Kasus 3 Igd - Sirosis Hepatis
Kasus 3 Igd - Sirosis Hepatis
Kasus 3 Igd - Sirosis Hepatis
SIROSIS HEPATIS
PENYUSUN:
dr. Maharani Pradnya Paramitha
PEMBIMBING:
dr. Yuyun Widyawati
1
BORANG PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP
RS BHAYANGKARA TULUNGAGUNG
KASUS ILMU PENYAKIT DALAM
Dokter Pendamping:
Tanggal MRS: 04 April 2018
dr. Yuyun Widyawati
Penyusun:
Tanggal Periksa: 04 April 2018
dr. Maharani Pradnya Paramitha
Objektif Penulisan
Keilmuan, Masalah, Diagnostik, Tatalaksana
Makalah:
2
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
1. Tinjauan pustaka
2. Kasus: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tatalaksana IGD
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi sirosis hepatis
2. Epidemiologi sirosis hepatis
3. Etiologi sirosis hepatis
4. Patogenesis sirosis hepatis
5. Patofisiologi dan komplikasi sirosis hepatis
6. Manifestasi klinis sirosis hepatis
7. Diagnosis sirosis hepatis
8. Tatalaksana sirosis hepatis
3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Sirosis hepatis dapat didefinisikan sebagai perubahan arsitektur jaringan hati yang ditandai
dengan regenerasi nodular yang bersifat difus dan dikelilingi oleh septa – septa fibrosis.
Perubahan – perubahan ini mengakibatkan peningkatan aliran darah portal, disfungsi
sistesis hepatosit, dan meningkatkan resiko karsinoma hepatoseluler.
Sirosis hati merupakan penyakit penyebab kematian ke-14 di dunia, dengan angka kematian
sekitar 1.04 juta jiwa per tahun. Prevalensi sirosis hati susah untuk dinilai karena stadium
awalnya bersifat asimptomatis.
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh seluruh penyakit hati yang bersifat kronis. Di
Indonesia penyebab utamanya adalah hepatitis B atau C kronik. Sedangkan di negara maju
etiologi tersering adalah konsumsi alkohol.
4
Patogenesis Sirosis Hepatis
Perjalanan penyakit sirosis merupakan proses yang dinamis dan pada tahap awal bersifat
reversibel. Dalam perjalanan penyakitnya, terjadi transisi dari penyakit hati kronis menjadi
sirosis yang melibatkan proses kompleks antara reaksi inflamasi, aktivasi sel Stelata,
angigenesis, dan oklusi pembuluh darah.
Patogenesis utama dari proses fibrosis adalah aktivasi sel Stelata (sel perisinusoidal). Sel
Stelata normalnya bersifat diam dan berperan dalam penyimpanan retinoid (vitamin A).
Namun adanya stimulus jejas dan reaksi inflamasi mengaktivasi sel Stelata sehingga sel
berploriferasi, memproduksi matriks ekstraseluler (kolagen tipe I dan III, proteoglikan sulfat,
dan glikoprotein) serta menjadi sel miofibroblas yang mampu berkontraksi.
Secara garis besar, komplikasi sirosis disebabkan oleh dua patofisiologi utama sirosis:
5
— Insufisiensi hati
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi hati, antara lain:
□ Gangguan fungsi sintesis: hipoalbuminemia, malnutrisi, defisiensi vitamin K
dan faktor koagulasi yang membutuhkan vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X),
serta gangguan endokrin (peningkatan kadar estrogen dan
hiperparatiroidisme)
□ Gangguan fungsi ekskresi: kolestasis dan ikterus, hiperamonemia dan
ensefalopati
□ Gangguan fungsi metabolisme: gangguan homeostasis glukosa, malabsorpsi
vitamin D dan kalsium
Pada stadium awal, sirosis hepatis bersifat asimptomatis. Sesuai dengan manifestasi
klinisnya, sirosis dibedakan menjadi:
— Sirosis kompensata
Bersifat asimptomatis umumnya dan hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan
fungsi hati. Apabila terdapat gejala, keluhan biasanya tidak spesifik seperti
penurunan libido atau gangguan tidur. Pada sirosis kompensata, 40% sebenarnya
telah terjadi varises esofagus, namun belum ada tanda – tanda perdarahan.
— Sirosis dekompensata
Disebut sirosis dekompensata apabila terdapat minimal satu dari manifestasi berikut:
ikterus, asites, edema perifer, hematemesis melena, atau ensefalopati. Selain
manifestasi ini, terdapat juga stigma sirosis yang dapat diidentifikasi:
□ Spider angioma: gambaran seperti laba – laba di kulit terutama di daerah
leher, bahu, dan dada
□ Eritema palparis: pada tenar dan hipotenar
□ Atrofi testis: disertai penurunan libido dan impotensi
□ Ginekomastia
□ Alopesia pada dada dan aksila
□ Hiperpigmentasi kulit
□ Kuku Muchrche: gambaran pita putih horizontal yang memisahkan warna
kuku normal
□ Kontraktur Dupuytren: penebalan fasiapalmar
6
□ Fetor hepatikum: bau nafas khas akibat penumpukan metionin
□ Atrofi otot
□ Petekie dan ekimosis
□ Splenomegali
— Terapi medikamentosa
□ Terapi sesuai etiologi: terapi hepatitis B atau C kronis, sirosis alkoholik,
autoimun, dan sebagainya.
□ Bila perlu dapat diberikan terapi defisiensi besi untuk memperbaiki nafsu
makan dan antipruritus untuk mengurangi gatal
□ Suplementasi vitamin D pada pasien beresiko osteoporosis
— Terapi non-medikamentosa
□ Diet seimbang
□ Aktivitas fisik
□ Stop konsumsi alkohol dan merokok
□ Pembatasan obat – obatan hepatotoksik (OAINS, isoniazid, asam valproat,
eritromisin, amoksisilin/klavulanat, ketokonazol, klorpromazin)
7
— Surveilans komplikasi sirosis
□ Monitor kadar albumin, bilirubin, INR, serta fungsi jantung dan ginjal
□ Deteksi varises esofagus dengan EGD dan monitor tiap 1 – 2 tahun
□ Deteksi retensi cairan dan pemantauan fungsi ginjal
□ Deteksi ensefalopati dengan tes psikometri
□ Deteksi karsinoma hepatoseluler dengan pemeriksaan alpha-fetoprotein dan
USG hati tiap 6 bulan
□ Vaksinasi hepatitis bila perlu
8
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Anamnesis
Keluhan Utama
9
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kuning sebelumnya disangkal. Riwayat alergi, asma, hipertensi, dan diabetes
mellitus disangkal.
Riwayat penyakit kuning dan hati di keluarga disangkal. Tidak ada keluhan serupa pada
keluarga pasien.
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Riwayat minum obat – obatan anti nyeri, obat
pengencer darah, jamu, dan alkohol disangkal. Riwayat transfusi darah dan menggunakan
obat – obatan jarum suntik disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Saturasi O2 : 99%
o
Suhu : 36.5 C
10
Status Generalis
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema tungkai bilateral.
Diagnosis Sementara
Tatalaksana Diberikan
11
— PO Sucralfat 6xIC
— PO Propranolol 2x10mg
— Pasang NGT dan catheter foley
— Pro lavement
12
BAB III
DISKUSI
Pada kasus ini, pasien merupakan seorang perempuan 52 tahun, dengan keluhan perut
membesar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Kedua kaki pasien juga bengkak,
pasien ikterik dan terdapat melena. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien anemis dan
ikterik, terdapat asites dan pitting edema tungkai bawah bilateral. Dari hasil tersebut dicurigai
pasien memiliki sirosis hepatis dekompensata karena sudah terdapat asites dan ikterik.
Pasien juga mengeluhkan melena yang kemungkinan berasal dari perdarahan varises
esofagus akibat komplikasi sirosis. Dengan diagnosis sementara sirosis, anemia, dan
melena, pemeriksaan penunjang yang diminta adalah DL untuk memastikan anemia dan
melihat ada tidaknya trombositopenia serta infeksi, GDA, fungsi hati dan fungsi ginjal, serta
serologi hepatitis HbsAg. Tatalaksana yang diberikan adalah infus asering yang diketahui
tidak membebani fungsi hati, injeksi furosemid untuk mengurangi edema dan asites, injeksi
ciprofloxacin sebagai profilaksis antibiotik, KSR tablet sebagai antisipasi kehilangan kalium
akibat furosemid, sucralfat sirup untuk melindungi mukosa gaster dari perdarahan,
propranolol tablet untuk mencegah perdarahan gastrointestinal atas berulang, pemasangan
NGT untuk tatalaksana perdarahan gastrointestinal atas, pemasangan foley catheter untuk
diuresis akibat furosemid, dan prosedur lavement untuk membersihkan kolon sebagai
persiapan kolonoskopi.
13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
14