-hari, serta tanyakan berapa lama
kebiasaan tersebut dilakukan.
1) Merokok (berapa batang /bungkus sehari)
2) Minum alkohol
3) Minum kopi
4) Minum obat-obatan
28

g. Pengkajian keperawatan
1) persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan,
2) pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri, biomedical sign,
clinical sign, diet pattern
3) pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi,
bau, karakter)
4) pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living,status oksigenasi, fungsi
kardiovaskuler, terapi oksigen
5) Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun tidur
6) Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan
keadaan indera
7) Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri,
dan peran diri
8) Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi
9) Pola peran & hubungan
10) Pola manajemen & koping stres
11) Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat

h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang
dialami pasien secara lebih jelas. Pemeriksaan fisik meliputi primary
survey (dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan
secondary survey (untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih
dianggap normal atau tidak).
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
3) Pemeriksaan fraktur
a) Look/inspeksi
 Bandingkan dengan bagian yang sehat
29

 Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan


 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
pemendekan
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain
 Keadaan vaskularisasi
b) Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Nyeri tekan
 Krepitasi
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c) Move/gerakan
 Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal
dari daerah yang mengalami trauma
 Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
 Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur
digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus.
Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung
tulangkortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis
tidak terasa krepitasi.
30

 Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan


yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan
serta kita melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada
gerakan tidak normal atau tidak. Gerakan tidak normal
merupakan gerakan yang tidak terjadi pada sendi, misalnya
pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling
penting adanya fraktur yang membuktikan adanya putusnya
kontinuitas tulang sesuaidefinisi fraktur. Hal ini penting untuk
membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas pemeriksaan
rontgen.

i. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasienfraktur adalah:
1) Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.
2) X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme
terjadinya trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior
dan lateral.
3) CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang
khusunya pada cedera plafon.
4) MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan,
ligament dan tendon.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang
(fraktur terbuka)
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal,
immobilisasi
31

4) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan


pembedahan dan hasil akhir pembedahan
5) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
b. Intra operasi
1) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
c. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan alat traksi/immobilisasi
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal, imobilisasi
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis
(pemasangan fiksasi eksternal)
6) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi yang ada
7) Deficit perawatan diri berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskeletal
32

D. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Pre Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional


Operasi
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Mampu mengontrol nyeri Paint management
keperawatan selama 1X6 (tahu penyebab nyeri, 1. Kaji nyeri secara 1. Mengetahui kondisi
fraktur tulang, spasme otot,
jam diharapkan nyeri dapat mampu menggunakan komprehensif (lokasi, umum pasien dan
edema, kerusakan jaringan lunak berkurang tehnik nonfarmakologi karakteristik, durasi, pertimbangan tindakan
untuk mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas, dan selanjutnya
NOC: mencari bantuan) faktor presipitasi)
1. Pain level 2. Melaporkan bahwa nyeri 2. Beri penjelasan 2. Pasien memahami
2. Pain control berkurang dengan mengenai penyebab keadaan sakitnya
3. Comfort level menggunakan nyeri
manajemen nyeri 3. Observasi reaksi 3. Respon nonverbal
3. Mampu mengenali nyeri nonverbal dari terkadang lebih
(skala, intensitas, ketidaknyamanan menggambarkan apa
frekuensi, dan tanda yang pasien rasakan
nyeri) 4. Segera immobilisasi 4. Mempertahankan posisi
4. Menyatakan rasa nyaman daerah fraktur fungsional tulang
setelah nyeri berkurang 5. Tinggikan dan dukung 5. Memperlancar arus
ekstremitas yang terkena balik vena
6. Ajarkan pasien tentang 6. Mengatasi nyeri
alternative lain untuk misalnya kompres
mengatasi dan hangat, mengatur posisi
mengurangi rasa nyeri untuk mencegah
kesalahan posisi pada
tulang/jaringan yang
33

cedera
7. Ajarkan teknik 7. Memfokuskan kembali
manajemen stress perhatian,
misalnya relaksasi nafas meningkatkan rasa
dalam kontrol dan
meningkatkan
kemampuan koping
dalam manajemen
nyeri yang mungkin
menetap untuk periode
lebih lama
8. Kolaborasi dengan tim 8. Mengontrol atau
kesehatan lain dalam mengurangi nyeri
pemberian obat analgeik pasien
sesuai indikasi
2 Kerusakan intergritas Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari Environment management
keperawatan selama 3X24 cidera 1. Kaji kulit untuk luka 1. Memberikan informasi
kulit/jaringan berhubungan
jam diharapkan cidera/injuri 2. Pasien mampu terbuka terhadap benda mengenai keadaan kulit
dengan immobilisasi, penurunan tidak terjadi menjelaskan cara/metode asing, kemerahan, pasien saat ini
untuk mencegah perdarahan, perubahan
sirkulasi, fraktur terbuka
NOC: injuri/cedera warna
Risk control 3. Pasien mampu 2. Massage kulit, 2. Menurunkan tekanan
menjelaskan faktor pertahankan tempat tidur pada area yang peka
resiko dari kering dan bebas kerutan dan beresiko rusak
lingkungan/perilaku 3. Ubah posisi dengan 3. Mencegah terjadinya
personal sering dekubitus
4. Mampu memodifikasi 4. Bersihkan kulit dengan 4. Mengurang
gaya hidup untuk air hangat kontaminasi dengan
34

mencegah injury agen luar


5. Menggunakan fasilitas 5. Lakukan perawatan luka 5. Mengurangi resiko
kesehatan yang ada secara steril gangguan integritas
6. Mampu mengenali kulit
perubahan status
kesehatan
3 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien mampu Anxiety reduction
keperawatan selama 3X24 mengidentifikasi dan (penurunan kecemasan)
status kesehatan, prosedur
jam diharapkan cemas mengungkapkan gejala 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat
tindakan pembedahan dan hasil berkurang cemas pasien (ringan, sedang, kecemasan pasien
2. Mengidentifikasi, berat, panik)
akhir pembedahan
NOC: mengungkapkan dan 2. Dampingi pasien 2. Agar pasien merasa
1. Anxiety self control menunjukkan tehnik aman dan nyaman
2. Anxiety level untuk mengontrol cemas 3. Ber support sistem dan 3. Meningkatkan pola
3. Coping 3. Vital sign dalam batas motivasi pasien koping yang efektif
normal 4. Beri dorongan spiritual 4. Agar pasien dapat
4. Postur tubuh, ekspresi menerima kondisinya
wajah, bahasa tubuh dan saat ini
tingkat aktivitas 5. Jelaskan jenis prosedur 5. Memberikan informasi
menunjukkan dan tindakan pengobatan sehingga dapat
berkurangnya kecemasan menurunkan ansietas
No Diagnosa Keperawatan Intra Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Operasi
1 Risiko syok hipovolemi Setelah dilakukan tindakan 1. Nadi dalam batas yang Shock prevention
berhubungan dengan perdarahan keperawatan 1x6 jam syok diharapkan 1. Monitor status sirkulasi 1. Mengidentifikasi
dapat dihindari 2. Irama jantung dalam (tekanan darah, warna keadekuatan status
batas yang diharapkan kulit, suhu kulit, denyut sirkulasi
35

NOC : 3. Frekuensi nafas daam jantung, ritme, nadi


1. Shock prevention batas yang diharapkan perifer, dan CRT)
2. Shock management 4. Irama pernafasan dalam 2. Monitor tanda inadekuat 2. Mengetahui adakah
batas yang diharapkan oksigenasi jaringan gangguan perfusi
5. Natrium serum dalam jaringan
batas normal 3. Monitor input dan 3. Mengetahui
6. Kalium serum dalam output keseimbangan cairan
batas normal 4. Monitor tanda awal 4. Skrining adanya syok
7. Klorida serum dalam syok
batas normal 5. Kolaborasi pemberian 5. Rehidrasi
8. Kalsium serum dalam cairan IV dengan tepat
batas normal
9. Magnesium serum dalam
batas normal
10. Ph darah serum dalam
batas normal
No Diagnosa Keperawatan Post Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Operasi
1 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien meningkat dalam Exercise therapy:
keperawatan selama 2X24 aktivitas fisik ambulation
berhubungan dengan
jam diharapkan pasien 2. Mengerti tujuan dari 1. Kaji derajat immobilisasi 1. Menentukan tindakan
nyeri/ketidaknyamanan, mampu melakukan peningkatan mobilitas yang dihasilkan oleh keperawatan yang tepat
mobilitas fisik 3. Memverbalisasikan cidera
gangguan fungsi
perasaan dalam 2. Dorong partisipasi pada 2. Menlatih kekuatan otot
musculoskeletal, immobilisasi NOC: meningkatkan kekuatan aktivitas terapeutik pasien
1. Joint movement: active dan kemampuan 3. Bantu pasien dalam 3. Melatih rentang gerak
2. Mobility level berpindah rentang gerak aktif atau aktif atau pasif pasien
36

3. Self care: ADLs 4. Memperagakan pasif secara bertahap


4. Transfer performance penggunaan alat bantu 4. Ubah posisi secara 4. Mencegah terjadinya
untuk mobilisasi (walker) periodik dekubitus
5. Kolaborasi dengan ahli 5. Melatih rentang gerak
terapi/okupasi/rehabilitas aktif dan pasif secara
i medis bertahap
2 Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari Infection control
keperawatan 1x6 jam tanda dan gejala infeksi 1. Inspeksi kulit adanya 1. Mengkaji adanya
dengan tidak adekuatnya
infeksi dapat dihindari 2. Mendeskripsikan proses iritasi atau robekan iritasi atau robekan
pertahanan primer, kerusakan penularan penyakit, kontinuitas kontinuitas
NOC: faktor yang 2. Kaji kulit yang terbuka 2. Mengetahui
kulit, trauma jaringan
1. Immune status mempengaruhi penularan terhadap peningkatan ada/tidaknya tanda-
2. Risk control serta penatalaksanaannya nyeri, rasa terbakar, tanda infeksi
3. Knowledge: Infection 3. Jumlah leukosit dalam edema, eritema,
control batas normal drainase/bau tidak sedap
4. Menunjukkan perilaku 3. Berikan perawatan kulit 3. Mengurangi resiko
hisup sehat dengan steril dan infeksi
aseptik 4. Mengurangi resiko
4. Tutup dan ganti balutan penyebaran infeksi
dengan prinsip steril 5. Mencegah terjadinya
5. Kolaborasi dengan tim infeksi
kesehatan lain terkait
pemberian obat
antibiotik sesuai
indikasi
3 Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien dan keluarga Teaching: disease process
keperawatan 1x24 jam menyatakan pemahaman 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Membantu untuk
berhubungan dengan kurangnya
pasien akan menunjukkan tentang penyakit, pasien dan keluarga memahami apa yang
37

paparan informasi yang ada pengetahuan tentang proses kondisi, prognosis, dan kita lakukan terhadap
penyakit dengan benar program pengobatan pasien
2. Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi 2. Membantu pasien
NOC: mampu melaksanakan dari penyakit dan mengetahui tanda-tanda
1. Knowledge: disease prosedur yang dijelaskan bagaimana hal ini penyakit dan apa yang
process secara benar berhubungan dengan harus dilakukan
2. Knowledge: health 3. Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi terhadap dirinya agar
behavir mampu menjelaskan dengan cara yang tepat sembuh
kembali apa yang 3. Gambarkan tanda dan 3. Mencegah komplikasi
dijelaskan perawat/tim gejala yang biasa muncul
kesehatan lainnya pada penyakit dengan
cara yang tepat dan
gambarkan proses
penyakit dengan cara
yang tepat
4. Sediakan bagi keluarga 4. Memberikan kebaikan
informasi tentang terhadap keluarga dan
kemajuan pasien dengan pasien
cara yang tepat 5. Memberikan
5. Diskusikan pilihan terapi kepercayaan dan pasien
atau penanganan mau memahami
penjelasan tentang
penyakit dan
pengobatan pasien
38

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike Budhi.
Jakarta: EGC

Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pemdokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC

Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga.Jakarta: EGC

Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Bandung: Yayasan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa


oleh Alfrina Hany. Jakarta: EGC

Pearce, Evelyn C. 2008.Anatomi Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia

Schwartz, Seymour I.2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media
Aesculapius: Jakarta.

Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC).


Mosby Elsevier.

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-


Blackwell.

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.


Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai