Kadar Leukosit Sebagai Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Sullivan Vessel Score
Kadar Leukosit Sebagai Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Sullivan Vessel Score
Kadar Leukosit Sebagai Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Sullivan Vessel Score
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA
KEDOKTERAN
Oleh:
Ana Khurnia Rahmawati
1113103000015
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked)
Oleh:
Ana Khurnia rahmawati
NIM: 1113103000015
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian berjudul KADAR LEUKOSIT SEBAGAI PREDIKTOR
KEPARAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN
SULLIVAN VESSEL SCORE yang diajukan oleh Ana Khurnia rahmawati (NIM:
1113103000015), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedoteran dan Ilmu
Kesehatan pada 9 November 2016. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi
Pendidikan Dokter.
Jakarta, 10 November 2016
KATA PENGANTAR
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV
NIP. 19660629 199807 1 001
Penguji I Penguji II
Prof. Dr, H. Arif Sumantri, M.Kes dr. Achmad Zaki, S.Ked, M. Epid, Sp.OT
NIP. 19650808 1988031 002 NIP. 19780507 200501 1 005
Assalamua’laikum Wr, Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga
peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Kadar Leukosit
Sebagai Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Sullivan
Vessel Score” ini dengan baik sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang
program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita dengan sebaik-baiknya akhlak.
Waasalamu’alaikum Wr, Wb
Ana Khurnia Rahmawati. Program Studi kedokteran dan Profesi Dokter. Kadar
Leukosit Sebagai Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan
Sullivan Vessel Score.
Latar Belakang: Penyakit jantung koroner(PJK) merupakan penyakit dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi
juga berperan penting terjadinya PJK. Leukosit produksinya meningkat ketika terjadi
proses inflamasi. Leukosit berperan dalam memperparah PJK. Keparahan PJK dinilai
berdasarkan Sullivan Vessel skor yang memiliki nilai 0,1,2 dan 3. Penelitian ini
penting dilakukan untuk mengetahui peran leukosit dalam mempengaruhi keparahan
PJK. Tujuan: Untuk mengetahui kadar leukosit sebagai faktor prediktor keparahan
PJK. Metode: Desain penelitian adalah kohort retrospektif berbasis prognostik,
dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling. Jumlah sampel sebanyak
86 pasien PJK yang menjalani angiografi koroner. Hasil: Dari hasil analisis bivariat
antar variabel menggunakan chi-square didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan
secara signifikan (p >0,05). Kesimpulan: Pada penelitian ini leukosit tidak dapat
digunakan sebagai faktor prediktor keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel skor.
Kata kunci: PJK, leukosit, sullivan vessel skor, aterosklerosis.
ABSTRACT
Ana Khurnia Rahmawati. Medical education and profession program. Leukocytes
levels as a predictor for severity of CAD based on sullivan vessel score.
Background: CAD is leading cause of mortality and morbidity. Atherosclerosis is an
inflamatory process and developing CAD. Production of leukocytes increase in
inflamation condition. Leukocyte caused severity of CAD. The severity of CAD
assessed based on sullivan vessel score, it has score 0, 1, 2 and 3. This study is
important to know the role of leukocytes affect the severity of CAD . Aim is to know
leukocyte’s level as a predictor for severity of CAD based on sullivean vessel score.
Methods: Design of this study was cohort retrospective prognostic based and use
consecutive sampling technique. Number of sample was 86 patient with CAD who
underwent coronary angiography. Result: Analysis bivariat between the variable
using chi-square have no significant ( p>0,05). Conclusion: in this study leukocytes
can’t be used as a predictor the severity of CAD based on Sullivan vessel score.
Keywords: CAD, leukocytes, sullivan vessel score, atherosclerosis.
DAFTAR SINGKATAN
OR : Odds Ratio
PENDAHULUAN
Ada beberapa skor untuk penilaian keparahan penyakit jantung koroner, yaitu
sullivan score terbagi menjadi sullivan vessel score, sullivan extent score, dan
sullivan stenosis score. Kemudian skoring menggunakan Gensini score. Gensini
merupakan skor yang paling sering digunakan.11 Pada sullivan vessel score dilakukan
penghitungan jumlah pembuluh darah yang mengalami stenosis >70% sehingga
didapatkan skor 0,1,2 dan 3.8,11
1.4. Tujuan
1.5 Manfaat
2.1.2.1. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan pada arteri koroner berupa
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan oksigen ke jantung dan terjadi
iskemia otot jantung.3 Ketidakseimbangan tersebut karena adanya suatu sumbatan
sehingga aliran darah ke distal tidak mencukupi ditambah adanya suatu stres dan
akitivitas fisik berlebih.3,9
2.1.2.2. Epidemiologi
Dari data profil WHO Indonesia, tercatat 37% kematian di Indonesia adalah
akibat dari penyakit jantung dan 8,9% kematian akibat penyakit jantung iskemik. 1
Prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan Riskesdas 2013 adalah sebesar
1,5%.2 Diperkirakan angka kejadian penyakit jantung koroner meningkat 10% pada
20 tahun ke depan.14,15 Berdasarkan laporan penelitian longitudinal community based
study menunjukkan adanya peningkatan signifikan penyakit jantung koroner pada
masyarakat Asia dikarenakan pola makan seperti konsumsi junk food, fast food dan
gaya hidup kurangnya aktivitas fisik.16
Diabetes
Kondisi diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi di
dalam darah akan memicu glikasi protein non enzimatik yang akan
meningkatkan up-take kolestrol oleh makrofag scavenger. Pada pasien
diabetes terjadi disfungsi endotel yang dapat dilihat dari penurunan
bioavailabilty dari NO dan peningkatan adesi leukosit.3
2.1.2.4. Klasifikasi
Penyakit jantung koroner terbagi menjadi 2 jenis yakni stable angina dan
sindrom koroner akut yang terbagi lagi menjadi UAP,STEMI,NSTEMI. 3,10,17
2.1.2.5. Patofisiologi
Pada mulanya terjadi suatu cedera endotel sehingga akan terjadi respon
disfungsi endotel. Disfungsi endotel akan menyebabkan terjadinya peningkatan
permeabilitas sehingga low-desity lipoprotein(LDL) dapat masuk ke tunika intima
dan terjadi akumulasi LDL. Akumulasi LDL semakin lama akan teroksidasi menjadi
mLDL. mLDL akan menginduksi pengeluaran sitokin lokal salah satunya monocyte
chemoattractant protein-1 (MCP-1) sehingga monosit datang dan berubah menjadi
makrofag ketika masuk ke tunika intima. Makrofag akan memfagosit mLDL
menggunakan reseptor scavenger dan akan membentuk foam cell atau sel busa.
Selain itu sel otot polos vaskular bermigrasi ke tunika intima sehingga akan terjadi
penebalan tunika intima. Sel otot polos membelah dan memproduksi matriks
ekstraseluler sehingga akan menyebabkan terjadinya akumulasi matriks ekstraseluler
pada plak aterosklerosis.3
Gambar 2.1. Proses terjadinya aterosklerosis
Sumber: Lilly L, 2011
Plak pada aterosklerosis terbagi menjadi 2 yakni plak stabil dan vulnerable
plaque atau plak yang rentan terjadi ruptur. Pada plak stabil akan berkembang
menjadi stable angina pectoris, sedangkan plak yang ruptur akan menjadi SKA.
Karakteristik plak stabil yakni fibrous cap tebal dengan kandungan lipid sedikit.
Karakteristik vulnerable plak yakni kaya akan lipid, fibrouse cap tipis, dan banyak
sel-sel inflamasi.3
Pada vulnerable plak central lipid core terdiri dari sel T dan makrofag. Sel T
memproduksi interferon ɣ sehingga akan terjadi inhibisi dari produksi kolagen. Sel T
juga akan mengaktivasi makrofag dengan mengekspresikan mediator inflamasi yakni
ligan CD40 yang akan berikatan dengan reseptor CD40 di makrofag. Ikatan CD40
2.1.3.1. Definisi
Suatu fase akut dari iskemi arteri koroner baik disertai nekrosis ataupun tidak
pada otot jantung.17 Ditandai dengan adanya gejala nyeri dada berat dan frekuensi
yang cukup sering.18 Gejala yang terjadi akibat adanya ruptur plak.17
2.1.3.2 Epidemiologi
2.1.3.3 Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak aterom pembuluh darah
koroner yang pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan fibrous cap yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini diikuti agregrasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Kemudian terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus akan menyumbat pembuluh darah koroner baik
secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh
koroner yang lebih distal. Selain itu pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran koroner. Berkurangnya aliran
darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total, oklusi subtotal
disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebakan terjadinya iskemia dan
nekrosis otot jantung. Akibat iskemia selain nekrosis adalah gangguan kontraktilitas
miokardium akibat proses hibernating dan stunning (stelah iskemia hilang), disritmia,
dan remodelling ventrikel (perubahan bentuk,ukuran dan fungsi ventrikel).10
1. STEMI
2. NSTEMI
3. UAP
Gambar 2.5. Klasifikasi SKA berdasarkan EKG dan biomarker jantung Sumber:
Camm A John, Luscher Thomas F, Serruys Pattrick W, et al.,2006
STEMI
Oklusi total pada pembuluh darah arteri koroner merupakan salah satu
indikator STEMI , sehingga keadaan ini membutuhkan tindakan revaskularisasi dan
reperfusi miokard secara cepat. Secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik sedangkan secara mekanis melalui intervensi koroner perkutan. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen
ST yang persisten di dua sadapan yang berdampingan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan penanda jantung.10
2.1.3.3. Diagnosis
Anamnesis
Keluhan nyeri dada dapat berupa keluhan nyeri dada tipikal atau atipikal.
Keluhan tipikal berupa rasa tertekan atau berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri , leher, rahang, area interskapular, bahu atau epigastrium. Keluhan dapat
berlangsung intermiten atau beberapa menit ataupun juga persisten (>20 menit).
Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual atau
muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. 10
Keluhan angina atipikal yang sering dijumpai antara lain penjalaran seperti
angina tipikal, rasa gangguan pencernaan, sesak napas yang tidak dapat diternagkan,
atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal sering dijumpai
pada pasien muda 25-40 tahun atau usia lanjut >75 tahun, wanita, penderita diabetes,
gagal ginjal menahun, atau demensia.10
Diagnosis SKA lebih kuat jika keluhan ditemukan pada pasien dengan
karakteristik sebagai berikut:
1. Pria
2. Mempunyai riwayat penyakit aterosklerosis non koroner
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,
bedah pintas koroner atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko; umur, hipertensi, merokok, dislipidemi, diabetes
melitus, riwayat PJK dini dalam keluarga.10
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Elektrokardiogram
EKG 12 sadapan ditambah sadapan V3R dan V4R serta V7-9. Pemeriksaan EKG
dilakukan 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan
sebaiknya diulang setiap angina timbul kembali. 10
Tabel 2.2 Letak lesi berdasarkan EKG dan angka mortalitas dalam 1 tahun
Pemeriksaan laboratorium
Tabel 2.5. Klasifikasi beratnya gejala pada angina stabil berdasarkan Canadian
Cardiovascular Society.
2.1.3.3. Patofisiologi
Pada aterosklerosis terbentuk plak aterom. Plak pada angina stabil bersifat
stabil dan tidak rentan terjadi rupture namun tetap menyebabkan penyempitan
pembuluh darah koroner. Pada saat terjadi aktivitas fisik yang tinggi akan terjadi
aktivasi simpatis dan sistem saraf sehingga akan terjadi peningkatan denyut jantung,
tekanan darah, dan kontraktilitas jantung. Hal itulah yang menyebabkan pemakaian
oksigen tinggi. Selama periode oksigen “demand” tinggi maka iskemi miokard terjadi
diikuti dengan gejala nyeri dada. Gejala akan berlangsung hingga terjadi
keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan maka kebutuhan oksigen. Beratnya
gejala bergantung pada stenosisnya.3
2.1.4.4. Diagnosis
Sebagian besar seperti pada pemeriksaan jantung lainya. Anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
1. CABG
- pada stenosis LM
- pada lesi 3 pembuluh terutama bila ada disfungsi LV
- pada pasien lesi dua pembuluh dan proksimal LAD dan disfungsi LV atau
terdapat iskemia pada tes non-invasif
2. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
- Pada pasien dengan lesi 2 pembuluh dan proksimal LAD yang anatomis
baik untuk PCI, apalagi bila left ventricle (LV) fungsi normal dan tidak
pengobatan diabetes.
3. PCI atau CABG
- Pada pasien dengan lesi 1 atau 2 pembuluh tanpa proksimal LAD yang
bermakna, tetapi terdapat viable miokardium cukup luas atau pada tes
non-invasif termasuk risiko tinggi.
- Pada pasien yang sebelumnya sudah reperfusi PCI tetapi mengalami
restenosis sedangkan terdapat miokardium viable luas ataupun hasil pada
tes non-invasif termasuk dalam kategori high risk.
- Pada pasien yang tidak berhasil baik dengan terapi konservatif sedangkan
reperfusi dapat dikerjakan dengan risiko cukup baik.
2.1.5.1.Angiografi koroner
Penilaian
Jumlah
Keparahan Fungsional Komentar
pembuluh
lesi dari lesi
darah
Gensini +++ +++ +++ Sering digunakan
CASS ++ ++ + Sistem skoring yang
sudah lama
Duke CAD ++ +++ ++ Nilai prognostik
severity
index
Duke +++ ++ ++ Mudah divalidasi,
Jeopardy penggunaan luas
Sullivan +++ +++ +++ 3 skor berbeda
Sumber: Ian J. Neeland, MD, Riyaz S. Patel, MD, Parham Eshtehardi, MD,Saurabh Dhawan,et al,
2012.
Sistem skoring yang sering digunakan adalah sullivan skor dan gensini skor.
Sullivan vessel score adalah salah satu system penilaian angiografi yang dapat
menunjukkan hubungan antara tingkat keparahan lesi arteri koroner dengan beban
plak aterosklerosis. Sullivan skor terdiri dari 3 yaitu sullivan vessel score, sullivan
extent skor dan sullivan stenosis skor. 8
2.1.6. Leukosit
Leukosit salah satu komponen darah yang berfungsi dalam melawan infeksi
dan suatu cedera sel atau inflamasi. Ketika terjadi suatu cedera maka akan terjadi
peningkatan produksi dari leukosit. Leukosit diproduksi di dalam sumsum tulang dan
jaringan limfoid. Setelah diproduksi kemudian diedarkan melalui darah ke lokasi
target.
Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular.
Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen dan inti berbentuk
bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular mengandung granlua spesifik. Terdapat
dua jenis leukosit agranular yaitu; limfosit terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma
sedikit dan monosit yang terdiri dari banyak sel-sel besar dan mengandung sitoplasma
lebih banyak. Untuk leukosit granular terdapat tiga jenis; neutrophil, basophil dan
eosinophil.
//
//
//
//
/
Cara Pengukuran PengukuranSkala Hasil pengukuran
3. UAP 1. STEMI
- - 2. NSTEMI
iagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
Sesuaifisik,
yang tertulis dalam rekam medis
meriksaan EKG, pemeriksaan penanda jantung terbagi
enjadi ST Elevasi Miokard Infark (STEMI), non-ST
evasi Miokard Infark (NSTEMI) dan unstable angina
2.4. Definisi Operasional
Ordinal
Hasil pengukuran No Variabel Definisi Alat Ukur
1 = ada 0 = tidak ada Stable angina Sindrom Suatu fase akut dari iskemi
koroner arteri koroner baik disertai
akut nekrosis ataupun tidak pada
(SKA) otot jantung.17 Ditandai
dengan gejala nyeri dada
berat dengan frekuensi
cukup sering.18
2=Normal 1=Leukositosis
Rekam
1
medis
Alat Ukur Cara Pengukuran Skala Pengukuran
- - Nominal
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
Sesuai yang tertulis dalam rekam medis
fisik, dan stres tes.1
Rekam medis
Sullivan vessel
4
score
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.1 Populasi
Populasi target penelitian adalah pasien penyakit jantung koroner yang dilakukan
angiografi koroner. Populasi terjangkau adalah pasien penyakit jantung koroner
yang dilakukan angiografi koroner di Hermina Bekasi.
2. Keganansan hematologi.
Ya Tidak
3.7 PengolahanHasil
dan Analisis Data
Data dianalisis menggunakan SPSS versi 22.0 data merupakan data kategorik dalam
Kesimpulan
bentuk frekuensi dan persen, sedangkan data numerik dalam bentuk (mean±simpang
baku). Kemudian dilakukan analisis bivariat antara hubungan variabel terkait
terhadap keparahan penyakit jantung koroner menggunakan Chi-Square untuk
mengetahui apakah Ho ditolak atau Ho diterima. Ketentuannya adalah p-value < α
(0,05). Jika hasil uji nilai p > α (0,05), maka Ho ditolak atau tidak adanya hubungan
yang bermakna antar variabel.28 Kemudian dilakukan analisis multivariat regresi
logistik untuk mendapatkan nilai odds ratio (OR) dan interval kepercayaan. Variabel
yang dimasukkan ke dalam analisis multivariat adalah yang memiliki p-value <0,25.28
Dalam menilai kemampuan diskriminasi dan kalibrasi, dilakukan uji-Hosmer-
Lameshow dan analisis kurvs area under receiver (AUC).
BAB IV
Dari hasil yang didapatkan bahwa jumlah pasien RS Hermina Bekasi yang
terpilih menjadi sampel penelitian tanpa kriteria eksklusi adalah sebanyak 88 orang.
Proporsi laki-laki sebesar 64 orang(72,7%) dan perempuan 24(27,3%), dengan usia
rata-rata (57,35±8,56 tahun). Pasien merokok sebanyak 17(19,3%) orang. Pasien
hipertensi sebanyak 77(87,5%). Pasien dislipidemia sebanyak 10(11,4%) orang.
Pasien diabetes sebanyak 21(23,8%) orang. Pasien gagal jantung sebanyak 60(68,2%)
orang. Pasien obesitas sebanyak 12(13,6%) orang. Pasien Riwayat MI sebanyak
12(13,6%) orang. Pasien gagal ginjal sebanyak 5(5,7%) orang. Jenis PJK, stable
angina sebanyak 36(40,9%) dan SKA sebanyak 52(59,1%). Pasien memiliki sullivan
skor 0 sebanyak 2(2,3%), skor 1 sebanyak 34(38,6%), skor 2 sebanyak 33(37,5%),
dan skor 3 sebanyak 19(21,6%) orang. Pasien mempunyai kadar leukosit
(9212,05±2910,28) terbagi menjadi 2 grup, yaitu mempunyai kadar leukosit normal
sebanyak 62(70,5%) dan leukositosis sebanyak 26 (29,5%) orang. Seperti terdapat
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Pasien
Jumlah(%) (Mean±SD)
Jenis kelamin
Laki-laki 63 (73,3%) -
Perempuan 23 (26,7%) -
Usia (57,51±8,32)tahun
Merokok 17 (19,8%) -
Hipertensi 75 (87,2%) -
Dislipidemia 10 (11,6%) -
Diabetes 20(23,3%) -
Gagal jantung 58(67,4%) -
Obesitas 12 (14,0%) -
Riwayat MI 12 (14,0%) -
Gagal ginjal 5 (5,8%) -
Jenis PJK
Stable angina 36 (41,9%) -
SKA 50 (58,1%) -
Pengobatan
ACE/ARB 44(51,2%) -
Nitrat 74 (86,0%) -
Anti-Platelet 86 (100%) -
Statin 81 (94,2%) -
Insulin 9 (10,5%) -
ADO 13(15,1%) -
Beta Bloker 60 (39,5%)
Sullivan score -
1 34 (39,5%)
2 33 (38,4%)
3 19 (2216%)
Laboratorium
Kadar leukosit -
Normal 60 (69,8%)
Leukositosis 26 (30,2%)
Hemoglobin - (14,08±1,8)
Trombosit - (264988,37±77520,926)
Leukosit - (9207,21±2944,12)
kreatinin - (1,10±0,33)
Hematokrit - (40,58±4,71)
Selama pengambilan data dilakukan terdapat 4 pasien tereksklusi karena pasien
mempunyai riwayat dilakukan percutaneous coronary intervention (PCI) atau
coronary artery bypass graft (CABG) dan data laboratorium yang tidak lengkap
untuk analisis hanya dilakukan pada pasien dengan stenosis signifikan saja.
Analisis bivariat dalam penelitian ini yang digunakan adalah uji hipotesis komparatif
dengan skala pengukuran kategorik tidak berpasangan dalam bentuk tabel 2 x 2.
Variabel yang di uji adalah hubungan kadar leukosit yang terbagi menjadi dua
kelompok yaitu leukositosis dan normal, terhadap sullivan vessel score 1
dibandingkan kadar leukosit pada pasien dengan Sullivan vessel score 2, kemudian
kadar leukosit pada pasien skor 1 dibandingkan skor 3 dan kadar leukosit pasien skor
2 dibandingkan dengan skor 3 . Uji yang digunakan adalah chi-square.28 Hasil
analisis bivariat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil analisis bivariat antara kadar leukosit terhadap keparahan PJK
berdasarkan Sullivan vessel score 1 dibandingkan 2
Dari tabel diatas kadar leukosit pada pasien dengan Sullivan vessel score 1 dan
Sullivan vessel score 2 yang mengalami leukositosis sebanyak 19 pasien dan leukosit
normal sebanyak 48 pasien. Untuk analisis bivariat tidak didapatkan hubungan antara
kadar leukosit terhadap Sullivan vessel score 1 dibandingkan Sullivan vessel score 2
dengan p-value (>0,05).
Tabel Hasil analisis bivariat antara kadar leukosit terhadap keparahan PJK
berdasarkan Sullivan vessel score 1 dibandingkan 3
Dari tabel diatas kadar leukosit pada pasien dengan Sullivan vessel score 1 dan
Sullivan vessel score 3 yang mengalami leukositosis sebanyak 17 pasien dan leukosit
normal sebanyak 36 pasien. Untuk analisis bivariat tidak didapatkan hubungan antara
kadar leukosit terhadap Sullivan vessel score 1 dibandingkan Sullivan vessel score
dengan p-value (>0,05).
Tabel Hasil analisis bivariat antara kadar leukosit terhadap keparahan PJK
berdasarkan Sullivan vessel score 2 dibandingkan 3
Sullivan vessel score
2 3 P-value
n % n %
Leukosit Leukositosis 9 56,3% 7 43,8% 0,472
Normal 24 66,7% 12 33,3%
Total 33 63,5% 19 36,5%
Hasil uji chi-square didapatkan hasil p value 0,472
Dari tabel diatas kadar leukosit pada pasien dengan Sullivan vessel score 2 dan
Sullivan vessel score 3 yang mengalami leukositosis sebanyak 16 pasien dan leukosit
normal sebanyak 36 pasien. Untuk analisis bivariat tidak didapatkan hubungan antara
kadar leukosit terhadap Sullivan vessel score 2 dibandingkan Sullivan vessel score 3
dengan p-value (>0,05).
Analisis multivariat tidak dapat dilakukan pada variabel kadar leukosit, karena
nilai p value > 0,25 pada analisis bivariat.
4.2. Pembahasan
Namun pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara kadar leukosit
terhadap keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan sullivan vessel score pada
pasien penyakit jantung koroner. Pada penelitian sebelumnya kadar leukosit
merupakan faktor yang berhubungan dengan keparahan penyakit jantung koroner
karena leukosit merupakan suatu sel inflamasi yang diproduksi oleh tubuh karena
4,26
adanya suatu proses inflamasi pada arteri koroner jantung. Pada penelitian
sebelumnya jumlah sampel penelitian adalah 90 pasien dengan penyakit jantung
koroner dilakukan angiografi koroner kemudian dilakukan penilaian extent skor dan
keparahan PJK. Namun penelitian tersebut menggunakan skor gensini sebagai
penilaian dan didapatkan hasil terdapat hubungan antara kadar leukosit dan hitung
neutrofil dengan gensini skor.29
Pada penelitian lainya juga mendapatkan hubungan antara kadar leukosit dan
neutrofil berhubungan dengan keparahan PJK namun tidak menjadi faktor
independent. Pada penelitian sebelumnya pasien yang digunakan adalah pasien
dengan stable angina.8,30,31 Namun pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah
pasien penyakit jantung koroner baik stable angina mapun sindrom koroner akut
yang terdiri NSTEMI, STEMI, dan UAP. Proporsi pada penelitian ini lebih banyak
pasien dengan SKA yaitu sebesar 59,8%.
Pada penelitian ini sullivan vessel score proporsinya tidak sama pasien
cenderung memiliki jumlah pembuluh darah yang terlibat >1 yang disebut dengan
multivessel disease. Multivessel didefiniskan sebagai stenosis signifikan minimal
pada dua dari tiga major epicardial coronary arteries (secara angiografi terdapat dua
atau tiga vessel diasease).34
Selain karakteristik pasien yang memiliki Sullivan vessel score >1, kadar
leukosit pada pasien cenderung normal. Sehingga pada penelitian ini tidak didapatkan
hubungan kadar leukosit terhadap keparahan stenosis penyakit jantung koroner pada
pasien dengan PJK.
Peneliti mencoba melakukan analisis hubungan kadar leukosit pada pasien
SKA pada penelitian ini terhadap keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan
sullivan vessel score dengan hasil tidak terdapat hubungan signifikan antar variabel
tersebut dengan p-value (>0,05). Kemudian dilakukan analisis pada pasien stable
angina menggunakan uji chi- square namun tidak memenuhi syarat chi square
sehingga dilakukan uji alternatif menggunakan kolmogorov smirnov untuk variabel
kadar leukosit pada pasien stable angina dalam penelitian ini terhadap keparahan
penyakit jantung koroner berdasarkan sullivan vessel score tidak didapatkan hasil
signifikan antar variabel, dengan p-value (>0,05).
Dari analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini tidak didapatkan
hubungan kadar leukosit terhadap keparahan stenosis PJK pada pasien dengan
penyakit jantung koroner, sehingga pada penelitian ini leukosit tidak dapat dijadikan
sebagai faktor prediktor keparahan stenosis penyakit jantung koroner pada pasien
dengan penyakit jantung koroner.
Kadar leukosit bukan merupakan satu-satunya hal yang mempengaruhi
keparahan stenosis pasien penyakit jantung koroner. Pasien diabetes dengan
dislipidemia akan terjadi kerusakan sel endotel yang lebih parah dari pada penderita
dislipidemia tanpa diabetes. Dislipidemia pada pasien diabetes lebih toksik. Toksisitas
lipid menyebabkan aterogenesis menjadi lebih progresif, lipoprotein akan mengalami
glikasi dan oksidasi sehingga meningkatkan risiko aterosklerosis.34
Desain penelitian
Asal populasi
Penelitian hanya mengambil data dari 1 rumah sakit.
Faktor prediktor
1. Banyak biomarker yang menjadi ide penelitian namun kurang dapat dilakukan
karena mahal untuk dilakukan dan jarang dilakukan pemeriksaan.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai komponen darah ataupun zat-zat
yang berperan dalam mempengaruhi keparahan penyakit jantung koroner pada
pasien penyakit jantung koroner disertai komorbit lain.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan skor lain sehingga
dapat diketahui lebih mendalam mengenai keparahan penyakit jantung koroner.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1.Simpulan
1. Proporsi pasien PJK yang mengalami stable angina sebanyak 36 (41,9%) dan
SKA sebanyak 50 (58,1%) di RS Hermina Bekasi.
2. Kadar leukosit pasien rata-rata (9207,21±2944,12), dengan 60(69,8%) pasien
memiliki kadar leukosit normal dan 26 (30,2%) pasien termasuk ke dalam
leukositosis.
3. Proporsi Sullivan vessel score 1 sebanyak 34(39,5%), Sullivan vessel score 2
sebanyak 33(38,4%) dan Sullivan vessel score 3 sebanyak 19(22,1%).
4. Pada penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna dari kadar
leukosit terhadap keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan
vessel score dengan p-value (>0,05).
5. Pada penelitian ini kadar leukosit tidak dapat dijadikan sebagai faktor
prediktor keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel score.
5.2. Saran
1. Formulir Penelitian
Data dasar
Nama Lengkap
No Rekam Medis
Usia
Jenis Kelamin
Faktor risiko PJK Diabetes/ hipertensi,
merokok/dislipdemia/obesitas
Riwayat penyakit kardiovaskular pada
keluarga
Riwayat Terapi Medikamentosa dan intervensi
Diagnosis Stable Angina/ SKA
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Leukosit ..... /μL
Kadar Hemoglobin
Kadar Trombosit
Kadar Kreatinin
Kadar Hematokrit
Sullivan vessel score 0/1/2/3
2. Riwayat Penulis
Agama : Islam
Monor Hp : 085790423966
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan: