Isi Makalah Askep Inkontinensia

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang


tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada
yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diperkirakan prevalensi inkontinensia
urin berkisar antara 15 – 30% usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien
geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan
kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74
tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih
tinggi pada wanita dibandingkan pria. Perubahan-perubahan akibat proses menua
mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan
predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan
inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses menua.
Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya
keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan
jarang ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan
miksi mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum
mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis
inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung kemih.
Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap sebagai
penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering
didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari inkontinensia urin ?
2. Apa saja klasifikasi dari inkontinensia urin ?
3. Apa etiologi dari inkontinensia urin ?
4. Apa saja tanda dan gejala dari inkontinensia urin ?

1
5. Bagaimana patofisiologi inkontinensia urin ?
6. Bagaimana penatalaksanaan inkontinensia urin ?
7. Bagaimana konsep askep dari inkontinensia urin ?
8. Bagaimana askep dari inkontinensia urin ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari inkontinensia urin.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari inkontinensia urin.
3. Untuk mengetahui etiologi dari inkontinensia urin.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari inkontinensia urin.
5. Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia urin.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urin.
7. Untuk mengetahui konsep askep dari inkontinensia urin.
8. Untuk mengetahui askep dari inkontinensia urin.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi
dan jumlahnya,yang mengakibatkan masalah sosial dan higienis penderitanya
(FKUI, 2006).
Menurut International Continence Sosiety, inkontinensia urine adalah
kondisi keluarnya urin tak terkendali yang dapat didemonstrasikan secara
obyektif dan menimbulkan gangguan hygiene dan sosial.

2.2. KLASIFIKASI
Klasifikasi Inkontinensia Urine menurut (H. Alimun Azis, 2006)

2
1) Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami pengluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa
dorongan yang kuat untuk berkemih.
2) Inkontinensia Total
Inkontinensia Total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.
3) Inkontinensia Stres
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan urin
kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
4) Inkontinensia refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluran urin
yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila
volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
5) Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin
tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.

2.3. ETIOLOGI
Etiologi Inkontinensia Urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono, 2001) :
1. Poliuria, nokturia
2. Gagal jantung
3. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.
4. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan
oleh :
a) Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan
efek akibat melahirkan dapat mgengakibatkan penurunan otot-otot dasar
panggul.
b) Perokok, Minum alkohol.
c) Obesitas
d) Infeksi saluran kemih (ISK)

2.4. TANDA DAN GEJALA


Tanda-tanda Inkontinensia Urine menurut (H.Alimun Azis, 2006)
1. Inkontinensia Dorongan
a) Sering miksi
b) Spasme kandung kemih
2. Inkontinensia total
a) Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan.

3
b) Tidak ada distensi kandung kemih.
c) Nokturia dan Pengobatan Inkontinensia tidak berhasil.
3. Inkontinensia stres
a) Adanya urin menetes dan peningkatan tekanan abdomen.
b) Adanya dorongan berkemih.
c) Sering miksi.
d) Otot pelvis dan struktur penunjang lemah.
4. Inkontinensia refleks
a) Tidak dorongan untuk berkemih.
b) Merasa bahwa kandung kemih penuh.
c) Kontraksi atau spesme kandung kemih tidak dihambat pada interval.
5. Inkontinensia fungsional
a) Adanya dorongan berkemih.
b) Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.

2.5. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
1. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika Urinaria
(Kandung Kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600 ml.
Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350 ml. Berkemih
dapat ditundas 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan
berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontraksi dan sfingter internal
dan sfingter ekternal relaksasi,yang membuka uretra. Pada orang dewasa
muda hampir semua urine dikeluarkan dengan proses ini. Pada lansia tidak
semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau kurang dianggap
adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya retensi urine.
Perubahan yang lainnya pada peroses penuaan adalah terjadinya kontrasi
kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia, terjadi penurunan produksi
esterogen menyebabkan atrofi jaringan uretra dan efek akibat melahirkan
mengakibatkan penurunan pada otot-otot dasar (Stanley M & Beare G
Patricia, 2006).
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung
kemih. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih,
urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi

4
sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau
bersin.
2.6. PENATALAKSANAAN
1. Pemanfaatan kartu catatan berkemih yang dicatat pada kartu tersebut
misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar
secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat
pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
2. Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan
adalah : Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi
berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk
berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada
interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang
secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan
berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan
lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal
kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau
pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan
gangguan fungsi kognitif (berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul
dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang.
Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah
dengan cara :
Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka,
kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke
belakang ± 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita
buang air besar dilakukan ± 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar
panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik.
3. Terapi farmakologi

5
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah
antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate,
Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu
pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter
relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik
antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan
secara singkat.
4. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan
urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil.
Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan
untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu,
divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
5. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu
bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers,
kateter.
6. Pemantauan Asupan Cairan
Pada orang dewasa minimal asupan cairan adalah 1500 ml perhari
dengan rentan yang lebih adekuat antara 2500 dan 3500 ml perhari dengan
asumsi tidak ada kondisi kontraindikasi. Lansia yang kontinen dapat
membatasi asupan cairan secara tidak tepat untuk mencegah kejadian-
kejadian yang memalukan. Pengurangan asupan cairan sebelum waktu tidur
dapat mengurangi inkontinensia pada malam hari, tetapi cairan harus
diminum lebih banyak selama siang hari sehingga total asupan cairan setiap
harinya tetap sama.

2.7. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Adapun data-data yang akan dikumpulkan dikaji pada asuhan
keperawatan klien dengan diagnosa medis Inkontinensia Urine :
1) Identitas Klien

6
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Pada kelayan Inkontinensia Urine keluhan-keluhan yang ada adalah
nokturia, urgence, disuria, poliuria, oliguri, dan staguri.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan,
usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK (Infeksi Saluran
Kemih) yang berulang. penyakit kronis yang pernah diderita.
5) Riwayat Penyakit keluarga
Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit Inkontinensia Urine, adakah anggota keluarga yang
menderita DM, Hipertensi.
6) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang digunakan adalah B1 - B6 :
a. B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena
suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi.
b. B2 (blood)
Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d. B4 (bladder)
Inspeksi : periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam
kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada
bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,
banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat
dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.

7
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis,
seperti rasa terbakar di uretra luar sewaktu kencing / dapat juga di
luar waktu kencing.
e. B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri
tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya
ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
f. B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk
berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi
kandung kemih.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam waktu
yang lama.
3. Resiko kerusakan integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan
oleh urine.
4. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.

3. Intervensi
1) Diagnosa 1
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi
untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi
kandung kemih.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan
bisa melaporkan suatu pengurangan / penghilangan inkontinensia.
Kriteria Hasil :
 Klien dapat menjelaskan penyebab inkontenensia dan rasional
penatalaksanaan.
Intervensi :
1. Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan catatan berkemih sehari.

8
R : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan beri distensi
kandung kemih
2. Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
R : Pembatasan cairan pada malam hari dapat mencegah terjadinya
enuresis.
3. Bila masih terjadi inkontinensia kurangi waktu antara berkemih yang
telah direncanakan
R : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urine sehingga diperlukan untuk lebih sering berkemih.
4. Instruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran,
ulangi dengan posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan klien
berdiri jika tidak ada kebocoran yang lebih dulu.
R : Untuk membantu dan melatih pengosongan kandung kemih.
5. Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan
cairan 2000 ml, kecuali harus dibatasi.
R : Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah ISK dan batu ginjal.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan
kemungkinan perubahan obat, dosis / jadwal pemberian obat untuk
menurunkan frekuensi inkonteninsia.
2) Diagnosa 2
Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam
waktu yang lama.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
berkemih dengan nyaman.
Kriteria Hasil :
 Urine jernih, urinalisis dalam batas normal, kultur urine menunjukkan
tidak adanya bakteri.
Intervensi :
1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien
inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.
R : Untuk mencegah kontaminasi uretra.

9
2. Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari
(merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur)
dan setelah buang air besar.
R : Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung
kemih dan naik ke saluran perkemihan.
3. Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
langsung, pemakaian sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh
atau darah yang terjadi (memberikan perawatan perianal, pengosongan
kantung drainase urine, penampungan spesimen urine). Pertahankan
teknik aseptik bila melakukan kateterisasi, bila mengambil contoh urine
dari kateter indwelling.
R : Untuk mencegah kontaminasi silang.
4. Kecuali dikontra indikasikan, ubah posisi pasien setiap 2 jam dan
anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan
ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
R : Untuk mencegah stasis urine.
5. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.
 Tingkatkan masukan sari buah berri.
 Berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.
R : Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari
buah berri diperlukan untuk mencapai dan memelihara keasaman urine.
Peningkatan masukan cairan sari buah dapat berpengaruh dalam
pengobatan infeksi saluran kemih.
3) Diagnosa 3
Resiko kerusakan integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan
oleh urine
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keruskan
integritas kulit teratasi.
Kriteria Hasil :
 Jumlah bakteri <100.000/ml.
 Kulit periostomal tetap utuh.
 Suhu 37° C.
 Urine jernih dengan sedimen minimal.
Intervensi :

10
1. Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8 jam.
R : Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
2. Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdeteksi.
Yakinkan kulit bersih dan kering sebelum memasang wafer yang baru.
Potong lubang wafer kira-kira setengah inci lebih besar dar diameter
stoma untuk menjamin ketepatan ukuran kantung yang benar-benar
menutupi kulit periostomal. Kosongkan kantung urostomi bila telah
seperempat sampai setengah penuh.
R : Peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal,
memungkinkan kebocoran urine. Pemajanan menetap pada kulit
periostomal terhadap asam urine dapat menyebabkan kerusakan kulit
dan peningkatan resiko infeksi.

4) Diagnosa 4
Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume
cairan seimbang
Kriteria Hasil : pengeluaran urine tepat, berat badan 50 kg
Intervensi
1. Awasi TTV
R : Pengawasan invasive diperlukan untuk mengkaji volume
intravascular, khususnya pada pasien dengan fungsi jantung buruk.
2. Catat pemasukan dan pengeluaran
R : Untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan
penurunan resiko kelebihan cairan
3. Awasi berat jenis urine
R : Untuk mengukur kemampuan ginjal dalam mengkonsestrasikn urine
4. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam
R : Membantu periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan
yang terbatas dan menurunkan rasa haus
5. Timbang BB setiap hari
R : Untuk mengawasi status cairan

11
4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan inkontinensia dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam :
a) Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai
dengan asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan
obat, kompresi pada kandung kemih atau kateter
b) Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal
kering tanpa inflamasi dan kulit di sekitar uterostomi kering.
c) Memerikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak
ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang.
d) Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi
inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.

2.8. ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


Kasus
Ny.M (60 thn) datang ke RS. B diantar keluarga. Keluarga mengatakan
Ny.M sering kencing tanpa disadari (ngompol). Klien sendiri mengatakan tidak
bisa menahan jika sudah terasa ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap hari 15-
18x/hari. Klien juga mengatakan saat dia bersin, membungkuk, batuk tiba-tiba
keluar sedikit air kencing. Klien memakai popok dan menggantinya 2x sehari
sehingga terasa lembab. Kira-kira Ny.M minumnya tiap hari sekitar 200 ml.
Sebelumnya Ny.M ada riwayat hipertensi 2 tahun lalu dan mengonsumsi obat
diuretik. Klien mengatakan disekitar area genitalia/perineal terasa nyeri, panas
dan gatal. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data TB & BB Ny.M adalah
150cm, 45kg, TD 180/140mmHg, Nadi 80 x/menit, respirasi 18 x/menit dan
suhu 36,50C, output 2100cc. Terdapat ruam kemerahan pada sekitar area
genitalia, kelembaban bibir kering. Terdapat distensi kandung kemih. Saat ini
klien terpasang infuse RL 2000cc/24 jam, kateter indwelling. Kegiatan sehari-
hari Ny.M adalah menjadi guru mengaji, akan tetapi semenjak ia sering
mengompol kegiatan menjadi terganggu.

1. Pengkajian

12
A. Data Biografi
Nama : Ny. M
Umur : 60 Tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tinggi badan/berat badan : TB : 150 cm BB : 45 kg
Penampilan umum : Baik
Alamat : Jl. Tanah Merdeka 7
Orang yang mudah dihubungi : Tn. P
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat dan telepon : Jl. Tanah Merdeka 7 (021) 8678869
Diagnosa medis : Inkontinensia Urine
B. Riwayat Keluarga
Genogram

Ny. M
60
thn
Keterangan :
= Meninggal = Laki-laki

= Perempuan = Pasien = tinggal serumah

Penjelasan:
Klien anak kedua dari 3 bersaudara. Klien mempunyai riwayat keturunan
hipertensi dari ayahnya yang meninggal karena hipertensi sedang ibunya
meninggal karena sudah tua. Klien tidak memiliki riwayat penyakit menular,
degeneratif, dan obesitas. Klien mempunyai 4 orang anak.
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Guru mengaji
Pekerjaan sebelumnya :-
Sumber-sumber pendapatan : uang dari anak-anaknya
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup

13
D. Riwayat Lingkungan Hidup
Type tempat tinggal : 16 x 8 m
Jumlah kamar :2
Kondisi tempat tinggal : Baik
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah :3
Derajat privasi : Aman
Tetangga terdekat : Baik
Alamat dan telepon :

E. Riwayat Rekreasi
Hobi/minat :-
Keanggotaan dalam organisasi :-
Liburan/perjalanan :-

F. Sistem Pendukung
Perawat/bidan/dokter/fisioterapi : dokter
Jarak dari rumah : 2 km
Rumah sakit : 6 km
Klinik :-
Pelayanan kesehatan dirumah :-
Makanan yang dihantarkan :-
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : keluarga merawat klien
dengan mengganti popok 2x sehari,
G. Deskripsi kekhususan
Kebiasaan ritual : Sholat, membaca Al – Qur’an
Yang lain : Doa-doa yang lain
H. Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu
- Klien mengatakan dua tahun lalu terkena hipertensi dan rutin
mengonsumsi obat diuretik
Keluhan utama
- Provokative/palliative : -
- Quality/quantity :-
- Region :-
- Severity scale :-
- Timming :-
Obat-obatan : obat diuretic, furosemide
Status imunisasi : lengkap
Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) : tidak ada
Penyakit yang diderita : Hipertensi
I. Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan indeks Katz, disimpulkan Skore..)

14
Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

1 Mandi Dapat mengerjakan sendiri


2 Berpakaian Seluruhnya tanpa bantuan
3 Pergi ke toilet Memerlukan bantuan
4 Berpindah (berjalan) Tanpa bantuan
5 BAB dan BAK Kadang-kadang ngompol / defekasi di tempat tidur
6 Makan Tanpa bantuan
Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan
C karena berdasarkan pengamatan, klien hanya mampu memenuhi 4
kebutuhan dasar yaitu mandi, berpakaian, berjalan. dan makan.
Psikologis
- persepsi klien : persepsi klien terhadap penyakitnya klien merasa wajar
karena sudah tua
- konsep diri : baik karena klien mampu memandang dirinya secara positif
- emosi : stabil
- adaptasi : klien mampu beradaptasi dengan baik
- mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan lebih senang tinggal
dirumah karena bisa berkumpul dengan anak-anaknya
J. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
1.Keadaan umum
Baik, klien tampak bersih
2.Tingkat kesadaran
 Refleks membuka mata (eye): Spontan = 4
 Respon Motorik (motorik):Respon baik dengan perintah: 6
 Respon Verbal (verbal) : Orientasi baik : 5
 Jumlah Nilai GCS = 15
 Interpretasi GCS : Normal (Compos Mentis)
3.Tanda-tanda vital
 TD :180/140 mmHg
 Nadi : 80 kali/menit
 RR : 18 kali/menit
 Suhu : 36,5 ° C
4.Sistem kardiovaskuler
 Inspeksi: ictus cordis pada ICS-5 pada linea medio klavikularis kiri
 Palpasi: teraba ictus kordis dengan telapak jari II-III-IV dan lebar iktus
kordis 1 cm

15
 Perkusi:
- batas atas jantung : ICS 3
- batas kanan : linea midsternalis dextra
- batas kiri : mid aksilaris sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I dan II terkesan murni,tunggal,irama
jantung teratur
5.Sistem pernafasan
 Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
 Palpasi : tidak ada pembesaran abnormal, fremitus taktil normal
 Perkusi : bunyi normal, resonan/vesikuler, suara paru ka/ki sama dan
seimbang
 Auskultasi : tidak ada ronkhi, wheezing, krekels basah
6.Sistem integumen
- Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput (+)
- Palpasi: turgor kulit jelek
- Inspeksi : terdapat ruam kemerahan pada sekitar area genitalia
7.Sistem perkemihan
 Inspeksi : saat ini klien terpasang kateter indwelling
 Palpasi : terdapat distensi pada kandung kemih
8.Sistem muskuloskeletal
 ROM klien baik/penuh
 Ekstremitas atas : Terpasang infuse Rl 2000cc/24 jam pada tangan
kanan, tonus otot baik,kekuatan otot tangan kiri kanan sama yaitu pada
skala 5
 Ekstremitas bawah : Kekuatan otot kaki kiri dan kanan sama yaitu
pada skala 5
 Tidak ada nyeri persendian
 Osteoporosis (-), tidak ada kelainan tulang
9.Sistem endokrin
- Klien mengatakan tidak menderita kencing manis.
- Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar
10. Sistem immune
- Klien mengatakan sudah lengkap imunisasi
- Riwayat penyakit yang berkaitan dengan imunisasi tidak ada
11. Sistem gastrointestinal
 Bising usus normal pada auskultasi abdomen
 Klien mengatakan tidak ada kesulitan mengunyah makanan
12. Sistem reproduksi
- Klien mempunyai 2 orang anak dari hasil pernikahannya, riwayat
berhenti menstruasi 10 tahun yang lalu.
13. Sistem persyarafan

16
 N.I (Olfaktorius) : fungsi penghidungan/penciuman
Ketika pasien diminta menutup mata dan menutup salah satu lubang
hidung kemudian disuruh untuk menghidu bau kopi, pasien dapat
menyebutkan dengan benar
 N.II (Optikus) fungsi penglihatan
Pasien dapat menyebutkan angka yang ditunjukan pada jarak 2 meter
 N.III,IV,VI (Okulomotorius,Troklearis,Abdusens)
Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks cahaya lambat,bola mata
mampu digerakkan ke segala arah.
 N.V (Trigeminus)
Sensorik : Pasien dapat merasakan usapan kapas pada daerah pipi
dengan mata tertutup setelah dilakukan berulang-ulang
Motorik : Terdapat gerakan tonus muskulus maseter ketika pasien
disuruh mengunyah
 N.VII (Fascialis)
Sensorik : Pasien dapat merasakan teh manis yang diberikan
Motorik : Pasien dapat menaikan alis mata dan mengerutkan dahi
 N.VIII (Akustikus)
Pasien dapat mendengar detakan jam perawat ketika diletakan
dibelakang telinga
 N.IX (Glossofaringeus)
Kemampuan menelan baik walaupun dilakukan perlahan-lahan ketika
minum air
 N.X (Vagus)
Gerakan uvula saat pasien mengatakan “ah” dan letak uvula di tengah
 N.XI ( Assesorius)
Pasien mampu menggerakan bahu kiri dan kanan dengan perlahan-lahan
 N.XII (Hypoglosus)
Pasien dapat menjulurkan lidah keluar ,dan gerakan lidah mendorong
pipi kiri dan kanan dari arah dalam.
K. Pemeriksaan status kognitif/afektif/sosial
1. Status kognitif/afektif
- Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan skor: 10,
fungsi intelektual utuh
- Mini mental state exam (MMSE) dengan skor: 25, aspek kognitif dari
fungsi mental dalam keadaan baik

17
- Inventaris depresi beck, dengan skor: 3. Tidak ada tanda-tanda depresi
pada klien.
2.Status sosial
- Apgar keluarga dengan lansia, skor: 8 dimana fungsi sosial klien dalam
keadaan normal
L. Pemeriksaan Penunjang
- Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
- Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen,
creatinin, kalsium glukosasitol.

2. Analisa Data
Data Masalah Etiologi

DS : Gangguan eliminasi Kehilangan


urin kemampuan
 Klien mengatakan tidak
untuk
dapat menahan jika sudah
menghambat
terasa ingin BAK
 Klien juga mengatakan saat kontraksi

dia bersin, membungkuk, kandung kemih

batuk tiba-tiba keluar sedikit


air kencing
 Keluarga mengatakan Ny. M
sering kencing tanpa
disadari (ngompol).
 Sering ngompol terutama
malam hari.
DO :

 Sebelumnya Ny. M ada


riwayat hipertensi 2 tahun
lalu dan mengonsumsi obat
diuretik.
 Frekuensi berkemih tiap hari

18
sekitar 15-18x
 Terdapat distensi kandung
kemih
DS : Resiko kerusakan Irigasi konstan
integritas kulit oleh urine
 Klien mengatakan
disekitar area genitalia
terasa nyeri, panas dan
gatal
DO :

 Terdapat iritasi dan ruam


kemerahan pada sekitar
area genitalia dan pangkal
paha.
 Klien menggunakan popok
namun sehari hanya
menggantinya 2x sehingga
terasa lembab
DS : Resiko kekurangan Intake yang
volume cairan tubuh tidak adekuat
 Ny.M mengatakan
minumnya tiap hari sekitar
200 ml
DO :

 Saat dilakukan pengkajian


Ny.M kelembaban bibir
kering.
 TB : 150cm
BB : 45kg
 Klien terpasang infuse RL
2000cc/24 jam
 output 2100cc, balance

19
cairan 100cc

3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kehilangan kemampuan
untuk menghambat kontraksi kandung kemih
2) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh
urine
3) Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
4. Intervensi
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kehilangan kemampuan
untuk menghambat kontraksi kandung kemih.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien mampu
mengontrol eliminasi urine.
Kriteria Hasil :
 Klien dapat menjelaskan penyebab inkontinensia dan rasional
penatalaksanaan.
Intervensi Rasional
 Kaji kebiasaan pola berkemih dan  Berkemih yang sering dapat
gunakan catatan berkemih sehari. mengurangi dortongan beri distensi
 Ajarkan untuk membatasi
kandung kemih
masukan cairan pada malam hari.  Pembatasan cairan pada malam hari
 Ajarkan teknik untuk mencetuskan dapat mencegah terjadinya enurasis
refleks berkemih (rangsangan  Untuk membantu dan melatih
putaneus dengan penepukan supra pengosongan kandung kemih.
pubik).
 Hidrasi optimal diperlukan untuk
 Berikan penjelasan tentang
mencegah ISK dan batu ginjal.
pentingnya hidrasi optimal,
sedikitnya 2000cc/hari bila tidak
ada kontra indikasi.  Kapasitas kandung kemih mungkin
 Bila masih terjadi inkontinensia
tidak cukup untuk menampung
kurangi waktu antara berkemih
volume urine sehingga diperlukan
yang telah direncanakan
 Kolaborasi dengan dokter dalam untuk lebih sering berkemih.
mengkaji efek medikasi dan
tentukan kemungkinan perubahan
obat, dosis/jadwal pemberian obat

20
untuk menurunkan frekuensi
inkontinensia.

2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh


urine.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kulit periostomal
klien kembali normal.
Kriteria Hasil :
o Jumlah bakteri <100.000/ml.
o Kulit periostomal tetap utuh.
o Suhu 37° C.
o Urine jernih dengan sedimen minimal.

Intervensi Rasional
 Pantau penampilan kulit  Untuk mengidentifikasi kemajuan
periostomal setiap 8 jam. atau penyimpangan dari hasil yang
 Ganti wafer stomehesif setiap
diharapkan.
minggu atau bila bocor terdeteksi.  Peningkatan berat urine dapat
Yakinkan kulit bersih dan kering merusak segel periostomal,
sebelum memasang wafer yang memungkinkan kebocoran urine.
baru. Potong lubang wafer kira- Pemajanan menetap pada kulit
kira setengah inci lebih besar dar periostomal terhadap asam urine
diameter stoma untuk menjamin dapat menyebabkan kerusakan kulit
ketepatan ukuran kantung yang dan peningkatan resiko infeksi.
benar-benar menutupi kulit
periostomal. Kosongkan kantung
urostomi bila telah seperempat
sampai setengah penuh.

3. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang


tidak adekuat.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah teratasi.
Kriteria Hasil : pengeluaran urine tepat, berat badan 50 kg
Intervensi Rasional
 Awasi TTV  Pengawasan invasive diperlukan
untuk mengkaji volume intravascular,
khususnya pada pasien dengan fungsi

21
jantung buruk.
 Untuk menentukan fungsi ginjal,
kebutuhan penggantian cairan dan
 Catat pemasukan dan pengeluaran
penurunan resiko kelebihan caian
 Untuk mengukur kemampuan ginjal
dalam mengkonsestrasikn urine
 Membantu periode tanpa cairan,
 Awasi berat jenis urine
meminimalkan kebosanan pilihan
yang terbatas dan menurunkan rasa
 Berikan minuman yang disukai haus
 Untuk mengawasi status cairan
sepanjang 24 jam
 Timbang BB setiap hari

5. Evaluasi keperawatan
S :
- Pasien mengatakan bahwa tidak mengeluarkan urin pada saat bersin dan
tertawa.
- Pasien mengatakan sudah bisa mengontrol berkemih
O:
- Setiap ada peningkatan tekanan intra abdomen urin pasien tidak menetes.
- Pasien mengeluarkan urin lebih dari 2 jam sekali.
A : Masalah teratasi
P : Masalah teratasi pasien pulang.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi
dan jumlahnya,yang mengakibatkan masalah sosial dan higienis penderitanya
(FKUI, 2006).
Klasifikasi Inkontinensia Urine menurut (H. Alimun Azis, 2006) :
1) Inkontinensia Dorongan
2) Inkontinensia Total
3) Inkontinensia Stres

22
4) Inkontinensia refleks
5) Inkontinensia fungsional
Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung
kemih. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih,
urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter
yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin.

3.2. SARAN
Materi Askep Keluarga dengan inkontinensia urin mempunyai pembahasan
yang luas, oleh sebab itu maka perlu dipelajari dan dimengerti, sebagai dasar
untuk mempelajari mata keperawatan keluarga, Supaya mahasiswa dapat lebih
paham tentang materi perkuliahan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/286371799/174416641-Asuhan-Keperawatan-
Inkontinensia-Urin-Pada-Lansia.

23

Anda mungkin juga menyukai