Hemangioma Dan Lain2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 68

1

KONSEP DASAR
HEMANGIOMA

Hemangioma adalah suatu tumor jaringan lunak / tumor vaskuler jinak akibat proliferasi
(pertumbuhan yang berlebih) dari pembuluh darah yang tidak normal dan dapat terjadi pada setiap
jaringan pembuluh darah. Hemangioma sering terjadi pada bayi baru lahir dan pada anak berusia
kurang dari 1 tahun (5-10%). Biasanya, hemangioma sudah tampak sejak bayi dilahirkan (30%) atau
muncul setelah beberapa minggu setelah kelahiran (70%). Hemangioma muncul di setiap tempat pada
permukaan tubuh seperti kepala, leher, muka, kaki atau dada.

Hemangioma merupakan tumor vaskular jinak terlazim pada bayi dan anak. Meskipun tidak
menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang tua, contohnya adalah cherry hemangioma atau
angioma senilis yang biasanya jinak, kecil, red-purple papule pada kulit orang tua. Umumnya
hemangioma tidak membahayakan karena sebagian besar kasus hemangioma dapat hilang dengan
sendirinya beberapa bulan kemudian setelah kelahiran. Harus diwaspadai bila hemangioma terletak di
bagian tubuh yang vital, seperti pada mata atau mulut. Hal ini dikarenakan, bila menutupi sebagian
besar tempat tersebut akan mengganggu proses makan dan penglihatan, atau bila hemangioma terjadi
pada organ dalam tubuh (usus, organ pernafasan, otak) dapat mengganggu proses kerja organ tersebut.
Hemangioma lebih mengganggu bagi para orang tua ketika hemangioma tumbuh pada muka atau
kepala bayi.

Hingga saat ini apa yang menjadi penyebab hemangioma masih belum diketahui, namun
diperkirakan berhubungan dengan mekanisme dari kontrol pertumbuhan pembuluh darah.
Angiogenesis sepertinya memiliki peranan dalam kelebihan pembuluh darah. Cytokines, seperti Basic
Fibroblast Growth Factor (BFGF) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), mempunyai
peranan dalam proses angiogenesis. Peningkatan faktor-faktor pembentukan angiogenesis seperti
penurunan kadar angiogenesis inhibitor misalnya gamma-interferon, tumor necrosis factor–beta, dan
transforming growth factor–beta berperan dalam etiologi terjadinya hemangioma.

Hemangioma kapiler

Tanda-tanda Hemangioma kapiler, berupa:

- Bercak merah tidak menonjol dari permukaan kulit. “Salmon patch” berwarna lebih muda sedang
“Port wine stain” lebih gelap kebiru-biruan, kadang-kadang membentuk benjolan di atas permukaan
kulit.

Hemangioma kavernosum
2
Tampak sebagai suatu benjolan, kemerahan, terasa hangat dan “compressible” (tumor mengecil bila
ditekan dan bila dilepas dalam beberapa waktu membesar kembali).

Hemangioma Campuran.

Diantara jenis Hemangioma kavernosum dan campuran ada yang disertai fistula arterio-venous
(bawaan).

gejala klinis

Tergantung macamnya :

Hemangioma kapiler, “Port wine stain” tidak ada benjolan kulit.

“Strawberry mark”, menonjol seperti buah murbai.

Hemangioma kavernosum, teraba hangat dan “compressible”.

pemeriksaan dan diagnosis

Mudah nampak secara klinis, sebagai tumor yang menonjol atau tidak menonjol dengan warna kemerah-
merahan

Tumor bersifat “compressible”

Kalau perlu dengan pemeriksaan angiografi.

Meskipun mekanisme yang jelas mengenai kontrol dari pertumbuhan dan involusi hemangioma
tidak begitu dimengerti, pengetahuan mengenai pertumbuhan dari pembuluh darah yang normal dan
proses angiogenesis dapat dijadikan petunjuk. Vaskulogenesis menunjukkan suatu proses dimana
prekursor sel endotel meningkatkan pembentukan pembuluh darah, mengingat angiogenesis
berhubungan dengan perkembangan dari pembuluh darah baru yang ada dalam sistem vaskular tubuh.
Selama fase proliferasi, hemangioma mengubah kepadatan dari sel-sel endotel dari kapiler-kapiler
kecil. Sel marker dari angiogenesis, termasuk proliferasi dari antigen inti sel, collagenase tipe IV, basic
fibroblastic growth factor, vascular endothelial growth factor, urokinase, dan E-selectin, dapat dikenali
oleh analisis imunokimiawi.

Hemangioma superfisial dan dalam, mengalami fase pertumbuhan cepat dimana ukuran dan
volume bertambah secara cepat. Fase ini diikuti dengan fase istirahat, dimana perubahan hemangioma
sangat sedikit, dan fase involusi dimana hemangioma mengalami regresi secara spontan. Selama fase
involusi, hemangioma dapat hilang tanpa bekas. Hemangioma kavernosa yang besar mengubah kulit
sekitarnya, dan meskipun fase involusi sempurna, akhirnya meninggalkan bekas pada kulit yang
terlihat. Beberapa hemangioma kapiler dapat involusi lengkap, tidak meninggalkan bekas.

Hemangioma Kapiler (Superficial Hemangioma)


3
Terjadi pada kulit bagian atas. Hemangioma kapiler disebut juga strawberry hemangioma
(hemangioma simplek), terjadi pada waktu lahir atau beberapa hari setelah lahir. Sering terjadi pada
bayi prematur dan biasanya akan menghilang beberapa hari atau beberapa minggu kemudian.
Gejalanya antara lain tampak bercak merah yang lama-kelamaan makin besar. Lama-kelamaan
warnanya menjadi merah menyala, berbatas tegas, keras pada perabaan tegang dan berbentuk lobular.
Involusi spontan ditandai oleh memucatnya warna didaerah sentral, lesi menjadi kurang tegang dan
lebih mendatar.

Selain strawberry hemangioma (hemangioma simplek), bentuk lain hemangioma kapiler


(superficial hemangioma) adalah granuloma piogenik. Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang
sering terjadi sesudah trauma, jadi bukan oleh karena proses peradangan, walaupun sering disertai
infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak dan
tersering pada bagian distal tubuh yang sering mengalami trauma. Mula-mula berbentuk papul
eritematosa dengan pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan dapat
bertangkai, mudah berdarah.

2. Hemangioma Kavernosum

Terjadi pada kulit yang lebih dalam yaitu di bagian dermis dan subkutis (lapisan pada kulit).
Hemangioma kavernosum biasanya tidak memiliki batas tegas berupa benjolan yaitu makula
eritematosa atau nodus yang berwarna merah keunguan. Bila ditekan mengempis dan menggembung
kembali bila dilepas. Kelainan ini terdiri dari elemen vaskular (pembuluh darah) yang matang.
Hemangioma kavernosum kadang-kadang terdapat pada lapisan jaringan yang dalam, pada otot atau
organ dalam. Bentuk kavernosum jarang mengadakan involusi spontan. Berbentuk papul eritematosa
dengan pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan dapat bertangkai,
mudah berdarah.

3. Hemangioma Campuran

Pada beberapa kasus, kedua jenis hemangioma diatas dapat terjadi bersamaan dan dinamakan
hemangioma campuran. Gambaran klinisnya juga terdiri atas gambaran kedua jenis hemangioma
tersebut. Banyak ditemukan pada ekstremitas inferior (alat gerak tubuh bagian bawah, misalnya; kaki,
paha, dll), unilateral (satu sisi bagian tubuh, misalnya; paha kiri/kanan), soliter (tunggal) dan terjadi
sejak lahir atau pada masa anak-anak. Ciri-cirinya antara lain tonjolan bersifat lunak dan berwarna
merah kebiruan yang kemudian pada perkembangannya dapat memberi gambaran keratotik dan
verukosa. Lokasi hemangioma campuran pada lapisan kulit superfisial (permukaan) dan dalam, atau di
organ dalam.

Secara klinis diagnosis hemangioma tidak sukar, terutama jika gambaran lesinya khas, tapi pada
beberapa kasus diagnosis hemangioma dapat menjadi susah untuk ditegakkan, terutama pada
hemangioma yang letaknya lebih dalam.
4
Diagnosis hemangioma selain dengan gejala klinis, juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
penunjang lain. Penggunaan teknik pencitraan membantu dalam membedakan kelainan pembuluh
darah dari beberapa proses neoplasma yang agresif. Ultrasonografi dengan Doppler merupakan cara
yang efektif, karena tidak bersifat invasif dan dapat menunjukkan gambaran aliran darah yang tinggi
antara hemangioma dengan tumor solid.

Pada penggunaan X-ray, hemangioma jenis kapiler, X-ray jarang digunakan karena tidak dapat
menggambarkan masa yang lunak, sedangkan pada hemangioma kavernosum biasanya dapat terlihat
karena terdapat area kalsifikasi. Kalsifikasi ini terjadi karena pembekuan pada cavitas cavernosum
(phleboliths). Isotop scan pada hemangioma kapiler dapat menunjukkan peningkatan konsistensi
dengan peningkatan suplai darah, tapi cara ini jarang digunakan. Angiografi menunjukkan baik
tidaknya pembuluh darah juga untuk mengetahui pembesaran hemangioma karena neo-vaskularisasi.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan karakteristik internal dari suatu hemangioma
dan lebih jelas membedakan dari otot-otot yang ada di sekitarnya.

Hemangioma dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik. Pada kasus hemangioma dalam atau
campuran, CT Scan atau MRI dapat dikerjakan untuk memastikan bahwa struktur yang dalam tidak
terlibat.

Tidak ada cara untuk mencegah hemangioma, baik yang dilakukan sebelum maupun selama
kehamilan.

1. Perdarahan

Komplikasi ini paling sering terjadi dibandingkan dengan komplikasi lainnya. Penyebabnya ialah
trauma dari luar atau ruptur spontan dinding pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas permukaan
hemangioma, sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh.

2. Ulkus

Ulkus menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan resiko infeksi, perdarahan, dan sikatrik. Ulkus
merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga terjadi akibat ruptur. Hemangioma kavernosa yang
besar dapat diikuti dengan ulserasi dan infeksi sekunder.

3. Trombositopenia

Jarang terjadi, biasanya pada hemangioma yang berukuran besar. Dahulu dikira bahwa
trombositopenia disebabkan oleh limpa yang hiperaktif. Ternyata kemudian bahwa dalam jaringan
hemangioma terdapat pengumpulan trombosit yang mengalami sekuesterisasi.

4. Gangguan Penglihatan

Pada regio periorbital sangat meningkatkan risiko gangguan penglihatan dan harus lebih sering
dimonitor. Amblyopia dapat merupakan hasil dari sumbatan pada sumbu penglihatan (visual axis).
Kebanyakan komplikasi yang terjadi adalah astigmatisma yang disebabkan tekanan tersembunyi dalam
5
bola mata atau desakan tumor ke ruang retrobulbar. Hemangioma pada kelopak mata bisa mengganggu
perkembangan penglihatan normal dan harus diterapi pada beberapa bulan pertama kehidupan.

5. Masalah Psikososial

6. Dengan persentase yang sangat kecil hemangioma bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas, gagal
jantung.

1. MEDIS

Penatalaksanaan hemangioma secara umum ada 2 cara, yaitu :

a). Cara Konservatif

Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami pembesaran dalam bulan-bulan
pertama, kemudian mencapai pembesaran maksimum dan sesudah itu terjadi regresi spontan sekitar
umur 12 bulan, lesi terus mengadakan regresi sampai umur 5 tahun. Hemangioma superfisial atau
hemangioma kapiler atau hemangioma strawberry sering tidak diterapi karena hemangioma jenis ini
bila dibiarkan akan hilang dengan sendirinya dan kulit terlihat normal.

b). Cara Aktif

Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain adalah hemangioma yang tumbuh
pada organ vital, seperti pada mata, telinga, dan tenggorokan; hemangioma yang mengalami
perdarahan; hemangioma yang mengalami ulserasi; hemangioma yang mengalami infeksi;hemangioma
yang mengalami pertumbuhan cepat dan menimbulkan deformitas (kelainan) jaringan.
Penatalaksanaan hemangioma secara aktif, antara lain :

1). Pembedahan

Indikasi :

Terdapat tanda-tanda pertumbuhan hemangioma yang terlalu cepat

Minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar.

Hemangioma raksasa dengan trombositopenia.

Tidak ada regresi spontan-spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan hemangioma sesudah 6-7 tahun.

Lesi yang terletak pada wajah, leher, tangan atau vulva yang tumbuh cepat, mungkin
memerlukan eksisi lokal untuk mengendalikannya.

Radiasi

Pengobatan radiasi sudah tidak dilakukan lagi karena :

Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan tulangnya masih sangat aktif.

Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu lama.

Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan menyulitkan bila diperlukan suatu tindakan.
6
Kebanyakan hemangioma kapiler akan beregresi.

3) Kortikosteroid

Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah :

Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital.

Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik.

Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium.

Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia.

Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.

Kortikosteroid yang dipakai ialah antara lain prednison yang mengakibatkan hemangioma
mengadakan regresi, yaitu untuk bentuk strawberry, kavernosum, dan campuran. Dosisnya per oral 20-
30 mg perhari selama 2-3 minggu dan perlahan-lahan diturunkan, lama pengobatan sampai 3 bulan.

Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis besar kadang-kadang akan menimbulkan regresi pada
lesi yang tumbuh cepat.

Hemangioma kavernosa yang tumbuh pada kelopak mata dan mengganggu penglihatan
umumnya diobati dengan steroid injeksi yang menurunkan ukuran lesi secara cepat, sehingga
perkembangan penglihatan bisa normal. Hemangioma kavernosa atau hemangioma campuran dapat
diobati bila steroid diberikan secara oral dan injeksi langsung pada hemangioma.

Penggunaan kortikosteroid peroral dalam waktu yang lama dapat meningkatkan infeksi sistemik,
tekanan darah, diabetes, iritasi lambung, serta pertumbuhan terhambat.

4) Obat sklerotik

Penyuntikan bahan sklerotik pada lesi hemangioma, misalnya dengan namor hocate 50%, HCl
kinin 20%, Na-salisilat 30%, atau larutan NaCl hipertonik. Akan tetapi cara ini sering tidak disukai
karena rasa nyeri dan menimbulkan sikatrik.

5) Elektrokoagulasi

Cara ini dipakai untuk spider angioma untuk desikasi sentral arterinya, juga untuk Hemangioma
senilis dan granuloma piogenik.

6) Pembekuan

Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair.

7) Antibiotik

Antibiotik diberikan pada hemangioma yang mengalami ulserasi. Selain itu dilakukan perawatan
luka secara steril.
7
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seborrhea

2.2.1. Pengertian

Seborrhea adalah suatu peradangan pada kulit bagian atas, yang menyebabkan timbulnya sisik
berminyak, tebal, lengket dan biasanya berwarna kemerahan pada kulit kepala, wajah dan kadang pada
bagian tubuh lainnya.
Sering juga disebut sarap atau borokan. Dalam istilah kedokteran, disebut craddle cap atau dermatitis
seboroik.

Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:

Seboroik kepala

Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan
sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa
(Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri
disebut Pitiriasis sika (ketombe). Pasien mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe.
Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala yang kering kemudian pasien
menurunkan frekuensi pemakaian shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut. Inflamasi
akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk.

Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan rasa
gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi,
disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap.Selain
kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar pada wajah yang terkena.
Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis atau jenggot, dan menghilang ketika
kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak diterapi akan menjadi tebal, kuning dan
berminyak, kadang-kadang dapat terjadi infeksi bakterial.

Seboroik muka

Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula eritem,
yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai palpebra, bisa
terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah berambut, seperti dagu dan di
atas bibir, dapat terjadi folikulitis.

Seboroik badan dan sela-sela

Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus,


krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada permukaannya
ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk
seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa
timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder.
8

2.2.2. Penyebab

Seborrhea muncul pada saat bayi berusia 12 minggu pertama kehidupannya. Penyebabnya
belum diketahui secara pasti. Tapi pada dasarnya merupakan disfungsi atau gangguan fungsi kelenjar
minyak pada rambut.

Bayi baru lahir memiliki banyak kelenjar minyak dengan pengeluaran sebum (bahan seperti
minyak atau kelenjar lemak) yang banyak. Aktivitas kelenjar minyak ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Salah satunya ialah hormon kehamilan atau hormon androgen pada bayi dari sang ibu, yang
diperoleh melalui plasenta ketika masih di rahim dan kadarnya masih meninggi sampai bayi lahir.
Kerak yang muncul oleh disfungsi kelenjar minyak ini, biasanya akan mengelupas dan jatuh setelah
terlepas dari epidermis (kulit ari). Tapi karena kulit kepala bayi juga berkontak dengan lingkungan
seperti debu dan kotoran lain, maka debu/kotoran tersebut akan melekat di kulit kepala yang
berminyak. Sehingga timbullah sisik-sisik halus, yang bila dibiarkan akan semakin menebal
membentuk kerak yang biasa disebut sarap/sumbukan/ sawan/ketombe tersebut atau dermatitis
seboroik ringan.

Biasanya ketika bayi usia 8-12 bulan, kerak kepala ini akan sembuh sendiri walau tanpa
pengobatan. Karena di usia tersebut, jumlah hormon androgennya berkurang, sehingga produksi
kelenjar minyaknya tak sebanyak di awal-awal kelahiran. Walaupun demikian, bukan berarti ibu
membiarkan saja kerak tersebut. Karena jika tidak dibersihkan, bisa menyebabkan kelainan kulit yang
berat.

Faktor lain yang berperan terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan proliferasi spesies
Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal. Ragi genus ini dominan dan ditemukan pada
daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea (misalnya kepala, tubuh, punggung).
Selden (2005) menyatakan bahwaMalassezia tidak menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan
suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi
komplemen.

2.2.3. Gejala

Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada verteks kulit
kepala (cradle cap).Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi sebagaimana pada anak-anak atau
dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping).
Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada
minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran. Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-lipatan
dapat sering terlibat disertai dengan eksudat seperti keju yang bermanifestasi sebagai diaper dermatitis
yang dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi,
dan biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang
menderita dermatitis seboroik general sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiner’s
disese). Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya.
9
2.2.4. Penanggulangan

Cara-cara penanggulangan seborrhea adalah :

1 Pada kasus yang ringan, oleskan minyak kelapa atau baby oil di bagian kulit yang bersisik. Khusus
pemakaian baby oil agar tak berlebihan, karena dapat mengakibatkan biang keringat. Hal ini
dikarenakan kulit bayi tertutup rapat sehingga tak bernapas.

2 Pijatlah daerah tersebut secara perlahan dan lembut, terutama di bagian yang dekat ubun-ubun
karena ubun-ubun masih terbuka dan lembek. Tindakan ini dimaksudkan untuk melembutkan kerak
sehingga mudah dibersihkan.

3 Selanjutnya sisir rambut bayi dengan sisir khusus bayi secara perlahan dan hati-hati, agar kerak
yang sudah lembut itu mengelupas. Bisa juga dengan menggunakan jari-jemari Anda yang sudah
ditutup sarung tangan berbentuk jari dan terbuat dari bahan lembut/plastik elastis yang halus.Atau
gunakan kapas yang sudah disterilkan.

4 Setelah itu cucilah rambut bayi dengan shampo khusus bayi. Gosok lembut sampai berbusa.Hati-
hati, jangan sampai mengenai matanya.Lalu basuhlah sampai bersih.Jangan menggunakan air hangat,
karena membuat kulit jadi lembab dan kulit yang lembab dapat memicu terjadinya peradangan kelenjar
minyak. Hal lain yang harus diperhatikan adalah :

Bila semua usaha tidak memberikan hasil, diperlukan intervensi obat-obatan yang sifatnya menekan
produksi kelenjar minyak. Terutama jika puncak kepala berwarna merah dan mengeluarkan cairan
kuning agak berminyak. Biasanya sudah dikatakan peradangan sedang, sehingga tak bisa lagi diatasi
dengan obat tradisional. Segeralah bawa ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang semestinya.

Bila keraknya sudah menebal dan keras, jangan selalu mencuci rambut bayi setiap kali
memandikannya. Karena dapat menimbulkan kekeringan pada kulit kepala, yang akhirnya
mempercepat peradangan.Jangan pula memaksakan kerak terkelupas karena dapat menimbulkan iritasi
kulit.

Potong rambut bayi hingga pendek atau botak. Tujuannya untuk mencegah timbulnya peradangan
kelenjar minyak, terutama pada bayi yang sering berkeringat. Disamping memperkecil risiko
kerontokan.

Jangan memberi bedak atau talk di kepala karena akan membuat kerak semakin tebal. Jangan
kenakan topi pada bayi kecuali sangat diperlukan. Hal ini untuk menjaga agar kepala bayi tidak
lembab.
Kamar bayi atau ruangan bayi diusahakan bersuhu sejuk. Apalagi jika bayi sering berkeringat

2.2 Bisulan

2.2.1. Definisi
1
0
Bisul adalah suatu peradangan pada kulit yang biasanya mengenai folikel rambut dan
disebabkan oleh kuman staphylococcus aureus. Sekitar 50% bayi sering mengalami bisul-bisul kecil
atau jerawat yang dikelilingi oleh warna kulit yang kemerahan.

Gangguan dapat timbul di seluruh tubuh bayi, di bagian wajah atau badan, punggung, tangan,
kaki dan tempat-tempat lainnya. Puncak terjadinya bisul-bisul ini pada umumnya saat bayi berusia dua
hari dan biasanya dialami selama kurang lebih dua minggu. Karena adanya bisul-bisul ini, biasanya
para orang tua enggan memandikan bayinya karena khawatir kondisi bayinya akan memburuk.
Padahal dengan tidak memandikan bayi dapat merangsang infeksi kulit, jadi bayi harus tetap
dimandikan seperti biasa.

Bisul dapat muncul sejak bayi, walaupun bukan pada bayi baru lahir. Para orangtua, terutama
yang baru mempunyai anak pertama, umumnya takut memandikan dan mengeramasi bayinya padahal
bayi banyak mengeluarkan keringat. Hal ini akan menyebabkan kuman berkembang biak terlebih jika
bayi diberikan segala macam minyak penghangat di tubuhnya. Kondisi kulit yang seperti ini juga dapat
menjadi penyebab bisulan.

2.2.2. Jenis

Jenis-Jenis bisul, berdasarkan medis dapat dibedakan sebagai berikut, yaitu:

 Folikulitis

Folikulitis adalah peradangan yang hanya terjadi pada umbi akar rambut saja (folikel).
Berdasarkan letak munculnya, bisul jenis ini dapat dibedakan menjadi 2 : a. Folikulitis superficial

Folikulitis superficial adalah radang folikel rambut dengan pustule berdinding tipis pada
orifisium folikel yang terbatas di dalam epidermis atau hanya di permukaan saja. Biasanya terjadi di
ekstremitas terutama di tungkai bawah, kulit kepala, muka terutama sekitar mulut. Kelainan berupa
papul atau pustule yang eritematosa dan di tengahnya terdapat rambut, biasanya multiple dan sembuh
setelah beberapa hari. Infeksi mungkin terjadi setelah gigitan serangga, tergores, atau akibat garukan
dan trauma kulit lainnya.

Cara penanganannya yaitu dengan membersihkan daerah yang terkena dengan sabun antiseptic
dan air 2x/hari dan berikan salep antibiotic, misalnya mupirosin 5 %.

b. Folikulitis profunda

Folikulitis profunda adalah infeksi stafilokokus berupa pustule perifolikuler kronik ditandai
dengan adanya papul atau pustule dan sering terjadi rekurensi, merupakan folikulitis dengan infeksi
yang meluas ke dalam folikel di dermis bawah.

Gejalanya berupa gatal, terdapat eritema, rasa terbakar.Folikulitis bisa terjadi di bagian kulit
manapun,biasanya terjadi didaerah dagu, daerah kumis, alis, aksila, pubis dan paha. Biasanya
merupakan akibat dari kerusakan folikel rambut karena:
- Bergesekan dengan pakaian
1
- Penyumbatan folikel rambut 1
- Pencukuran.

Pada kulit yang akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal. Di sekitar folikel rambut tampak
beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah lalu mengering dan membentuk keropeng.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memastikan bahwa penyebabnya
adalah stafilokokus, bisa dilakukan pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi di laboratorium.
Kompres hangat bisa mempercepat pengempesan folikulitis. Untuk mengendalikan infeksi, bisa
diberikan antibiotik (salep maupun kapsul).

 Furunkel

Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan sekitarnya biasanya jumlahnya hanya
satu, bulat, nyeri dan berbatas tegas.Bisul (furunkel) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel
rambut dan jaringansubkutaneus di sekitarnya.Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus, tetapi bisa
juga disebabkan oleh bakteri lainnya atau jamur.Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara,
wajah dan bokong.Akan terasa sangat nyeri jika timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari
tangan.

Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah.lalu
benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk pustula). Bisul
bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan nanahnya, kadang mengandung sedikit
darah.Bisa disertai nyeri yang sifatnya ringan sampai sedang.Kulit di sekitarnya tampak kemerahan
atau meradang kadang disertai demam, lelah dan tidak enak badan.Jika furunkel sering kambuhan
maka keadaannya disebut furunkulosis.

Furunkel

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.Pembiakan contoh jaringan kulit bisa


dilakukan untuk memastikan bahwa penyebabnya adalah stafilokokus. Jika bisul timbul di sekitar
hidung biasanya akan diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) karena infeksi bisa dengan segera
menyebar ke otak.

 Frunkellosis

Disebut frunkellosis apabila jumlah frunkelnya lebih dari satu

 Karbunkel
1
Bila di saat yang bersamaan ada beberapa/sekelompok furunkel yang 2
menyebabkan
pengelupasan kulit yang luas serta pembentukan jaringan parut.Penyebabnya adalah
bakteri stafilokokus., secara medis diistilahkan sebagai karbunkel. Pembentukan dan
penyembuhan karbunkel terjadi lebih lambat dibandingkan bisul tunggal dan bisa menyebabkan
demam serta lelah karena merupakan infeksi yang lebih serius. Lebih sering terjadi pada pria dan
paling banyak ditemukan di leher bagian belakang. Karbunkel juga cenderung mudah diderita oleh
penderitadiabetes, gangguan sistem kekebalan dan dermatitis.

Beberapa bisul bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki beberapa titik
pengaliran nanah. Massa ini letaknya bisa lebih dalam di bawah kulit dibandingkan dengan bisul biasa.
Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa ditularkan ke orang lain. Tidak
jarang beberapa orang dalam sebuah rumah menderita karbunkel pada saat yang sama.

Karbunkel

Faktor resiko terjadinya karbunkel adalah:


- Tingkat Kebersihan Yang Buruk
- Keadaan Fisik Yang Menurun
- Gesekan Dengan Pakaian
- Pencukuran.

Pada kulit yang terkena ditemukan beberapa bisul yang bersatu disertai nyeri yang sifatnya
ringan atau sedang. Kulit tampak merah dan membengkak. Karbunkel yang pecah akan mengeluarkan
nanah lalu mengering dan membentuk keropeng. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
Untuk menentukan penyebabnya, bisa dilakukan biopsi atau pembiakan contoh jaringan yang
terinfeksi. Untuk mengendalikan infeksi diberikan sabun anti-bakteri, antibiotik topikal (salep atau
krim) dan antibiotik per-oral. Kompres hangat bisa membantu mempercepat penyembuhan. Jangan
pernah ditekan atau mencoba memecahkan karbunkel di rumah, karena bisa memperburuk dan
menyebarkan infeksi. Jika nanahnya sudah mengering, luka yang tertinggal harus sering dibersihkan
dan sesudah menangani karbunkel, tangan harus dengan bersih.

 Abses multiple kelenjar keringat

Bisul ini biasanya berupa benjolan yang tidak bermata, jumlahnya banyak, bergerombol di
beberapa tempat, seperti di dada dan sebagainya.Bisul jenis ini paling banyak menyerang anak-anak.

Abses multiple kelenjar keringat

 Skrofulo Derma

Skrofuloderma adalah tuberkulosis kutis murni sekunder yang terjadi


secara pekontinuitatum dari jaringan di bawahnya, misalnya kelenjar getah bening, otot dan
1
3 bening
tulang.Bentuknya seperti bisul tapi sebenarnya merupakan benjolan yang terdapat pada getah
yang diakibatkan oleh penyakit TBC. Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa
muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan
tulangnya.Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan.Dimulai dengan infeksi
sebuah kelenjar yang selanjutnya berkembang menjadi periadenitis.Beberapa kelenjar kemudian dapat
meradang, sehingga membentuk suatu kantong kelenjar “klier packet”.Pada stadium selanjutnya terjadi
perkejuan dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan demikian
terbentuk fistel. Fistel tersebut semakin melebar, membentuk ulkus yangmempunyai sifat-sifat khas.

Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada skofuloderma yang terjadi pada
ekstremitas bawah.Pengobatan topikal pada tuberkulosis kutis tidak sepenting pengobatan
sistemik.Pada skofuloderma jika ulkus masih mengandung pus dikompres, misalnya dengan larutan
kalium permanganas 1/5000.

2.2.3. Gejala

Walaupun jenis bisul bermacam-macam, tetapi biasanya masyarakat menganggap semuanya


sama. Hal tersebut dikarenakan gejala yang ditimbulkan hampir mirip.

Gejalanya antara lain :

 Gatal

Apabila bisul yang muncul masih berupa folikulitis, gejala yang ditimbulkan biasanya gatal-gatal di
daerah benjolan dan sekitarnya.

 Nyeri

Nyeri biasanya timbul Pada bisul yang berjenis furunkel atau karbunkel yang diawali dengan gatal.

 Berbentuk kerucut dan “bermata”

Bisul jenis frunkel & karbunkel biasanya berbentuk kerucut dan bermata, mudah pecah &
mengeluarkan cairan dari dalamnya.

 Berbentuk kubah

Bisul yang muncul pada kelenjar keringat biasanya berbentuk bulat seperti kubah, tidak bermata &
tanpa disertai rasa nyeri.Bisul seperti ini biasanya tidak mudah pecah.

 Demam

Gejala bisul yang muncul pada kelenjar apokrin biasanya disertai demam.

2.2.4. Penyebab

- Faktor kebersihan
1
4
Pada dasarnya bisul muncul karena adanya kuman. Orang tua yang tidak menjaga kebersihan
tubuh bayi dari lingkungannya dengan baik, resiko terpapar kuman penyebab bisul (staphylococcus
aureus) akan meningkat. Maka tidak heran apabila mereka yang tinggal di daerah pemukiman padat, di
daerah pengungsian, dimana faktor kebersihannya terabaikan akan lebih mudah terkena bisulan. Tetapi
harus diingat, walaupun berada di tempat yang bersih apabila tidak menjaga kebersihan badan,
kemungkinan terpapar kuman pun akan terjadi.

- Daerah tropis

Secara geografis Indonesia termasuk daerah tropis. Dimana udaranya panas sehingga dengan
mudah orang akan berkeringat. Keringat pun bisa menjadi salah satu pemicu munculnya bisul.
Terutama bisul yang terjadi pada kelenjar keringat.

- Menurunnya daya tahan tubuh

Menurunnya daya tahan tubuh bisa disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya kurang gizi,
biasanya faktor pemicu itu tidak muncul sendirian, melainkan ada beberapa yang terjadi secara
bersamaan. Sebagai contoh : orang yang selalu berkeringat kemudian akan muncul biang keringat.
Demikian pula jika terasa gatal, kemudian digaruk serta tidak menjaga kebersihan ditambah dengan
keadaan gizi yang rendah akan menyababkan bisul.

2.2.5 Terapi

 Kompres panas selama 30 menit, 2x sehari sampai abses ataupun bisul matang.

 Jika abses dan bisul berada pada atau di sekitar dubur dan selangkangan dilakukan rendam
duduk selama 30 menit, 2x sehari.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. GUMOH (Regurgitasi)

1. Pengertian

Regurgitasi adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan melalui mulut dan tanpa

paksaan, beberapa saat setelah minum susu (Depkes R.I, 1999).

Gumoh adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan ketika beberapa saat setelah

minum susu botol/ menyusui dan dalam jumlah sedikit. (Depkes R.I, 1994).
1
5 6 bulan.
Regurgitasi merupakan keadaan normal yang sering terjadi pada bayi dengan usia dibawah

Seiring dengan bertambahnya usia, yaitu sampai usia diatas 6 bulan, maka regurgitas semakin jarang

dialami oleh anak.

2. Etiologi

a. Posisi saat menyusui yang tidak tepat

b. Anak sudah kenyang tetapi tetap diberi minum karena orang tuanya khawatir anaknya kekurangan

makan

c. Posisi botol

d. Terburu-buru/tergesa-gesa

e. Dan lain-lain

Bayi Gumoh (Jawa) biasanya hanya untuk membersihkan sisa susu dari mulutnya. Gumoh menjadi

abnormal bila jumlahnya banyak dan pertambahan berat badan tidak mencukupi.

3. Patofisiologi

Biasanya bayi mengalami gumoh setelah diberi makan. Selain karena pemakaian gurita dan posisi

saat menyusui, juga karena ia ditidurkan telentang setelah diberi makan. Cairan yang masuk di tubuh

bayi akan mencari posisi yang paling rendah. Bila ada makanan yang masuk ke Esofagus atau saluran

sebelum ke lambung, maka ada refleks yang bisa menyebabkan bayi gumoh. Lambung yang penuh

juga bisa membuat bayi gumoh. Ini terjadi karena makanan yang terdahulu belum sampai ke usus,

sudah diisi makanan lagi. Akibatnya bayi tidak hanya mengalami gumoh tapi juga bisa muntah.

Lambung bayi punya kapasitasnya sendiri. Misalnya bayi umur sebulan, ada yang sehari bisa minum

100 cc, tapi ada juga yang 120 cc.

4. Tanda dan Gejala

a. Mengeluarkan kembali susu saat diberikan minum.

b. Gumoh yang normal terjadi kurang dari empat kali sehari.

c. Tidak sampai mengganggu pertumbuhan berat badan bayi.

d. Bayi tidak menolak minum.

5. Pencegahan

a. Perbaiki teknik menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebagian

areola dan dagu payudara ibu.


1
b. 6 6 bulan
Berikan ASI saja sampai 6 bulan (ASI eksklusif). Pemberian makanan tambahan dibawah

memperbesar resiko alergi, diare, obesitas serta mulut dan lidah bayi masih dirancang untuk

menghisap, bukan menelan makanan.

c. Beri bayi ASI sedikit-sedikit tetapi sering (minimal 2 jam sekali), jangan langsung banyak.

d. Jangan memakaikan gurita tertalu ketat.

e. Posisikan bayi tegak beberapa lama (15-30 menit) setelah menyusu

f. Tinggikan posisi kepala dan dada bayi saat tidur.

g. Jangan mengajak bayi banyak bergerak sesaat setelah menyusu.

h. Jika gumoh di sebabkan oleh kelainan atau cacat bawaan segera bawa ke petugas medis agar

mendapat penanganan yang tepat sedini mungkin.

i. Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya. Posisi botol susu diatur sedemikian rupa

sehingga susu menutupi seluruh permukaan botol dan dot harus masuk seluruhnya ke dalam mulut

bayi.

j. Sendawakan bayi sesaat setelah minum. Bayi yang selesai minum jangan langsung ditidurkan, tetapi

perlu disendawakan dahulu terlebih dahulu. Sendawa dapat dilakukan dengan cara:

1) Bayi digendong agak tinggi (posisi berdiri) dengan kepala bersandar dipundak ibu. Kemudian,

punggung bayi ditepuk perlahan-lahan sampai terdengar suara bersendawa.

2) Menelungkupkan bayi di pangkuan ibu, lalu usap/tepuk punggung bayi sampai terdengar suara

bersendawa.

6. Penatalaksanaan

a. Bersikaplah tenang.

b. Segera miringkan badan bayi agar cairan tidak masuk ke paru-paru (jangan mengangkat bayi yang

sedang gumoh, karena beresiko cairan masuk ke paru-paru).

c. Bersihkan segera sisa gumoh dengan tissue atau lap basah hingga bersih, pastikan lipatan leher

bersih agar tidak menjadi sarang kuman dan jamur.

d. Jika gumoh keluar lewat hidung, cukup bersihkan dengan cotton bud, jangan menyedot dengan

mulut karena akan menyakiti bayi dan rentan menularkan virus.

e. Tunggu beberapa saat jika ingin memberi ASI lagi.

7. Asuhan Bidan

a. Memberitahukan bahwa gumoh adalah hal yang harus mendapat perawatan yang baik.
1
b. Menginformasikan pada ibu bahwa gumoh disebabkan posisi saat menyusui yang tidak 7tepat atau

posisi botol yang salah

c. Memberitahu ibu untuk memperbaiki cara minumnya, posisi saat memberikan susu dari botol dan

sendawakan bayi sesaat setelah minum ASI.

B. MUNTAH

1. Pengertian

Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi secara

paksa melalui mulut, disertai dengan kontraksi lambung dan abdomen (Markum : 1991).

Muntah merupakan keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah

agak lama makanan masuk ke dalam lambung (Depkes R.I, 1994).

Pada masa bayi, terutama masa neonatal, muntah jarang terjadi. Oleh karena itu, bila terjadi

muntah maka harus segera dilakukan observasi terhadap kemungkinan adanya gangguan.

Muntah harus dibedakan dengan regurgitasi. Pada regurgitasi, pengeluaran susu terjadi setelah

minum susu. Hal ini dapat disebabkan karena kebanyakan minum atau kegagalan untuk mengeluarkan

udara yang tertelan. Muntah merupakan aksi refleks yang dikoordinasi medulla oblongata, sehingga isi

lambung dikeluarkan dengan paksa melalui mulut.

2. Etiologi

a. Kelainan kongenital saluran pencernaan, iritasi lambung, atresia esofagus, atresia/stenosis,

hirschsprung, tekanan intrakranial yang tinggi, cara memberi makan atau minum yang salah, dan lain-

lain.

b. Pada masa neonatus semakin banyak misalnya factor infeksi (infeksi traktus urinarius, hepatitis,

peritonitis, dll)

c. Gangguan psikologis, seperti keadaan tertekan atau cemas terutama pada anak yang lebih besar.

3. Patofisiologi

Muntah merupakan respon refleks simpatis terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan

berbagai aktifitas otot perut dan pernafasan.

Proses muntah dibagi 3 fase berbeda, yaitu :

a. Nausea (mual) merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada organ dan

labirin dan emosi dan tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah.
1
b. Retching (muntah) merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spasmodic dengan glottis8 tertutup,

bersamaan dengan adanya inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan

intratoraks yang negatif.

c. Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase retching mencapai puncaknya dan ditandai dengan kontraksi kuat

otot perut, diikuti dengan bertambah turunannya diafragma disertai dengan penekanan mekanisme

antirefluks. Pada fase ini, pylorus dan antrum berkontraksi, fundus dan esofagus berelaksasi dan mulut

terbuka.

4. Tanda dan Gejala

Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah, yaitu :

a. Muntah terjadi beberapa jam setelah keluarnya lendir yang kadang disertai dengan sedikit darah.

Kemungkinan ini terjadi karena iritasi akibat sejumlah bahan yang tertelan selama proses kelahiran.

Muntah kadang menetap setelah pemberian makanan pertama kali.

b. Muntah yang terjadi pada hari-hari pertama kelahiran, dalam jumlah banyak, tidak secara proyektif,

tidak berwarna hijau, dan cenderung menetap biasanya terjadi sebagai akibat dari obstruksi usus halus.

c. Muntah yang terjadi secara proyektil dan tidak berwarna kehijauan merupakan tanda adanya stenosis

pylorus.

d. Peningkatan tekanan intrakranial dan alergi susu.

e. Muntah yang terjadi pada anak yang tampak sehat. Karena tehnik pemberian makanan yang salah

atau pada faktor psikososial.

5. Pencegahan

a. Perlambat pemberian susu. Bila diberi susu formula, beri sedikit saja dengan frekuensi agak sering.

b. Sendawakan bayi selama dan setelah pemberian susu. Bila bayi diberi ASI, sendawakan setiap kali

akan berpindah ke payudara lainnya.

c. Susui bayi dalam posisi tegak lurus, dan bayi tetap tegak lurus selama 20-30 menit setelah disusui.

d. Jangan didekap atau diayun-ayun sedikitnya setengah jam setelah menyusu.

e. Jika diberi susu botol, pastikan lubang dot tidak terlalu kecil atau terlalu besar.

6. Penatalaksanaan

a. Cepat miringkan tubuhnya, atau diangkat ke belakang seperti disendawakan atau ditengkurapkan

agar muntahannya tak masuk ke saluran napas yang dapat menyumbat dan berakibat fatal.
1
b. 9 bekas
Jika muntahnya keluar lewat hidung, orang tua tidak perlu khawatir. Bersihkan saja segera

muntahnya. Justru yang bahaya bila dari hidung masuk lagi terisap ke saluran napas. Karena bisa

masuk ke paru-paru dan menyumbat jalan napas. Jika ada muntah masuk ke paru-paru tak bisa

dilakukan tindakan apa-apa, kecuali membawanya segera ke dokter untuk ditangani lebih lanjut.

7. Asuhan Bidan

Muntah yang tidak disertai dengan gangguan fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus.

Meskipun demikian diperlukan tindakan sebagai berikut :

a. Ciptakan suasana tenang dan menyenangkan pada saat makan. Hindari anak makan sambil berbaring

atau tergesa-gesa, agar saluran cerna mempunyai kesempatan yang cukuip untuk mencerna makanan

yang masuk.

b. Ajarkan pola makan yang benar dan hindari makanan yang merangsang serta menimbulkan alergi.

Pemberian makanan juga harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak, dengan memperhatikan

menu gizi seimbang, yaitu makan yang bervariasi dan mengandung unsur karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, dan mineral. Protein dari susu sapi, telor, kacang-kacangan dan ikan laut kadang-kadang

menyebabkan alergi. Untuk itu orang tua harus hati-hati dan bila perlu diganti dengan bahan makanan

lain.

c. Ciptakan hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Orang tua yang mengabaikan

kehadiran anak menciptakan situasi yang menegangkan. Situasi tersebut merupakan situasi yang tidak

menyenangkan anak dan dapat berdampak pada fisik anak. Oleh karena itu, kasih sayang yang

mencukupi dan bimbingan yang bijaksana dari orang tua merupakan hal yang sangat diperlukan.

d. Lakukan kolaborasi. Apabila muntah disertai dengan gangguan fisiologis, seperti warna muntah yang

kehijauan, muntah secara proyektil, atau gangguan lainnya, segeralah bawa anak ke pelayanan

kesehatan untuk mendapatkan penanganan secepatnya. Selain itu, pemeriksaan penunjang juga sangat

diperlukan.

2.4 Milliariasis
A. Pengertian Miliariasis

Miliaria (biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, prickle heat) adalah kelainan
kulit akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat yang menyebabkan retensi keringat.
Berdasarkan letak sumbatan, miliaria diklasifikasikan menjadi miliaria kristalina, rubra, dan
profunda.
2
Miliaria merupakan peradangan kulit akibat obstruksi mekanis saluran 0keringat.
Kelainan ini lebih sering ditemukan di daerah yang panas dengan kelembaban tinggi. Lesi kulit
yang terjadi tergantung pada letak obstruksi. Pada sumbatan superfisial terjadi bintik-bintik
kecil dengan isi serupa air (miliaria kristalina). Dalam waktu 24 jam sampai 48 jam dapat
terjadi invasi sel-sel polimorfonuklear sehingga terjadi miliaria pustulosa. Bila obstruksi
terletak dalam, terjadi lesi eritematosa papulovesikular, disebut sebagai miliaria rubra. Miliaria
paling sering terdapat di pipi, lehe, dada, punggung dan lengan atas. Bila miliaria ini digaruk
sering terjadi infeksi sekunder.

B. Manifestasi Klinis

Pada miliaria kristalina sumbatan terjadi intra/subkorneal. Terlihat vesikel berukuran 1-


2 mm terutama pada badan setelah banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas, yang
bergerombol tanpa tanda radang pada bagian yang tertutup pakaian. Umumnya tidak member
keluhan dan sembuh dengan sisik yang halus.
Pada miliaria rubra sumbatan terjadi pada stratum spinosum. Terlihat papul merah atau
papul vesikular ekstrafolikular yang gatal dan pedih pada badan tempat tekanan atau gesekan
pakaian. Miliaria jenis ini terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik.
Miliaria profunda terjadi bila sumbatan terdapat pada dermis bagian atas, biasanya
timbul setelah miliaria rubra, ditandai papul putih, keras, berukuran 1-3 mm,terutama di badan
dan ekstremitas.

C. Penatalaksanaan
Penting untuk menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan ventilasi yang baik,
dan menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat. Untuk miliaria kristalina tidak
diperlukan pengobatan. Untuk miliaria rubra dapat diberikan bedak salisil 2% dibubuhi mentol
¼-2%. Losio faberi dapat pula digunakan dengan komposisi sebagai berikut:
R/ Acidi salicylici 500 mg
Talci 5 mg
Oxydi zincici 5 mg
Amyli oryzae 5mg
Alcohol (90;vol %) 25Cc 100
Sebagai antipruritus dapat ditambahkan mentol ½-1% atau kamper 1-2% dalam losio
Faberi. Untuk miliaria rubra dapat digunakan losio calamine dengan atau tanpa menthol 0,25%,
dapat pula resorsin 3% dalam alcohol.
Prinsip pengobatan adalah mengurangi produksi keringat dan memberi kesempatan agar
sumbatan pori itu lenyap sendiri. Sebaiknya penderita tinggal di ruangan yang menggunakan
air conditioning atau di tempat yang sejuk dan kering udaranya. Dapat diusahakan penggunaan
ventilastor. Terhadap penderita dapat juga diberikan obat antikolinergik yang membuat
produksi keringat berkurang, yaitu misalnya prantal, probantine dan sebagainya. Pakaian yang
dikenakan harus tipis.
Topikal dapat diberikan bedak kocok yang bersifat mendinginkan dan desinfektan serta anti
gatal. Pada penderita misalnya dapat diberikan losio kummerfeldi.
2
1

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obstipasi/konstipasi
1. Definisi
Konstipasi adalah kondisi dimana feses memiliki konsistensi keras dan sulit dikeluarkan.
Masalah ini umum ditemui pada anak-anak. Buang air besar mungkin disertai rasa sakit dan menjadi
lebih jarang dari biasa. (Yeyeh. A,2012)
Obstipasi atau sembelit adalah tidak buang air pada lima hari atau lebih. Sembelit pada bayi
biasanya disebabkan oleh dehidrasi, tak cukup serat pada makanan, atau penggantian pola makanan.
(Muslihatun.W, 2010)
Pada anak normal, konsistensi feses dan frekuansi BAB dapat berbeda-beda. Bayi yang disusui
ASI mungkin mengaliami BAB setiap selesai disusui atau hanya sekali dalam 7-10 hari. Bayi yang
disusui formula dan anak yang lebih besar mungkin mengalami BAB setiap 2-3 hari. (Yeyeh. A,2012)
Frekuensi BAB yang lebih jarang atau konsistensi feses yang sedikit lebih padat dari biasa
tidak selalu harus ditangani sebagai konstipasi. Penanganan konstipasi hanya diperlukan jika pola
BAB atau konsistensi feses menyebabkan masalah pada anak. Umumnya dengan nutrisi yang baik,
perbaikan kebiasaan BAB, dan penggunaan obat yang sesuai jika diperlukan, masalah ini dapat
ditangani. (Yeyeh. A,2012)
Anak lebih tua daripada 1 tahun sebaiknya diberi makanan serat tinggi, seperti buah-buahan,
kacang polong, sereal, keripik graham, buncis dan bayam. (Muslihatun.W, 2010).-
2. Gejala dan tanda
Konstipasi dapat menyebabkan gejala berikut:
a. Sakit perut, BAB mungkin disertai rasa sakit
b. Turun atau hilangnya nafsu makan
c. Rewel
d. Mual atau muntah
e. Turunnya berat badan
f. Noda feses di celana dalam anak
g. Mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat menyebabkan robekan kecil pada lapisan
mukosa anus (anal fissure) dan perdarahan
h. Konstipasi meningkatakan resiko infeksi saluran kemih
(Yeyeh. A,2012)

Penyebab obstipasi:

a. Kecenderungan alami usus yang lebih lambat


b. Nutrisi yang buruk
2
c. Beberapa obat dapat menyebabkan konstipasi 2
d. Kebiasaan BAB yang tidak baik
e. Kurangnya asupan cairan
f. Kurangnya aktivitas fisik
g. Adanya kondisi anus yang menyebabkan nyeri
h. Toilet training yang dipaksakan
i. Kadang konstipasi terjadi karena penganiayaan seksual (sexual abuse).
(Yeyeh. A,2012)

3. Penanganan obstipasi:
Pada bayi dibawah usia satu tahun, kemungkinan masalah organik yang mungkin menyebabkan
konstipasi harus diteliti dengan lebih cermat, terutama apabila konstipasi disertai gejala lain seperti:

Keluarnya feses pada pertama lebih dari 48 jam setelah lahir, caliber feses yang kecil gagal
tumbuh, demam, diare yang disertai darah, muntah kehijauan atau terabanya benjolan di perut. Perlu
dilakukan rujukan, karena kemungkinan bayi mengalami megacolon kongenital, perut yang kembung,
karena lemahnya otot atau refleks kaki, adanya lesung atau rambut dipunggung bagian bawah, diare,
pneumonia berulang; selalu tampak lelah, tidak tahan cuaca dingin, denyut nadi yang lambat banyak
BAK, banyak minum; anus yang tidak tampak normal baik bentuk dan posisinya, lebih dari 95%
konstipasi pada anak diatas satu tahun adalah konstipasi fungsional. (Yeyeh. A,2012)

Penanganan pada kasus diare, kebiasaan BAB yang baik; anak yang mengalami konstipasi
harus dilatih untuk membangun kebiasaan BAB yang baik, salah satu caranya adalah dengan
membiasakan duduk di toilet secara teratur selama 5 menit setelah sarapan, bahkan jika anak tidak
ingin merasa ingin BAB anak harus duduk selama 5 menit, bahkan jika anak telah menyelesaikan BAB
sebelum 5 menit habis. (Yeyeh. A,2012)

Anak juga harus untuk tidak menahan keinginan BAB. Kadang anak mengalami kekawatiran
jika harus menggunakan toilet disekolah. Jika orang tua mencurigai masalah tersebut, dengan anak
dan pihak sekolah. (Yeyeh. A,2012)

Makanan tinggi serat serta membuat BAB menjadi lebih lunak karena menahan lebih banyak
air dan lebih mudah untuk dikeluarkan. Diperbanyak jumlah serat dalam makanan anak dapat
mencegah konstipasi. (Yeyeh. A,2012)

Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan serta anak adalah:

1. Berikan minimal 2 buah setiap hari


2. Berikan 3 sayuran setiap hari
3. Berikan sereal yang tinggi serat
4. Berikan roti gandum sebagai pengganti roti putih
5. Banyak minum dapat mencegah konstipasi.
2
Biasakan anak untuk minum setiap kali makan, sekali diantara waktu makan, dan3 sebelum
tidur. Namun perlu diperhatikan bahwa terlalu banyak susu sapi atau produk susu lainnya justru dapat
mengakibatkan konstipasi pada sebagian anak. (Yeyeh. A,2012)

B. Infeksi
1. Definisi
Infeksi Neonatorum atau Infeksi adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya
terjadi pada bulan pertama kehidupan yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Infeksi adalah
sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat
berkembang ke arah septisemia dan syok septik.
Bayi baru lahir beresiko tinggi terinfeksi, apabila ditemukan riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, dan riwayat baru lahir yang kurang baik.
Infeksi pada bayi baru lahir cepat sekali menjalar menjadi infeksi sistemik, sehingga gejala
infeksi vocal tidak menonjol lagi. Tanda-tanda kemungkinan infeksi bakteri pada bayi baru lahir dapat
ditemukan, antara lain mengantuk, atau tidak sadar, gelisah, gangguan nafas/ frekuensi pernafasan
meningkat, malas minum atau tidak bisa minum, ubun-ubun tampak cembung, berat badan tiba-tiba
turun, muntah dan diare dan edema. Suhu lebih dapat diatas normal atau dibawah normal.

2. Klasifikasi
Infeksi karena bakteri pada bayi baru lahir dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu infeksi
bakteri sistemik, infeksi lokal berat dan infeksi bakteri local. Infeksi bakteri sistemik, apabila bayi
tampak mengantuk atau tidak sadar, kejang disertai satu tanda infeksi, gangguan nafas, malas minum
atau tidak bias minum dengan atau dengan atau tanpa muntah, bagian tubuh merah dan mengeras,
ubun cembung.
Infeksi lokal berat , apabila ditemukan nanah di daerah mata, telinga, tali pusat atau umbilicus
kemerahan dan meluas sampai ke kulit perut, bernanah serta ada kerusakan kulit.
Infeksi bakteri lokal, apabila ada nanah keluar dari mata, dalam jumlah sedikit, daerah tali
pusat dan umbilicus kemerahan, berbu busuk dan terjadi sedikit kerusakan kulit. (Muslihatun.W, 2010)

3. Gejala klinis
Pada bayi yang mengalami Moniliasis. Dapat terjadi bronchitis, infeksi kulit dan sistematis.
Gejala tersering ialah diare, oral trush, onikia, paronikia,dermatitis terutama di daerah aksila, dibawah
paudara dan pada intergluteal. Gejala infeksi sistematis jarang terjadi, tetapi bila terjadi dapat fatal.
(Yeyeh. A,2012)

4. Pengobatan
Pada seorang bayi yang mengalami Kandidiasis, boleh di berikan Gentian Violet, Nistatin
(mycostatin); Fatty acid-Resin complex, dikemukakan oleh Neuhauser (1954) dengan hasil
memuaskan; Amfoterisin B; larutan gentian violet (biasanya untuk pengobatan local). (Yeyeh. A,2012)
2
4

C. Bayi meninggal mendadak


1. Definisi
Sindroma kematian bayi mendadak ( SIDS, sudden infant death syndrome) adalah suatu
kematian yang mendadak dan tidak terduga pada bayi yang tampaknya sehat. SIDS merupakan
penyebab kematian yang paling sering ditemukan pada bayi yang berusia 2 minggu-1 tahun. Sebanyak
3 dari 2000 bayi mengalami SIDS dan hamper selalu terjadi ketika bayi sedang tidur. Kebanyakan
SIDS terjadi pada usia 2-4 bulan dan terjadi di seluruh dunia. (Muslihatun.W, 2010)

2. Penyebab
Penyebab dari sindroma kematian bayi mendadak tidak diketahui. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa SIDS lebih sering terjadi pada bayi yang tidurnya tengkurap dan dibandingkan
dengan bayi yang tidurnya terlentang atau miring. Oleh karena itu sebaiknya ditidurkan dalam posisi
terlentang atau miring. Resiko terjadinya SIDS juga ditemukan pada bayi yang pada saat tidur
wajahnya menghadap ke kasur atau selimut yang lembut/empuk. Oleh karena itu sebaiknya bayi
ditidurkan diatas kasur yang keras.
Beberpa faktor resiko terjadinya SIDS, antara lain tidur tengkurap (pada bayi kurang dari 4
bulan), kasur yang lembut (pada bayi kurang dari 1 tahun), bayi premature, riwayat SIDS pada
saudara, banyak anak, musim dingin ibu perokok, ibu pencandu obat terlarang, ibu berusia muda, jarak
diantara dua kehamilan pendek, asuhan selama kehamilan kurang, serta golongan social-ekonomi
rendah. SIDS lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki. (Muslihatun.W, 2010)

3. Gejala dan Diagnosis


Tidak ada gejala yang mendahului terjadinya SIDS. SIDS didiagnosis jiak seorang bayi yang
tampaknya sehat tiba-tiba meninggal dan hasil otopsi tidak menunjukan adanya penyebab kematian
yang jelas. (Muslihatun.W, 2010)

4. Pengobatan
Orang tua yang kehilangan anaknya karena SIDS memerlukan dukungan emosional. Penyebab
kematian ankanya tidak diketahui, sehingga mereka seringkali meras bersalah ada baiknya jika orang
tua merencanakan untuk memiliki anak lagi. (Muslihatun.W, 2010)

5. Pencegahan
Angka kejadian SIDS telah menurun secara berarti (hamper mendekati 50%) sejak para orang
tua dianjurkan untuk menidurkan bayinya dalam posisi terlentang atau miring (terutam ke kanan).
(Muslihatun.W, 2010)

B. Infeksi
1. Definisi
2
Infeksi Neonatorum atau Infeksi adalah infeksi bakteri umum generalisata yang5biasanya
terjadi pada bulan pertama kehidupan yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Infeksi adalah
sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat
berkembang ke arah septisemia dan syok septik.
Bayi baru lahir beresiko tinggi terinfeksi, apabila ditemukan riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, dan riwayat baru lahir yang kurang baik.
Infeksi pada bayi baru lahir cepat sekali menjalar menjadi infeksi sistemik, sehingga gejala
infeksi vocal tidak menonjol lagi. Tanda-tanda kemungkinan infeksi bakteri pada bayi baru lahir dapat
ditemukan, antara lain mengantuk, atau tidak sadar, gelisah, gangguan nafas/ frekuensi pernafasan
meningkat, malas minum atau tidak bisa minum, ubun-ubun tampak cembung, berat badan tiba-tiba
turun, muntah dan diare dan edema. Suhu lebih dapat diatas normal atau dibawah normal.

2. Klasifikasi
Infeksi karena bakteri pada bayi baru lahir dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu infeksi
bakteri sistemik, infeksi lokal berat dan infeksi bakteri local. Infeksi bakteri sistemik, apabila bayi
tampak mengantuk atau tidak sadar, kejang disertai satu tanda infeksi, gangguan nafas, malas minum
atau tidak bias minum dengan atau dengan atau tanpa muntah, bagian tubuh merah dan mengeras,
ubun cembung.
Infeksi lokal berat , apabila ditemukan nanah di daerah mata, telinga, tali pusat atau umbilicus
kemerahan dan meluas sampai ke kulit perut, bernanah serta ada kerusakan kulit.
Infeksi bakteri lokal, apabila ada nanah keluar dari mata, dalam jumlah sedikit, daerah tali
pusat dan umbilicus kemerahan, berbu busuk dan terjadi sedikit kerusakan kulit. (Muslihatun.W, 2010)

3. Gejala klinis
Pada bayi yang mengalami Moniliasis. Dapat terjadi bronchitis, infeksi kulit dan sistematis.
Gejala tersering ialah diare, oral trush, onikia, paronikia,dermatitis terutama di daerah aksila, dibawah
paudara dan pada intergluteal. Gejala infeksi sistematis jarang terjadi, tetapi bila terjadi dapat fatal.
(Yeyeh. A,2012)

4. Pengobatan
Pada seorang bayi yang mengalami Kandidiasis, boleh di berikan Gentian Violet, Nistatin
(mycostatin); Fatty acid-Resin complex, dikemukakan oleh Neuhauser (1954) dengan hasil
memuaskan; Amfoterisin B; larutan gentian violet (biasanya untuk pengobatan local). (Yeyeh. A,2012)

Bayi meninggal mendadak


1. Definisi
2
6 suatu
Sindroma kematian bayi mendadak ( SIDS, sudden infant death syndrome) adalah
kematian yang mendadak dan tidak terduga pada bayi yang tampaknya sehat. SIDS merupakan
penyebab kematian yang paling sering ditemukan pada bayi yang berusia 2 minggu-1 tahun. Sebanyak
3 dari 2000 bayi mengalami SIDS dan hamper selalu terjadi ketika bayi sedang tidur. Kebanyakan
SIDS terjadi pada usia 2-4 bulan dan terjadi di seluruh dunia. (Muslihatun.W, 2010)

2. Penyebab
Penyebab dari sindroma kematian bayi mendadak tidak diketahui. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa SIDS lebih sering terjadi pada bayi yang tidurnya tengkurap dan dibandingkan
dengan bayi yang tidurnya terlentang atau miring. Oleh karena itu sebaiknya ditidurkan dalam posisi
terlentang atau miring. Resiko terjadinya SIDS juga ditemukan pada bayi yang pada saat tidur
wajahnya menghadap ke kasur atau selimut yang lembut/empuk. Oleh karena itu sebaiknya bayi
ditidurkan diatas kasur yang keras.
Beberpa faktor resiko terjadinya SIDS, antara lain tidur tengkurap (pada bayi kurang dari 4
bulan), kasur yang lembut (pada bayi kurang dari 1 tahun), bayi premature, riwayat SIDS pada
saudara, banyak anak, musim dingin ibu perokok, ibu pencandu obat terlarang, ibu berusia muda, jarak
diantara dua kehamilan pendek, asuhan selama kehamilan kurang, serta golongan social-ekonomi
rendah. SIDS lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki. (Muslihatun.W, 2010)

3. Gejala dan Diagnosis


Tidak ada gejala yang mendahului terjadinya SIDS. SIDS didiagnosis jiak seorang bayi yang
tampaknya sehat tiba-tiba meninggal dan hasil otopsi tidak menunjukan adanya penyebab kematian
yang jelas. (Muslihatun.W, 2010)

4. Pengobatan
Orang tua yang kehilangan anaknya karena SIDS memerlukan dukungan emosional. Penyebab
kematian ankanya tidak diketahui, sehingga mereka seringkali meras bersalah ada baiknya jika orang
tua merencanakan untuk memiliki anak lagi. (Muslihatun.W, 2010)

5. Pencegahan
Angka kejadian SIDS telah menurun secara berarti (hamper mendekati 50%) sejak para orang
tua dianjurkan untuk menidurkan bayinya dalam posisi terlentang atau miring (terutam ke kanan).
(Muslihatun.W, 2010)

BAB II

Pembahasan

A. Definisi

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal
(Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
2
7
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 1997).

Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning
(Ngastiyah, 2000).

B. Klasifikasi

1. Ikterus Fisiologis

a.Timbul pada hari ke dua dan ketiga.

b.Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk
neonatus lebih bulan.

c.Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.

d.Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

e.Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

2. Ikterus Patologik

a.Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

b.Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus
kurang bulan.

c.Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.

d.Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

e.Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

f.Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

C. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;

1. Polychetemia

2. Isoimmun Hemolytic Disease

3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah

4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)

5. Hemolisis ekstravaskuler

6. Cephalhematoma
2
7. Ecchymosis 8

8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi,
masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI

9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur,
asidosis

D. Patofisiologi

1. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja
heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.

2. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y
protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada alairan darah hepatik dan adanya ikatan protein.

3. Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh enzim asam uridin
disfosfoglukuronat (UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid). Glukuronil transferase menjadi
bilirubin mono dan diglukuronida yang polar larut dalam air (bereaksi direk)

4. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan konjugasi,
bilirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular.

5. Akhirnya dapat masuk ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi
enteroheptik

6. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi,
non-polar (bereaksi indirek)

7. Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya
glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein
hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik

8. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil
transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari
setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl
selama minggu ke-2 sampai minggu ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10
minggu.

9. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dan dapat
menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah.
2
9
10. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat., biasanya mencapai
normal dalam beberapa hari.

11. Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula menfakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan
hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.

12. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalan 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan
untuk bayi dengan ikterus fisiologis, muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.

E. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;

1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.

2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.

3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai
hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis.

4 Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang
atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau
keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.

5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul

6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati

7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar

8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap

9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

10.Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang
disertai ketegangan otot

PENGERTIAN PERDARAHAN TALI PUSAT


3
0

Perdarahan tali pusat adalah Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat
dari trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus
normal. Selain itu perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada bayi.

Perdarahan tali pusat pada bbl adalah trauma yang disebabkan ikatan tali pusat yang longgar,
atau kegagalan pembentukan thrombus yang normal. Kemungkinan lain sebab perdarahan adalah
penyakit perdarahan pada neona Ins dan infeksi lokal maupun sisternik. Tali pusat harus diawasi terus-
menerus path hari-hari pertama agar perdarahan yang terjadi dapat ditanggulangi secepatnya.

2.2 ETIOLOGI

1. Robekan umbilikus normal, biasanya terjadi karena :


a. Partus precipitates. Pada partus presipitatus selain perdarahan dari umbilikus mungkin ditemukan
gejala perdarahan intrakranial akibat tidak tertangkapnya bayi saat melahirkan dan kemudian jatuh ke
lantai
b. Adanya trauma atau lilitan tali pusat atau pendeknya tali pusat pada partus normal
c. Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat persalinan
d. Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau
placenta sewaktu sectio secarea
2. Robekan umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena:
a. Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut pecah, namun
perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat berbahaya bagi
bayi dan dapat menimbulkan kematian pada bayi.
b. Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises tersebut pecah.
c. Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran pembuluh
darah setempat saja karena salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran
dinding pembuluh darah. Pada aneurisme pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah
rapuh dan mudah pecah

3. Robekan pembuluh darah abnormal


Pada kasus dengan robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya
dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomik pembuluh darah seperti:
a. Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada
perlindungan jely Wharton.
b. Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi pada tempat
percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya dalam placenta tidak ada
3
1
proteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan ganda atau
multipel.
c. Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang menghubungkan
masing-masing lobus dengan jaringan placenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan
mudah pecah.

4.Perdarahan akibat placenta previa dan abrotio placenta


Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta dapat membahayakan bayi.
Pada kasus placenta previa cenderung menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus
abrutio placenta lebih sering mengakibatkan kematian intra uterin karena dapat terjadi
anoreksia. Pengamatan pada placenta dengan teliti untuk menentukan adanya perdarahan
pada bayi baru lahir, pada bayi baru lahir dengan kelainan placenta atau dengan sectio
secarea apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala.

2.3 PENATALAKSANAAN

1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi
2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi pada tali pusat
3. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan
rujukan.
4. Jaga agar tali pusat tetap kering setiap saat.
5. Kenakan popok di bawah tali pusat.
6. Biarkan tali pusat terbuka, tidak tertutup pakaian bayi sesering mungkin.
7. Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan setiap kali Anda mengganti popok. Gunakan
kaApas atau cotton bud dan cairan alkohol 70% yang dapat dibeli di apotek.
8. Angkat tali pusat dan bersihkan tepat pada area bertemunya pangkal tali pusat dan
tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan menyakiti bayi Anda. Alkohol yang digunakan tidak
menyengat. Bayi akan menangis karena alkohol terasa dingin. Membersihkan tali pusat
dengan alkohol dapat membantu mencegah terjadinya infeksi. Hal ini juga akan
mempercepat pengeringan dan pelepasan tali pusat.
9. Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadi pendarahan lagi. Tali pusat akan terlepas,
dimana seharusnya tali pusat aka terlepas dalam waktu 1-2 minggu. Tapi, yang perlu diingat
adalah jangan menarik tali pusat, walaupun sudah terlepas setengah bagian.
10. Hindari penggunaan bedak atau losion di sekitar atau pada tali pusat.
11. Segera hubungi dokter jika :
3
a. Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu 2
b. Klem pada pangkal tali pusat terlepas.
c. Timbul garis merah pada kulit di sekitar tali pusat.
d. Bayi menderita demam.
e. Adanya pembengkakan atau kemerah-merahan di sekitar tali pusat.
f. Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat.
g. Timbulnya bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar tali pusat.
h. Terjadi pendarahan yang berlebihan pada tali pusat. Pendarahan melebihi ukuran
luasan uang logam.
i. Pendarahan pada tali pusat tidak berhenti walaupun sudah di tekan.

3.4 PENCEGAHAN PERDARAHAN TALI PUSAT

a) Pada perdarahan umbilikus akibat ikatan yang longgar, dapat di kencangkan kembali
pengikat tali pusat. Perdarahan juga dapat disebabkan oleh jepitan atau tarifan dari kiem.
Jika perdarahan tidak berhenti setelah 15-20 menit maka tall pusatnya harus segera
dilakukan beberapa jahitan pada luka bekas pernotongan tersebut.
b) Perdarahan umbilikus akibat robekan umbilikus harus segera dijahit. Kemudian segera
lakukan rujukan untuk mengetahui apakah ada kelainan lain seperti kelainan anatomik
pembuluh darah sehingga dapat segera dilakukan tindakan oleh dokter atau rumah sakit.
c) Perdarahan pada abrupsio plasenta, plasenta previa dan kelainan lainnya, bidan hams
segera merujuk. Bahkan rujukan lebih baik segera dilakukan jika kelainan tersebut sudah
diketahui sebelum bayi lahir sehingga dapat dilakukan tindakan sesegera mungkin untuk
rnembuat peluang bayi lahir hidup lebih besar.
d) Perawatan Tali Pusat

Hal yang paling terpenting dalam membersihkan tali pusat adalah :

a. Pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering.

b. Selalu cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan
tali pusat.

c. Selama belum tali pusatnya puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara
dicelupkan ke dalam air.

d. Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya
menjadi lembab.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi kejang pada BBL


3
3
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari fungsi neurologik
(misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem syaraf yang terjadi pada bayi
berumur sampai dengan 28 hari. (Kosim, Soleh:2008)
Kejang dapat timbul sebagai gerakan involunter klonik atau tonik pada satu atau lebih
anggota gerak. (Lissauer,Tom:2006)
Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara
cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi
loncatan – loncatan listrik karena bersinggungannya ion (+) dan ion (-) di dalam sel otak.
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai.
Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah kejang yang terjadi pada bayi baru lahir sampai dengan
usia 28 hari. Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang merupakan suatu tanda
adanya penyakit sistem saraf pusat (SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain. Kejang pada bayi
baru lahir sering tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak dan dewasa. Hal ini
disebabkan karena ketidakmatangan organisasi korteks pada bayi baru lahir.
Kejang umum tonik – klonik jarang pada bayi baru lahir. Pada prinsipnya, setiap
gerakan yang tidak biasa apabila berlangsung berulang-ulang dan periodik,harus dipikirkan
manifestasi kejang. Kejang yang berulang menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan
nutrisi otak.
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menimbulkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
antara lain: infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, pnemonia, gastroenteritis akut, exantema
subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih.

2.2 Klasifikasi Kejang


Bentuk tugas dari tiap-tiap orang dapat berbeda, tergantung jenis penyakit yang mendasari dan
berat ringan penyakitnya.

2.2.1 Berdasarkan lokasi kejang


Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum. Kejang fokal dicirikan oleh
gejala motorik atau sensorik dan termasuk gerakan yang kuat dari kepala dan mata ke salah satu sisi,
pergerakan klonik unilateral yang diawali dari muka atau ekstremitas, atau gangguan sensorik seperti
parestesi (kesemutan) atau nyeri lokal pada suatu area. Sedangkan pada kejang umum, bisa
menyuluruh pada organ tubuh, dapat berlangsung bertahap maupun bersamaan. Terkadang kejang ini
tak dapat dideteksi atau tersamar, yaitu mmiliki ciri – ciri:
1. Hampir tidak terlihat
2. Menggambarkan perubahan tingkah laku
3. Bentuk kejang :
a. Otot muka, mulut, lidah menunjukan gerakan menyeringai
b. Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba menghisap, mengunyah, menelan,
menguap
c. Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara horisontal, kelopak mata berkedip-kedip, gerakan
cepat dari bola mata
d. Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti berenang, mangayuh pada anggota gerak atas dan
bawah
e. Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea
f. Untuk memastikan : pemeriksaan EEG

2.2.2 Berdasarkan serangan pada otot


1. Kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri – ciri yang dapat diperhatikan adalah:
3
a. 4
Berlangsung selama 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran
b. Dapat disebabkan trauma fokal
c. BBL dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan USG, pemeriksaan kepala untuk mengetahui
adanya perdarahan otak, kemungkinan infark serebri
d. Kejang klonik multifokal sering terjadi pada BBL, terutama bayi cukup bulan dengan BB>2500
gram
e. Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah atau
terpisah secara teratur, misal kejang klonik lengan kiri diikuti kejang klonik tungkai bawah kanan
2. Kejang tonik, dicirikan oleh peningkatan tonus arau kekakuan. Dapat terjadi pada:
a. Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan pada bayi dengan komplikasi
perinatal berat
b. Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu ekstremitas, pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai, menyerupai sikap deserebasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortikasi
3. Kejang tonik – klonik, merupakan kumpulan gejala kejang tonik dan klonik.
4. Kejang mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot seperti adanya kejutan. Gerakan ekstensi dan
fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat, gerakan menyerupai
refleks moro.
5. Kejang atonik, dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya gerakan selama kejang.
2.2.3 Berdasarkan sisi otak yang terkena
1. Lobus frontalis memiliki gejala kedutan pada otot tertentu
2. Lobus oksipitalis memiliki gejala halusinasi kilauan cahaya
3. Lobus parietalis memiliki gejala mati rasa atau kesemutan pada bagian tubuh tertentu
4. Lobus temporalis dengan gejala halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks
misalnya berjalan berputar – putar
5. Lobus temporalis anterior memiliki gejala gerakan mengunyah, gerakan bibir mecucu
6. Lobus temporalis anterior sebelah dalam memiliki gejala halusinasi bau, baik yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan

2.2.4 Berdasarkan demam sebagai gejala penyerta


1. Kejang dengan demam, meliputi Kejang Demam dan non-Kejang Demam
a. Kejang demam terbagi menjadi Kejang Demam Sederhana (KDS) dan Kejang Demam
Kompleks (KDK)
KDS (simple febrile seizures)
Adalah bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang sama. Tidak
menyebabkan kelumpuhan, meninggal ataupun mengganggu kecerdasan. Resiko untuk menjadi
epilepsi dikemudian hari juga sangat kecil (2 – 3%). Resiko terbanyak adalah berulangnya kejang
demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50% anak – anak.

KDK (complex febile seizures atau complex partial seiuzures)


Adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lama (lebih dari 15 menit) atau
berulang dua kali atau lebih dalam satu hari. Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari dan resiko
berulangnya kejang demam lebih tinggi dari KDS. Untuk anak yang mengalami kelainan saraf yang
nyata, dokter akan mempertimbangkan untuk memberikan pengobatan dengan anti kejang selama 1 – 3
tahun.
3
b. Bukan kejang demam (non-KD), yang diantaranya disebabkan oleh: infeksi intrakranial 5
meningitis/ensefalitis, gangguan elektrolit berat akibat dehidrasi, serangan epilepsi yang disertai
demam, dan penyakit dengan demam dan gerakan mirip kejang.
2. Kejang tanpa demam dapat terjadi pada beberapa penyakit diantaranya: epilepsi (tanpa demam dan
berulang), hipo/hiperglikemi, gangguan elektrolit tanpa demam, keracunan, trauma, dan hipoksia.

2.3 Masalah yang Ditimbulkan


1. Kejang pada BBL sering berhubungan dengan penyakit yang berat dan memerlukan penanganan
yang lebih spesifik.
2. Kejang pada BBL sering memerlukan intervensi khusus seperti pemberian bantuan nutrisi dan
respirasi yang berhubungan dengan penyakit yang bersangkutan.
3. Harus berhat-hati karena pada keadaan tertentu, kejang pada BBL dapat mengakibatkan kelainan
pada otak.
4. Kejang yang terjadi terus menerus menyebabkan hipoksia serebral progresif, perubahan aliran
darah otak, edema cerebral dan asidosis laktat. Perubahan tersebut tampak pada pemeriksaan USG
Dopler dan spektroskopi resonansi magnetik.

2.4 Etiologi kejang pada BBL


Beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir, diantaranya :
1. Komplikasi perinatal dapat berupa : hipoksi-iskemik ensefalopati; biasanya kejang timbul pada 24
jam pertama kelahiran, perdarahan intrakranial, dan trauma susunan saraf pusat yang dapat terjadi pada
persalinan presentasi bokong, ekstrasi cunam atau ekstrasi vakum berat
2. Kejang bayi dengan asfiksia disertai kelainan metabolisme seperti: hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesemia, hiponatremia, dan hipernatremia. Hiperbilirubinemia, ketergantungan piridoksin,
dan kelainan metabolisme asam amino. Kejang dengan penyebab ini dapat terjadi 24-48 jam pertama.
3. Kejang yang terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-10, dapat disebabkan adanya infesi dari bakteri
dan virus seperti TORCH dan Tetanus Neonatorum.

2.5 Patofisiologi kejang pada BBL


Dalam Buku Ajar Neonatologi, mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan
listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan yang
berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masuknya natrium dan repolarisasi terjadi karena
keluarnya kalium melalui membrane sel. Untuk mempertahankan potensial membrane memerlukan
energi yang berasal dari ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan
masuknya Kalium.
Dalam keadaan norma, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan
elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron lebih tinggi daripada di luar sel, sedangkan
konsentrasi Na+ di dalam sel lebih rendah daripada di luar sel. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial membran.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme
basal meningkat 10 – 15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun natrium melalui membran, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.

2.6 Manifestasi klinik kejang pada BBL


1. Tremor/gemetar
2. Hiperaktif
3
3. Kejang-kejang 6
4. Tiba-tiba menangis melengking
5. Tonus otot hilang diserati atau tidak dengan hilangnya kesadaran
6. Pergerakan tidak terkendali
7. Nistagmus atau mata mengedip ngedip paroksismal

2.7 Diagnosis
Penilaian untk membuat diagnosis antara lain dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan, riwayat persalinan dan kelahiran.
a. Riwayat kehamilan
Bayi kecil untuk masa kehamilan
Bayi kurang bulan
Ibu tidak disuntik TT
Ibu menderita DM
b. Riwayat persalinan
Persalinan dengan tindakan
Persalinan presipitatus
Gawat janin
c. Riwayat kelahiran
Trauma lahir
Lahir asfiksia
Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril
2. Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
a. Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
b. Suhu tubuh (normal, hipertermia, hipotermia)
c. Tanda-tanda infeksi lainnya
3. Penilaian kejang
a. Bentuk kejang: gerakan bola mata abnormal, nystagmus, kedipan mata proksimal, gerakan
mengunyah, gerakan otot-otot muka, timbulnya apnea yang episode, adanya kelemahan umum yang
periodik, tremor, jitterness, gerakan klonik sebagian ekstremitas, dan tubuh yang kaku.
b. Lama kejang.
c. Apakah pernah terjadi sebelumnya.
4. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama kalsium dan magnesium),
darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural, kultur darah, dan titer TORCH
2. EKG dan EEC
3. Foto rotgen dan USG kepala

2.8 Diagnosis banding


1. Anoksia susunan saraf pusat didapatkan gejala kejang yang disertai kebiruan pada tubuh bayi
dan gagal napas.
2. Perdarahan otak bila diperoleh kejang dengan riwayat trauma lahir pada kepala bayi.
3. Cacat bawaan bila pada pemeriksaan didaptkan kejang dengan kelainan mikrosefali.
3
4. 7
Sepsis yaitu kejang yang disertai pemeriksaan fisik perut buncit dan hepatosplenomegali.
5. Tetanus toksoid bila kejang disertai mulut mecucu.

2.9 Penatalaksanaan kejang pada BBL


2.9.1 Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang
a. Menjaga jalan nafas tetap bebas
Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas agar oksigenasi terjamin.
Tindakan yang dapat segera dilakukan adalah membuka semua pakaian yang ketat. Kepala sebaiknya
dimiringkan untuk menghindari aspirasi isi lambung. Bisa juga dengan memberikan benda yang dapat
digigit guna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan napas.
b. Mengatasi kejang secepat mungkin
Untuk pertolongan pertama, bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan kompres
dengan air kran atau alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas (antipiretik). Obat anti kejang
seperti diazepam dalam sediaan perectal dapat diberikan sesuai dengan dosis. Dosis tergantung dari
BB, BB <10kg diberikan 5mg dan BB >10kg rata-rata pemakaiannya 0,4 - 0,6mg/KgBB.
c. Mengobati penyebab kejang
Setelah penyebab kejang diketahui, dapat diberikan obat-obatan untuk mengatasi
penyebabnya. Misalnya kejang dikarenakan infeksi traktus respiratori bagian atas, pemberian
antibiotik yang tepat dapat mngobati infeksi tersebut.

2.9.2 Penanganan kejang pada BBL


a. Bayi diletakan dalam tempat hangat, pastikan bayi tidak kedinginan, suhu dipertahankan 36,5-
37ᴼC
b. Jalan nafas dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar mulut, hisung dan nasofaring
c. Pada bayi apnea, pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat Bag to Mouth Face Mask
oksigen 2 liter/menit
d. Infus
e. Obat antispasmodik/anti kejang : diazepam 0,5 mg/kg/supp/im setiap 2 menit sampai kejang
teratasi dan luminal 30 mg im/iv
f. Nilai kondisi bayi tiap 15 menit
g. Bila kejang teratasi berikan cairan infus dextrose 10% dengan tetesan 60ml/kgBB/hr
h. Cari faktor penyebab
Apakah mungkin bayi dilahirkan dari ibu DM
Apakah mungkin bayi prematur
Apakah mungkin bayi mengalami asfiksia
Apakah mungkin ibu bayi emnghisap narkotika
Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk mencari faktor
penyebab, misalnya : darah tepi, elektrolit darah, gula darah, kimia darah, kultur darah, pemeriksaan
TORCH
Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)
Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali
Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv diteruskan dalam dosis 20 mg iv setiap 12
jam
Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam
3
8
Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi kalsium glukonas 10% 2 ml/kg dalam
waktu 5-10 menit . apabila belum juga teratasi diberi pyridoxin 25-50 mg
Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) : diberi infus dextrose 10%

BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Tetanus Neonatorum

Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas,
setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau
lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan
kejang-kejang (WHO, 1989 )

Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan adanya
infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.Masih merupakan masalah di indonesia dan di negara
berkembang lain, meskipun beberapa tahun terakhir kasusnya sudah jarang di indonesia. Angka
kematian tetanus neonatorum tinggi dan merupakan 45 – 75 % dari kematian seluruh penderita tetanus.
Penyebab kematian terutama akibat komplikasi antara lain radang paru dan sepsis, makin muda umur
bayi saat timbul gejala, makin tinggi pula angka kematian. (Maryunani, 2011)

2. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman
tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan karena tindakan
pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit ini masa inkubasinya antara 5 – 14 hari
(Hidayat, 2008)

3. Patofisiologi

Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk vegetatif
dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat penurunan
potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya pus, nekrosis
jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra aksonal toksin disalurkan ke sel syaraf
yang memakan waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat
perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum
tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf lower motorneuron keluksinafs dari spinal
inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitoritransmiter dan
menimbulkan kekakuan.
3
( Aang, 2011) 9

4. Manifestasi klinis

Tanda dan gejalanya meliputi :

a. Kejang sampai pada otot pernafasan

b. Leher kaku

c. Dinding abdomen keras

d. Mulut mencucu seperti mulut ikan.

e. Suhu tubuh dapat meningkat. (Deslidel, 2011)

5. Komplikasi
a. Bronkopneumonia
b. Asfiksia akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan
c. Sepsis neonatorum.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit
b. pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c. pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik secara
terus-menerus . (Teddi, 2010)

7. Penatalaksanaan dan Pengobatan Tetanus Neonatorum

Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat – alat yang steril.
(Deslidel, 2011)

Pengobatan tetanus ditujukan pada :

a. Netralisasi tosin yang masih ada di dalam darah sebelum kontak dengan sistem saraf, dengan
serum antitetanus (ATS teraupetik)
b. Membersihkan luka tempat masuknya kuman untuk menghentikan produksi toksin
c. Pemberian antibiotika penisilin atau tetrasiklin untuk membunuh kuman penyebab
d. Pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan
e. Merawat penderita ditempat yang tenang dan tidak terlalu terang
f. Mengurangi serangan dengan memberikan obat pelemas otot dan sesedikit mungkin manipulasi
pada penderita. (Maryunani , 2010)
4
8. Pencegahan 0
a. Imunisasi aktif

Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri (
vaksin DPT ). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5 – 10 tahun sesudah suntikan “
booster “. Tetanus toksoid (TT) selanjunya diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami luka
yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun
sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat parah, suntikan toksoid
diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari 1 tahun.

Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita usia subur atau
wanita hamil trimester III, selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada dukun beranak
agar memotong dan merawat tali pusat bayi dengan cara semestinya. Dapat terjadi
pembengkakan dan rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian vaksin TT.
(Maryunani, 2010)

b. Imunisasi pasif

Diberikan serum antitetanus (ATS Profilaksis) pada penderita luka yang beresiko terjadi
infeksi tetanus, bersama – sama dengan TT. (Maryunani, 2010)

B. Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Tetanus Neonatorum

1. Pengkajian keperawatan
1) Pengkajian
2) Riwayat kehamilan prenatal.
Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT
3) Riwayat natal ditanyakan.

Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan persalinan
yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat persalinan.

4) Riwayat postnatal.

Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek
(incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek
dengan gejala kejang yang pertama (period of onset).

5) Riwayat imunisasi pada tetanus anak.


Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir
6) Riwayat psiko sosial.
a) Kebiasaan anak bermain di mana
b) Hygiene sanitasi
7) Pemeriksaan fisik.
4
1 normal
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi
dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar menetek, mulut
“mecucu” seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan otot ekstrimitas. Tanda-
tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran untuk
membuka mulut (trismus).
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot
mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke
bawah.
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot
pinggang, semua trunk muscle.
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi setelah
dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau gigitan
binatang
8) Tata laksana pasien tetanus
Umum
a. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian
untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump).
b. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy.
c. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
d. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5
mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum
0.7 mg/kg BB).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

1. Hipertermi adalah keadaan suhu tubuh meningkat melebihi suhu normal yaitu suhu tubuhmencapai
sekitar 37,8°C per oral atau 38,8°C per rectal secara terus menerus disertai kulit panas dan kering
serta abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium, kejang, atau koma yang disebabkan oleh atau
dipengaruhi oleh panas eksternal (lingkungan) atau internal (metabolik). (blog Asuhan
Keperawatan.com).
4
2 terjadi
2. Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi.Hipertermia
ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas dari pada mengeluarkan panas. Ketika
suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan
segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.

3. Hypertermia pada bayi adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari

37,5 ºC.

B. Tanda dan gejala

1. suhu tubuh bayi >37,5 ºC (panas)

2. Tanda dehidrasi, yaitu berat badan bayi turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun ubun besar cekung,
lidah dan membran mukosa kering, banyaknya air kemih berkurang.

3. Kulit memerah

4. Malas minum

5. Frekuensi nafas lebih dari 60x/menit

6. Denyut jantung lebih dari 160 x/menit

7. Letargi

8. Kedinginan,lemas

9. Bisa disertai kejang

C. Klasifikasi Hipertermia

1. Hipertermia yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas

a. Hipertermia maligna

Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan anesthesia. Hipertermia ini merupakan
miopati akibat mutasi gen yang diturunkan secara autosomal dominan. Pada episode akut terjadi
peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka sehingga terjadi kekakuan otot dan hipertermia.
Pusat pengatur suhu di hipotalamus normal sehingga pemberian antipiretik tidak bemanfaat.

b. Exercise-Induced hyperthermia (EIH)

Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang melakukan aktivitas fisik
intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas. Pencegahan dilakukan dengan pembatasan lama latihan
fisik terutama bila dilakukan pada suhu 300C atau lebih dengan kelembaban lebih dari 90%, pemberian
minuman lebih sering (150 ml air dingin tiap 30 menit), dan pemakaian pakaian yang berwarna terang,
satu lapis, dan berbahan menyerap keringat.

c. Endocrine Hyperthermia (EH)


4
3
Kondisi metabolic/endokrin yang menyebabkan hipertermia lebih jarang dijumpai pada anak
dibandingkan dengan pada dewasa. Kelainan endokrin yang sering dihubungkan dengan hipertermia
antara lain hipertiroidisme, diabetes mellitus, phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal dan
Ethiocolanolone suatu steroid yang diketahui sering berhubungan dengan demam (merangsang
pembentukan pirogen leukosit).

2. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas.

a. Hipertermia neonatal

Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga kehidupan bisa disebabkan oleh:

1) Dehidrasi

Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan atau paparan oleh suhu kamar
yang tinggi. Hipertermia jenis ini merupakan penyebab kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan
trauma lahir. Sebaiknya dibedakan antara kenaikan suhu karena hipertermia dengan infeksi. Pada
demam karena infeksi biasanya didapatkan tanda lain dari infeksi seperti leukositosis/leucopenia, CRP
yang tinggi, tidak berespon baik dengan pemberian cairan, dan riwayat persalinan prematur/resiko
infeksi.

2) Overheating

Pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu panas, atau bayi terpapar sinar matahari langsung
dalam waktu yang lama.

3) Trauma lahir

Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir timbul pada 24%dari bayi yang lahir dengan
trauma. Suhu akan menurun pada1-3 hari tapi bisa juga menetap dan menimbulkan komplikasi berupa
kejang. Tatalaksana dasar hipertermia pada neonatus termasuk menurunkan suhu bayi secara cepat
dengan melepas semua baju bayi dan memindahkan bayi ke tempat dengan suhu ruangan. Jika suhu
tubuh bayi lebih dari 390C dilakukan tepid sponged 350C sampai dengan suhu tubuh mencapai 370C.

4) Heat stroke

Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40.50C atau sedikit lebih rendah, kulit teraba
kering dan panas, kelainan susunan saraf pusat, takikardia, aritmia, kadang terjadi perdarahan miokard,
dan pada saluran cerna terjadi mual, muntah, dan kram. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain DIC,
lisis eritrosit, trombositopenia, hiperkalemia, gagal ginjal, dan perubahan gambaran EKG. Anak
dengan serangan heat stroke harus mendapatkan perawatan intensif di ICU, suhu tubuh segera
diturunkan (melepas baju dan sponging dengan air es sampai dengan suhu tubuh 38,50 C kemudian
anak segera dipindahkan ke atas tempat tidur lalu dibungkus dengan selimut), membuka akses
sirkulasi, dan memperbaiki gangguan metabolic yang ada.
4
5) Haemorrhargic Shock and Encephalopathy (HSE) 4

Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada riwayat penyelimutan berlebihan,
kekurangan cairan, dan suhu udara luar yang tinggi. HSE diduga berhubungan dengan cacat genetic
dalam produksi atau pelepasan serum inhibitor alpha-1-trypsin. Kejadian HSE pada anak adalah antara
umur 17 hari sampai dengan 15 tahun (sebagian besar usia < 1 tahun dengan median usia 5 bulan).
Pada umumnya HSE didahului oleh penyakit virus atau bakterial dengan febris yang tidak tinggi dan
sudah sembuh (misalnya infeksi saluran nafas akut atau gastroenteritis dengan febris ringan). Pada 2 –
5 hari kemudian timbul syok berat, ensefalopati sampai dengan kejang/koma, hipertermia (suhu >
410C), perdarahan yang mengarah pada DIC, diare, dan dapat juga terjadi anemia berat yang
membutuhkan transfusi. Pada pemeriksaan fisik dapat timbul hepatomegali dan asidosis dengan
pernafasan dangkal diikuti gagal ginjal..Pada HSE tidak ada tatalaksana khusus, tetapi pengobatan
suportif seperti penanganan heat stroke dan hipertermia maligna dapat diterapkan. Mortalitas kasus ini
tinggi sekitar 80% dengan gejala sisa neurologis yang berat pada kasus yang selamat. Hasil CT scan
dan otopsi menunjukkan perdarahan fokal pada berbagai organ dan edema serebri.

6) Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)

Definisi SIDS adalah kematian bayi (usia 1-12 bulan) yang mendadak, tidak diduga, dan tidak
dapat dijelaskan. Kejadian yang mendahului sering berupa infeksi saluran nafas akut dengan febris
ringan yang tidak fatal. Hipertermia diduga kuat berhubungan dengan SIDS. Angka kejadian tertinggi
adalah pada bayi usia 2- 4 bulan. Hipotesis yang dikemukakan untuk menjelaskan kejadian ini adalah
pada beberapa bayi terjadi mal-development atau maturitas batang otak yang tertunda sehingga
berpengaruh terhadap pusat chemosensitivity, pengaturan pernafasan, suhu, dan respons tekanan darah.
Beberapa faktor resiko dikemukakan untuk menjelaskan kerentanan bayi terhadap SIDS, tetapi yang
terpenting adalah ibu hamil perokok dan posisi tidur bayi tertelungkup. Hipertermia diduga
berhubungan dengan SIDS karenadapat menyebabkan hilangnya sensitivitas pusat pernafasan sehingga
berakhir dengan apnea.

D. Faktor Resiko
1. Kejang/ syok

D. Etiologi

Disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari gangguan
infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu panas. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan di dekat api
atau ruangan yang berudara panas.Selain itu, dapat pula disebabkan gangguan otak atau akibat bahan
toksik yang dapat mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek
perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat
pirogen ini dapat berupa protein , pecahan protein dan zat lain , terutama toksin polisakarida , yang
dilepas oleh bakteri toksik / pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit.

1. Fase – fase Terjadinya Hipertermi


4
a. Fase I : awal 5

1) Peningkatan denyut jantung


2) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
3) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi
4) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi
5) Rambut kulit berdiri

6) Pengeluaran keringat berlebih

7) Peningkatan suhu tubuh

b. Fase II :

1) proses demam

2) Kulit terasa hangat / panas

3) Peningkatan nadi & laju pernapasan

4) Dehidrasi ringan sampai berat

5) Proses menggigil lenyap

6) Mengantuk , kejang akibat iritasi sel saraf

7) mulut kering

8) bayi Tidak mau minum

9) lemas

c. Fase III : pemulihan

1) Kulit tampak merah dan hangat


2) Berkeringat

3) Menggigil ringan

4) Kemungkinan mengalami dehidrasi

E. Penatalaksanaan

1. Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)

2. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu

3. Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal

4. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres atau dimandikan selama 10-15 menit dalam
suhu air 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan menggunakan air dingin atau air yang suhunya
lebih rendah dari 4 ºC dibawah suhu bayi

5. memastikan bayi mendapat cairan adekuat

a. Izinkan bayi mulai menyusu


4
b. Jika terdapat tanda-tanda dehidrasi (mata atau fontanel cekung, kehilangan elastisitas kulit, 6atau lidah
atau membran mukosa kering)
1) Pasang slang IV dan berikan cairan IV dengan volume rumatan sesuai dengan usia bayi
2) Tingkatkan volume cairan sebanyak 10% berat badan bayi pada hari pertama dehidrasi terlihat
3) Ukur glukosa darah, jika glukosa darah kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l), atasi glukosa darah yang
rendah
6. Cari tanda sepsis

7. berikan antibiotik jaka terjadi infeksi

8. Setelah keadaan bayi normal :

a. Lakukan perawatan lanjutan

b. Pantau bayi selama 12 jamberikutnya, periksa suhu setiap 3 jam

9. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik, serta tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan Nasehati ibu cara
menghangatkan bayi dirumah dan melindungi dari pemancar panas yang berlebihan

G. Pencegahan Terhadap Hipertermia

1. Kesehatan lingkungan.

2. penyediaan air minum yang memenuhi syarat.

3. Pembuangan kotoran manusia pada tempatnya.

4. Pemberantasan lalat.

5. Pembuangan sampah pada tempatnya.

6. Pendidikan kesehatan pada masyarakat.

7. Pemberian imunisasi lengkap kepada bayi.

8. Makan makana yang bersih dan sehat

9. Jangan biasakan anak jajan diluar

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Hipotermi pada BBL adalah suhu di bawah 36,5O C.

(Kosim, 2008 : 89)

Hipotermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada dibawah 35°Celsius.

(Hipotermi. netsky-red.blogspot.com/2008)
4
7 adalah
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi
36,5-37,5 °C.

(Bayi-hipotermi. jhonkarto.blogspot.com/2009/)

2. ETIOLOGI

BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan
tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas:

1. Penurunan produksi panas

Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme
tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar
tiroid, adrenal ataupun pituitaria.

(Kosim, 2008 : 90)

2. Peningkatan panas yang hilang

Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan panas.

(Kosim, 2008 : 90)

Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara:

•Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena
penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir,
tubuh bayi tidak segera dikeringkan.Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat
dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselirnuti.

(Wiknjosastro, 2008: 123)

• Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah daritubuh
bayi akanmenyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas
benda-benda tersebut.

(Wiknjosastro, 2008: 123)

•Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih
dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami
kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran udara dari kipas angin, hembusan
udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.

(Wiknjosastro, 2008: 124)

• Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang
mempunyai suhu tubuh lebih rendah dan suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan caraini
4
8 secara
karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan
langsung).

(Wiknjosastro, 2008 : 124)

3. Kegagalan termoregulasi

Kegagalan termoregulasi secaraumum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan


fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin/ saat persalinan/post partum,
defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/ anestesi) dapat menekan respons neurologik
bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan
suhu dapat rnenjadi hipotermi atau hipertermi.

(Kosim, 2008 : 91)

3. PATOFISIOLOGI

Pada keadaan normal suhu tubuh bayi dipertahankan 37 C ( 36,5 C – 37 C) yang diatur oleh SSP
(sistem termostat) yang terletak di hipotalamus. Perubahan suhu akan mempengaruhi sel – sel yang
sangat sensitif di hipotalamus(chemosensitive cells).Pengeluaran panas dapat melalui keringat, dimana
kelenjar – kelenjar keringat dipengaruhi serat – serat kolinergik dibawah kontrol langsung
hipotalamus. Melalui aliran darah di kulit yang meingkat akibat adanya vasodilatasi pembeluh darah
dan ini dikontrol oleh saraf simpatik. Adanya ransangan dingin yang di bawa ke hipotalamus sehingga
akan timbul peningkatan produksi panas melalui mekanime yaitu nonshivering thermogenesis dan
meningkatkan aktivitas otot. Akibat adanya perubahan suhu sekitar akan mempengaruhi kulit. Kondisi
ini akan merangsang serabut – serabut simpatik untuk mengeluarkan norepinefrin. Norepinefrin akan
menyebabkan lipolisis dan reseterifikasi lemak coklat, meningkatkan HR dan O2 ke tempat
metabolisme berlangsung, dan vasokonstriksi pembuluh darah dengan mengalihkan darah dari kulit ke
organ untuk meningkatkan termogenesis.

(makalah growth and development. www.scribd.com/doc)

Gangguan salah satu atau lebih unsur-unsur termoregulasi akan mengakibatkan suhu tubuh berubah,
menjadi tidak normal.

(Kosim, 2008 : 92)

Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk menghasilkan
panas berupa :

1. Shivering thermoregulation/ST

Merupakan mekanisme tubuh berupa rnenggigil atau gemetar secara involuner akibat darikontraksiotot
untuk menghasilkan panas.

(Kosim, 2008 : 92)


4
2. Non-shivering thermoregulation/NST 9

Merupakan mekanisrne yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf sirnpatis untuk menstimulasi
proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan
metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dan dalam tubuh.

(Kosim, 2008 : 92)

3. Vasokonstriksi perifer

Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistern sarafsimpatis, kemudian sistem sarafperiferakan memicu
otot sekitar arteriol kulit utuk berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi.Keadaan ini efektif untuk
mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.

(Kosim, 2008 : 92)

Untuk bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah proses oksidasi dari lemak coklat atau
jaringan adiposa coklat. Pada bayi BBL, NST ( proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur
yang utarna dari suatu peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin.
Sepanjang tahun pertama kehidupan, jalur ST mengalami peningkatan sedangkan untuk jalur NST
selanjutnya akanmenurun.

(Kosim, 2008 : 92)

Jaringan lemak coklat berisi suatu konsentrasi yang tinggi dari kandungan trigliserida, merupakan
jaringan yang kaya kapiler dan dengan rapat diinervasi oleh syaraf simpatik yang berakhir pada
pembuluh-pembuluh darah balik dan pada masing-masing adiposit. Masing-masing sel mempunyai
banyak mitokondria, tetapi yang unik di sini adalah proteinnya terdiri dari protein tak berpasangan
yang mana akan membatasi enzim dalarn proses produksi panas. Dengan demikian, akibat adanya
aktifitas dan protein ini, maka apabila lemak dioksidasiakan terjadi produksi panas, dan bukan energi
yang kaya ikatan fosfat seperti pada jaringan lainnya. Noradrenalin akan merangsang proses lipolisis
dan aktivitas dari protein tak berpasangan, sehingga dengan begitu akan menghasilkan panas.

(Kosim, 2008 : 92-93)

4. Faktor Predisposisi

- Bayi berat lahir rendah

(Wiknjosastro, 2007 : 253)

- Bayi asfiksia

(Wiknjosastro, 2007 : 253)

- Bayi preterm dan bayi-bayi kecil lainnya yang dihubungkan dengan tingginya rasio luas
permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badannya.

(Kosim, 2008 : 90)


5
0
- Bayi dengan kelainan bawaan khususnya dengan penutupan kulit yang tidak sempurna,
seperti pada meningomielokel, gastroskisis, omfalokel.

(Kosim, 2008 : 90)

- BBL dengan gangguan saraf sentral, seperti pada perdarahan intrakranial, obat-obatan.

(Kosim, 2008 : 90)

- Bayi dengan sepsis

(Kosim, 2008 : 90)

- Bayi dengan tindakan resusitasi yang lama

(Kosim, 2008 : 90)

- Bayi IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) atau Janin Tumbuh Lambat

(Kosim, 2008 : 90)

- Bayi dengan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm

(Hipotermi pada bayi baru lahir. rioyonatanplb.blogspot.com/2009)

- Bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit keriput

(Hipotermi pada bayi baru lahir. rioyonatanplb.blogspot.com/2009)

5. KLASIFIKASI

 Hipotermi sedang

(Hidayat, 2005 : 143)

 Hipotermia berat

(Hidayat, 2005 : 143)

6. TANDA dan GEJALA

 Hipotermia Sedang

- Suhu tubuh pada bayi sekitar36—36,4 derajat celcius (Hidayat, 2005:143)

- Bayi tidak mau minum / menetek (Saifuddin, 2007 : 373)

- Bayi tampak lesu atau mengantuk (Saifuddin, 2007 : 373)

- Aktifitas berkurang, letargis (Saifuddin, 2007 : 374)

- Tangisan lemah (Saifuddin, 2007 : 374)

- Kemampuan menghisap lemah (Saifuddin, 2007 : 374)

- Akral dingin (Kosim, 2008 : 93)


5
- Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata) (Saifuddin, 2007 : 374) 1

- Dapatdisertai adanya gerakan pada bayi yang kurang normal (Hidayat, 2005:143)

 Hipotermia Berat

- suhu tubuh kurang dari 36 derajat celcius (Hidayat, 2005 : 144)

- seluruh tubuh teraba dingin (Hidayat, 2005 : 144)

- disertai salah satu tanda sebagai berikut seperti mengantuk atauletargis atau terdapat bagian
tubuh bayi yang berwarna merah dan mengeras (sklerema). (Hidayat, 2005 : 144)

- Aktifitas berkurang (Saifuddin ,2007 : 374)

- Bibir dan kuku kebiruan (Saifuddin ,2007 : 374)

- Pernafasan lambat (Saifuddin ,2007 : 374)

- Pernafasan tidak teratur (Saifuddin ,2007 : 374)

- Bunyi jantung lambat (Saifuddin ,2007 : 374)

BAB II
PEMBAHASAN

1. Hipoglikemia

Istilah hipoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna di bawah kadar
rata-rata bayi seusia dan berat badan yang sama. Sebagai batasan pada bayi aterm dengan berat
badan 2500 gram atau lebih, kadar glukosa plasma darah lebih rendah dari 30 mg/dl dalam 72 jam
pertama dan 40 mg/dl pada hari berikutnya, sedangkan pada berat badan lahir rendah di bawah 25
mg/dl. Glukosa merupakan sumber utama energy selama masa janin, meskipun asam amino dan
laktat ikut berperan pada kehamilan lanjut. Kecepatan glukosa yang diambil janin sekitar dua per
tiga kadar gula darah ibu. Karena terputusnya hubungan plasenta dan janin maka terhenti pula
pemberian glukosa, bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah sekitar 50-60 mg/dl
selama 72 jam pertama, sedangkan bayi berat lahir rendah dalam kadar 40 mg/dl.

Beard (1971) membagi hipoglikemia pada bayi baru lahir dalam 4 golongan perbedaan
patofisiologi yang nyata, yaitu :
1. Bayi dari ibu penderita diabetes melitus, pradiabetes mellitus dan bayi eritroblastosis berat.
Bayi demikian cenderung menderita hiperinsulinisme, mempunyai jumlah glikogen dan deposit
lemak yang banyak dan mempunyai respon terhadap glikemia dengan peninggian 5-20 kali
pada pengeluaran insulin.
2. Bayi berat badan lahir rendah, yang kemungkinan mengalami malnutrisi intrauterine. Misalnya
bayi dari ibu penderita toksemia, bayi dengan kelainan plasenta dan bayi kembar yang terkecil.
Bayi seperti ini mempunyai kadar glikogen pada hepar yang rendah dan perbandingan yang
besar antara berat otak dan berat hati dengan peninggian konsumsi oksigen dan peninggian
metabolism, kadar glikogen hati dan otot akan berkurang. Sebagian bayi seperti ini tidak
5
mampu meninggikan pengeluaran adrenalin untuk memperbaiki hipoglikemia seperti 2 yang
terjadi pada bayi normal. Pada bayi yang lebih tua yang menderita hipoglikemia sejak lahir dan
tergolong pada bayi kecil untuk masa kehamilannya ditemukan kadar katekolamin yang sangat
rendah oleh Brobeger dan Zettrstrom (1961).
3. Bayi yang sangat imatur, yang rentan terhadap komplikasi sindrom gangguan pernapasan atau
asfiksia dan membutuhkan metabolisme yang lebih tinggi daripada kemampuan yang ada pada
bayi tersebut.
4. Golongan terkecil ditemukan dan termasuk defek genetik atau defek kembangan seperti
galaktosemia, penyakit penimbunan glikogen, kepekaan terhadap leusin, insulinismus dan
gangguan metabolik dan atau gangguan anatomis lain.

Frekuensi hipoglikemia secara keseluruhan berkisar 2-3/1000 kelahiran hidup, secara bermakna
lebih tinggi pada bayi berat lahir rendah dengan riwayat komplikasi kehamilan atau sakit berat.
Kejadian paling tinggi pada bayi dan ibu diabetes (sekitar 75%), menyusul pada bayi dengan ibu
diabetes waktu hamil, dan lebih rendah pada berat badan lahir rendah.

2. Manifestasi Klinis

Berbeda dengan hipoglikemia kimiawi, maka hipoglikemia simtomatik paling banyak dijumpai
pada bayi kecil menurut kehamilan. Bayi tersebut biasanya termasuk golongan (2) atau (3)
berdasarkan pengelompokan patofisiologi dan beberapa diantaranya merupakan hipoglikemia
neonatal idiopatik simtomik sementara. Kejadian hipoglikemia simtomatik sukar diketahui karena
gejalanya juga dijumpai bila disertai keadaan lain seperti infeksi terutama sepsis dan meningitis,
kelainan perdarahan dan edema susunan saraf pusat, asfiksia, penghentian obat, apnea pada
prematuritas, kelainan jantung bawaan, polisitemia, dan juga dapat dijumpai pada bayi sehat
normoglikemik. Kejadian diduga berkisar 1-3/1000 kelahiran hidup, kira-kira 5-15% mempunyai
berat badan lahir rendah; kejadian tertinggi pada bayi di bawah persentil 50 usia kehamilan.

Saat timbulnya gejala bervariasi dari beberapa hari sampai satu minggu setelah lahir. Berikut
ini merupakan gejala klinis yang disusun mulai dengan frekuensi tersering, yaitu gemetar atau
tremor, serangan sianosis, apati, kejang, serangan apnea intermiten atau takipnea, tangis yang
lemah atau melengking, kelumpuhan atau letargi, kesulitan minum, dan terdapatnya gerakan putar
mata. Dapat pula timbul keringat dingin, pucat, hipotermia, gagal jantung dan henti jantung. Sering
berbagai gejala muncul bersama-sama. Karena gejala klinis tersebut dapat disebabkan oleh
bermacam-macam sebab, maka bila gejala tidak menghilang setelah pemberian glukosa yang
adekuat, perlu dipikirkan penyebab lain.

3. Pengobatan

Bila tanpa kejang, bolus intravena 200 mg/kg BB (2 ml/kg BB) glukosa 10% cukup efektif
untuk meninggikan kadar gula darah. Bila terdapat kejang digunakan larutan glukosa 10-25%
dengan dosis total 1-2 g/kg BB. Kemudian dilanjutkan dengan infus glukosa 4-8 mg/kg BB/menit.
Bila hipoglikemia berulang, digunakan infus glukosa 15-20% dan bila tidak mencukupi diberikan
hidrokortison 2,5 mg/kg BB/12 jam atau prednisone 1 mg/kg BB/24 jam. Pemeriksaan kadar gula
darah dilakukan setiap 2 jam sampai beberapa hasil menunjukkan kadar diata 40 mg/dl. Kemudian
pemeriksaan dilanjutkan setiap 4-6 jam, pengobatan dikurangi dan dihentikan bila kadar gula darah
sudah normal dan bayi tidak menunjukkan gejala selama 24-48 jam. Biasanya diperlukan
pengobatan selama beberapa hari sampai satu minggu, jarang sampai beberapa minggu.
Diazoksida, epinefrin, dan fruktosa tidak banyak bermanfaat. Epinefrin dan fruktosa dapat
menimbulkan asidosis laktik. Bila terdapat hiperinsulinisme neonatal, seperti pada nesidioblastosis,
dan tidak responsive terhadap pemberian glukosa dan steroid, dapat digunakan diazoksida dan
SusPhrine. Pada nesidioblastosis dan adenoma sel pulau pancreas pengobatan definitifnya adalah
operasi;pada beberapa kasus diperlukan pula glukagon dan somatostatin.
5
Bayi dengan resiko hipoglikemia memerlukan pemeriksaan kadar gula darah sejak 3 1 jam
kehidupan dan diulangi setiap1-2 jam selama 6-8 jam pertama, kemudian setiap 4-6 jam selama 24
jam kehidupan. Bayi demikian, walaupun normoglikemik, memerlukan susu formula secara oral
sejak 2-3 jam pertama dengan interval 2 jam selama 24-48 jam. Bila hal ini tidak dapat ditoleransi
atau terjadi hipoglikemia neonatal asimtomatik sementara, perlu diberikan glukosa 4 mg/kg/menit
secara intravena.

4. Prognosis

Bila tidak dijumpai kelainan bawaan yang membahayakan, prognosisnya baik. Dengan
pengobatan adekuat kejadian hipoglikemia masih berulang 10-15% kasus. Pernah dilaporkan
hipoglikemia sampai umur 8 bulan, Rekurensi lebih sering terjadi bila pemberian intravena tidak
tepat atau dihentikan terlampau cepat sebelum pemberian oral dapat diberikan. Bayi yang kelak
menderita hipoglikemia ketotik, mempunyai kekerapan hipoglikemia neonatal yang tinggi.
Hipoglikemia yang berat dan berlangsung lama dapat menimbulkan gejala sisa neurologic dan
kematiaan, karena itu perlu pula dipantau fungsi intelektualnya. Hipoglikemia simtomatik terutama
pada bayi BBLR dan bayi besar dari ibu diabetes berat mempunyai prognosis lebih buruk terhadap
perkembangan intelektualnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENYAKIT YANG DIDERITA SAAT HAMIL

Hipertensi Dalam Kehamilan

1.2.1 Hipertensi esensial

Adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ini termasuk juga hipertensi
ringan.

Gejalanya :

Biasanya tidak terasa ada keluhan dan pusing atau berat ditekuk kepala.

a. Tekanan darah sistolenya antara 140-160 mmhg


b. Tekanan darah diastolenya antara 90-100 mmhg
c. Tekanan darahnya sukar diturunkan

Penanganannya :

Memantau tekanan darah apabila diketahui tinggi dan mengurangi segala sesuatu yang
bisa menyebabkan tekanan darah naik seperti : gaya hidup, diet dan psikologis.

2.1.2 Hipertensi Karena Kehamilan

Adalah hipertensi yang disebabkan atau muncul selama kahamilan

1). Terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan 48 jam
pasca persalinan.
5
2). Lebih sering pada primigravida 4

3). Risiko meningkat pada :

a. Masa plasenta besar (gamelli, penyakit trofoblas)


b. Diabetes mellitus
c. Faktor herediter
d. Masalah vaskuker
4). Ditemukan tanpa protein dan oedema, tekanan darah meningkat.

5). Kenaikan tekanan diastolik 15 mmhg atau > 90 mmhg dalam pengukuran berjarak 1
jam atau tekanan diastolik sampai 110 mmhg.

Penanganan :

1). Pantau tekanan darah, proteinuria, reflek dan kondisi janin

2). Jika tekanan darah meningkat tangani sebagai preeklampsia

3). Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat dan
pertimbangan terminasi kehamilan.

2.1.3 Preeklampsia

Adalah bila ditemukannya hipertensi yang ditambah dengan proteinuria dan oedema.
Proteinuria adalah tanda yang penting pada preeklampsia, tidak adanya tanda ini akan
membuat diagnosa preeklampsia dipertanyakan. Proteinuria jika kadarnya lebih dari 300
mg dalam urine 24 jam atau lebih dari 100 mg dalam urin 6 jam.

Ibu hamil mana pun dapat mengalami preeklampsia. Tapi,umumnya ada beberapa ibu
hamil yang lebih berisiko, yaitu :

1) Ibu hamil untuk pertama kali


2) Ibu dengan kehamilan bayi kembar
3) Ibu yang menderita diabetes
4) Memiliki hipertensi sebelum hamil
5) Ibu yang memiliki masalah dengan ginjal
6) Hamil pertama di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.
7) Ibu yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya akan ada
kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya

Sayangnya penyebab preeklampsia sampai saat ini masih merupakan misteri. Tak bisa
diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah
sedemikian maju. Yang jelas, preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian pada
ibu hamil, di samping infeksi dan perdarahan.
5
5

Gejala Yang Muncul :

1) Kondisi preeklampsia sangat kompleks dan sangat besar pengaruhnya pada ibu
maupun janin. Gejalanya dapat dikenali melalui pemeriksaan kehamilan yang rutin.
Kendati tak jarang si ibu merasa dirinya sehat-sehat saja.
2) Adanya preeklampsia bisa diketahui dengan pasti, setelah pada pemeriksaan
didapatkan hipertensi, bengkak, dan protein dalam urin
3) Preeklampsia biasanya muncul pada trimester ketiga kehamilan. Tapi bisa juga muncul
pada trimester kedua. Bentuk nonkompulsif dari gangguan ini terjadi pada sekitar 7 %
kehamilan. Gangguan ini bisa terjadi sangat ringan atau parah.

Aspek Klinik Dari Preeklampsia :

1) Gambaran klinik : Dua gejala yang sangat penting preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria
2) Tekanan darah : Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol,
peningkatan tekanan darah adalah tanda peringatan awal dari preeklampsia. Tekanan
diastolik lebih bermakna dari pada tekanan sistolik, tekanan diastolik sebesar 90 mmhg
atau lebih yang menetap menunjukkan keadaan abnormal.
3) Kenaikan Berat Badan : Peningkatan berat badan yang tiba-tiba dapat mendahului
serangan preeklampsia, peningkatan BB lebih dari 1 kg perminggu atau 3kg perbulan
kemungkinan terjadinya preeklampsia.
4) Proteinuria : Merupakan indikator penting untuk menentukan beratnya preeklampsia
5) Nyeri kepala : Sering didaerah frontal dan kadang-kadang oksipital yang tidak sembuh
dengan analgetik biasa
6) Nyeri epigastrium : Sering merupakan gejala preeklampsia berat
7) Gangguan penglihatan : Disebabkan vasospasme, iskemia dan perdarahan petekie pada
korteks oksipital atau spasme arteriol.

Perbedaan preeklampsia ringan dan preeklampsia berat

1) Preeklampsia ringan

a. Kenaikan tekanan diastolik 15 mmhg atau > 90 mmhg dalam 2 pengukuran


berjarak 1 jam atau tekanan diastolik sampai 110 mmhg

b. Proteinuria (+)

2) Preeklampsia berat

a. Tekanan diastolik > 110 mmhg


5
b. Proteinuria (++) 6

c. Oliguria

d. Hiperrefleksia

e. Gangguan penglihatan

f. Nyeri epigastrium

2.1.4 Penanganan Preeklampsia Ringan

Jika kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda perbaikan lakukan penilaian 2 kali
seminggu secara rawat jalan :

1) Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi janin.

2) Lebih banyak istirahat

3) Diet biasa

4) Tidak perlu diberi obat-obatan

5) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat dirumah sakit :

a. Diet biasa
b. Pantau tekanan darah 2 x sehari, proteiuria 1x sehari
c. Tidak perlu obat-obatan
d. Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat oedema paru, dekompensasi kordis atau
gagal ginjal akut
e. Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan
f. Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsia
g. Kontrol 2 kali seminggu
h. Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
i. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan tetap dirawat
j. Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat pertimbangan terminasi
kembali
k. Jika protein meningkat tangani sebagai preeklampsia berat

Jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi

2.1.5 Penanganan Preeklampsia Berat


1) Penanganan aktif

Adalah kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan pemberian obat kejang
(sama dengan pengobatan kejang pada eklampsia). Penderita harus segera dirawat dan
5
7
sebaiknya dirawat diruangan khusus di daerah kamar bersalin, tidak diperlukan
ruangan yang gelap tetapi rungan dengan penerangan yang cukup. Penderita yang
ditangani dengan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan yaitu :

a. Ibu dengan kehamilan 35 minggu atau lebih


b. Adanya tanda-tanda impending eklampsia
c. Adanya syndrome HELLP (haemolysis elevated liver enzymes and low platelet)
atau kegagalan penanganan konservatif
d. Adanya gawat janin atau IUGR

2) Penanganan konservatif

Adalah kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan


kejang (sama dengan penanganan kejang pada eklampsia).

Pada kehamilan < 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan
keadaan janin baik dilakukan penanganan secara konservatif.

2.1.6 Eklampsia

Eklampsia didiagnosa jika kejang yang timbul dari hipertensi yang diinduksi dengan
kehamilan atau hipertensi yang diperberat dengan kehamilan.

Tanda dan Gejala :

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala dibagian frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium
dan hiperrefleksia.

1) Penyebab kematian ibu : Perdarahan otak, dekompensasi kordis dan edema paru
2) Penanganan Eklampsia : Tujuannya untuk menghentikan dan mencegah kejang,
mencegah dan mengatasi timbulnya penyulit khususnya krisis hipertensi sebagai
penunjang untuk stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.
3) Sikap obstetrik : Mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu.

Penanganan kejang :

1) Beri obat antikonvulsan


5
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker 8 oksigen,
oksigen).

3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.

4) Aspirasi mulut dan tenggorokan.

5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi.

6) Beri O2 4-6 liter/ menit

Akibat Hipertensi dalam Kehamilan Pada Janin

1) Janin yang dikandung ibu hamil pengidap preeklampsia akan hidup dalam rahim
dengan nutrisi dan oksigen di bawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh
darah yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit.
2) Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat sehingga terjadi bayi
dengan berat lahir yang rendah. Bisa juga janin dilahirkan kurang bulan (prematur),
biru saat dilahirkan (asfiksia), dan sebagainya.
3) Pada kasus preeklampsia yang berat, janin harus segera dilahirkan jika sudah
menunjukkan kegawatan. Ini biasanya dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu
tanpa melihat apakah janin sudah dapat hidup di luar rahim atau tidak. Tapi,
adakalanya keduanya tak bisa ditolong lagi.
4) Dokter tak akan membiarkan penyakit ini berkembang makin parah. Bila perlu, tanpa
melihat usia kehamilan, persalinan dapat dianjurkan atau kehamilan dapat diakhiri.
Tergantung keadaan, persalinan dilakukan dengan induksi atau bedah caesar.

2.1 Anemia Dalam Kehamilan


2.2.1 Pengertian

Anemia ialah suatu keadaan yang menggambarkan kadar hemoglobin atau jumlah
eritrosit dalam darah kurang dari nilai standar (normal).

Ukuran haemoglobin normal :

1) Laki-laki sehat mempunyai Hb: 14 gram – 18 gram


2) Wanita sehat mempunyai Hb: 12 gram – 16 gram

Tingkat pada anemia :

1) Kadar Hb 8 gram – 10 gram disebut anemia ringan


2) Kadar Hb 5 gram – 8 gram disebut anemia sedang
5
3) Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat 9

Pada kehamilan jumlah darah bertambah banyak, yang disebut hidremia dan
hipervolemia pertambahan dari sel-sel darah kurang, bila dibanding dengan bertambahnya
plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagia
berikut:
Plasma 30 %, sel darah 18% dan haemoglobin 19%.
Proses bertambahnya jumlah darah dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan
umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32-36 minggu.
Seorang wanita hamil yang memiliki Hb < 11gr% dapat disebut penderia anemia
dalam kehamilan. Pemeriksaan hemoglobin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama
pengawasan antenatal. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit
1 kali pada pemeriksaan pertama pada triwulan pertama dan sekali lagi pada triwulan akhir

2.2.2 Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan, Persalinan dan Nifas


1) Keguguran
2) Partus prematurus
3) Partus lama karena inersia uteri
4) Perdarahan post partum karena atonia uteri
5) Syok
6) Infeksi, baik intrapartum maupun postpartum
7) Anemia yang sangat berat adalah Hb dibawah 4 gr% terjadi payah jantung, yang bukan
saja menyulitkan kehamilan dan persalinan, bahkan bisa fatal
2.2.3 Pengaruh Anemia Terhadap Hasil Konsepsi :

Hasil konsepsi (janin, placenta, darah) membutuhkan zat besi dalam jumlah untuk
pembuatan butir-butir darah merah besar dan pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat besi.
Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh besi dalam tubuh. Terjadinya anemia dalam
kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati, limpa, dan sum-sum
tulang. Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan turun dan bila
persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan ke 5-6 kehamilan, pada waktu
janin membutuhkan zat besi. Bila terjadi anemia, pengaruhnya terhadap konsepsi ádalah :

a Kematian mudigah (Keguguran)


b IUFD
c Prematuritas
d Kematian janin waktu lahir (stillbirth)
e Dapat terjadi cacat-bawaan
6
Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan 0

1) Anemia defisiensi besi (62,3%)

Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah anemia akibat
kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurangnya masukan unsur
besi dalam makanan karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan atau karena
terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya karena perdarahan. Kebutuhan
zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester terakhir. Apabila
masuknya zat besi tidak ditambah, maka akan mudah terjadi anemia defisiensi besi,
lebih-lebih pada kehamilan kembar

Pencegahan :
Didaerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya wanita hamil
diberi sulfasferosus cukup 1 tablet sehari. Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk
makan lebih banyak protein dan sayur –sayur yang banyak mengandung mineral dan
vitamin

2) Anemia megaloblastik (29,0%)

Biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa. Terjadi akibat kekurangan asam folat,
jarang sekali akibat karena kekurangan Vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi dan
infeksi yang kronik.

Penanganan :

a. Pemberian asam folat, biasanya bersamaan dengan pemberian Sulfas ferosus


b. Diet makanan yang bergizi (tinggi kalori dan protein)
Ditemukan pada wanita yang tidak mengkonsumsi sayuran segar atau kandungan
protein tinggi

3) Anemia hipoplastik (8,0%)

Disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel-sel darah merah


baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan darah tepi lengkap,
pemeriksaan pungsi sternal, pemeriksaan retikulosit, dan lain-lain.
Terapi dengan obat-obatan tidak memuaskan, mungkin pengobatan yang paling
baik yaitu tranfusi darah, yang perlu sering diulang.

4) Anemia hemolitik (sel sickle) (0,7%)

Disebabkan penghancuran / pemecahan sel darah merah yang langsung cepat


dari pembuatannya. Misalnya disebabkan karena malaria, racun ular.
6
1 maka
Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil. Apabila ia hamil
anemianya biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan
menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.
Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah,
kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ
vital.
Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya, bila
disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obatan
penambah darah. Namun, pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini memberi hasil.
Maka darah berulang dapat membantu penderita ini.

2.3 Penyakit Jantung

Kehamilan dan penyakit jantung akan saling mempengaruhi pada individu yang
bersangkutan. Kehamilan akan memberatkan penyakit jantung. Sebaliknya, penyakit jantung
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembanganjanin dalam kandungan, lain halnya pada
kehamilan dengan jantung yang normal. Tubuh dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan
sistem jantung dan pembuluh darah. Jika seorang wanita hamil mengidap penyakit jantung akan
terjadi perubahan-perubahan berikut:

1. Meningkatnya volume jantung, yang dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai
puncaknya pada kehamilan 32 minggu, lain menetap. Kondisi ini bertujuan untuk
mencukupi kebutuhan tubuh ibu dan janin yang dikandungnya.
2. Jantung dan diafragma (sekat rongga dada) terdorong ke atas karena pembesaran rahim.

Dengan demikian. cukup jelas bahwa kehamilan dapat memperberat penyakit jantung.
Kemungkinan timbulnya payah jantung (dekompensasi cordis) pun dapat terjadi. Keluhan-
keluhan yang sering muncul adalah:

 Cepat merasa lelah


 Jantung berdebar-debar
 Sesak napas, kadang-kadang disertai kebiruan di sekitar mulut (sionosis)
 Bengkak pada tungkai atau terasa berat pada kehamilan muda.

Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan :

a) Kelas I
 Tanpa pembatasan kegiatan fisik
 Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa
b) Kelas II
 Sedikit pembatasan kegiatan fisik
 Saat istirahat tidak ada keluhan
6
 2 jantung
Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan,
berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris

c) Kelas III
 Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
 Saat istirahat tidak ada keluhan
 Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
d) Kelas IV
 Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun

Komplikasi :

Komplikasi pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus.

Komplikasi pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score
rendah, pertumbuhan janin terhambat.

Penatalaksanaan :

Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung. Secara
garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring,
menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan
menurunkan after load dengan vasodilator.

Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu :

a. Kelas I :
 Tidak memerlukan pengobatan tambahan
b. Kelas II :
 Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus menghindari aktifitas
yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan
memburuk.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan
pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10
jam, istirahat baring minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan
(75 mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC
dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1
minggun sebelum waktu kelahiran.
c. Kelas III :
 Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic
d. Kelas IV :
6
 3 berat.
Harus dirawat di RS. Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu
Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan
dipertahankan pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung
mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan
diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.

2.4 DM

Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi


glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan
berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi)
yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil.

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang
pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara
tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai
kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin,
disamping beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya
resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan
insulin.

Diagnosis :

Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama
dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah
melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan
bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada
kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang
selama hamil.

Klasifikasi :

 Tidak tergantung insulin (TTI), Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu
kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
 Tergantung insulin (TI), Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yan memerlukan
insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.

Komplikasi :

Komplikasi maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu.
6
4
Komplikasi fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia,
kematian intra uterin.

Komplikasi Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir,
hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas,
polisitemia.

Penatalaksanaan :

Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa <
105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga
agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal.
Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien
memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan
lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat
hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB
pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan
BB sekitar 10-12 kg.

Penatalaksanaan Obstetric :

Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus
memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36
minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan
indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu)
dengan persalinan biasa.

Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun
harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi
kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38
minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan
baisanya memerlukan insulin.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Caput succedaneum

Pengertian Caput succedaneum adalah edema kulit kepala anak yang terjadi karena tekanan dari
jalan lahir kepada kepala anak. Atau pembengkakan difus, kadang-kadang bersifat ekimotik atau
edematosa, pada jaringan lunak kulit kepala, yang mengenai bagian kepala terbawah, yang terjadi pada
kelahiran verteks. Karena tekanan ini vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga
cairan masuk ke dalam jaringan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah.
6
5
Dan merupakan benjolan yang difus kepala, dan melampaui sutura garis tengah. (Obstetri fisiologi,
UNPAD.1985)

Kejadian caput succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada kepala bayi akibat tekanan
uterus atau dinding vagina dan juga pada persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi,Persalinan lama
Dapat menyebabkan caput succedaneum karena terjadi tekanan pada jalan lahir yang terlalu lama,
menyebabkan pembuluh darah vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga cairan
masuk kedalam cairan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah. Persalinan
dengan ekstraksi vakum Pada bayi yang dilahirkan vakum yang cukup berat, sering terlihat adanya
caput vakum sebagai edema sirkulasi berbatas dengan sebesar alat penyedot vakum yang digunakan.
(Sarwono Prawiroharjo.2002)

Caput succedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian
yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran serum dari
pembuluh darah. Caput succedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya menghilang
setelah 2-5 hari.(Sarwono Prawiroharjo.2002)

Patofisiologi Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan
lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke
jaringan ekstra vaskuler. Benjolan caput ini berisi cairan serum dan sering bercampur dengan sedikit
darah. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di daerah sutura pada
suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar
dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis dan terlihat segera
setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat pada bayi premature dan akan hilang sendiri
dalam satu sampai dua hari. Menurut Sarwono Prawiraharjo dalam Ilmu Kebidanan 2002, proses
perjalanan penyakit caput succedaneum adalah sebagi berikut : Pembengkakan yang terjadi pada kasus
caput succadeneum merupakan pembengkakan difus jaringan otak, yang dapat melampaui sutura garis
tengah. Adanya edema dikepala terjadi akibat pembendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai
pengeluaran cairan tubuh. Benjolan biasanya ditemukan didaerah presentasi lahir dan terletak
periosteum hingga dapat melampaui sutura. Pembengkakan pada caput succedaneum dapat meluas
menyeberangi garis tengah atau garis sutura. Dan edema akan menghilang sendiri dalam beberapa hari.
Pembengkakan dan perubahan warna yang analog dan distorsi wajah dapat terlihat pada kelahiran
dengan presentasi wajah. Dan tidak diperlukan pengobatan yang spesifik, tetapi bila terdapat ekimosis
yang ektensif mungkin ada indikasi melakukan fisioterapi dini untuk hiperbilirubinemia. Moulase
kepala dan tulang parietal yang tumpang tindih sering berhubungan dengan adanya caput succedaneum
dan semakin menjadi nyata setelah caput mulai mereda, kadang-kadang caput hemoragik dapat
mengakibatkan syok dan diperlukan transfusi darah.

Gejala ataupun tanda yang sering ditemui pada kasus caput succedaneum sebagai berikut:

a. Adanya oedema di kepala, hal ini disebabkan karena adanya penggumpalan cairan dibawah kulit
kepala bayi sehingga kepala bayi terlihat bengkak atau oedema.

b. Pada perabaan terasa lembut dan lunak. Benjolan ini terlokalisir, dapat tunggal atau lebih dari satu (
multiple ). Tempat lunak ini akan berdenyut seirama dengan jantung. Ketika seorang bayi aktif atau
mendapat demam, daerah ini akna berdenyut lebih cepat.
6
6
c. Oedema melampaui sela-sela tulang tengkorak, semua bayi memiliki daerah lunak di kepala mereka
( fontanel ), yang mungkin tidak akan menutup sampai 18 bulan. Ini adalah tempat dimana tulang
tengkorak belum menyatu. Fontanel yang terbuka ini memberi tengkorak lebih banyak kelenturan
selama proses kelahiran atau ketika bayi membenturkan.

d. Batas tidak jelas, biasanya pembengkakan akan melewati garis tengah kepala dan menyeberangi
ubun-ubun. Kepala yang tidak rata bisa juga disebabkan pecahnya pembuluh darah akibat proses
persalinan, ciri-cirinya benjolan tidak akan melewat garis ubun-ubun. Bila darahnya banyak bayi bisa
kekurangan darah dan kulitnya menjadi kuning.

e. Biasanya menghilang dalam waktu 2 – 3 hari tanpa pengobatan.

Penatalaksanaan pada bayi dengan kelainan caput succedaneum :

1. Perawatan bayi sama dengan perawatan bayi normal

2. Pengawasan keadaan umum bayi

3. Berikan lingkungan yang baik ,adanya ventilasi dan sinar matahari yang cukup

4. Pemberian ASI yang adekuat ,bidan harus mengajarkan pada ibu teknik menyusui yang benar

5. Pencegahan infeksi harus dilakukan untuk menghindari adanya infeksi pada benjolan

6. Berikan konseling pada orang tua ,tentang :

a. Keadaan trauma yang dialami bayi

b. Jelaskan bahwa benjolan akan menghilang dengan sendirinya tanpa pengobatan

c. Perawatan bayi sehari – hari

d. Manfaat dan teknik pemberian ASI

B. Cephalhematoma

Pengertian Cephal hematom adalah perdarahan subperiosteal akibat kerusakan jaringan poriesteum
karena tarikan atau tekanan jalan lahir. Dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Tulang
tengkorak yang sering terkena adalah tulang temporal atau parietal ditemukan pada 2 % dari kelahiran
hidup. (Prawiraharjo,Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan)

Klasifikasi Menurut letak jaringan yang terkena ada 2 jenis yaitu(Ika Nugroho.2011) : Subgaleal
Galea merupakan lapisan aponeurotik yang melekat secara longgar pada sisi sebelah dalam
periosteum. Pembuluh-pembuluh darah vena di daerah ini dapat tercabik sehingga mengakibatkan
hematoma yang berisi sampai sebanyak 250 ml darah. Terjadi anemia dan bisa menjadi shock.
Hematoma tidak terbatas pada suatu daerah tertentu (Oxorn, Harry, 1996). Penyebabnya adalah
perdarahan yang letaknya antara aponeurosis epikranial dan periosteum. Dapat terjadi setelah tindakan
ekstraksi vakum. Jarang terjadi karena komplikasi tindakan mengambil darah janin untuk pemeriksaan
selama persalinan, risiko terjadinya terutama pada bayi dengan gangguan hemostasis darah. Sedangkan
untuk kadang-kadang sukar didiagnosis, karena terdapat edema menyeluruh pada kulit kepala.
Perdarahan biasanya lebih berat dibandingkan dengan perdarahan subperiosteal, bahaya ikterus lebih
6
7
besar. Subperiosteal Karena periosteum melekat pada tulang tengkorak di garis-garis sutura, maka
hematoma terbatas pada daerah yang dibatasi oleh sutura-sutura tersebut. Jumlah darah pada tipe
subperiosteal ini lebih sedikit dibandingkan pada tipe subgaleal, fraktur tengkorak bisa menyertai.

Gambaran Klinis : kulit kepala membengkak. Biasanya tidak terdeteksi samapai hari ke 2 atau ke
3. Dapat lebih dari 1 tempat. Perdarahan dibatasi oleh garis sutura, biasanya di daerah parietal.
Perjalanan Klinis dan Diagnosis : Pinggirnya biasanya mengalami klasifikasi. Bagian tengah tetap
lunak dan sedikit darah akan diserap oleh tubuh. Mirip fraktur depresi pada tengkorak. Kadang-kadang
menyebabkan ikterus neonatorum.

Etiologi Menurut Sarwono Prawiraharjo dalam Ilmu Kebidanan 2002, cephal hematom dapat
terjadi karena : Persalinan lama Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan
tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah. Tarikan
vakum atau cunam Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat menyebabakan
penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan
periosteum. Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.

Tanda dan gejala yang muncul pada bayi dengan Cephalhematoma adalah :

1. Kepala tampak bengkak dan bewarna merah

2. Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang tengkorak

3. Pada perabaan terasa mula – mula keras kemudian menjadi lunak

4. Benjolan tampak jelas kurang lebih 6 sampai 8 jam setelah lahir

5. Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga

6. Benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu

Penatalaksanaan pada bayi dengan kelainan Cephalhematoma :

1. Perawatan yang dilakukan hampir sama dengan caput succedaneum

2. Jika ada luka dijaga agar tetap bersih dan kering

3. Lakukan pemberian vitamin K jika perlu

4. Apabila dicurigai terjadi fraktur tulang tengkorak ,harus dilakukan pemeriksaan lain seperti foto
toraks

5. Lakukan pemeriksaan radiologik apabila dicurigai terdapat gangguan susunan saraf pusat ,seperti
tampak benjolan yang sangat luas .

Cephal hematom merupakan perdarahan subperiosteum. Cephal hematom terjadi sangat lambat,
sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Cephal hematom dapat sembuh
dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan, tergantung pada ukuran perdarahannya. Pada neonatus dengan
sefalhematoma tidak diperlukan pengobatan, namun perlu dilakukan fototerapi untuk mengatasi
hiperbilirubinemia. Tindakan insisi dan drainase merupakan kontraindikasi karena dimungkinkan
6
8
adanya risiko infeksi. Kejadian cephal hematom dapat disertai fraktur tengkorak, koagulopati dan
perdarahan intrakranial.

Anda mungkin juga menyukai