Kasus 3 Igd - Sirosis Hepatis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

SIROSIS HEPATIS

PENYUSUN:
dr. Maharani Pradnya Paramitha

PEMBIMBING:
dr. Yuyun Widyawati

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGAM INTERNSHIP

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA


TULUNGAGUNG
2018

1
BORANG PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP
RS BHAYANGKARA TULUNGAGUNG
KASUS ILMU PENYAKIT DALAM

Topik: Sirosis Hepatis

Dokter Pendamping:
Tanggal MRS: 04 April 2018
dr. Yuyun Widyawati
Penyusun:
Tanggal Periksa: 04 April 2018
dr. Maharani Pradnya Paramitha
Objektif Penulisan
Keilmuan, Masalah, Diagnostik, Tatalaksana
Makalah:

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja ■ Dewasa □ Lansia □ Bumil

Deskripsi: Seorang perempuan, 52 tahun, datang dengan keluhan perut membesar.

Memaparkan kasus yang telah ditangani di IGD. Mengumpulkan referensi ilmiah


Tujuan: untuk menghadapi kasus yang didapatkan. Menyelesaikan kasus yang dihadapi
dengan solusi yang terbaik.
Bahan
■ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan:
Cara
□ Presentasi dan Diskusi ■ Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas:

Data Pasien: Ny. Purwati / Perempuan / 52 tahun No. Regitrasi : 57.22.10

Nama RS: Telepon: Terdaftar sejak:


RS Bhayangkara Tulungagung - 04 April 2018

2
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
1. Tinjauan pustaka
2. Kasus: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tatalaksana IGD
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi sirosis hepatis
2. Epidemiologi sirosis hepatis
3. Etiologi sirosis hepatis
4. Patogenesis sirosis hepatis
5. Patofisiologi dan komplikasi sirosis hepatis
6. Manifestasi klinis sirosis hepatis
7. Diagnosis sirosis hepatis
8. Tatalaksana sirosis hepatis

3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis dapat didefinisikan sebagai perubahan arsitektur jaringan hati yang ditandai
dengan regenerasi nodular yang bersifat difus dan dikelilingi oleh septa – septa fibrosis.
Perubahan – perubahan ini mengakibatkan peningkatan aliran darah portal, disfungsi
sistesis hepatosit, dan meningkatkan resiko karsinoma hepatoseluler.

Gambar 1. Ilustrasi perubahan struktur jaringan hati pada sirosis hepatis.

Epidemiologi Sirosis Hepatis

Sirosis hati merupakan penyakit penyebab kematian ke-14 di dunia, dengan angka kematian
sekitar 1.04 juta jiwa per tahun. Prevalensi sirosis hati susah untuk dinilai karena stadium
awalnya bersifat asimptomatis.

Etiologi Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh seluruh penyakit hati yang bersifat kronis. Di
Indonesia penyebab utamanya adalah hepatitis B atau C kronik. Sedangkan di negara maju
etiologi tersering adalah konsumsi alkohol.

4
Patogenesis Sirosis Hepatis

Perjalanan penyakit sirosis merupakan proses yang dinamis dan pada tahap awal bersifat
reversibel. Dalam perjalanan penyakitnya, terjadi transisi dari penyakit hati kronis menjadi
sirosis yang melibatkan proses kompleks antara reaksi inflamasi, aktivasi sel Stelata,
angigenesis, dan oklusi pembuluh darah.

Patogenesis utama dari proses fibrosis adalah aktivasi sel Stelata (sel perisinusoidal). Sel
Stelata normalnya bersifat diam dan berperan dalam penyimpanan retinoid (vitamin A).
Namun adanya stimulus jejas dan reaksi inflamasi mengaktivasi sel Stelata sehingga sel
berploriferasi, memproduksi matriks ekstraseluler (kolagen tipe I dan III, proteoglikan sulfat,
dan glikoprotein) serta menjadi sel miofibroblas yang mampu berkontraksi.

Patofisiologi dan Komplikasi Sirosis Hepatis

Secara garis besar, komplikasi sirosis disebabkan oleh dua patofisiologi utama sirosis:

— Hipertensi porta dan kondisi hiperdinamik


Hipertensi porta didefinisikan sebagai peningkatan gradien tekanan vena hepatik >5
mmHg, terjadi akibat peningkatan resistensi terhadap aliran darah porta dan
peningkatan aliran masuk ke vena porta yang merupakan konsekuensi dari
perubahan struktur parenkim hati menjadi deposisi fibrosis dan regenerasi nodular
serta vasokonstriksi pembuluh darah sinusoid hati.
Adanya hipertensi porta mengakibatkan:
□ Pembesaran limpa (splenomegali) dan sekuetrasi trombosit.
□ Terjadi aliran darah balik dan terbentuk shunt dari sistem porta ke pembuluh
darah sistemik (portosistemik) yang mengakibatkan penurunan kemampuan
metabolik hati, fungsi retikuloendothelial, dan mengakibatkan hiperamonemia.
□ Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang mengakibatkan komplikasi
pada jantung, paru, dan ginjal.
Hipertensi porta akan menimbulkan komplikasi yang secara klinis tampak sebagai:
□ Varises gastro-esofagus dan perdarahan jika varises pecah
□ Asites
□ Sindrom hepatorenal
□ Peritonitis bakterial spontan
□ Ensefalopati hepatikum
□ Sindrom hepatopulmonal
□ Kardiomiopati

5
— Insufisiensi hati
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi hati, antara lain:
□ Gangguan fungsi sintesis: hipoalbuminemia, malnutrisi, defisiensi vitamin K
dan faktor koagulasi yang membutuhkan vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X),
serta gangguan endokrin (peningkatan kadar estrogen dan
hiperparatiroidisme)
□ Gangguan fungsi ekskresi: kolestasis dan ikterus, hiperamonemia dan
ensefalopati
□ Gangguan fungsi metabolisme: gangguan homeostasis glukosa, malabsorpsi
vitamin D dan kalsium

Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis

Pada stadium awal, sirosis hepatis bersifat asimptomatis. Sesuai dengan manifestasi
klinisnya, sirosis dibedakan menjadi:

— Sirosis kompensata
Bersifat asimptomatis umumnya dan hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan
fungsi hati. Apabila terdapat gejala, keluhan biasanya tidak spesifik seperti
penurunan libido atau gangguan tidur. Pada sirosis kompensata, 40% sebenarnya
telah terjadi varises esofagus, namun belum ada tanda – tanda perdarahan.

— Sirosis dekompensata
Disebut sirosis dekompensata apabila terdapat minimal satu dari manifestasi berikut:
ikterus, asites, edema perifer, hematemesis melena, atau ensefalopati. Selain
manifestasi ini, terdapat juga stigma sirosis yang dapat diidentifikasi:
□ Spider angioma: gambaran seperti laba – laba di kulit terutama di daerah
leher, bahu, dan dada
□ Eritema palparis: pada tenar dan hipotenar
□ Atrofi testis: disertai penurunan libido dan impotensi
□ Ginekomastia
□ Alopesia pada dada dan aksila
□ Hiperpigmentasi kulit
□ Kuku Muchrche: gambaran pita putih horizontal yang memisahkan warna
kuku normal
□ Kontraktur Dupuytren: penebalan fasiapalmar

6
□ Fetor hepatikum: bau nafas khas akibat penumpukan metionin
□ Atrofi otot
□ Petekie dan ekimosis
□ Splenomegali

Diagnosis Sirosis Hepatis

Diagnosis sirosis hepatis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Anamnesis ditujukan untuk identifikasi keluhan pasien dan mencari
faktor resiko yang berhubungan dengan sirosis. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari
gejala – gejala khas sirosis. Pemeriksaan penunjang yang merupakan baku emas diagnosis
sirosis hepatis adalah biopsi hati dan pemeriksaan histopatologis. Pemeriksaan penunjang
lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang diagnosis adalah parameter hematologi
(Hb, leukosit, trombosit, dan protombin), fungsi hati (AST, ALT, gamma GT, albumin,
globulin), deteksi etiologi (serologi hepatitis B dan C), radiologi (USG abdomen, CT scan,
atau MRI), serta pemeriksaan esofago-duodenoskopi untuk deteksi varises esofagus.

Tatalaksana Sirosis Hepatis

Tatalaksana sirosis kompensata

Ditujukan untuk mencegah perkembangan menjadi sirosis dekompensata dan mengatasi


kausa spesifik. Terapi sirosis kompensata meliputi:

— Terapi medikamentosa
□ Terapi sesuai etiologi: terapi hepatitis B atau C kronis, sirosis alkoholik,
autoimun, dan sebagainya.
□ Bila perlu dapat diberikan terapi defisiensi besi untuk memperbaiki nafsu
makan dan antipruritus untuk mengurangi gatal
□ Suplementasi vitamin D pada pasien beresiko osteoporosis
— Terapi non-medikamentosa
□ Diet seimbang
□ Aktivitas fisik
□ Stop konsumsi alkohol dan merokok
□ Pembatasan obat – obatan hepatotoksik (OAINS, isoniazid, asam valproat,
eritromisin, amoksisilin/klavulanat, ketokonazol, klorpromazin)

7
— Surveilans komplikasi sirosis
□ Monitor kadar albumin, bilirubin, INR, serta fungsi jantung dan ginjal
□ Deteksi varises esofagus dengan EGD dan monitor tiap 1 – 2 tahun
□ Deteksi retensi cairan dan pemantauan fungsi ginjal
□ Deteksi ensefalopati dengan tes psikometri
□ Deteksi karsinoma hepatoseluler dengan pemeriksaan alpha-fetoprotein dan
USG hati tiap 6 bulan
□ Vaksinasi hepatitis bila perlu

Tatalaksana sirosis dekompensata

Ditujukan untuk mengatasi kegawatdaruratan dan mengembalikan ke kondisi kompensata.


Tatalaksana meliputi:

— Tatalaksana spesifik sesuai komplikasi yang ditemukan


□ Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus: somatostatin, terapi
endoskopik, pemasangan TIPS, atau prosedur bedah
□ Asites: restriksi garam, pemberian spironolakton dan furosemid, parasentesis
bila volume asites banyak
□ Sindrom hepatorenal: penggunanaan vasopressor dan albumin serta
tatalaksana gangguan elektrolit
□ Peritonitis bakterial spontan: kultur dan pemberian antibiotik spektrum luas
□ Ensefalopati hepatikum: minimalisasi faktor pencetus, pemberian laktulosa,
suplementasi asam amino
□ Koagulopati dan gangguan hematologi: pada kondisi gawat darurat dapat
dipertimbangkan transfusi
— Tatalaksana pencetus
Seringkali dekompensasi terjadi akibat adanya pencetus seperti sepsis atau
hipotensi sehingga tatalaksana disesuaikan dengan kondisi pasien.
— Transplantasi hati
Indikasi untuk transplantasi hati adalah sirosis dekompensata atau karsinoma
hepatoselular pada sirosis.

8
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Identitas

Nama : Ny. Purwati


NRM : 57.22.10
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 31 Desember 1966
Usia : 52 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Alamat : Tulungagung
Metode pembayaran : BPJS
Tanggal masuk : 04 April 2018

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 04 April 2018.

Keluhan Utama

Perut membesar sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Tulungagung dengan keluhan perut membesar


sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan sesak. Kedua kaki pasien juga bengkak,
lemas, dan mual. Kedua mata pasien kuning disadari sejak sekitar 1 bulan yang lalu. BAB
pasien hitam seperti petis sejak 1 minggu yang lalu. Muntah darah disangkal.

9
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kuning sebelumnya disangkal. Riwayat alergi, asma, hipertensi, dan diabetes
mellitus disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit kuning dan hati di keluarga disangkal. Tidak ada keluhan serupa pada
keluarga pasien.

Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Riwayat minum obat – obatan anti nyeri, obat
pengencer darah, jamu, dan alkohol disangkal. Riwayat transfusi darah dan menggunakan
obat – obatan jarum suntik disangkal.

Pemeriksaan Fisik

Tanda – Tanda Vital

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Tampak lemas

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 86x/menit, reguler, kuat

Frekuensi nafas : 22x/menit, reguler

Saturasi O2 : 99%

o
Suhu : 36.5 C

10
Status Generalis

Mata : Konjungtiva pucat, sklera ikterik.

Mulut : Dalam batas normal.

Tenggorok : Uvula di tengah, faring tidak hiperemis, arkus faring


simetris, tonsil T1/T1.

Leher : Dalam batas normal.

Jantung : S1/S2 normal, murmur dan gallop tidak ada.

Paru : Suara napas vesikuler di kedua lapang paru, wheezing dan


ronki tidak ada.

Abdomen : Inspeksi: perut buncit, tidak tampak massa.

Auskultasi: bising usus normal.

Palpasi: lemas, tidak ada nyeri tekan pada seluruh regio


abdomen, hepar dan lien tidak teraba pembesaran.

Perkusi: timpani, shifting dullness (+).

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema tungkai bilateral.

Pemeriksaan Penunjang Diminta

DL, GDA, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, UL, HbsAg

Diagnosis Sementara

Suspek sirosis hepatis, anemia, melena.

Tatalaksana Diberikan

— Infus asering 7 tpm (live line)


— Inj. Furosemid 1xI
— Inj. Ciprofloxacin 2xI
— PO KSR 1xI tab

11
— PO Sucralfat 6xIC
— PO Propranolol 2x10mg
— Pasang NGT dan catheter foley
— Pro lavement

12
BAB III
DISKUSI

Pada kasus ini, pasien merupakan seorang perempuan 52 tahun, dengan keluhan perut
membesar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Kedua kaki pasien juga bengkak,
pasien ikterik dan terdapat melena. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien anemis dan
ikterik, terdapat asites dan pitting edema tungkai bawah bilateral. Dari hasil tersebut dicurigai
pasien memiliki sirosis hepatis dekompensata karena sudah terdapat asites dan ikterik.
Pasien juga mengeluhkan melena yang kemungkinan berasal dari perdarahan varises
esofagus akibat komplikasi sirosis. Dengan diagnosis sementara sirosis, anemia, dan
melena, pemeriksaan penunjang yang diminta adalah DL untuk memastikan anemia dan
melihat ada tidaknya trombositopenia serta infeksi, GDA, fungsi hati dan fungsi ginjal, serta
serologi hepatitis HbsAg. Tatalaksana yang diberikan adalah infus asering yang diketahui
tidak membebani fungsi hati, injeksi furosemid untuk mengurangi edema dan asites, injeksi
ciprofloxacin sebagai profilaksis antibiotik, KSR tablet sebagai antisipasi kehilangan kalium
akibat furosemid, sucralfat sirup untuk melindungi mukosa gaster dari perdarahan,
propranolol tablet untuk mencegah perdarahan gastrointestinal atas berulang, pemasangan
NGT untuk tatalaksana perdarahan gastrointestinal atas, pemasangan foley catheter untuk
diuresis akibat furosemid, dan prosedur lavement untuk membersihkan kolon sebagai
persiapan kolonoskopi.

13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Tsochatzis EA, Bosch J, Burroughs AK. Liver cirrhosis. Lancet. 2014:1749-61.


2. Liou IW. Management of end stage liver disease. Med Clin North Am. 2014:119-52.
3. Garcia-Tsao G, Bosch J. Management of varices and variceal hemorrhage in
cirrhosis. N Engl J Med. 2010:823-32.
4. Longo DL, Fauci AS, penyunting. Chronic hepatits. Dalam: harrison’s gastroenterology
and hepatology. Edisi ke-2. Philadelphia: McGraw-Hill; 2013.
5. McCormick PA. Hepatic cirrhosis. Dalam: Dooley JS, Lok AS, Burroughs AK,
Heathcore EJ. Sherlock’s diseases of the liver and biliray system. Edisi ke-12.
Oxford: Wiley-Blackwell; 2011.
6. Rockey DC, Frieman SL. Hepatic fibrosis and cirrhosis. Dalam: Boyer TD, Manns MP,
Sanyal AJ. Zakim & Boyer’s hepatology: a textbook of liver disease. Edisi ke-6.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.

14

Anda mungkin juga menyukai