MAKALAH Ilmu Kalam
MAKALAH Ilmu Kalam
MAKALAH Ilmu Kalam
KAPITA SELEKTA
Tentang :
Di susun oleh :
Achmad Rukmana NIM : 4103212428003
Moch. Taufik NIM :
Agus harundana NIM :
Sifa NIM :
Hera NIM :
A. Latar Belakang
Aqidah ilmu kalam sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu
agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu
mempelajari akidah yang terdapat dalam agamanya. Mempelajari akidah/teologi akan memberi
seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat , yang tidak mudah
diombang-ambingkan oleh peredaran zaman.
Teologi dalam Islam disebut juga ilmu At-Tauhid. Kata Tauhid mengandung arti satu/esa
dan keEsaan dalam pandangan Islam merupakan sifat yang terpenting diantara sifat-sifat Tuhan.
Teologi Islam disebut juga ilmu kalam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ilmu kalam ?
2. Apa pengertian dari tauhid ?
3. Bagaimana sejarah muncul imu kalam ?
4. Apa saja ruang lingkup ilmu kalam ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ilmu kalam ?
2. Untuk mengetahui apa pengertian dari tauhid ?
3. Untuk mengetahui sejarah muncul imu kalam ?
4. Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu kalam ?
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya : “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia
diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang
dada perempuan.” ( Q.S. At-Thariq Ayat 5-7 )
Ayat-ayat yang lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-
Isra’ : 44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat : 47-49,
Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh karena itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan
rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya
perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan sangat
jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu kalam.
Adapun sumber kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan
setidaknya ada tiga faktor penting.
Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah kemenangannya, pada
awalnya mereka memeluk berbaga agama yaitu Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana,
Sabiah, Atheisme, dan lain-lain.Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama
ini. Bahkan diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya. Setelah
fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam, mulailah mereka
memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat persoalan-persoalanya
lalu memberinya corak baju keislaman.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk dakwah Islam dengan
membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk itu, mereka
tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari pendapat-pendapat
serta alas an-alasan lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar
agama saat itu.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat membutuhkan
filsafat Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan
mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya An-Nadham,
seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa
pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf
4. Insting
Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya
Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad
mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang
primitif. Tylor justru mengatakan bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada benda-
benda mati- merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain
lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah yang
paling tua. Keduanya menganggap bahwa animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang
sebagai asal-usul kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih
dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap manusia yang suka mengalami mimpi.
Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan terhadap, bercakap-cakap, bercengkerama,
dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika
seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di tempat semula. Kondisi ini telah
membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang telah
dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh lain, yang pada masanya roh itu akan segera
kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih
berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda langit atau alam lainnya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara instingtif, telah
berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L.
Reese mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan
istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul
dari sebuah mitos ( thelogia was originally viewed as concerned with myth ). Selanjutnya,
teologi itu berkembang menjadi “ theology natural “ ( teologi alam ) dan “revealed theology “ (
teologi wahyu ).
C. Sejarah Kemunculan Persoalan-Persoalan Ilmu Kalam
Sejarah dalam pendeklarasian ilmu kalam tidak luput dari sejarah perpecahan prinsip
teologi umat islam yang masih ketika itu dipicu persoalan politik dan kedangkalan ukhuwah
dalam prilaku perebutan singgasana kekuasaan,bermula dari Peristiwa wafatnya Nabi
Muhammad SAW pada tanggal 8 juni 632 M melahirkan suatu perjuangan keagamaan dan
politik dalam masyarkat islam sehingga mengakibatkan timbulnya perpecahan di kalangan umat
islam. Perpecahan ini mulai memanas sejak Khalifah Utsman bin Affan mengambil kebijakan
mengangkat anggota keluarganya untuk menduduki posisi dalam struktur politik dan jabatan
penting, sehingga sebagian besar masyarakat islam tidak senang dengan kebijakan tersebut.
Puncaknya adalah saat Khalifah Utsman bin Affan terbunuh saat sedang membaca Al-Qur’an
dirumahnya.
Setelah khalifah ustman terbunuh maka kembali diumumkan pergantian kekhalifahan
selanjutnya dengan berpacu pada penolakan muawiyyah atas terpilihnya Ali bin abi Thalib.
banyak diantara yang semula berpihak pada Ali kemudian terpecah dan keluar dari barisan
militer ali bin abi Thalib ,Putusan hanya datang dari Allah dan harus kembali pada hukum dan
ketetapan Allah yang ada dalam Al-qur’an . La hukma illa Allah (tidak ada perantara selain
Allah) Hal ini tidak hanya mempunyai implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat
kepada persoalan-persoalan teologi, yang melahirkan beberapa aliran teologi yaitu:
1. Khawarij: persoalan iman dan kufr (mu’min dan kafir)
Sebagai kelompok yang lahir dari peristiwa politik, pendirian teologis khawarij –
terutama yang berkaitan dengan masalah iman dan kufur lebih bertendensi politis ketimbang
ilmiah-teoritis. Kebenaran pernyataan ini tak dapat disangka karena, seperti yang telah
diungkapkan sejalrah, Khawarij mula-mula memunculkan eprsoalan teologis seputar masalah
“apakah Ali dan pendukungnya adalah kafir atau tetap mukmin?””apakah muawiyah dan
pendukungnya telah kafir atau tetap mukmin?” jawaban atas pertanyaan ini kemudian menjadi
pijakan atas dasar teologi mereka. Menurut mereka, Ali dan Muawiyah beserta para
pendukungnyatelah melakukan tahkim kepada manusia, berarti mereka telah berbuat dosa besar.
Dansemua pelaku dosa besar (mutabb al-kabirah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali
Najdah, adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya. Subsekte Khawarij yang sangat
ekstrim, Azariqah, menggunakan istilah yang lebih “mengerikan” dari pada kafir yaitu musyrik.
Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung ke dalam barisan
mereka, sedangkan pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status
keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan itu berarti ia telah keluar dari Islam. Si kafir
semacam ini akan kekal di neraka bersama orang kafir lainnya.
Iman dalam pandangan Khawarij, tidak semata-mata percaya kepada Allah. Mengerjakan
segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Segala perintah
kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan, segala perbuatan yang berbau religius,
termasuk di dalam masalah kekuasaan adalah bagian dari keimanan, al-amal juz’un al-iman).
Dengan demikian, siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan bahwa
Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah
melakukan perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh khawarij.
2. Murji’ah: masalah iman dan menentang pendapat Khawarij
Aliran murji’ah adalah aliran yang memberikan reaksi terhadap pendapat aliran khawarij
yang mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar adalah aliran murji’ah. Menurut kaum
murjiah dosa besar tidak mengakibatkan kekafiran. Apabila seorang mukmin melakukan dosa
besar tetap mukmin. Adapun hakikatnya, kita serahkan kepada Allah kelak di akhirat.
Dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
a) Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak
merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap
mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
b) Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak
dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan
pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam
keadaan akidah tauhid.
c) Ajaran pokok murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang
diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang
politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah
dikenal pula sebagai the queieties (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu
jauh sehingga membuat murjiah selalu diam dalam persoalan politik.
3. Paham Qadariyah dan Jabariyah: Memaksa
Dalam kitab Tarikh al-Firaq al-Islamiyah, Ali musthafa al-Ghurabi menjelaskan bahwa
menurut paham teologi Aliran Qadariyah, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya;
manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kemauannya
sendiri, dan manusia sendiriilah yang melakukan perbuatan-perbuatan jahat atas kehendak dan
kemauannya sendiri. Menurut paham mereka, manusia mempunyai kebebasan dalam tingkah
lakunya. Ia dapat berbuat baik kalau ia menghendakinya, dan ia pula dapat berbuat jahat kalau ia
menghendakinya. Aliran ini menolak paham yang mengatakan bahwa manusia dalam perbuatan-
perbuatannya hanya bertindak menurut kadar yang telah ditentukan sejak zaman azali.
Selanjutnya pengarang kitab Tarikh al-Firaq al-Islamiyah itu juga menyebutkan, bahwa menurut
paham Jabariyah, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa. Manusia tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan dalam
perbuatan-perbuatannya. Manusia dalam perbuatan-perbuatannya dipaksa, dengan tidak ada
kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri
mereka, tak ubahnya seperti air yang mengalir, manusia tak ubahnya seperti bulu yang ditiup
oleh angin, dia akan melayang-layang ke arah mana angin bertiup. Menurut paham ini, segala
perbuatan manusia tidak merupakan sesuatu yang timbul dari kehendak dan kemauan sendiri,
tapi perbuatan yang dipaksakan kepada dirinya. Kalau seseorang membunuh orang lain, maka
perbuatannya itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi terjadi karena Qadha dan
Qadar Tuhanlah yang menghendaki demikian.
Dengan kata lain, dia membunuh bukanlah atas kehendaknya sendiri, tetapi Tuhanlah
yang memaksanya membunuh. Manusia dalam paham ini hanya merupakan wayang yang
digerakan oleh dalang. Manusia berbuat dan bergerak karena digerakan oleh Tuhan. Tanpa
gerak dari Tuham manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Disamping kedua paham itu, terdapat
pula paham tengah antara paham Qadariyah yang dibawa oleh Ma’bad dan Ghailan dengan
paham Jabariyah yang dibawa oleh Jaham, yaitu paham kasb, yang dibawa oleh al-Husain Ibn
Muhammad al-Najjar dan Dirar Ibn ‘Amr. Menurut al-Syahrastani dalam kitab al-Milal wa al-
Nihal, dalam paham Kasb, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, baik
perbuatan baik maupun perbuatan yang jahat. Tetapi manusia mempunyai bagian dalam
perwujudan perbuatan-perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam dirinya mempunyai daya
untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Jadi menurut paham ini, Tuhan dan manusia
bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak semata-mata
dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
4. Mu’tazilah : al-Ushul al-Khamsah
Setiap pelaku dosa besar, menurut mu’tazilah berada diposisi tengah diantara posisi
mukmin dan posisi kafir, jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertobat, ia akan
dimasukkan kedalam neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya
lebih ringan dari pada siksaan orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa tokoh mu’tazilah,
seperti Wasil bin Atha dan Amir Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik
yang bukan mukmin attau kafir.
1) Al Tauhid ( Ke-Esa-an )
Tuhan dalam paham Mu’tazilah betul-betul Esa dan tidak ada sesuatu yang serupa
denganNya. Ia menolak paham anthromorpisme (paham yang menggambarkan Tuhannya serupa
dengan makhlukNya) dan juga menolak paham beatic vision (Tuhan dapat dilihat dengan mata
kepala) untuk menjaga kemurnian Kemaha esaan Tuhan, Mu’tazilah menolak sifat-sifat Tuhan
yang mempunyai wujud sendiri di luar Zat Tuhan. Hal ini tidak berarti Tuhan tak diberi sifat,
tetapi sifat-sifat itu tak terpisah dari ZatNya. Mu’tazilah membagi sifat Tuhan kepada dua
golongan :
a. Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan, disebut sifat dzatiyah, seperti al Wujud - al Qadim –
al Hayy dan lain sebagainya
b. Sifat-sifat yang merupakan perbuatan Tuhan, disebut juga dengan sifat fi’liyah yang
mengandung arti hubungan antara Tuhan dengan makhlukNya, seperti al Iradah – Kalam – al
Adl, dan lain-lain.
Kedua sifat tersebut tak terpisah atau berada di luar Zat Tuhan, Tuhan Berkehendak,
Maha Kuasa dan sifat-sifat lainnya semuanya bersama dengan Zat. Jadi antara Zat dan sifat tidak
terpisah.
Pandangan tersebut mengandung unsur teori yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa :
penggerak pertama adalah akal, sekaligus subyek yang berpikir.
2) Al ‘Adl (Keadilan )
Paham keadilan dimaksudkan untuk mensucikan Tuhan dari perbuatanNya. Hanya
Tuhan lah yang berbuat adil, karena Tuhan tidak akan berbuat zalim, bahkan semua perbuatan
Tuhan adalah baik. Untuk mengekspresikan kebaikan Tuhan, Mu’tazilah mengatakan bahwa
wajib bagi Tuhan mendatangkan yang baik dan terbaik bagi manusia. Dari sini lah muncul
paham al Shalah wa al Aslah yakni paham Lutf atau rahmat Tuhan. Tuhan wajib mencurahkan
lutf bagi manusia, misalnya mengirim Nabi dan Rasul untuk membawa petunjuk bagi manusia.
Keadilan Tuhan menuntut kebebasan bagi manusia karena tidak ada artinya syari’ah dan
pengutusan para Nabi dan Rasul kepada yang tidak mempunyai kebebasan. Karena itu dalam
pandangan Mu’tazilah, manusia bebas menentukan perbuatannya.
3) Al Wa’d wa al Wa’id (Janji dan Ancaman)
Ajaran ini merupakan kelanjutan dari keadilan Tuhan, Tuhan tidak disebut adil jika ia
tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat
buruk, karena itulah yang dijanjikan oleh Tuhan. QS. Al Zalzalah ayat 7-8.
Terjemahnya :“Barang siapa yang berbuat kebajikan seberat biji zarrah, niscaya dia
akan lihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat keburukan seberat biji zarrah, niscaya
dia akan melihat balasannya pula.”
4) Manzilah Baina Manzilatain (Posisi di antara dua tempat )
Posisi menengah atau fasik dalam ajaran Mu’tazilah di tempati oleh orang-orang Islam
yang berbuat dosa besar. Pembuat dosa besar bukan kafir karena masih percaya kepada Tuhan
dan Nabi Muhammad saw, tetapi tidak juga dapat dikatakan mukmin karena imannya tidak lagi
sempurna, maka inilah sebenarnya keadilan (menempatkan sesuatu pada tempatnya), akan tetapi
di akhirat hanya ada syurga dan neraka, maka tempat bagi orang-orang yang berbuat dosa adalah
di neraka, hanya saja tidak sama dengan orang-orang kafir sebab Tuhan tidak adil jika
siksaannya sama dengan orang kafir. Jadi lebih ringan dari orang kafir.
5) Amar Ma’ruf , Nahi Munkar. ( Memerintahkan Kebaikan dan Melarang Keburukan ).
a. ilmu tauhid berfungsi memberikan dasar dan landasan mental ( basic mentalty ) yang
kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap keesaan tuhan sebagai satu-satu nya
sesembahan dalam ibadah ( tauhid uluhiyah )
b. memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orang-orang non muslim
untuk diajak beriman secara tauhid yang tidak bercampur dengan kemusrikan dengan
penjelasan yang baik dan bijaksana , baik dalam artian menolak terhadap semua
ajaran ketuhanan yang salah diinterpretasikan maupun bersifat operatif terhadap
pemahaman yang bersifat merusak kemurnian tauhid .
2. Dalam Bidang Ijtihad
Dalam bidang ini ilmu tauhid berfungsi :
a. Menjelaskan dan membahas obyek ilmu tauhid secara ilmiah , dengan berdasarkan
dalil naqli yang shahih dan dikuatkan dengan dalil aqli yang tidak bertentangan /
menyimpang dari ajaran islam itu sendiri
b. Melengkapi dasar dasar / landasan ilmiah bagi keimanan orang-orang islam yang
sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan dalil dalil ilmiyah . dengan demikian
agar orang orang islam memiliki kekebalan dan kemampuan terhadap unsur unsur
yang akan menggoyahkan keimanan mereka dalam bidang i’tiqad
c. Karena itu dengan modal tersebut diharapkan dapat jadi pandangan atau sebagai
falsafah hidup bagi kaum muslimin dalam menjalani kehidupannya yang dalam hal ini
sebagai ” way of life ”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Kalam adalah suatu ilmu
yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah) dan sebagai tameng
terhadap segala tantangan dari para penentang dan sejarah dalam pendeklarasian ilmu kalam
tidak luput dari sejarah perpecahan prinsip teologi umat islam yang masih ketika itu dipicu
persoalan politik dan kedangkalan ukhuwah dalam prilaku perebutan singgasana kekuasaan dan
ilmu kalam tidak lepas dari ilmu tauhid , ilmu tauhid adalah salah satu cabang ilmu study
keislaman yang lebih memfokuskan pada pembahasan wujud allah dengan segala sifat nya serta
tentang para rasul nya , sifat – sifat dan segala perbuatannya dengan berbagai pendekatan.
B. Saran
Saran yang peyusun sampaikan sampaikan adalah sebagai berikut:
Agar lebih giat belajar masalah ilmu kalam supaya bisa menuntaskan ilmu kalam
Semoga makalah ini bisa menjadi bahan pembelajaran kita semua dan menambah wawasan
yang lebih luas bagi kita semua.