MAKALAH Ilmu Kalam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KAPITA SELEKTA
Tentang :

PEMIKIRAN GUS MUS (MUSTOFA BISRI)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Kapita Selekta

Dosen : Ahmad Khori, S.Pd. M.M.Pd.I.

Di susun oleh :
Achmad Rukmana NIM : 4103212428003
Moch. Taufik NIM :
Agus harundana NIM :
Sifa NIM :
Hera NIM :

PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA
BANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aqidah ilmu kalam sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu
agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu
mempelajari akidah yang terdapat dalam agamanya. Mempelajari akidah/teologi akan memberi
seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat , yang tidak mudah
diombang-ambingkan oleh peredaran zaman.
Teologi dalam Islam disebut juga ilmu At-Tauhid. Kata Tauhid mengandung arti satu/esa
dan keEsaan dalam pandangan Islam merupakan sifat yang terpenting diantara sifat-sifat Tuhan.
Teologi Islam disebut juga ilmu kalam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ilmu kalam ?
2. Apa pengertian dari tauhid ?
3. Bagaimana sejarah muncul imu kalam ?
4. Apa saja ruang lingkup ilmu kalam ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ilmu kalam ?
2. Untuk mengetahui apa pengertian dari tauhid ?
3. Untuk mengetahui sejarah muncul imu kalam ?
4. Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu kalam ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Kalam


Ilmu Kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah
(rasional ilmiah) dan sebagai tameng terhadap segala tantangan dari para penentang.
Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar.Menurut persepsinya, hukum
islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama,fiqh al-akbar,
membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-ashghar,
membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi
hanya cabang saja. Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas
Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan
masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin Islam. Penekanan akhirnya adalah
menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang
mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar
kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau sebuah
kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak terdapat perkataan al-Kalam
yang menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti
semula dari istilah al-Kalam adalah kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud
Kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai
contoh, kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam al-Qur’an, diantaranya pada Surah al-
Baqarah ayat 75, 253, dan Surah an-Nisa’ ayat 164.
Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita kenal
saat ini pertama kali digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa
khalifah Al-Ma’mun.Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam islam
disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan terhadap al-fiqh fi al-ilm yang diartikan ilmu hukum
( ilmu qanun ). Biasannya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu
aqidah lebih baik dari ilmu hukum.
Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmuini dinamakan Ilmu Kalam adalah :
1. Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan Islam adalah
masalah firman Allah ( Kalam Allah ), yaitu al-Qur’an. Apakah Kalamullah tersebut qadim atau
hadits (baru)? Walaupun permasalahan ini hanya merupakan salah satu bagian dari pembahasan
ilmu ketuhanan dalam Islam, namun karena ia menjadi bagian terpenting maka ilmu ini dinamai
Ilmu Kalam.
2. Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim (ahli Ilmu Kalam)
menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada keahlian meraka dalam
berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan demikian, mutakallim diartikan juga
dengan ahli debat yang pintar memakai kata-kata.
3. Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah, kalam tidaklah
dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian
pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalasm ialah
rasionalitas atau logika .
B. Sumber-Sumber Ilmu Kalam
Sunber-sumber ilmu kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dalil naqli (al-
Qur’an dan Hadits) dan dalil aqli (akal pemikiran manusia). Al-Qur’an dan Hadits merupakan
sumber utama yang menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-
Nya dan permasalahan aqidah Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas dari-
dari nash-nash al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing
kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan al-Qur’an dan Hadits lalu
kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka.
Berikut ini adalah sumber-sumber ilmu kalam:
1. Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan
masalah ketuhanan,di antarannya adalah :
a. Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa.
b. Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia
ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c. Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang bertahta
di atas “Arsy”. Ia pencipta langit,bumi, dan semua yang ada diantara keduannya.
d. Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu berada
diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka berpegang teguh dengan
janji Allah.
e. Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu
digunakan untuk memgawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan,tuntunan, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan rinciannya tidak ditemukan.
Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan disistematisasikan yang pada gilirannya
menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.
2. Hadist
Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam banyak hadits, Diantarannya
yaitu hadits yang menjelaskan tentang iman, islam, dan ihsan termasuk menyinggu ilmu
kalam,salah satu di antaranya juga
Adapula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian umat sebagai prediksi Nabi
mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya :
“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda, “ Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan.”
“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda, “ Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani Israil, Bani Israil telah terpecah
belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya
akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “ Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” tanya
para sahabat. Rasulullah menjawab ‘mereka adalah yang mengikuti jejakku dan sahabat-
sahabatku’.
Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan masalah faksi
umat ini, yang merupakan salah satu kajiiian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat banyak.
Diantara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari berbagai sahabat, seperti
Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab,
Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah Hadits
yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa golongan. Diantara
golongan-golongan itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan yang lainnya sesat.
3. Pemikiran Manusia
Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia berasal dari pemikiran umat
islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat islam. Di dalam al-Qur’an, banyak
sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan
akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur,
tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu al-abshar, dan ulu an-nuha.
Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :

Artinya : “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia
diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang
dada perempuan.” ( Q.S. At-Thariq Ayat 5-7 )
Ayat-ayat yang lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-
Isra’ : 44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat : 47-49,
Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh karena itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan
rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya
perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan sangat
jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu kalam.
Adapun sumber kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan
setidaknya ada tiga faktor penting.
Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah kemenangannya, pada
awalnya mereka memeluk berbaga agama yaitu Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana,
Sabiah, Atheisme, dan lain-lain.Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama
ini. Bahkan diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya. Setelah
fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam, mulailah mereka
memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat persoalan-persoalanya
lalu memberinya corak baju keislaman.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk dakwah Islam dengan
membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk itu, mereka
tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari pendapat-pendapat
serta alas an-alasan lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar
agama saat itu.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat membutuhkan
filsafat Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan
mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya An-Nadham,
seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa
pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf
4. Insting
Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya
Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad
mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang
primitif. Tylor justru mengatakan bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada benda-
benda mati- merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain
lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah yang
paling tua. Keduanya menganggap bahwa animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang
sebagai asal-usul kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih
dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap manusia yang suka mengalami mimpi.
Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan terhadap, bercakap-cakap, bercengkerama,
dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika
seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di tempat semula. Kondisi ini telah
membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang telah
dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh lain, yang pada masanya roh itu akan segera
kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih
berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda langit atau alam lainnya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara instingtif, telah
berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L.
Reese mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan
istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul
dari sebuah mitos ( thelogia was originally viewed as concerned with myth ). Selanjutnya,
teologi itu berkembang menjadi “ theology natural “ ( teologi alam ) dan “revealed theology “ (
teologi wahyu ).
C. Sejarah Kemunculan Persoalan-Persoalan Ilmu Kalam
Sejarah dalam pendeklarasian ilmu kalam tidak luput dari sejarah perpecahan prinsip
teologi umat islam yang masih ketika itu dipicu persoalan politik dan kedangkalan ukhuwah
dalam prilaku perebutan singgasana kekuasaan,bermula dari Peristiwa wafatnya Nabi
Muhammad SAW pada tanggal 8 juni 632 M melahirkan suatu perjuangan keagamaan dan
politik dalam masyarkat islam sehingga mengakibatkan timbulnya perpecahan di kalangan umat
islam. Perpecahan ini mulai memanas sejak Khalifah Utsman bin Affan mengambil kebijakan
mengangkat anggota keluarganya untuk menduduki posisi dalam struktur politik dan jabatan
penting, sehingga sebagian besar masyarakat islam tidak senang dengan kebijakan tersebut.
Puncaknya adalah saat Khalifah Utsman bin Affan terbunuh saat sedang membaca Al-Qur’an
dirumahnya.
Setelah khalifah ustman terbunuh maka kembali diumumkan pergantian kekhalifahan
selanjutnya dengan berpacu pada penolakan muawiyyah atas terpilihnya Ali bin abi Thalib.
banyak diantara yang semula berpihak pada Ali kemudian terpecah dan keluar dari barisan
militer ali bin abi Thalib ,Putusan hanya datang dari Allah dan harus kembali pada hukum dan
ketetapan Allah yang ada dalam Al-qur’an . La hukma illa Allah (tidak ada perantara selain
Allah) Hal ini tidak hanya mempunyai implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat
kepada persoalan-persoalan teologi, yang melahirkan beberapa aliran teologi yaitu:
1. Khawarij: persoalan iman dan kufr (mu’min dan kafir)
Sebagai kelompok yang lahir dari peristiwa politik, pendirian teologis khawarij –
terutama yang berkaitan dengan masalah iman dan kufur lebih bertendensi politis ketimbang
ilmiah-teoritis. Kebenaran pernyataan ini tak dapat disangka karena, seperti yang telah
diungkapkan sejalrah, Khawarij mula-mula memunculkan eprsoalan teologis seputar masalah
“apakah Ali dan pendukungnya adalah kafir atau tetap mukmin?””apakah muawiyah dan
pendukungnya telah kafir atau tetap mukmin?” jawaban atas pertanyaan ini kemudian menjadi
pijakan atas dasar teologi mereka. Menurut mereka, Ali dan Muawiyah beserta para
pendukungnyatelah melakukan tahkim kepada manusia, berarti mereka telah berbuat dosa besar.
Dansemua pelaku dosa besar (mutabb al-kabirah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali
Najdah, adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya. Subsekte Khawarij yang sangat
ekstrim, Azariqah, menggunakan istilah yang lebih “mengerikan” dari pada kafir yaitu musyrik.
Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung ke dalam barisan
mereka, sedangkan pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status
keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan itu berarti ia telah keluar dari Islam. Si kafir
semacam ini akan kekal di neraka bersama orang kafir lainnya.
Iman dalam pandangan Khawarij, tidak semata-mata percaya kepada Allah. Mengerjakan
segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Segala perintah
kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan, segala perbuatan yang berbau religius,
termasuk di dalam masalah kekuasaan adalah bagian dari keimanan, al-amal juz’un al-iman).
Dengan demikian, siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan bahwa
Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah
melakukan perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh khawarij.
2. Murji’ah: masalah iman dan menentang pendapat Khawarij
Aliran murji’ah adalah aliran yang memberikan reaksi terhadap pendapat aliran khawarij
yang mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar adalah aliran murji’ah. Menurut kaum
murjiah dosa besar tidak mengakibatkan kekafiran. Apabila seorang mukmin melakukan dosa
besar tetap mukmin. Adapun hakikatnya, kita serahkan kepada Allah kelak di akhirat.
Dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
a) Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak
merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap
mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
b) Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak
dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan
pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam
keadaan akidah tauhid.
c) Ajaran pokok murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang
diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang
politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah
dikenal pula sebagai the queieties (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu
jauh sehingga membuat murjiah selalu diam dalam persoalan politik.
3. Paham Qadariyah dan Jabariyah: Memaksa
Dalam kitab Tarikh al-Firaq al-Islamiyah, Ali musthafa al-Ghurabi menjelaskan bahwa
menurut paham teologi Aliran Qadariyah, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya;
manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kemauannya
sendiri, dan manusia sendiriilah yang melakukan perbuatan-perbuatan jahat atas kehendak dan
kemauannya sendiri. Menurut paham mereka, manusia mempunyai kebebasan dalam tingkah
lakunya. Ia dapat berbuat baik kalau ia menghendakinya, dan ia pula dapat berbuat jahat kalau ia
menghendakinya. Aliran ini menolak paham yang mengatakan bahwa manusia dalam perbuatan-
perbuatannya hanya bertindak menurut kadar yang telah ditentukan sejak zaman azali.
Selanjutnya pengarang kitab Tarikh al-Firaq al-Islamiyah itu juga menyebutkan, bahwa menurut
paham Jabariyah, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa. Manusia tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan dalam
perbuatan-perbuatannya. Manusia dalam perbuatan-perbuatannya dipaksa, dengan tidak ada
kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri
mereka, tak ubahnya seperti air yang mengalir, manusia tak ubahnya seperti bulu yang ditiup
oleh angin, dia akan melayang-layang ke arah mana angin bertiup. Menurut paham ini, segala
perbuatan manusia tidak merupakan sesuatu yang timbul dari kehendak dan kemauan sendiri,
tapi perbuatan yang dipaksakan kepada dirinya. Kalau seseorang membunuh orang lain, maka
perbuatannya itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi terjadi karena Qadha dan
Qadar Tuhanlah yang menghendaki demikian.
Dengan kata lain, dia membunuh bukanlah atas kehendaknya sendiri, tetapi Tuhanlah
yang memaksanya membunuh. Manusia dalam paham ini hanya merupakan wayang yang
digerakan oleh dalang. Manusia berbuat dan bergerak karena digerakan oleh Tuhan. Tanpa
gerak dari Tuham manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Disamping kedua paham itu, terdapat
pula paham tengah antara paham Qadariyah yang dibawa oleh Ma’bad dan Ghailan dengan
paham Jabariyah yang dibawa oleh Jaham, yaitu paham kasb, yang dibawa oleh al-Husain Ibn
Muhammad al-Najjar dan Dirar Ibn ‘Amr. Menurut al-Syahrastani dalam kitab al-Milal wa al-
Nihal, dalam paham Kasb, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, baik
perbuatan baik maupun perbuatan yang jahat. Tetapi manusia mempunyai bagian dalam
perwujudan perbuatan-perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam dirinya mempunyai daya
untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Jadi menurut paham ini, Tuhan dan manusia
bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak semata-mata
dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
4. Mu’tazilah : al-Ushul al-Khamsah
Setiap pelaku dosa besar, menurut mu’tazilah berada diposisi tengah diantara posisi
mukmin dan posisi kafir, jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertobat, ia akan
dimasukkan kedalam neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya
lebih ringan dari pada siksaan orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa tokoh mu’tazilah,
seperti Wasil bin Atha dan Amir Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik
yang bukan mukmin attau kafir.
1) Al Tauhid ( Ke-Esa-an )
Tuhan dalam paham Mu’tazilah betul-betul Esa dan tidak ada sesuatu yang serupa
denganNya. Ia menolak paham anthromorpisme (paham yang menggambarkan Tuhannya serupa
dengan makhlukNya) dan juga menolak paham beatic vision (Tuhan dapat dilihat dengan mata
kepala) untuk menjaga kemurnian Kemaha esaan Tuhan, Mu’tazilah menolak sifat-sifat Tuhan
yang mempunyai wujud sendiri di luar Zat Tuhan. Hal ini tidak berarti Tuhan tak diberi sifat,
tetapi sifat-sifat itu tak terpisah dari ZatNya. Mu’tazilah membagi sifat Tuhan kepada dua
golongan :
a. Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan, disebut sifat dzatiyah, seperti al Wujud - al Qadim –
al Hayy dan lain sebagainya
b. Sifat-sifat yang merupakan perbuatan Tuhan, disebut juga dengan sifat fi’liyah yang
mengandung arti hubungan antara Tuhan dengan makhlukNya, seperti al Iradah – Kalam – al
Adl, dan lain-lain.
Kedua sifat tersebut tak terpisah atau berada di luar Zat Tuhan, Tuhan Berkehendak,
Maha Kuasa dan sifat-sifat lainnya semuanya bersama dengan Zat. Jadi antara Zat dan sifat tidak
terpisah.
Pandangan tersebut mengandung unsur teori yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa :
penggerak pertama adalah akal, sekaligus subyek yang berpikir.
2) Al ‘Adl (Keadilan )
Paham keadilan dimaksudkan untuk mensucikan Tuhan dari perbuatanNya. Hanya
Tuhan lah yang berbuat adil, karena Tuhan tidak akan berbuat zalim, bahkan semua perbuatan
Tuhan adalah baik. Untuk mengekspresikan kebaikan Tuhan, Mu’tazilah mengatakan bahwa
wajib bagi Tuhan mendatangkan yang baik dan terbaik bagi manusia. Dari sini lah muncul
paham al Shalah wa al Aslah yakni paham Lutf atau rahmat Tuhan. Tuhan wajib mencurahkan
lutf bagi manusia, misalnya mengirim Nabi dan Rasul untuk membawa petunjuk bagi manusia.
Keadilan Tuhan menuntut kebebasan bagi manusia karena tidak ada artinya syari’ah dan
pengutusan para Nabi dan Rasul kepada yang tidak mempunyai kebebasan. Karena itu dalam
pandangan Mu’tazilah, manusia bebas menentukan perbuatannya.
3) Al Wa’d wa al Wa’id (Janji dan Ancaman)
Ajaran ini merupakan kelanjutan dari keadilan Tuhan, Tuhan tidak disebut adil jika ia
tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat
buruk, karena itulah yang dijanjikan oleh Tuhan. QS. Al Zalzalah ayat 7-8.

Terjemahnya :“Barang siapa yang berbuat kebajikan seberat biji zarrah, niscaya dia
akan lihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat keburukan seberat biji zarrah, niscaya
dia akan melihat balasannya pula.”
4) Manzilah Baina Manzilatain (Posisi di antara dua tempat )
Posisi menengah atau fasik dalam ajaran Mu’tazilah di tempati oleh orang-orang Islam
yang berbuat dosa besar. Pembuat dosa besar bukan kafir karena masih percaya kepada Tuhan
dan Nabi Muhammad saw, tetapi tidak juga dapat dikatakan mukmin karena imannya tidak lagi
sempurna, maka inilah sebenarnya keadilan (menempatkan sesuatu pada tempatnya), akan tetapi
di akhirat hanya ada syurga dan neraka, maka tempat bagi orang-orang yang berbuat dosa adalah
di neraka, hanya saja tidak sama dengan orang-orang kafir sebab Tuhan tidak adil jika
siksaannya sama dengan orang kafir. Jadi lebih ringan dari orang kafir.
5) Amar Ma’ruf , Nahi Munkar. ( Memerintahkan Kebaikan dan Melarang Keburukan ).

5. Asy’ariyah: Mazhab Syafi’i


Pendiri mazhab Asya`irah adalah Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Asy`ari. Ia lahir pada
tahun 260 H di Bashrah dan wafat tahun 324 H di Baghdad. Sampai usia empat puluh tahun, ia
adalah salah satu murid Abu Ali Jubai yang mendukung mazhab Mu`tazilah. Abu Hasan Asy`ari
keluar dari mazhab Mu`tazilah pada tahun 300 H. Setelah mengadakan beberapa perbaikan
dalam ajaran Ahlul hadits, Abu Hasan Asy`ari mendirikan mazhab baru, yang berlawanan
dengan Ahlul hadits dan juga Mu`tazilah. Dalam bidang fikih, Abu Hasan Asy`ari mengikuti
mazhab Syafi`i. Di masa sekarang, sebagian besar pengikutnya juga berkiblat kepada Imam
Syafi`i dalam masalah hukum.
Tehadap pelaku dosa besar, agaknya asy’ari, sebagai wakil ahl al-sunnah tidak
mengkafirkan orang-orang yang sujud ke baitullah (ahl al-qiblah), walaupun melakukan dosa
besar seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman
dengan keimanan yang mereka miliki, selalipun berbuat dosa besar, akan tetapi, jika dosa besar
itu tetap dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini
keharamannya, ia dipandang telah kafir. Adapun balasan diakhirat kelak bagi pelaku dosa besar
apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, maka menurut al-asyari, hal itu bergantung pada
kebijakan tuhan yang maha berkehendak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku
dosa besar itu mendapat syafaat nabi SAW. Sehingga terbebas dari siksa neraka atau
kebalikannya, yaitu Tuhan memberinya siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang
dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir lainnya.
Setelah penyiksaan terhadap dirinya selesai ia akan dimasukkan ke dalam surga. Dari paparan
singkat ini, jelaslah bahwa asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan
murjiah khususnya tidak mengkafirkan para pelaku dosa besar.

6. Maturidiyah: Mazhab Ahmad bin Hambal


Maturidiyah didirikan oleh Abu Manshur Muhammad bin Muhammad Maturidi, di
daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat
333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan
pengikutnya juga bermazhab Hanafi.
Setelah menelaah sekian riwayat tentang munculnya ilmu kalam dan persoalan-persoalan
disekitar ilmu kalam yang menjadi simbolisasi dari ilmu manthiq dan logika , seakan menata
barisan idiologi tentang hal-hal yang mendoktrin untuk terus berfikir akan sesuatu yang telah
ada dan mencakup semua sejarah tentang perebutan kekuasaan, perbedaan cara pandang dan
sistem perpolitikan. Kaca perbandingan yang menyeluruh dari sekian bentuk knowladge yang
bermunculan seiring perkembangan zaman. Wallahu a’lam.
D. Ruang Lingkup Aqidah Ilmu Kalam
Masalah yang dibahas dalam aqidah ilmu kalam adalah mempercayai adanya Allah,
Malaikat, Kitab-kitab Allah, Nabi dan Rasul Allah, hari kiyamat,Qadha’ dan Qadar, Akhirat,
akal dan wahyu, surga , neraka, dosa besar, dan masalah iman dan kafir. yang diperkuat dengan-
dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari aqidah-aqidah yang menyimpang.
Harun lebih lanjut mengatakan bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah
persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari
Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij sebagaimana yang telah disebutkan,
memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim yakni Ali, Mu’awiyah,
Amr bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah ayat
44.
Persoalan ini telah menimbulkan tiga alioran teologi dalam Islam yaitu:
1) Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti
telah keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2) Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin dan
bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk
mengampuni atau menghukumnya.
3) Aliran Mu’tazilah , yang tidak menerima pendapat kedua diatas.
Pengertian Aqidah Ilmu kalam adalah artinya ilmu yang mempelajari ikatan/keyakinan
seseorang tentang masalah ketuhanan dengan menggunakan dalil-dalil fikiran dan disertai
alasan-alasan yang rasional. Nama-nama ilmu kalam yaitu ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh al-
akbar dan teologi Islam. dan Ruang lingkupnya adalah tentang mengesakan tuhan yang
diperkuat dengan-dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari aqiah-aqidah yang menyimpan.
 Pengertian Imu Tauhid
Ditinjau dari sudut bahasa (etimologi ),kata tauhid adalah merupakan bentuk kata
mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu : wahhada yuwahhidu wahdah yang memiliki arti
mengesakan atau menunggalkan .kemudian ditegaskan oleh ibnu khaldun dalam kitabnya
muqaddimah bahwa kata tauhid mengandung makna keesaan tuhan. maka dari pengertian
ithimologi tersebut dapat diketahui bahwa tauhid mengandung makna meyakinkan
(mengi’tikadkan ) bahwa allah adalah satu tidak ad syrikat bagi-nya
Ditinjau dari sudut istilah ( terminologi ) , telah dipahami bersama bahwa setiap cabang
ilmu pengetahuan itu telah mempunyai obyek dan tujuan tertentu .karena itu setiap cabang ilmu
pengetahuan juga masing –masing mempunyai batasan – batasan tertentu pula . demi batasan-
batasan tersebut pengaruhnya adalah sangat besar bagi para ilmuan dan cendikiawan didalam
membahas, mengkaji , dan menelaah obek garapan dari suatu cabang ilmu pengatahuan .
Demikian juga halnya pada kajian ilmu tauhid yang telah di ta’rifkan oleh para ahli
sebagai berikut :
A. Syekh Muhamad Abduh Mengatakan Bahwa :
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud allah dan sifat sifat yang wajib ada
pada-nya ,dan sifat yang boleh ada padanya dan sifat yang tidak harus ada pada-nya (mustahi),
ia juga membahas tentang para rasul untuk menegaskan tugas risalahnya , sifat sifat yang wajib
ada padanya yang boleh ada padanya ( jaiz) dan yang tidak ada padanya (mustahil)
B. Syekh Husain Affandi Al-Jisral-Tharablusymenta ’Rifkan Sebagai Berikut :
Ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas atau membicarakan bagaimana menetapkan aqidah
(agama islam) dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan
Dari kedua ilmu ta’rif ilmu tauhid tersebut itu dapat lah diambil suatu pengertian bahwa
pada ta’rif pertama (Syekh Muhamad Abduh) lebih menitik beratkan pada objek formal ilmu
tauhid yakni pembahasan tentang wuhud allah dengan segala sifat dan perbuatannya serta
membahas tentang para rasulnya , sifat-sifat dengan segala perbuatannya .sedangkan pada ta’rif
kedua (Sekh Husain Al-Jisr) menekankan pada metode pembahasannya yakni dengan
menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan , dan yang dimaksud disini adalah dalil naqli maupun
dalil aqli.dengan demikian ilmu tauhid adalah salah satu cabang ilmu study keislaman yang
lebih memfokuskan pada pembahasan wujud allah dengan segala sifat nya serta tentang para
rasul nya , sifat – sifat dan segala perbuatannya dengan berbagai pendekatan .
 Objek Pembahasan Ilmu Tauhid
Obyek pembahasan atau yang menjadi lapangan bahasan ilmu tauhid pada garis besarnya
dibagi pada tiga bagian utama yaitu :
1. Tauhid ilahiyah (ketuhanan) yaitu bagian ilmu tauhid yang membahas masalah ketuhanan , hal
ini terdiri dari :
a) Tauhid uluhiyyah yaitu membahas tentang keesaan allah dalam dzat –nya tidak terdiri
dari beberapa unsur atau oknum , dia (allah) sebagai dzat yang wajib disembah dan
dipuja dengan ikhlas ,semua pengabdian hambanya semata-mata hanya untuknya seperti
berdoa dan lain-lain sebagai mana yang dinyatakan dalam firman allah swt dalam surat
al-ikhlas ayat 1- 4
b) Tauhid rububiyah, yaitu pembahasan tentang allah sebagai arrabu yaitu esa dalam
penciptaannya pemeliharaan dan pengaturan semua makluhnya sebagai firman allah
yang menjelaskan siapakah yang memberi rezeki pada manusia dalam surat yunus ayat
31
c) Tauhid dzat, sifat – sifat dan nama – nama nya yaitu pembahasan tentang sifat sifat dan
nama-nama yang disebut sendiri oleh allah dan rasulnya yang tidak sama dengan
makluhnya sifat dan nama-nmanya adalah agung dan sempurna kita tidak boleh memberi
nama dan sifat yang dapat mengurangi keagungan dan kesempurnaan nya atau
menyusuaikan nama-nama dan sifat sifat itu dengan yang lain seperti
membagaimanakan, menggambarkan dan lain-lain .sebagaiman firman allah dalam surat
al-a’raaf ayat 180 .
2. Tauhid nubuwwah ( kenabian ) yaitu bagian ilmu tauhid yang membahas masalah kenabian,
kedudukan dan peranan serta sifat sifat dan keistimewaannya , sebagaimana firman allah dalam
surat an-nahl ayat 43.
3. Tauhid sam’iyyat ,yaitu sesuatu yang diperoleh lewat pendengaran dari sumber yang
meyakinkan yakni al-qur’an dan al-hadits ,misalnya tentang alam kubur, azab kubur ,hari
kebangkitan dipadang mashar ,alam akhirat ,tentang ’arsy ,lauh mahfudz, dan lain-lain seperti
yang disebutkan dalam firman allah surat az-zumar ayat 60 .

 Dasar-dasar Ilmu Tauhid


Syekh husain al-jisr menjelaskan bahwa didalam membahas ilmu tauhid
mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan yakni dalil naqli dan aqli . dalil naqli adalah
pengetahuan tentang masalah–masalah agama yang diambil dari alquran dan hadis yang shaheh.
dengan dalil naqli tersebut diketahui keterangan – keterangan tentang tuhan dan segala sifat dan
perbuatannya serta menunjukan bahwa segala makhluh berada dalm lingkungan hukum alam
(Sunnah Allah) yang tidak berubah dan bertukar , sebagaimana tersebut dalam firman allah surat
al-fath ayat 23.
Jadi , sifat suatu dalil naqli adalah sebagai pembuktian suatu dalil, dan merupakan akhir
dari pembahasan yang penjang sesuai dengan yang ditunjuk oleh dalil, sebagai contoh
pembuktian surat al-baqarah ayat 225 .
Adapun dalail naqli adalah pengetahuan yang didapatkan dari keputusan akal yang sehat
berdasarkan cara berfikir yang telah ditentukan oleh ilmu pengetahuan , sifat dalil ini adalah
sebagai sarana penyimpulan keterangan suatu peristiwa, bertolak dari beberapa peristiwa nyata
kemudian diambil satu atau lebih kesimpulan yang benar, sebagai contoh adanya teori gerak,
bahwasanya setiap makluh merupakan kumpulan dari sejumlah gerakan sebagai tanda
kehidupannya dengan gerakan awal dan gerakan awal itu pasti ada penggeraknya, yaitu tuhan
allah SWT .
 Fungsi Ilmu Tauhid dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam
Berdasarkan pada pengertian dan kedudukan ilmu tauhid yang mendasari semua
keilmuan dan amalan dalam islam, maka ilmu tauhid berfungsi dalam ( 2 ) bidang yang salin
terjalin antara yang satu bidang dengan yang lainnya yaitu :
1. Dalam Bidang I’tiqoyah

a. ilmu tauhid berfungsi memberikan dasar dan landasan mental ( basic mentalty ) yang
kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap keesaan tuhan sebagai satu-satu nya
sesembahan dalam ibadah ( tauhid uluhiyah )
b. memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orang-orang non muslim
untuk diajak beriman secara tauhid yang tidak bercampur dengan kemusrikan dengan
penjelasan yang baik dan bijaksana , baik dalam artian menolak terhadap semua
ajaran ketuhanan yang salah diinterpretasikan maupun bersifat operatif terhadap
pemahaman yang bersifat merusak kemurnian tauhid .
2. Dalam Bidang Ijtihad
Dalam bidang ini ilmu tauhid berfungsi :

a. Menjelaskan dan membahas obyek ilmu tauhid secara ilmiah , dengan berdasarkan
dalil naqli yang shahih dan dikuatkan dengan dalil aqli yang tidak bertentangan /
menyimpang dari ajaran islam itu sendiri
b. Melengkapi dasar dasar / landasan ilmiah bagi keimanan orang-orang islam yang
sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan dalil dalil ilmiyah . dengan demikian
agar orang orang islam memiliki kekebalan dan kemampuan terhadap unsur unsur
yang akan menggoyahkan keimanan mereka dalam bidang i’tiqad
c. Karena itu dengan modal tersebut diharapkan dapat jadi pandangan atau sebagai
falsafah hidup bagi kaum muslimin dalam menjalani kehidupannya yang dalam hal ini
sebagai ” way of life ”
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Kalam adalah suatu ilmu
yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah) dan sebagai tameng
terhadap segala tantangan dari para penentang dan sejarah dalam pendeklarasian ilmu kalam
tidak luput dari sejarah perpecahan prinsip teologi umat islam yang masih ketika itu dipicu
persoalan politik dan kedangkalan ukhuwah dalam prilaku perebutan singgasana kekuasaan dan
ilmu kalam tidak lepas dari ilmu tauhid , ilmu tauhid adalah salah satu cabang ilmu study
keislaman yang lebih memfokuskan pada pembahasan wujud allah dengan segala sifat nya serta
tentang para rasul nya , sifat – sifat dan segala perbuatannya dengan berbagai pendekatan.

B. Saran
Saran yang peyusun sampaikan sampaikan adalah sebagai berikut:
 Agar lebih giat belajar masalah ilmu kalam supaya bisa menuntaskan ilmu kalam
 Semoga makalah ini bisa menjadi bahan pembelajaran kita semua dan menambah wawasan
yang lebih luas bagi kita semua.

Anda mungkin juga menyukai