Lapsus Adnexitis
Lapsus Adnexitis
Lapsus Adnexitis
ILMU RADIOLOGI
Oleh :
J510170065
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
1
LAPORAN KASUS
ILMU RADIOLOGI
Diajukan oleh :
J510170065
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari ………….
……………….
Pembimbing :
Dipresentasikan di hadapan :
2
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Usia : 35 tahun
Alamat : karanganyar
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
3
5. Riwayat Asma : Disangkal
6. Riwayat KB : Dikui (IUD 2 Tahun Yang Lalu)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat Serupa : Disangkal
2. Riwayat Hipertensi : Disangkal
3. Riwayat Alergi Obat/Makanan : Disangkal
4. Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal
5. Riwayat Asma : Disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku jarang minum air putih dan biasa meminum jamu-
jamuan. Selain itu pasien sering meminum obat-obatan warung tanpa
konsultasi terhadap dokter.
F. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya, pasien sudah memeriksakan diri ke dokter umum, dan
diberikan obat rawat jalan, namun keluhan itu tidak membaik malah
semakin bertambah.
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh cuci, suami pasien bekerja sebagai supir
antar kota yang jarang pulang.
C. Status Generalis
1. Kepala : Normocephali, warna rambut hitam, uban (-), lurus (+),
distribusi merata (+), rontok (-), alopesia (-), mudah dicabut (-)
2. Mata : oedem palpebra superior (+), Conjunctiva anemis (-/-),
pupil isokor (+/+), Sklera ikterik +/+, RCTL +/+, RCL +/+.
3. Hidung : Nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-/-),
mukosa hidung hiperemis/pucat (-/-),
4. Telinga : Deformitas daun telinga (-/-),, nyeri tekan mastoid (-/-),
sekret (-/-),
4
5. Mulut : Bibir kering (-), bibir pucat (-), sianosis (-).tepi hiperemis
(-), faring hiperemis (-),
6. Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-) trakea tidak
ada deviasi
7. Thoraks
a) Inspeksi : kelainan bentuk (-), simetris, ketinggalan gerak kedua
sisi paru (-), retraksi otot-otot pernafasan (-), massa (-).
b) Palpasi :
Fremitus
Vocal Fremitus dextra melemah
c) Perkusi :
Anterior : Posterior :
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
d) Auskultasi
Suara dasar vesikuler
Suara tambahan : Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+)
8. Jantung
1) Inspeksi :Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba tapi tidak kuat angkat
3) Perkusi :
Batas kanan àICS V, linea parasternal dextra
Batas kiri à ICS V, garis midklavikularis
Batas atas à ICS III, linea sternalis dextra
4) Auskultasi
Suara dasar à BJ I-II reguler,
9. Abdomen
- Inspeksi : Tidak terlihat striae,
- Auskultasi : BU (+) peristaltik
- Palpasi : Supel, Tidak teraba massa, Nyeri tekan (-),
ballotemen gijal (-), pembesaran hepar (-), Lien teraba (-)
- Perkusi : Ascites (+), tes undulasi (+), shifting dullness (+)
10. Genitalia :
Inspeksi : tampak cairan berwana hijau keluar dari jalan lahir
Palpasi : tidak teraba massa
VT : nyeri goyang portio dextra dan sinistra (+)
11. Ekstremitas
5
Akral hangat, edema (-/-), clubbing finger (-), pitting edema (+/+),
palmar eritema (-/-),
12. Status lokalis regio lumbalis
- Inspeksi: Tidak nampak adanya jejas, tidak nampak adanya massa,
- Palpasi: Teraba massa (-); Hidronefrosis / Ballotement ginjal (-)
- Perkusi : Nyeri Ketuk CVA -/-
Diff Count
Netrofil 68.0 50-70 Normal
Limfosit 9.3 25-40 Meningkat
Monosit 11.8 2-8 Meningkat
Eosinofil 10 2-4 Meningkat
Basofil 0.5 0-1 Normal
Kimia Klinik
6
V. Diagnosis Kerja
VII. Prognosis
7
TINJAUAN PUSTAKA
8
umumnya batas atas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke
bawah sampai sekitar anus dan paha.
Labia mayora
Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong
mengecil kebawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di
mons veneris. Ke bawah dan ke belakang kedua labia mayora bertemu dan
membentuk kommisura posterior.Labia mayora analog dengan skrotum pada pria.
Labia minora (nymphae)
Labia minora (nymphae) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir
besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu yang diatas klitoris membentuk
preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris membentuk frenulum klitoridis.
Ke belakang kedua bibir kecil juga bersatu dan membentuk fossa navikulare.
Kulit yang meliputi labia minora mengandung banyak glandula sebasea dan juga
ujung-ujung saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensistif.
Klitoris
Klitoris kira-kira sebesar biji kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan
terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis dan dua krura yang menggantungkan
klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang,
penuh dengan ujung saraf, sehingga sangat sensitif.
Vestibulum
Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan
dibatas di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di
belakang oleh perineum (fourchette).
Introitus Vagina
Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Introitus
vagina ditutupi oleh selaput dara.
Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan
yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma
urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri atas otot levator ani dan otot koksigis
9
posterior serta fasia yang menutupi kedua otot ini. Diafragma urogenitalis terletak
eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuber isiadika dan
simfisis pubis. Diafragma urogenitalis meliputi muskulus transverses perinea
profunda, otot konstriktor uretra dan fasia internal maupun eksternal yang
menutupinya.
10
sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan-lahir. Di vagina tidak
didapatkan kelenjar bersekresi. Vagina dapat darah dari:
(1) arteri uterine, yang melalui cabangnya ke serviks dan vagina memberikan
darah ke vagina bagian tengah 1/3 atas;
(2)arteria vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memberikan darah kevagina
bagian 1/3 tengah;
(3) arteria hemoroidalis mediana dan arteria pedundus interna yang memberikan
darah ke bagian 1/3 bawah.
Uterus
Berbentuk advokat atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan belakang.
Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnyaterdiri dari
otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar diatas 5,25 cm,
tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis
adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina,
sedangkan korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri).
Uterus terdiri atas :
(1) fundus uteri;
(2) korpus uteri dan
(3) serviks uteri.
Tuba Fallopi
Tuba Fallopi terdiri atas :
(1) pars interstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus
(2) pars ismikia, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya;
(3) pars ampularis, yaitu bagian yang berbentuk
sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi;
(4) infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunya fimbria
Ovarium (indung telur)
Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri.
Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kiri dan
11
kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran
panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm.
12
Definisi
Radang tuba falloppi dan radang ovarium biasanya terjadi bersamaan.
Oleh sebab itu tepatlah nama salfingo-ooritis atau adneksitis untuk radang
tersebut. Radang itu kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus,
walaupun infeksi ini juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah
atau menjalar dari jaringan-jaringan di sekitarnya.
Adnexsitis adalah inflamasi yang mengenai adnexsa yaitu salah satu atau
kedua tiba fallopi dan radang ovarium (adnexsa) biasanya terjadi secara bersamaa.
Etiologi
Adnesitis terutma disebabkan oleh infeksi bakteri dan jarang oleh virus.
Sebagian besar kasus infeksi disebabkan oleh gonococcus. Streptococcus,
staphylococcus, E.coli, chlamidya trachomatis, dan clostridium, dimana bakteri
tersebut hidup tanpa oksigen faktor air sangan dicurigai sebagai penyebab
adnexitis, hal ini dikarenakan air mengandung bakteri yang dapat masuk ke tuba
fallopi melalui vagina.
Dnexsitis dapat dengan mudah terjadi pada wanita saat dan setelah
menstruasi. Setelah abosri dan setelah melahirkan. Hal ini disebabkan oleh karena
zat horsestyle yang ikut keluar. Zat tersebut berfungsi sebagai daya tahan tubuh
terhadap mikroorganime atau benda asing yang menyebabkan terjadinya suatu
penyakit atau radang. Dengan brkurangnya at tersebut akan menyebabkan daya
tahan tubuh menurun. Sehingga mokrooganisme atau benda asing dapat dengan
mudah masuk ke tubuh melalui organ genitalia eksterna dan menimbulkan reaksi
beruba peradangan.
Klasifikasi
1. Salpingo-ooritis akut
13
Salpingo-ooritis akut yang disebabkan oleh gonorrhea sampai ke tuba
sampai uterus melalui mukosa . Pada endosalping tampak oedema serta
hyperemia dan infiltrasi leukosit, pada infeksi yang ringan, epitel masih
utuh., tapi pada infeksi yang lebih beratkelihatan degenerasi epitel yang
kemudian menghilang pada daerah yang agak luas, dan ikut juga terlihat
lapisan otot dan serosa. Dalam hal yang akhir ini dijumpai eksudat purulen
yang dapat keluar melalui ostium tuba abdominalis dan menyebabkan
peradangan di sekitarnya ( peritonitis pelvika )
2. Salpingo-ooforitis kronika
14
berupa hidrosalping simpleks dan hidrosalping folikularis. Pada
hidrosalping simpleks terdapat satu ruangan berdinding tipis, sedang
hidrosalping folikularis terbagi dalam ruangan-ruangan kecil.
e. Abses ovarial
f. Salpingitis tuberculosis
15
Patofisiologi
Pada infeksi desenden ini terjadi jika ada inflamasi pada organ sekitar
misalnya appendicitis atau proctitis atau adanya radang usus besar yang
menyebar ke tuba falopii. Infeksi haematogen merupakan infeksi pada peredaran
darah dan termasuk jenis adnexitis micobacterium tuberculosa yang
berhubungan dengan tuberculosa. Untuk mengetahui adanya adnexitis
16
diperlukan suatu pemeriksaan antara lain: anamnesa, pemeriksaan gynekologi
dan pemeriksaan darah lengkap. Pada anamnesa biasanya penderita mengeluh
nyeri hebat di daerah perut bagian bawah, nyeri saat menstruasi, nyeri saat
berhubungan sexual dan kadang penderita mengeluh nyeri pinggang. Pada saat
dilakukan palpasi pada abdomen ditemukan ketegangan pada dinding abdomen
oleh karena adanya kontraksi otot abdominalis sebagai reaksi proteksi terhadap
radang, terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah. Pada pemeriksaan
gynekologi saat uterus di palpasi (dengan tussue) juga dirasakan nyeri. Dan
pada pemeriksaan darah lengkap LED meningkat. Nyeri meningkat pada saat
kegiatan naik turun tangga dan mengangkat barang-barang berat.
Gejala
17
umumnya lebih banyak dari biasa dengan siklus yang seringkali tidak teratur.
Penderita sering mengeluh tentang dispareunia dan infertilitas, disminore dapat
ditemukan juga pada kasus ini.
DIAGNOSIS
Sekresi cairan vagina terjadi pada 75% kasus. Demam dengan subu >38
mual muntah, gejala tambahan lain meliputi perdarahan pervaginam, nyeri
punggung bawah dan disuria.
- Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan laboratorium
18
Pemeriksaan DNA dan kulture gonorea dan clamidya
- Pemeriksaan radiologi
Ultrasonografi
19
Terapi
Terapi pada salpingo-ooforitis akuta terdiri atas istirahat baring, perawatan umum,
pemberian antibiotika dan analgetika. Dengan terapi tersebut, penyakit dapat
menjadi sembuh atau mennjadi menahun. Jarang sekali terpai salpingo-ooforitis
akuta memerlukan pembedahan. Pembedahan perlu dilakukan :
1. Apabila setelah berulang kali dilakukan terapi diatermi, keluhan tetap ada
dan mengganggu kehidupan sehari-hari
3. Apabila ada tumor di sebelah uterus, dan setelah dilakukan beberapa terapi
diatermis tumor tidak mengecil, sehingga timbul adanya dugaan
hidrosalping, piosalping, kista tuba ovarial dan sebagainya
Apabila ada infertiitas yang sebabnya terletak pada tuba, dalam hal ini sebaiknya
dilakukan laparoskopi dahulu apakah ada harapan yang cukup besar bahwa
20
dengan pembedahan tuba dapat dibuka dengan sempurna dan perlekatan dapat
dilepaskan.
21
DAFTAR PUSTAKA
3. Manuaba, IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB.
Jakarta : EGC
4. Prawirohardjo,S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
5. Rustam. 2005. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC
22