Maternitas Perioperatif
Maternitas Perioperatif
Maternitas Perioperatif
OLEH :
KELOMPOK 6
COK ISTI NOVIA TRISNA ANGGA DEWI (183222903)
GUSTI AYU INDAH PUSPA RANNI (183222908)
I GUSTI AYU YUSTINA (183222912)
LUH AYU ARINI (183222917)
LUH PUTU EVA BUDIANTINI (183222918)
NI KETUT VERA PARASYANTI (183222927)
NI MADE DESY ARDANI (183222934)
NI PUTU RISKI DAMAYANTI (183222943)
“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan laporan pendahuluan dan laporan kasus keperawatan maternitas ini
dengan judul “ Konsep Perawatan Perioperatif”. Adapun pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan maternitas.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai bantuan
dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat,
buku dan sumber lainnya sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu
melalui media ini kelompok menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang
kelompok miliki. Oleh karena itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini.
“Om Santih, Santih, Santih Om”
Kelompok
2
DAFTAR ISI
3
2.7.4 Evaluasi ................................................................................................. 44
2.8 Perawatan Intraoperatif ............................................................................... 44
2.8.1 Tahap Intraoperatif ............................................................................... 45
2.9 Asuhan Keperawatan Intraoperatif .............................................................. 49
2.9.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................... 49
2.9.2 Diagnosis Keperawatan ........................................................................ 49
2.9.3 Perencanaan Keperawatan .................................................................... 49
2.9.4 Pelaksanaan (Tindakan ) Keperawatan ................................................. 50
2.9.5 Evaluasi Keperawatan........................................................................... 51
2.10 Perawatan Post Operatif ............................................................................ 51
2.10.1 Tahapan Keperawatan Post Operatif .................................................. 51
2.11 Asuhan Keperawatan Post Operatif .......................................................... 56
2.11.1 Pengkajian ........................................................................................... 56
2.11.2 Diagnosa Keperawatan Post Operatif ................................................. 56
2.11.3 Intervensi ............................................................................................ 56
Bab III Penutup ..................................................................................................... 60
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 60
3.2 SARAN ....................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada
intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik,
psikis, ekonomi, dan sosial.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu
1. Bagaimana Konsep Perawatan Perioperatif Pada Maternitas?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan umum :
Agar penulis mampu mempelajari konsep perawatan perioperatif pada
maternitas, sehingga mampu mencapai hasil yang terbaik dalam mengatasi
masalah pada pasien dengan perawatan perioperatif pada maternitas
2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui konsep perawatan perioperatif pada maternitas
1.4 MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat teoritis dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa memperoleh
pengetahuan tambahan dan dapat mengembangkan wawasan mengenai
konsep perawatan perioperatif
2. Manfaat praktis dari penyusunan makalah ini agar para pembaca
mengetahui bagaimana konsep perawatan perioperatif dan dapat
menerapkannya dalam melakukan tindakan keperawatan.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
7
termasuk mengkaji efek agens anastesia, dan memantau fungsi vital
serta mencegah komplikasi.
2.1.1 Fase Pembedahan Perioperatif
Klien bedah datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan kondisi
kesehatan yang berbeda-beda. Klien mungkin akan datang ke rumah skait atau
unit bedah sehari sebelum hari pembedahan dengan perasaan sehat dan siap
menghadapi pembedahan. Sebaliknya, korban kecelakaan kendaraan bermotor
mungkin akan menghadapi pembedahan darurat tanpa waktu persiapan.
Kemampuan menciptakan hubungan dan mempertahankan hubungan profesional
merupakan komponen yang sangat penting dalam fase preoperatif. Perawat harus
melakukannya dengan cepat, mudah, dan efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
2.1.2 Proses Keperawatan dan Klien
Bedah Klien akan bertemu dengan anggota tim kesehatan antara lain
dokter bedah, perawat anastesi, atau ahli anastesi, petugas fisioterapi, dan perawat.
Semuanya berperan dalam asuhan keperawatan dan pemulihan klien. Perawat
mengkaji kesehatan fisik dan emosional klien, mengetahui tingkat resiko 11
pembedahan, mengkordinaso berbagai pemeriksaan diagnostik, mengidentifikasi
diagnosa keperawatan yang menggambarkan kebutuhan klien dan keluarga,
mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk menghadapi pembedahaan,
serta mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan pembedahan kepada
tim (Brunner & Suddarth, 2010).
2.1.3 Jenis dan Indikasi Pembedahan
Pembedahan dilakukan jika diduga kuat adanya indikasi-indikasi yang
mendukung untuk diharuskannya tindakan pembedahan. Sebagai contoh, untuk
pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukannya biopsi, untuk memperkirakan
luas penyakit ataupun injury yaitu dengan eksplor laparatomi, mungkin juga untuk
mengembalikan tampilan dan fungsi sebelumnya misalnya dengan mammoplasty,
pembedahan juaga dilakukan untuk mengangkat organ yang tidak bisa ditunda,
seperti contoh pada kasus darurat. Pembedahan juga dapat diklasifikan sesuai
tingkat urgensinya, dengan penggunaan istilah-istilah kedaruratan, urgen,
diperlukan, elektif, dan pilihan (Brunner & Suddarth, 2010). Berikut adalah Tabel
2.1 yang merupakan klasifikasi pembedahan menurut Brunner & Sudddart.
8
Tabel 2. 1 Kategori pembedahan berdasar tingkat urgensinya menurut Brunner & Suddarth
(2010)
Indikasi untuk
Klasifikasi Contoh
Pembedahan
1 Kedaruratan- pasien Tanpa ditunda Perdarahan hebat, obstruksi
membutuhkan perhatian kandung kemih atau usus, fraktur
segera; gangguan tulang tengkorak, luka tembak atau
mungkin mengancam tusuk, luka bakar sangat luas
jiwa
2 Urgen-pasien segera Dalam 24-30 jam Infeksi kandung kemih akut, batu
membutuhkan perhatian ginjal atau batu pada uretra
3 Diperlukan-pasien Dapat direncanakan Hiperplasia prostat tanpa obstruksi
harus menjalani dalam beberapa bulan kandung kemih, gangguan tiroid,
pembedahan atau minggu katarak
4 Elektif-pasien harus Pembedahan dimana jika Perbaikan eskar, hernia sederhana,
dioperasi ketika Tidak dilakukan perbaikan vaginal
diperlukan pembedahan (penundaan)
tidak terlalu
membahayakan pasien
5 Pilihan-keputusan Pilihan pribadi Bedah kosmetik
terletak pada pasien
Sumber: Brunner & Suddarth (2010)
Selanjutnya, klasifikasi Pembedahan menurut Potter & Perry (2006) yang
menyebutkan bahwa jenis prosedur pembedahan diklasifikan berdasarkan pada
tingkat keseriusan, kegawatan, dan tujuan pembedahan. Sebuah prosedur mungkin
memiliki lebih satu klasifikasi. Misalnya pembedahan untuk mengangkat jaringan
parut yang bentuknya tka beraturan termasuk pembedahan dengan tingkat
keseriusan rendah, elektif secara kegawatan, dan bertujuan untuk rekonstruksi.
Klasifikasi sering kali tumpang tindih. Prosedur yang gawat dianggap mempunyai
tingkat keseriusan mayor. Tindakan bedah yang sama dapat dilakukan pada klien
yang berbeda dengan tujuan yang berbeda. Misalnya, gastrektomi dilakukan
sebagai prosedur kedaruratan untuk mereseksi perdarahan ulkus atau dilakukan 13
sebagai prosedur kegawatan untuk mengangkat jaringan yang terkena kanker.
Klasifikasi memberi indikasi pada perawat tentang tingkat asuhan keperawatan
yang mungkin diperlukan klien. Berikut adalah Tabel 2.2 yang merupakan
klasifikasi prosedur pembedahan menurut Potter and Perry:
9
Tabel 2. 2 Klasifikasi prosedur pembedahan menurut Potter & Perry (2006)
Contoh
(*NB
TOLONG CARI
Klasifikasi Jenis Pengertian
CONTOH YANG
MENJURUS KE
MATERNITAS)
Keseriusan Mayor Melibatkan Bypass arteri
rekonstruksi atau koroner, reseksi
perubahan yang luas kolon, pengangkatan
pada bagian tubuh; laring, reseksi lobus
menimbulkan resiko paru.
yang tinggi bagi
kesehatan.
Minor Melibatkan Ekstraksi katarak,
perubahan yang kecil operasi plastik wajah,
pada bagian tubuh; graff kulit, ekstraksi
sering dilakukan gigi. Urgensi
untuk memperbaiki
deformitas;
mengandung resiko
yang lebih rendah
bila dibandingkan
dengan prosedur
mayor.
Elektif Pembedahan dimana Buniektomi, operasi
jika Tidak dilakukan plastik wajah,
pembedahan perbaikan hernia,
(penundaan) tidak rekonstruksi
terlalu payudara, perbaikan
membahayakan eskar, perbaikan
pasien. Dilakukan vaginal.
berdasarkan pada
pilihan klien; tidak
penting dan mungkin
tidak dibutuhkan
untuk kesehatan.
Urgency Gawat Perlu untuk kesehatan Eksisi tumor ganas,
klien, dapat pengangkatan batu
mencegah timbulnya kandung empedu,
masalah tambahan perbaikan vaskular
(misalnya dekstruksi akibat obstruksi arteri
jaringan atau fungsi (misalnya, bypass
organ yang arteri koroner).
terganggu); tidak
harus bersifat darurat.
Darurat Harus dilakukan Memperbaiki
segera untuk perforasi apendiks,
menyelamatkan jiwa memperbaiki
atau mempertahankan amputasi traumatik,
fungsi bagian tubuh. mengontrol
perdarahan internal.
Diagnostik Bedah eksplorasi Laparatomi
untuk memperkuat eksplorasi (insisi
diagnosis dokter; rongga peritoneal
mungkin termasuk untuk menginspeksi
pengangkatan organ abdomen),
10
jaringan untuk biopsi masa
pemeriksaan payudara.
diganostik yang lebih
lanjut.
Tujuan Ablatif Eksisi atau Amputasi,
pengangkatan bagian pengangkatan
tubuh yang menderita appendiks,
penyakit. kolesistektomi.
Paliatif Menghilangkan atau Kolostomi,
mengurangi intensitas debridemen jaringan
gejala penyakit; tidak nekrotik, reseksi
akan menyembuhkan serabut saraf.
penyakit.
Rekonstruktif Mengembalikan Fiksasi internal pada
fungsi atau fraktur, perbaikan
penampilan jaringan jaringan parut.
yang mengalami
trauma atau
malfungsi.
Transplantasi Dilakukan untuk Transplantasi ginjal,
mengganti organ atau kornea, atau hati;
struktur yang penggantian pinggul
mengalami total.
malfungsi.
Konstruktif Mengembalikan Memperbaiki bibir
fungsi yang hilang sumbing, penutupan
atau berkurang akibat defek katup atrium
anomali konginetal. jantung.
Sumber: Potter & Perry (2006)
11
komplikasi pembedahan dan anestesi. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat
domain yang menjadi perhatian, yaitu:
a) Pencegahan infeksi luka operasi;
b) Keselamatan pembiusan (safe anesthesia);
c) Keselamatan pembedahan (safe surgical terms);
d) Mekanisme jaminan kualitas dan perawatan pembedahan (surgical care
and quality assurance mechanism).
WHO (2009) menyatakan bahwa pembedahan mempunyai sasaran penting
yang harus dilakukan oleh tim bedah untuk mencegah kesalahan selama operasi,
mencegah terjadinya komplikasi, serta kematian. Terdapat 10 (sepuluh) tujuan
penting yaitu :
1) Petugas kamar operasi akan melakukan pembedahan pada pasien dan
lokasi yang benar;
2) Petugas kamar operasi akan menggunakan metode yang sudah dikenal
untuk mencegah bahaya dari tindakan anastesi dan melindungi pasien
dari rasa sakit;
3) Petugas kamar operasi mengenali dan secara efektif mempersiapkan
bantuan hidup dari bahaya gangguan pernafasan;
4) Petugas kamar operasi mengenali dan secara efektif dapat mengetahui
adanya resiko kehilangan darah;
5) Petugas kamar operasi dapat menghindari reaksi alergi dan mampu
mengenali tanda-tandanya;
6) Petugas kamar operasi secara konsisten menggunakan metode yang
sudah dikenal untuk meminimalkan resiko infeksi pada luka operasi;
7) Petugas kamar operasi dapat mencegah tertinggalnya kassa, jarum, dan
instrumen pada lapangan operasi;
8) Petugas kamar operasi dapat mengidentifikasi secara aman dan akurat
spesimen pembedahan;
9) Petugas kamar operasi dapat melakukan komunikasi yang efektif dan
saling bertukar informasi untuk melakukan operasi yang aman;
12
10) Rumah sakit dan sistem kesehatan masyarakat selalu melakukan
pengawasan yang rutin terhhadap jumlah, kapasitas, dan hasil
pembedahan.
13
2.2.1 Konsep Time Out
Time Out adalah prosedur keselamatan pembedahan pasien yang
dilakukan sebelum dilakukan insisi kulit, Time Out dikoordinasi oleh salah satu
dari anggota petugas kamar operasi (dokter atau perawat). Saat Time Out setiap
petugas kamar operasi memeperkenalkan diri dan tugasnya, ini bertujuan agar
diantara petugas operasi dapat saling mengetahui dan mengenal peran masing-
masing. Sebelum melakukan insisi petugas kamar operasi dengan suara keras akan
mengkonfirmasi mereka melakukan operasi dengan benar, pasien yang benar,
serta mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan minimal 60
menit sebelumnya (WHO, 2009).
Langkah-langkah Surgical Safety Checklist yang harus dikonfirmasi saat
pelaksanaan Time Out adalah sebelum melakukan insisi atau sayatan pada kulit,
jeda sesaat harus diambil oleh tim untuk mengkonfirmasi bahwa beberapa
keselamatan penting pemeriksaan harus dilakukan
1) Konfirmasi nama dan peran anggota tim:
Konfirmasi dilakukan dengan cara semua anggota tim
memperkenalkan nama dan perannya, karena anggota tim sering
berubah sehingga dilakukan manajemen yang baik yang diambil pada
tindakan dengan resiko tinggi seperti pembedahan. Koordinator harus
mengkonfirmasi bahwa semua orang telah diperkenalkan termasuk
staf, mahasiswa, atau orang lain Anggota tim operasi melakukan
konfirmasi secara lisan identitas pasien, sisi yang akan dibedah, dan
prosedur pembedahan: Koordniator Checklist akan meminta semua
orang berhenti dan melakukan konfirmasi identitas pasien, sisi yang
akan dilakukan pembedahan, dan prosedur pembedahan agar tidak
terjadi kesalahan selama proses pembedahan berlangsung. Sebagai
contoh, perawat secara lisan mengatakan 19 “sebelum kita melakukan
sayatan pada kulit (Time Out) apakah semua orang setuju bahawa ini
adalah pasien X?, mengalami Hernia Inguinal kanan?”. Ahli anastesi,
ahli bedah, dan perawat secara eksplisit dan individual
mengkonfirmasi kesepakatan, jika pasien tidak dibius akan lebih
mudah membantu baginya untuk mengkonfirmasi hal yang sama
14
2) Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan 60 menit terakhir:
Koordinator Checklist akan bertanya dengan suara keras apakah
antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit terakhir, anggota
tim yang bertanggung jawab dalam pemberian antibiotik profilaksis
adalah ahli bedah, dan harus memberikan konfirmasi secara verbal.
Jika antibiotik profilaksis telah diberikan 60 menit sebelum, tim harus
mempertimbangkan pemberian ulang pada pasien.
3) Antisipasi Peristiwa kritis: Untuk memastikan komunikasi pada pasien
dengan keadaan kritis, koordinaor Checklist akan memimpin diskusi
secara cepat antara ahli bedah, ahli anastesi, dan perawat terkait
bahaya kritis dan rencana selama pembedahan. Hal ini dapat dilakukan
dengan meminta setiap pertanyaan langsung dijawab, urutan diskusi
tidak penting, tetapi masing-masing disiplin klinis saling
berkomunikasi, isi diskusi meliputi:
4) Untuk dokter bedah : Apa langkah kritis, berapa lama kasus ini
dilakukan, dan bagaimana antisipasi kehilangan darah? Diskusi
langkah-langkah kritis ini dimaksutkan untuk meminimalkan resiko
pembedahan. Semua anggota tim mendapat informasi tentang resiko
kehilangan darah, cidera, morbiditas. Kesempatan ini juga dilakukan
untuk 20 meninjau langkah-langkah yang mungkin memerlukan
peralatan khusus, implan, atau persiapan yang lainnya;
5) Untuk dokter anastesi : apakah ada kekhawatiran tertentu pada pasien?
Pada pasien dengan resiko untuk kehilangan darah besar,
ketidakstabilan hemodinamik, atau morbiditas (seperti penyakit
jantung, paru, aritmia, kelainan darah, dan lain-lain), anggota tim
anastesi harus meninjau ulang rencana spesifik dan kekhawatiran
untuk resusitasi khususnya. Dalam diskusi ini dokter anastesi cukup
mengatakan, “saya tidak punya perhatian khusus mengenai hal ini”
6) Untuk perawat : apakah sterilitas (termasuk hasil indikator) telah
dikonfirmasi? Apakah ada masalah peralatan atau masalah apapun?
Perawat menanyakan kepada ahli bedah apakah alat-alat yang
15
diperlukan sudah diperlukan sehingga perawat dapat memastikan
instrumen di kamar operasi telah steril dan lengkap
7) Apakah pemeriksaan penunjang berupa foto perlu ditampilkan di
kamar operasi: Ahli bedah memberi keputusan apakah foto penunjang
diperlukan dalam pelaksanaan operasi atau tidak (WHO, 2009).
16
2.2.3 Pelaksanaan Time Out
Time out dilakukan sesaat sebelum dimulainya insisi menyangkut
penandaan lokasi operasi dan proses verifikasi yang diatur dalam protokol Joint
Commission InternationalC (JCI) Accreditation Standart for hospital 4th edition,
protokol tersebut mengatur tentang:
17
2) Melakukan marking tanda yang jelas untuk identifikasi sisi operasi
dan melibatkan pasien dalam proses marking.
3) Melakukan proses verifikasi untuk semua dokumen dan equipment
yang diperlukan tersedia, benar dan berfungsi dengan baik.
4) Memastikan pelaksanaan dengan menggunakan checkilst dan
prosedur time out dilakukan sebelum dimulai prosedur
pembedahan.
18
2.3 Konsep Kepatuhan
Kepatuhan merupakan suatu ketaatan seseorang dalam melakukan sesuatu
hal demi kebaikan. Banyak hal-hal mengenai kepatuhan yang perlu diperhatikan,
yaitu sebagai berikut.
2.3.1 Definisi Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata patuh, menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia, patuh artinya suka dan taat kepada perintah atau aturan, dan
berdisiplin.
Kepatuhan merupakan suatu perilaku sesuai aturan dan berdisiplin
(Slamet, 2007). Kepatuhan adalah tingkat seseorang melakukan suatu cara atau
berperilaku seseorang dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya.
Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang profesional terhadap
suatu anjuran prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Setiadi,
2007).
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Lawrence Green (1980) dalam Mubarak, dkk (2006) berpendapat bahwa
perilaku manusia termasuk perilaku kepatuhan sangat dipengaruhi dan ditentukan
oleh faktor-faktor: predisposisi (prediposing factor), faktor pendukung (enabling
factors), dan faktor-faktor pendorong (reinforcing factors). Berikut merupakan
penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut
a) Faktor Predisposisi Faktor predisposisi merupakan faktor yang menjadi
dasar untuk seseorang berperilaku atau dapat pula sebagai faktor yang
bersifat bawaan yang dapat mendukung ataupun menghambat seseorang
untuk berperilaku tertentu. Faktor predisposisi kepatuhan adalah
pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, umur, masa kerja:
Pengetahuan
Merupakan hasil penginderaan manusia terhadahap objek di
luarnya melalui indera-indera yang dimiliki. Pada waktu
penginderaan terjadi proses perhatian, persepsi, penghayatan, dan
sebagainya terhadap stimulus atau objek diluar subjek.
Pengetahuan tersebut dapat diukur atau diobservasi melalui apa
yang diketahui tentang objek (Notoatmodjo, 2010);
19
Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon emosional seseorang terhadap
stimulus atau objek diluarnya. Respon emosional ini lebih bersifat
penilaian atau evaluasi pribadi terhadap stimuli atau objek
diluarnya, penilaian ini dapat dilanjutkan dengan kecenderungan
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Menurut Secord
dan Backman dalam Saifuddin Azwar (2012:5) berpendapat bahwa
sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi), seseorang
terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu
sikap terhadap sesuatu tidak selalu berakhir dengan perilaku yang
sesuai dengan sikap tersebut.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu. Sedangkan
pola pikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang dengan pola
pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan
pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi. Pendidikan yang
tinggi dari seorang dari seorang perawat akan memberi pelayanan
yang optimal (Asmadi, 2010).
Umur
Umur berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang
secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil
keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan
semakin banyak umur, maka dalam menerima sebuah instruksi dan
dalam melaksanakan suatu prosedur akan semakin bertanggung
jawab dan dalam melaksanakan suatu prosedur akan semakin
bertanggung jawab dan berpengalaman. Semakin cukup umur
seseorang akan semakin matang dalam berfikir dan bertindak
(Evin, 2009). Kategori usia menurut Kemenkes (2009) yaitu
remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dewasa
20
akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun), lansia akhir (56-65
tahun), dan yang terakhir adalah manula (>65 tahun).
Masa Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masa kerja adalah lama
waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau lama waktu seseorang
bekerja. Lama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya
tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat (Handoko, 2007).
b) Faktor Pendukung Segala sesuatu yang menjadi penunjang untuk
seseorang melakukan sesuatu, bisa berupa tersedianya fasilitas atau sarana
kesehatan. Pada penelitian ini, terdapat faktor pendukung yaitu tersedianya
sumber daya serta Standar Operasional Prosedur (SOP). Berikut
merupakan uraian mengenai sumber daya dan SOP: 27
Sumber Daya:
Merupakan faktor yang diperlukan dalam terlaksananya suatu
perilaku. Sumber daya sebaiknya berupa fasilitas ataupun sarana
yang memadai dan dalam kondisi yang baik dalam jumlah ataupun
kualitasnya. Ketidakbaikan kondisi pada sumber daya, akan
memperlambat dan juga akan menimbulkan masalah dalam
pelaksananya.
Standar Operasional Prosedur (SOP):
Standar, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan
ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Adanya standar
yaitu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sesuai nilai yang
ideal. Sedangkan suatu rangkaian yang sudah dibakukan agar
didapatkan hasil yang sama pada tindakan yang sama dan
digunakan dalam acuan dalam pelaksanaan suatu tindakan, baik
oleh siapa atau bagaimana pelaksanaannya adalah Standar
Operasional Prosedur. Patokan yang digunakan dalam pelaksanaan
sebelum dan setelah dilakukannya pembedahan.
2.3.3 Kriteria Kepatuhan
Depkes RI (2008) membagi kriteria kepatuhan menjadi tiga yaitu:
21
a) Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah ataupun
aturan dan semua aturan maupun perintah tersebut dilakukan dan
semuanya benar;
b) Kurang patuh adalah suatu tindakan yang melaksanakan perintah dan
aturannya hanya sebagian dari yang ditetapkan, dan dengan
sepenuhnya namun tidak sempurna;
c) Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak
melaksanakan perintah atau sama sekali. Untuk mendapatkan nilai
kepatuhan yang lebih akurat atau terukur maka perlu ditentukan angka
atau nilai dari tingkat 28 kepatuhan tersebut, sehingga bisa dibuatkan
rangking tingkat kepatuhan seseorang.
2.4 Anggota Tim Bedah
Seluruh anggota tim bedah diperlukan dalam pengelolaan aspek-aspek
penting pada setiap fase perioperatif yang berdasarkan atas pengetahuan dan
keahlian para tim bedah, adapun anggota dalam tim bedah, sebagai berikut:
2.4.1 Ahli Bedah
Kamus Kesehatan mengartikan bahwa ahli bedah adalah seorang dokter
yang merawat penyakit, cedera, atau cacat dengan metode operasi atau
pembedahan. Definisi dari “ahli bedah” telah mulai kabur dalam beberapa tahun
terakhir karena ahli bedah telah mulai meminimalkan pemotongan, menggunakan
teknologi baru yang “invasif minimal,” menggunakan laparoskop, dan lain-lain.
Ahli bedah merupakan kunci dalam menentukan apakah prosedur
pembedahan diperlukan dan menjelaskan manfaat dan potensi risiko yang terlibat,
tetapi mereka tidak beroperasi sendirian. Ahli bedah dibantu oleh tim dengan
masing-masing keterampilan dan peran khusus (Winona, 2012).
2.4.2 Asisten Bedah
Asisten bedah merupakan seseorang yang bertanggung jawab memberikan
bantuan kepada dokter bedah dalam tindakan pembedahan berdasarkan arahan
dari dokter bedah utama. Asisten bedah mengikuti petunjuk dan mengantisipasi
kebutuhan dokter bedah (Winona, 2012).
22
2.4.3 Perawat Instrumen
Perawat instrumen berperan dalam memeriksa untuk memastikan bahwa
instrumentasi steril dan sesuai, juga fungsi perlengkapan bedah yang tersedia
sebelumoperasi dilaksanakan (Hamlin, 2016). Perawat scrub atau yang di
Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen memiliki tanggung jawab terhadap
manajemen instrumen operasi pada setiap jenis pembedahan. Secara spesifik,
peran dan tanggung jawab dari perawat instrumen menurut Muttaqin (2009)
adalah sebagai berikut.
a) Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang
sesuai dengan jenis operasi.
b) Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan
memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan
memberinya kembali.
c) Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan teknik-
teknik bedah yang sedang dikerjakan.
d) Perawat instrumen harus secara terus-menerus mengawasi prosedur
untuk mengantisipasi segala kejadian.
e) Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen operasi.
Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini
perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal setiap
instrumen yang digunakan beserta nama ilmiah dan nama biasanya,
dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur spesifik.
f) Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril
selama pembedahan.
g) Dalam menangani instrumen,perawat instrumen harus mengawasi
semua aturan keamanan terkait. Benda-benda tajam, terutama skalpel,
harus diletakkan di meja belakang untuk menghindari kecelakaan.
Benda-benda 30 tajam harus diserahkan dengan cara yang benar sesuai
kewaspadaan universal.
h) Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari
kesalahan pemakaiannya.
23
i) Perawat instrumen bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan
kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
j) Menghitung kassa, jarum, dan instrumen. Peenghitungan dilakukan
sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka
operasi.
k) Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi
membantu ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
l) Mengatur pengiriman spesimen biopsi ke laboratorium.
m) Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.
n) Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi
pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan,
dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur berikutnya (
Muttaqin, 2009).
2.4.5 Ahli Anestesi (Anestesiologi)
Ahli Anestesi (Anestesiologi) adalah seorang dokter anestesi yang
meninjau informasi medis dan mendiskusikan pilihan untuk perawatan anestesi.
Selama prosedur memantau tanda-tanda vital sekaligus reaksinya dan juga akan
memastikan keamanannya setelah operasi (Hamlin, 2016).
2.4.6 Perawat Anestesi
Peran utama seorang perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah
memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi
praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap
manajemen pasien, instrumen, dan obat bius serta membantu dokter anestesi
dalam proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi (Muttaqin,
2009).
24
Predisposisi :
2.5 Kerangka Konseptual Pendukung :
Pengetahuan
Sumber
Tingkat
daya
pendidikan
Tim Bedah SOP
Umur
Masa kerja
Ahli Bedah Pembedahan Keterangan
Menjadi Objek
Ahli Anestesi Surgical Safety Checklist Kepatuhan Penelitian
27
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada
dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan
pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -
145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar
kreatinin serum (0,70 - 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan
elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan
anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan
baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria,
insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.
4. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan
dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan
tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8
jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari
pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari
kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang
menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan
lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).
5. Pencukuran daerah operasi Pencukuran pada daerah operasi ditujukan
untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan
pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa
28
kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi,
misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di
berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat
kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi
pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi,
herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan,
pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan.
6. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan
daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak
mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka
perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
7. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
8. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal
ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi
pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir
pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi
antara lain:
29
b. Latihan Nafas
Dalam Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk
mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien
relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri
dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara
efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini
segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
1. Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk
(semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh
tegang.
2. Letakkan tangan diatas perut
3. Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan
hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat
4. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara
perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui
mulut.
5. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
6. Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif
c. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama
klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena
pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam
kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami
rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir
kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat
bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
30
tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif
dengan cara :
1. Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-
jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat
ketika batuk
2. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5
kali)
3. Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan
terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan
tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak
berbahaya terhadap incisi.
4. Ulangi lagi sesuai kebutuha
5. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa
menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau
gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi
dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh
saat batuk.
d. Latihan Gerak Sendi
Keuntungan:
1. Lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien
akan lebih cepat kentut/flatus
2. Menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan
dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus
3. memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal.
b) PERSIAPAN PENUNJANG
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering
dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan
dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan
operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
31
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks,
abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT
scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic
Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,
Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah :
hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah),
jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit
(kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin, BUN, dll.
Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit
terkaut dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.
Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5. Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula
darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya
dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil
darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam
PP (ppst prandial).
c. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada
umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan
sistem saraf.
Berikut pemeriksaan
1. ASA : 1. ASA grade I Status fisik : Tidak ada gangguan
organik, biokimia dan psikiatri. Misal : penderita dengan
32
herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi
muda yang sehat. Mortality (%) : 0,05
2. ASA grade II Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai
sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit yang akan
dibedah. Misal : penderita dengan obesitas, penderita dengan
bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang
akan mengalami appendiktomi Mortality (%) : 0,4
3. ASA grade III Status fisik : Penyakit sistemik berat; misal :
penderita diabetes mellitus dengan komplikasi pembuluh darah
dan datang dengan appendisitis akut. Mortality (%) : 4,5.
4. ASA grade IV Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat
yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki
dengan pembedahan misalnya : insufisiensi koroner atau infark
miokard Mortality (%) : 25
5. ASA grade V Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat
yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki
dengan pembedahan misalnya : insufisiensi koroner atau infark
miokard Mortality (%) : 50.
d. INFORM CONSENT
setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat
pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan
anastesi). Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan
pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya
e. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan
antara lain :
33
Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan
sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan
tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan
Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat
mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi
terpaksa harus ditunda.
34
Pengalaman operasi sebelumnya
Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik
fisik maupun penunjang
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar
operasi dan petugas kamar operasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post
operasi)
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum
operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas
dalam, batuk efektif, ROM, dll.
35
Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi
kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama
sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan
dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan
pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet
sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien
dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri
sehingga membuat pasien merasa lebih tenang.
Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga
diberikan kesempatan untuk mengantar pasien sampai ke batas
kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu
yang terletak di depan kamar operasi.
f. OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan
diberikan obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan
pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup
Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium
atau diazepam.
Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di
operasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika
profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai
dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. - Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi
pasien.
36
2.7 ASUHAN KEPERAWATAN PREOPERATIF
2.7.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
1. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus.
2. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak
dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi
simpatis.
3. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ;
membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode
puasa pra operasi).
4. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obatobatan dan dapat
mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,
37
dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer
dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional.
Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi
penarikan diri pasca operasi).
38
khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan
tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan
memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi
ancaman.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi
yang membuat stress.
klien mampu mempertahankan penampilan peran.
klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan
39
sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas
kemampuannya.
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan
keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
2. Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik
seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan
fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang
mengalami gangguan.
menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh
40
Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga
privasi dan martabat pasien.
R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri
dan perasaan berarti dalam diri pasien.
3. Koping individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat
penilaian yang tepat terhadap stressor, pilihan respons untuk bertindak
secara tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan
sumber yang tersedia.
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil :
pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi
waktu luang.
mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat
mengembangkan koping yang efektif.
menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
41
Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam
memberikan dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.
R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan
mengurangi kecemasan.
4. Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan
dan/atau fungsi keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam
peran keluarga.
Kriteria hasil :
pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping
paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan
berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.
42
mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
43
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah
karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
R : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
2.7.4 EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1. Ansietas berkurang/terkontrol.
2. Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
3. Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4. Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran
keluarga.
5. Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
pemasangan IV cath
pemberian medikasi intaravena
44
melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien
Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi,
bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi
pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip
dasar kesimetrisan tubuh.
45
agar pemasukan cairan menjadi lebih mudah. Perawat juga
memasang manset tekanan darah. Manset juga terpasang pada
lengan klien selama pembedahan berlangsung sehingga ahli
anestesi dapat mengkaji tekanan darah klien.
2. Kedatangan ke Ruang Operasi Perawat ruang opersi identifikasi
dan kardeks klien, melihat kembali lembar persetujuan tindakan,
riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan. Pastikan bahwa alat prostese dan barang berharga
telah dilepas dan memeriksa kembali rencana perawatan
preoperatif yang berkaitan dengan intraoperatif.
3. Pemberian Anestesi
a. Anestesi Umum Klien yang mendapat anestesi umum akan
kehilangan seluluh sensasi dan kesadarannya. Relaksasi
mempermudah manipulasi anggota tubuh. Klien juga
mengalami amnesia tentang seluruh proses yang terjadi selama
pembedahan yang menggunakan anestesi umum melibatkan
prosedur mayor, yang membutuhkan manipulasi jaringan yang
luas. Ahli anestesi memberi anestesi umum melalui jalur IV
dan inhalasi melalui empat tahap anestesi. Tahap 1 dimulai
saat klien masih sadar. Klien menjadi pusing dan kehilangan
kesadaran secara bertahap, dan status analgesic dimulai. Tahap
2 adalah eksitasi. Otot kilen kadang-kadang menegang dan
hampir kejang. Reflek menelan dan mudah tetap ada, dan pola
nafas klien mungkin menjadi tidak teratur. Tahap 3 dimulai
pada saat irama pernafasan mulai teratur. Fungsi vital
terdepresi. Tahap 4 adalah tahap depresi pernafasan lengkap.
b. Anestesi Regional
Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada
daerah tubuh tertentu. Selama pembedaan berlangsung klien
dengan anestesi regional akan tetap sadar kecuali jika dokter
46
memprogramkan pemberian tranquilizer yang dapat
menyebabkan klien tidur. Perawat harus ingat bahwa luka
bakar dan cidera lainnya dapat terjadi pada bagian tubuh yang
berada dibawah pengaruh anestesi tanpa disadari oleh klien.
Oleh karena itu posisi ekstermitas dan kondisi kulit klien perlu
sering observasi.
c. Anestesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat
yang diinginkan (mis, adanya sel tumbuh pada kulit atau
kornea mata). Obat anestesi (mis, lidokain ) menghambat
konduksi saraf sampai obat terdifusi kedalam sirkulasi. Klien
akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktifitas motorik, dan
otonom.
4. Pengaturan Posisi Klien Selama Pembedahan Prinsip tindakan
keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi
karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa
nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien. Faktor yang penting
untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
Umur dan ukuran tubuh pasien.
Tipe anaesthesia yang digunakan.
Nyeri/Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada
pergerakan (arthritis).
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan
posisi pasien meliputi :
a. Kesejajaran fungsional Maksudnya adalah memberikan posisi
yang tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan
membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy,
laparotomy eksplorasi, appendiktomi, mastectomy atau
pun reseksi usus.
47
Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal.
Misal : Lamninectomy
Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus
diatas abdomen, sering digunakan untuk operasi pada
daerah abdomen bawah atau pelvis.
Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan
rectal dan biasanya digunakan untuk operasi vagina.
Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal seperti :
Hemmoiroidektomy
Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan
pinggul.
b. Pemajanan area pembedahan Pemajanan daerah bedah
maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan
pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat
dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping.
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi Posisi
pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus
dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk
mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk
jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi
fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
5. Peran Perawat Selama Pembedahan
a. Perawat instrumentator (scrub nurse) Perawat instrumentator
(scrub nurse) atau perawat sirkulator memberikan intrumen dan
bahan-bahan yang di butuhkan oleh dokter bedah selam
pembedahan berlangsung dengan menggunakn tehnik aspek
pembedahan yang ketat dan terbiasa dengan intrumen
pembedahan.
b. Perawat Sirkulator Perawat Sirkulator adalah asisten perawat
intrumentator dan dokter bedah. Perawat sirkulator membantu
mengatur posisi klien dan menyediakan alat dan duk bedah
yang di butuhkan dalam pembedahan. Perawat sirkulator
48
menyediakan bahanbahan yang di butuhkan perawat
instrumentator, membuang alat dan spon kasa yang telah kotor,
serta tetap hitung instrument jarum dan spon kasa yang telah di
gunakan. Perawat sirkulator juga dpat membantu mengubah
posisi klien atau memindahkan posisi lampu opersi. Perawat
sirkulator juga menggunakan teknik aseptik bedah. Apabila
teknik aseptik telah hilang, Perawat sirkulator membantu
anggota tim bedah dengan mengganti dan memakai gaun dan
sarung tangan steril. Prosedur ini mencegah tertinggalnay
bahan-bahan tersebut di dalam luka bedah klien.
Kriteria Hasil
Rencana tindakan
49
2. Lakukan Persiapan pelaksanaan anestesi sebelum tindakan pembedahan
3. Lakukan pemantauan selama masa tindakan pembedahan
50
pembersihan kulit ini harus memiliki spectrum khasiat, memiliki
kecepatan khasiat, atau memiliki potensi yang baik serta tidak
menurun bila adanya kadar alcohol, sabun detergen, atau bahan
organik lainya.
f. Penutupan daerah Steril Penutupan daerah steril dilakukan dengan
menggunakan doek steril agar daerah seputar bedah tetap steril dan
mencegah berpindahnya mikroorganisme antara daerah yang steril dan
tidak.
g. Pelaksanaan Anestesi Terdiri dari anestesi umum, anestesi regional,
dan anestesi lokal.
h. Pelaksanaan Pembedahan Setelah dilakukan anestesi, timbedah akan
melaksanakan pembedahan sesuai dengan ketentuan pembedahan.
51
1. PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI KE RUANG
PEMULIHAN
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit
perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit)
memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan itu
diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan
pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap
kali pasien pasca operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan
tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk
mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan
sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan
selang drainase. Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika
pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi
litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi
terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke
brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga.
Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat.
Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur,
gaun pasien yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus
segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari
kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien
diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side
rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Selain hal
tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan
pasien. Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat
agar dapat berfungsi dengan optimal. Proses transportasi ini
merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi
dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
2. PERAWATAN POST ANASTESI DI RUANG PEMULIHAN
(RECOVERY ROOM)
Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di
ruang pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak
52
mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke
ruang perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak
berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah
akses bagi pasien untuk : a. perawat yang disiapkan dalam merawat pasca
operatif (perawat anastesi) b. ahli anastesi dan ahli bedah c. alat
monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya. Alat monitoring yang
terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu
pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial,
kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang
ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status
hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan
hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter
vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi
kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan
pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses
bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan
kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti
tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan
medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih
sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi
pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran
yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan
pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah :
a. Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
b. Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
c. Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
d. Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
e. Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
f. Mual dan muntah dalam kontrol
53
g. Nyeri minimal
3. TRANSPORTASI PASIEN KE RUANG RAWAT
Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang
rawat dengan mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas
mentransfer pasien, pastikan score post anastesi 7 atau 8 yang
menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil. Waspadai hal-hal berikut
: henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a. Perencanaa
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya
dari sumber daya manusia sampai dengan peralatannya.
54
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage,
tube/selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung
monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemeriksaan
pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak
mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka
sampai dengan pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan
juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik
yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia
kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada
klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan
dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
1. Untuk perawat Berisi poin-poin discharge planning yang di berikan
kepada klien (sebagai dokumentasi).
2. Untuk pasien Dengan bahasa yang bias dimengerti pasien dan lebih
detail Merencanakan kepulangan pasien mempertimbngkan
beberapa hal:
55
a. Home Care Preparation Memodifikasi lingkungan rumah
sehingga tidak mengganggu kondisi klien
b. Client/Family Education Beri edukasi tentang kondisi klien.
Cara merawat luka dan hal-hal yang harus dilakukan atau
dihindari
c. Psychososial Preparation Memastikan hubungan interpersonal
social dan aspek psikososial klien tetp terjaga.
d. Health Care Resources Pastikan bahwa klien dn keluarga
mengetahui adanya pusat pelayanan kesehatan yang terdekat
dari ruma klien, jadi jika dalam keadaan darurat bias segera ada
pertolongan.
2.11.3 INTERVENSI
a. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi
Tujuan :
kerusakan per-tukaran gas tidak terjadi Kriteria hasil :
Status neurologis DBN
Dispnea tidak ada
PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam batas normal
Tidak ada gelisah, sianosis, dan keletihan
Intervensi :
56
Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman dan usaha nafas.
Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya
ventilasi dan adanya bunyi tambahan • Pantau hasil gas darah dan
kadar elektrolit
Pantau status mental
Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
Pantau status pernapasan dan oksigenasi
Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen,
pengisap,spirometer)
Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal:
bunyi napas, pola napas, sputum,efek dari pengobatan)
Berikan oksigen atau udara yang dilembabkan sesuai dengan
keperluan
b. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit b.d luka post operasi
Tujuan : kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
Kerusakan kulit tidak adaEritema kulit tidak ada
Luka tidak ada pus
Suhu kulit DBN
Intervensi :
57
Gunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve
Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka bekas operasi
yang sesuai
Gunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai • Balut
dengan perban yang cocok
Pertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat luka bekas
operasi
Periksa luka setiap mengganti perban
Bandingkan dan mencatat secara teratur perubahan-perubahan
pada luka
Jauhkan tekanan pada luka
Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur perawatan luka
c. Diagnosa : Nyeri akut b.d proses pembedahan
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3
Ekspresi wajah tenang
klien dapat istirahat dan tidur
Intervensi :
58
Evaluasi tindakan pengurang nyeri
Monitor TTV
59
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai
prabedah (preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pascabedah (postoperasi).
Prabedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan,
dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja
bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer
ke meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan.
Pascabedah merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai
sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi
selanjutnya.
Luka, yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang
dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari. Perawatan luka operasi merupakan tindakan untuk
merawat luka dan melakukan pembalutan. Hal tersebut bertujuan untuk
mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat proses
penyembuhan luka. Dalam perawatan luka operasi ini ada dua hal yang harus
diketahui yaitu cara mengganti balutan dan cara mengangkat jahitan. Tujuan
dari mengganti balutan itu yaitu, Meningkatkan penyembuhan luka dengan
mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga kebersihan luka, melindungi luka dari
kontaminasi, dapat menolong hemostatis ( bila menggunakan elastis verband ),
membantu menutupnya tepi luka secara sempurna, menurunkan pergerakan
dan trauma, menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan.
Sedangkan Mengangkat atau mengambil jahitan pada luka bedah dilakukan
dengan memotong simpul jahitan. Tujuannya untuk mencegah infeksi silang
dan mempercepat proses penyembuhan luka.
3.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah sumber bacaan bagi
mahasiswa keperawatan khusus pada mata kuliah keperawatan maternitas.
60
DAFTAR PUSTAKA
61