Refka Dermatitis Atopik
Refka Dermatitis Atopik
Refka Dermatitis Atopik
IDENTITAS PASIEN
1) Nama Pasien : Tn. U. S.
2) Umur : 60 Tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Alamat : Jln. Kartini
5) Agama : Islam
6) Pekerjaan : Wiraswasta
7) Tanggal Pemeriksaan : 15 Agustus 2018
II. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama : Gatal pada kedua tangan dan kaki
2) Riwayat penyakit sekarang :
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dikonsultasi ke bagian Ilmu
kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Undata dengan gatal pada
kedua tangan dan kaki yang sudah dialami selama 1 tahun yang
sebelumnya. Sudah pernah dilakukan pengobatan, dan ada
perbaikan. Akhir-akhir ini pasien merasakan gatal kembali.
3) Riwayat penyakit dahulu:
Pasien sebelumnya sudah pernah mengalami hal yang sama,
sudah berobat dan sudah ada perbaikan.
4) Riwayat penyakit keluarga:
Ada riwayat Asma pada salah satu orang tua pasien
1
2. Status Gizi : Baik
3. Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Dermatologis
Ujud Kelainan Kulit :
1. Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
2. Wajah : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
3. Leher : Plak eritema ukuran plakat, berbatas tegas,
skuama (+), likenifikasi (+)
4. Ketiak : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
5. Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
6. Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
7. Perut : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
8. Selangkangan : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
9. Ekstremitas Atas : Plak eritema ukuran plakat, berbatas tegas,
skuama (+), likenifikasi (+)
10. Ekstremitas Bawah : Plak eritema ukuran plakat, berbatas tegas,
skuama (+), likenifikasi (+)
2
IV. GAMBAR
Gambar 1. Plak eritema ukuran plakat, berbatas tegas, skuama (+), likenifikasi (+) pada leher,
kedua ekstremitas atas dan bawah
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah lengkap
3
VI. RESUME
Seorang laki-laki berusia 60 tahun dikonsultasi ke bagian Ilmu
kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Undata dengan gatal pada kedua tangan
dan kaki yang sudah dialami selama 1 tahun yang sebelumnya.
Pemeriksaan kondisi umum didapatkan kesadaran komposmentis,
status gizi baik, dan derajat sakit ringan. Pemeriksaan tanda vital didapatkan
Tekanan Darah 130/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, Pernafasan 20 x/menit. Pada
status dermatologis, pada daerah leher, ekstremitas atas dan bawah
didapatkan Plak eritema ukuran plakat, berbatas tegas, skuama (+),
likenifikasi (+).
3. Dermatitis Seboroik
4
- Pemeriksaan Uji Tusuk Kulit
X. PENATALAKSANAAN
a. Nonfarmakologi
- Kompres dengan kasa yang dibasahi oleh normal salin.
- Menghidari factor pencetus
- Berendam di air hangat selama kurang lebih 10 menit, memakai
sabun dengan pelembab
- Menggunakan handuk yang lembut,
- Tidak menggosok lesi dengan kasar
b. Farmakologi
- Steroid Topikal
Desoksimetason 0,25% dioles tipis pada lesi 2 kali perhari
- Emolien berupa Ointment setelah mandi
XI. PROGNOSIS
5
PEMBAHASAN
6
a. Penurunan fungsi sawar kulit
Kulit merupakan organ terluar yang melindungi tubuh dari lingkungan
sekitar-nya dan membantu tubuh berinteraksi dengan lingkungan. Fungsi
kulit antara lain mencegah keluarnya cairan berlebihan dari dalam tubuh dan
menahan substansi yang merugikan masuk ke dalam tubuh; hal ini terutama
dilakukan oleh lapisan epidermis paling luar, yaitu stratum korneum. 4
Pada DA kulit menjadi kering; hal ini berhubungan dengan disfungsi
permeabi-litas sawar epidermis yaitu hilangnya fungsi mutasi gen filaggrin
(FLG). Gen ini mengkode protein profilargin sebagai prekusor struktur
protein FLG pada diferensiasi kompleks epidermal. FLG terekspresi pada
granula keratohialin selama diferensiasi terminal epidermis. Setelah
keratinosit menjadi padat, protein FLG melepaskan natural moisturizing
factor (NMF). 1,4
Perubahan sawar kulit mengakibatkan peninkatan absorbs dan
hipersensivitas terhadap allergen. Peningkatan TEWL dan penurunan
kapasitas kemampuann menyimpan air, serta perubahan komposisi lipid
esensial kulit, menyebabkan kulit DA lebih kering dan sensitivitas gatal
terhadap berbagai ransangan bertambah. 1
7
berkaitan dengan sel T helper (Th), yang berfungsi mengenali antigen dan
mengatur respon imun seperti inflamasi, pertahanan terhadap infeksi virus,
serta proliferasi sel T dan B spesifik. Sel Th berperan utama dalam
patogenesis DA dimana jumlah Th 2 lebih banyak pada penderita atopi
sedangkan jumlah Th1 menurun.4
8
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi dan tempat predileksi DA pada masing-masing fase dapat
berbeda. Dibandingkan dengan dermatitis lainnya, DA secara subyektif lebih
gatal. Rasa gatal dan garukan terus menerus memicu kerusakan barrier kulit,
sehingga memudahkan masuknya allergen dan iritan. Keadaan tersebut
menyebabkan DA sering berulang (kronik-residif).1
DA fase remaja dan dewasa (usia>13 tahun) dapat merupakan kelanjutan
fase infaltil atau fase anak. Tempat predileksi dapat meluas mengenai kedua
telapak tangan, jari-jari, pergelangan tangan, bibir, leher bagian anterior,
scalp,dan putting susu. Manifestasi klinis bersifat kronis berupa plak
hiperpigmentasi, hyperkeratosis, likenifikasi, ekskoriasi, dan skuamasi. Rasa
gatal lebih hebat saat beristirahat, udara panas, dan berkeringat. 1
5. Diagnosis
Diagnosis DA dapat ditegakan secara klinis dengan gejala utama gatal,
penyebaram simetris di tempat predileksi (sesuai usia), terdapat dermatitis yang
kronik-residif, riwayat atopi pada pasien atau keluarganya.1
Kriteria Hanafin-Rajka digunakan untuk mendiagnosis DA, dengan harus
memenuhi 3 kriteria mijor dan 3 atau lebih kriteria minor. 1,2
Tabel 1. Kriteria Hanafin-Rajka1
Kriteria mayor Kriteria Minor
9
17. Eczema of the nipple
18. Gatal bila berkeringat
19. Awitan dini
20. Peningkatan Ig E serum
21. Reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2)
22. Kemudahan mendapat infeksi
Stafilokokus dan Herpes Simpleks
23. Intoleransi makanan tertentu
24. Intoleransi beberapa jenis bulu
binatang
25. Perjalanan penyakit dipengaruhi
faktor lingkungan dan emosi
26. Tanda Hertoghe ( kerontokan
pada alis bagian lateral).
6. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium atau gambaran histologik yang
spesifik untuk menegakkan diagnosis DA. Dengan demikian, anamnesis dan
pemeriksaan fisik menjadi dasar penegakan diagnosis DA.1 Peningkatan kadar
10
IgE ditemukan pada 80% pasien DA, tetapi hasil serupa juga dapat ditemukan
pada keadaan atopik lain. 2
Pemeriksaan uji tusuk kulit (skin prick test/SPT) atau pemeriksaan IgE
spesifik dapat dilakukan pada pasien DA karena dugaan bahwa makanan, bahan
kimia, dan alergen hirup berperan penting pada patogenesis dan kekambuhan
DA. Hasil positif hanya menunjukkan adanya sensitisasi terhadap alergen
bersangkutan, tetapi tidak berarti secara langsung menjadi penyebab.2,5
7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding DA bergantung pada fase atau usia, manifestasi klinis,
serta lokasi DA. Pada fase bayi dapat mirip dengan dermatitis seboroik,
psoriasis dan dermatitis popok. Sedangkan pada fase anak dapat mirip dengan
dermatitis numularis, dermatitis intertriginosa, dermatitis kontak, dan dermatitis
traumatika. Sedangkan pada fase dewasa lebih mirip dengan neurodermatitis
atau liken simpleks kronikus.1
Tabel 2. Perbandingan Dermatitis Atopik, Neurodermatitis, dengan Dermatitis Numularis 2,5,6,7
Dermatitis Neurodermati Dermatitis Dermatitis
Atopik tis Numularis seboroik
Secara su- Riwayat keluhan ga- paling sering
byektif gatal medis dengan tal; cende- muncul ber-
lebih hebat kondisi kulit rung residif cak eritema-
Gambaran saat beristi- yang kronis dan kronis tosa yang
klinis rahat, udara atau trauma tidak jelas
panas, dan akut. terkait (pity-
berkeringat riasiform).
11
Tidak ada Pemeriksaan Gambaran Pada tahap
pemeriksaan histologi me- histopatologi akut, perada-
laboratorium nunjukkan pada lesi akut ngan perifo-
atau gamba- hiperkeratosi ditemukan lik dan peri-
ran histologik s, acanthosis, spongiosis, vaskular.
yang spesifik spongiosis, vesikel intra- Spongiosis
dan bercak epidermal, dan hiperpla-
parakeratosis lesi kronis di- siaNeutrofil
di epidermis. temukan sering terlihat
akantosis ter- pada kerak di
Pemeriksaan atur, hiper- tepi.
laboratorium granulosis Dermatitis
dan hiperke- seboroik kro-
ratosis, nis tampak
mirip dengan
psoriasis, te-
tapi menipis,
eksositosis,
parakeratosis,
dan tidak
adanya spo-
ngiosis.
Gambar
8. Penatalaksanaan
Tatalaksana DA yang efektif meliputi kombinasi penghindaran pencetus,
pengurangan gatal menjadi seminimal mungkin, perbaikan sawar kulit, dan obat
anti inflamasi. 2
Perbaikan sawar kulit dengan perawatan kulit yang baik sangat penting
untuk mengontrol DA. Disarankan berendam di air hangat selama kurang lebih
10 menit, memakai sabun dengan pelembab (moisturizing cleanser), diikuti
aplikasi pelembab segera setelah mandi. Untuk mengeringkan kulit disarankan
menggunakan handuk lembut dengan menekan lembut saja dan tidak
menggosok kulit. Emolien melembutkan kulit dan mengurangi gatal,
12
menciptakan lapisan minyak di atas kulit yang dapat memerangkap air di
bawahnya. Perbaikan sawar ini mencegah penetrasi bahan-bahan iritan, alergen
dan bakteri. Ointment paling efektif sebagai emolien. Produk emolien yang kaya
2,7
ceramide sangat berguna mempertahankan kelembapan kulit.
Penatalaksanaan berupa kompres dengan kasa yang dibasahi oleh normal
salin . Kompres dapat meningkatkan absorbsi obat serta dengan menutupi lesi
akan mengurangi frekuensi garukan. 8
Steroid topikal masih menjadi pilihan utama untuk mengatasi DA. Potensi
steroid yang digunakan bersifat individual, bergantung pada derajat dermatitis,
lokasi dermatitis, luas permukaan kulit yang terkena, dan usia pasien. 2,7
9. Prognosis
Pada area yang tidak diobati lesi akan bertahan selama beberapa bulan atau
tahun. Sembuh spontan dengan sempurna atau kurang sempurna biasanya terjadi
pada >40% kasus anak, kekambuhan yang lebih parah terjadi pada dewasa. Pada
banyak pasien, penyakit akan bertahan selama 15-20 tahun, tetapi kurang parah.
30-50% pasien berkembang menjadi asma . Onset dermatitis atopic pada dewasa
biasanya parah. Infeksi S. aureus dapat menyebabkan erosi ekstensif dan krusta.9
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi SL. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ketujuh. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.
2. Movita, T. Tatalaksana Dermatitis Atopik. CKD. 2014: 41(11); 828-831
3. A., Karagianniou., et al., Atopic Dermatitis: Insights on Pathogenesis,
Evaluation and Management. Allergy & Therapy. 2014: 5(6)
4. Pandaleke, T. A., & Herry E. J. Etiopatogenesis Dermatitis Atopi. Jurnal
Biomedik (JBM). 2014 : 6(2); 76-82
5. Schonfeld, J., et al., Lichen Simplex Chronicus. 2018. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/
6. Stella, C. Dermatitis Numularis. CKD. 2018 : 45(6) 435-8
7. Handler, M. Z., et al. Seborrheic Dermatitis. Medscape. 2018. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/
8. Herwanto, N., & Marsudi, H. Penatalaksanaan Dermatitis Atopik. Periodical
of Dermatology and Venereology. 2016 : 28(1) ; 45-54
9. Goldsmith, L.A. et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Ed. 8.
Mc Graw Hill Medical. New York. 2012.
14