Tugas Fisika Medis II
Tugas Fisika Medis II
Tugas Fisika Medis II
DETEKTOR RADIASI
Oleh :
Yuni Rahmawati
JURUSAN FISIKA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
DETEKTOR RADIASI
1. Gas-Filled Detector
Gas-Filled Detector atau Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering
digunakan untuk mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan
negatif, serta berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai
anoda, yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut
sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk
silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai
katoda sebagaimana berikut:
Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan
tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi. Respon seragam baik untuk radiasi
gamma dan membaca dosis yang akurat secara keseluruhan, mampu mengukur tingkat
radiasi yang sangat tinggi, tingkat radiasi tinggi yang berkelanjutan tidak menurunkan gas
filled.
Sedangkan kelemahannya adalah arus yang timbul sangat kecil, kira-kira 10-12 A
sehingga memerlukan penguat arus sangat besar dan sensitivitas alat baca yang tinggi.
Output yang rendah memerlukan sirkuit canggih elektrometer dan operasi dan akurasi
mudah terpengaruh oleh kelembaban
b. Detektor Proporsional
Alat pantau proporsional beroperasi pada tegangan yang lebih tinggi daripada kamar
ionisasi. Daerah ini ditandai dengan mulai terjadinya multiplikasi gas yang besarnya
bergantung pada jumlah elektron mula-mula dan tegangan yang digunakan. Karena
terjadi multiplikasi maka ukuran pulsa yang dihasilkan sangat besar. Setiap pasangan ion
menghasilkan longsoran tunggal sehingga suatu pulsa arus keluaran yang dihasilkan yang
sebanding dengan energi yang disimpan oleh radiasi.
c. Detektor Geiger-Muller
Tegangan akan mengakibatkan proses ionisasi yang terjadi dalam detektor menjadi
jenuh. Pulsa yang dihasilkan tidak lagi bergantung pada ionisasi mula-mula maupun jenis
radiasi. Jadi, radiasi jenis apapun akan menghasilkan keluaran sama. Ionisasi diperkuat di
dalam tabung dengan Efek Discharge Townsend untuk menghasilkan pulsa deteksi yang
mudah diukur. Ionisasi terjadi terutama karena elektron yang dipancarkan oleh dinding
chamber oleh proses efek fotolistrik ketika sinar gamma memasuki ruangan. Untuk
menghindari efek ini, 10% etil alkohol dan 90% argon ditambahkan. Etil alkohol
menyerap foton yang dipancarkan oleh de-eksitasi atom gas.
Townsend Avalanche adalah proses ionisasi gas di mana elektron bebas ionisasi gas
di mana elektron bebas dipercepat oleh medan listrik, bertabrakan dengan molekul gas,
dan muncul electron bebas. Elekron mengalami percepatan sehingga memungkinkan
konduksi listrik melalui gas. Detektor GM hanya dipakai untuk mengetahui ada tidaknya
radiasi. Potensial kerja pada G-M ditentukan dengan mencatat aktivitas (cpm) pada setiap
perubahan tegangan. Kemudian dibuat grafik.
Kemiringan plateau ditentukan dengan cara mengambil 50 volt ke kiri dan 50 volt ke
kanan.
Waktu mati (dead time) adalah waktu saat detektor tidak dapat mencatat karena
radiasi terhambat oleh ion-ion + yang terbentuk pada radiasi pertama. Waktu pemulihan
(recovery time) adalah selang waktu antara waktu mati dan pulih kembali. Waktu pisah
(resolving time) adalah waktu minimum yang diperlukan agar partikel pengion
berikutnya dapat dicatat setelah pencacahan atas partikel pengion sebelumnya.
Proses pembacaan
Pembacan tiap detik : Biasanya digunakan ketika alpha atau beta partikel yang
terdeteksi
laju dosis radiasi, ditampilkan dalam unit seperti “Sievert” . Biasanya
digunakan untuk mengukur laju dosis gamma atau sinar-X. pembacaan dapat
dilakukan secara analog atau digital, instrumen modern yang menawarkan
komunikasi serial dengan komputer host atau jaringan. Sebuah opsi
menghasilkan klik terdengar mewakili jumlah peristiwa ionisasi terdeteksi.
2. Scintilation Counter
Detektor jenis ini menggunakan dasar efek sintilasi (kelipan/intensitas sinar yang
menumbuk fosfor) apabila bahan sintilator dikenai suatu radiasi nuklir. Proses ini
terutama disebabkan oleh proses eksitasi yang diikuti oleh deeksitasi. Untuk radiasi α
biasa dipakai bahan ZnS(Ag), CsI(Tr). Untuk radiasi β adalah jenis plastik, organik
(antrasin). Sedang untuk γ sering dipakai NaI(Tl) juga plastik. Detektor sintilasi selalu
terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator
merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan
cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan
cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian
radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :
proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di
dalam bahan sintilator dan
proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung
photomultiplier
Bahan Sintilator
Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai
pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada
keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita
konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan
bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat
meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan
kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan
cahaya.
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh
jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya.
Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan sebagai
detektor radiasi.
Kristal NaI(Tl)
Kristal ZnS(Ag)
Kristal LiI(Eu)
Sintilator Organik
Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu berkurangnya
sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat campuran sampel. Semakin
pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat transparansinya sehingga
percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat mencapai photomultiplier.
Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua bagian
yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator berfungsi untuk
mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung photomultiplier ini
berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga
dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan
photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat
beberapa dinode untuk menggandakan elektron. Photokatoda yang ditempelkan pada
bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang
gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan
potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron
sekunder bila dikenai oleh elektron.
Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua
dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang
terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor
kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.
Detektor NaI(Tl)
merupakan detektor jenis sintilasi. Bahan sintilator berupa kristal tunggal Natrium
Iodida yang didopping dengan sedikit Tallium. NaI(Tl) adalah sintilator yang paling
banyak digunakan untuk mendeteksi sinar γ. Dalam bentuk kristal tungga berdiameter
0,75 m dan tebal 0,25 m serta memiliki tingkat kerapatan sebesar 3,67 x 103 kg/m3.
Karena rapat massanya yang besar, nomor atom yang tinggi dan ukuran yang besar maka
NaI(Tl) sangat efisien untuk mendeteksi radiasi gamma. Sinar gamma yang terdeteksi
berinteraksi dengan atom-atom bahan sintilator berupa interaksi efek fotolistrik,
hamburan Compton, dan efek pembentukan pasangan. Elektron bebas hasil interaksi
selanjutnya akan mengalamiproses ionisasi dan penetralan (excitasi). Detektor NaI(Tl)
terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah medium sintilasi berupa sintilator NaI(Tl)
dimana partikel yang terdeteksi akan menimbulkan pulsa cahaya. Bagian kedua adalah
tabung pengubah pancaran cahaya menjadi pulsa listrik setelah proses penggandaan yaitu
Photo Multiplier Tub (PMT).
Kelebihannya yakni bekerja sangat cepat; yaitu dapat memberikan pulsa listrik
dan kembali ke tahanan semula, kemudian siap digunakan lagi dalam waktu yang sangat
pendek (10-8 s). Dapat dirancang untuk memberikan ukuran pulsa yang berbanding lurus
dengan kehilangan energi radiasi di dalam sintilator. Mempunyai efisiensi pendeteksian
terhadap sinar gamma lebih tinggi dibandingkan pencacah isi gas.
Tipe detektor semikonduktor yang ketiga adalah Surface barrier. Detektor ini
digunakan untuk radiasi alpha dan beta.
Dosimetri Semikonduktor
4. Film
Film badge merupakan salah satu alat pencatat dosis radiasi yang diterima oleh
pekerja radiasi sesuai dengan PP.No.11 tahun 1975, tentang Keselamatan terhadap
Pekerja Radiasi, maka setiap individu yang bekerja di unit pelayanan radiologi
diharuskan memakai alat pencatat radiasi tersebut.
Komponen dosimetri film badge ini terdiri dari film, seperti film yang digunakan
untuk rongten gigi, dan tempat film (holder). Holder film dosimetri ini mempunyai fungsi
penting yaitu sebagai penyaring atau filter. Terdapat beberapa jenis filter separti plastik
setebal 0,5 mm dan 3mm, aluminium 0,6 mm, tembaga 0,3 mm,campuran Sn 0,8 mm dan
Pb 0,4 mm serta campuran Cd 0,8 mm dan Pb 0,4 mm. Masing-masing jenis filter
tersebut berfungsi untuk menyaring jenis radiasi atau energi radiasi yang berbeda.
Dosimetri film badge ini mempunyai sifat akumilasi yang cukup baik. Film-film yang
ada dipasaran dapat digunakan sampai 3 bulan. Detektor film dapat “menyimpan” dosis
radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi selama film belum diproses. Semakin
banyak dosis radiasi yang telah mengenainya, atau telah mengenai orang yang
memakainya, maka tingkat kehitaman film setelah diproses akan semakin pekat.
Dektetor yang digunakan disini adalah penghitaman film, yang berbentuk emulsi
butiran-gutiran perak halida, biasanya perak bromida (AgBr), ditunjang oleh matrik
gelatin dan kemudian dilapisi bahan "acetat". Film ini berfungsi sebagai detector karena
apabila terkena radiasi, ion Ag+ akan berubah menjadi Ag dan disebut sebagai bayangan
“latent”. detektor ini dapat menyimpan atau merekam dosis radiasi yang mengenainya
secara akumulasi selama film belum diproses. Pemprosesan dilakukan dengan larutan
kimia yang akan memunculkan bayangan hitam pada film tersebut. Tingkat kehitaman
bayangan film sebanding dengan intensitas radiasi yang mengenainya. Semakin banyak
radiasi yang mengenainya, tingkat kehitaman film akan semakin pekat. Holder film selain
sebagai berfungsi sebagai tempat film, juga sebagai filter. Holder film badge terdapat
beberapa filter yaitu Alumunium, timah hitam dan tembaga atau seng yang gunanya
untukmembedakan jenis dan energi radiasi yang mrngenainya. Pengukuran hanya
terbatas sampai dengan 300 rem.
Energi radiasi pengion yang mengenai film akan menyebabkan beberapa butiran
AgBr terionisasi (AgBr). Semakin besar dosis radiasi yang diserap semakin banyak
butiran AgBr yeng terionisasi. Dalam proses pencucian dengan larutan pengembang
(developer) butiran-butiran Ag+ yang terionisasi akan berubah menjadi logam perak yang
berwarna hitam. Proses pencucian kedua dengan larutan fixer akan melarutkan molekul-
molekul AgBr sisa,Sedangkan yang telah menjadi logam perak akan terikat kuat seabagai
bayangan hitam laten. Terlihat bahwa tingkat kehitaman bayangan akan sesuai dengan
banyak dosis yang telah mengenainya.
Di pasar terdapat beberapa merk film maupun holder, tetapi BATAN selalu
menggunakan film dengan merk Kodak buatan USA dan holder merk Chiyoda buatan
Jepang. Hal ini dilakukan agar mempunyai standar atau kalibrasi pembacaan yang tetap.
Cara pembacaan film badge tidak dapat dibaca secara langsung, melainkan
menggunakan alat “densitometer”. Film Badge menggunakan satuan millirem. Jika
radiasi gamma kurang dari 20 millirem tidak dapat diukur secara akurat. Akan tetapi
cukup akurat untuk eksposur lebih besar dari 100 millirem.
Keuntungan utama dari film lencana sebagai perangkat pemantauan personil adalah
bahwa ia menyediakan catatan permanen, ia mampu membedakan antara energi foton
yang berbeda, dan dapat mengukur dosis karena jenis radiasi yang berbeda. Hal ini cukup
akurat untuk eksposur lebih besar dari 100 millirem. Kelemahan utama adalah bahwa
film badge harus dikembangkan dan dibaca oleh prosesor (yang memakan waktu cukup
lama), pemaparan panas berkepanjangan dapat mempengaruhi film, dan eksposur kurang
dari 20 millirem radiasi gamma tidak dapat diukur secara akurat. Kelemahan yang
lainnya adalah untuk mengetahui dosis yang telah mengenainya harus diproses secara
khusus dan membutuhkan peralatan tambahan untuk membaca tingkat kehitaman film,
yaitu densitometer.
Dosimeter film ini biasanya dikenakan di luar pakaian, di sekitar dada atau badan
untuk mewakili dosis ke "seluruh tubuh". Lokasi ini memantau paparan sebagian besar
organ vital dan mewakili sebagian besar massa tubuh. Dosimeter tambahan dapat dipakai
untuk menilai dosis untuk ekstremitas atau di bidang radiasi yang bervariasi tergantung
pada orientasi tubuh ke sumber. Kuantitas pengukuran dosis, dosis pribadi setara Hp (d),
didefinisikan oleh Komisi Internasional tentang Perlindungan Radiologi (ICRP) sebagai
dosis yang setara dalam jaringan lunak pada kedalaman yang tepat, d, di bawah titik yang
ditentukan pada tubuh manusia. Titik yang ditentukan khusus untuk posisi di mana
dosimeter individu dipakai. Kedalaman jaringan yang menarik termasuk kedalaman
jaringan dari lapisan kulit hidup (0,07 cm), lensa mata, (0,30 cm), dan dosis "dalam", atau
dosis ke seluruh tubuh (1,0 cm).
Pada proses penyerapan radiasi beberapa material akan menyimpan energi yang
diserap pada kondisi yang kurang stabil. Jika materi tersebut diberikan energi secara
sistematis energi yang kurang stabil tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk ultraviolet,
cahaya tampak atau infra merah, fenomena tersebut dikenal dengan nama proses
luminisensi. Proses penyimpanan energi radiasi terjadi diawali saat radiasi mengenai
materi, pada saat tersebut electron bebas dan hole terbentuk. Pada materi yang memiliki
sifat luminisensi, terdapat suatu daerah storage trap yang terletak di antara pita konduksi
dan valensi . Electron dan hole yang terbentuk akan bersatu lagi atau terjebak di dalam
storage trap. Jumlah electron yang terjebak akan sebanding dengan jumlah radiasi yang
mengenai material luminisensi. Elektron yang terjebak akan keluar dan bersatu kembali
dengan hole jika detector luminisensi diberikan energi dalam bentuk panas secara
sistematis. Pada saat electron dan hole bergabung akan dipancarkan cahaya yang akan
ditangkap oleh penguat cahaya PMT (Photomultiplier Tube). Bahan yang memiliki sifat
luminisensi disebut dengan nama Thermoluminescenct detector atau TLD. Beberapa jenis
materi yang bersifat luminisense antara lain CaSO4:Mn,Dy, LiF:Mg,Ti, LiF:Mg,Cu,P.
Sebelum digunakan TLD harus dipanaskan terlebih dahulu pada suhu tertentu untuk
menghapus energi yang masih tersisa didalam TLD.
TLD secara garis besar terdiri dari planchet, PMT dan elekrometer. Planchet
berfungsi untuk meletakkan dan memanaskan materi TLD, PMT berfungsi menangkap
cahaya luminisensi dan mengubah menjadi sinyal listrik, dan memperkuat sinyal akhir,
elektrometer berfungsi mencatat sinyal PMT dalam satuan arus atau muatan. Sinyal hasil
pembacaan TLD disebut kurva pancar”. Kurva pancar diperoleh dengan memberikan
panas dengan laju kenaikan panas secara konstan sampai suhu tertentu, dan kurva
digambarkan sebagai fungsi suhu.
Fenomena TL dapat diamati pada banyak jenis bahan fosfor, namun hanya
beberapa yang menunjukkan sifat sesuai dengan kebutuhan dalam aplikasi dosimetri.
Untuk aplikasi dosimetri personal, persyaratan dosimetrik yang harus dimiliki dosimeter
adalah kemampuan jangkauan dosis antara 10-5 sampai 5×10–1 Gy dengan ketidakpastian
(pada 1 SD) adalah –30% dan +50%. Pada kasus tertentu, perkiraan ulang dosis radiasi
eksternal dalam dosimetri personal merupakan permasalahan penting yang tidak dapat
diselesaikan dengan TLD. Secara umum, diasumsikan bahwa setelah TLD melalui proses
pembacaan dan annealing akan menyebabkan seluruh perangkap elektronnya menjadi
kosong. TLD merupakan dosimeter personal pemantauan dosis radiasi eksternal paparan
radiasi gamma, sinar-x dan beta. Dalam dosimetri neutron, pemantau paparan radiasi
neutron yang memiliki spektrum energi yang sangat lebar mulai dari neutron termik,
epitermik, sedang, dan neutron cepat (<10-2 eV – > 107 eV) membutuhkan pasangan
dosimeter yang sensitif terhadap neutron dan gamma. Keunggulan TLD adalah terletak
pada ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil, bentuk kristal dapat
disesuaikan dengan holder dan setelah diproses kristal TLD tersebut dapat digunakan
berulang-ulang. Kelemahan TLD adalah data pengukuran yang didapat hanya dapat
dibaca satu kali saja, membutuhkan penyimpanan yang stabil, memiliki efek fading dan
sangat sensitive terhadap cahaya.
TLD memiliki tingkat sensitivitas yang cukup baik terhadap radiasi dan mampu
mengukur dosis radiasi yang cukup lebar dari beberapa μ Gy sampai 10 Gy. Sehingga
sampai saat ini, TLD masih digunakan lebih dari 90% untuk pengukuran dosis personal
paparan radiasi eksternal. Karena TLD memerlukan stimulasi panas dalam proses
pembacaan tanggapannya dan TLD tidak dapat dibaca ulang, maka hal ini menjadi
kelemahan TLD sebagai dosimeter pemantauan dosis eksternal pada masa yang akan
datang. Dosimeter LiF : Mg, Cu, P merupakan TLD yang memiliki tingkat sensitivitas
lebih tinggi dibanding TLD lainnya.
6. Gel Dosimetry
Dosimeter gel dibuat dari bahan kimia peka radiasi yang, setelah penyinaran atau
radiasi pengion, memolimerisasi sebagai fungsi dari dosis radiasi yang diserap.
Dosimeter gel (3D) digunakan untuk mendeteksi dan memverifikasi distribusi dosis yang
digunakan dalam radioterapi kanker. Hanya gel dosimeter yang mengandung air dan agen
gelling dianggap.
Perubahan warna yang diinduksi radiasi pada pewarna digunakan untuk
menyelidiki dosis radiasi dalam gel. Selanjutnya, dosis foton dan elektron dalam gel agar-
agar diselidiki menggunakan spektrofotometri. Gel dosimetri menunjukkan bahwa
perubahan karena radiasi pengion dalam larutan dosimetri, dapat diukur dengan
menggunakan resonansi magnetik nuklir (NMR).
Dosimeter gel umumnya terdiri dari dua jenis, yaitu Fricke dan dosimeter polimer
gel dan biasanya dievaluasi atau read-out menggunakan magnetic resonance imaging
(MRI), tomografi komputer optik (CT), CT x-ray atau ultrasound.
gambar 21. Struktur kimia monomer yang digunakan dalam dosimetri gel polimer
Jordan dan rekan kerja mengembangkan dosimeter micelleic micelle gel untuk
pembacaan optik. Resep gel terdiri dari pewarna leuco berwarna (misalnya, leuco
malachite green atau leuco kristal violet) diemulsi dalam matriks hidrogel menggunakan
surfaktan. Molekul leukun-dye bereaksi dengan radikal bebas yang dihasilkan oleh
radiolisis air, berubah dari tidak berwarna menjadi sangat berwarna ketika dosis radiasi
meningkat. Misel adalah kumpulan molekul surfaktan yang dirakit sendiri yang memiliki
bagian hidrofilik dan hidrofobik. Di atas konsentrasi misel kritis (CMC), molekul-
molekul surfaktan menyesuaikan diri sehingga bagian hidrofobiknya menjauh dari air di
sekitarnya menuju pusat-pusat misel, meninggalkan bagian hidrofiliknya dalam kontak
dengan air. Tujuan utama penggunaan misel dalam dosimeter mikchromic micelle gel
adalah untuk mengemulsi molekul leuco-dye yang larut dalam air di dalam inti
hidrofobik misel untuk mendistribusikan zat warna leuko di seluruh volume gel 3D.
Manfaat kedua adalah bahwa misel secara signifikan lebih besar daripada molekul
leukon-dye individu. Akibatnya, misel, yang mengandung zat warna leuko, memiliki
difusivitas rendah dalam matriks gel. Menggunakan emulsi leuko-dye molekul sebagai
molekul reporter menghasilkan stabilitas spasial informasi dosis yang lebih baik,
dibandingkan dengan dosimeter optik bebas micell seperti Fricke gel dosimeters dan
polimer gel dosimeter.
Dosimeter gel micelle saat ini dapat memperoleh manfaat dari perbaikan lebih
lanjut karena sensitif terhadap cahaya dan sensitif suhu selama penyinaran dan cenderung
memudar seiring waktu. Mereka juga memiliki sensitivitas dosis yang relatif rendah dan
mungkin memiliki ketergantungan dosis-tingkat yang signifikan. Salah satu manfaat
menggunakan misel dalam 3D gel dosimeter adalah bahwa, tidak seperti dosimeter gel
tradisional, molekul reporter tidak perlu larut dalam air. Bahkan, kelarutan air yang
sangat rendah atau dapat diabaikan akan membantu mengurangi difusi dan akan
meningkatkan stabilitas spasial. Akibatnya, berbagai molekul reporter hidrofobik baru
dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam gel micelle 3D. Salah satu jenis molekul
reporter yang tidak larut dalam air yang baru-baru ini dipelajari adalah 10,12-
pentacosadiynoic acid (PCDA), yang merupakan molekul reporter yang digunakan dalam
film. PCDA berubah warna sebagai respons terhadap reaksi dengan radikal bebas karena
mengandung gugus diacetylene (yaitu, dua ikatan rangkap tiga karbon-karbon yang
dipisahkan oleh ikatan tunggal karbon-karbon). Ketika diacetylenes oligomerize sebagai
respons terhadap radikal bebas, mereka menghasilkan perubahan warna yang intens
karena ikatan ganda dan rangkap tiga terkonjugasi. Sayangnya, PCDA dan dua
diacetylenes lainnya terbukti tidak sesuai untuk dosimeter gel micelle karena mereka
tidak oligomerize dalam misel. Namun demikian, dosimeter gel micelle layak studi lebih
lanjut dan pengembangan karena sifat difusi mereka dan berbagai molekul reporter baru
yang dapat dipertimbangkan.
Sebuah dosimeter gel baru-baru ini yang mengandung genipin, gelatin dan air saat
ini sedang dipelajari untuk aplikasi dosimeter radioterapi. Genipin adalah penghubung
silang alami dari banyak jenis polimer hidrogel, termasuk gelatin. Selama reaksi silang
gelatin dengan genipin dalam media berair, campuran perlahan berubah dari tidak
berwarna menjadi biru tua. Titik leleh dari gel yang dihasilkan jauh lebih tinggi daripada
gel gelatin bebas genipin. Gel pemutih biru transparan sebagai respons terhadap iradiasi
dan perubahan warna dapat dikuantifikasi secara optik. Informasi dosis 3D yang stabil
dapat diperoleh sesaat setelah radiasi. Genipin bereaksi secara linear terhadap dosis
radiasi antara 100 dan 1000 Gy. Menurunkan pH menggunakan asam sulfat
meningkatkan sensitivitas dosis gel genipin ke dosis antara 0 dan 100 Gy sehingga gel ini
mungkin menjanjikan untuk dosimetri radioterapi 3D di masa depan.
Gel Fricke digunakan karena mereka relatif sederhana dan dapat direproduksi,
meskipun mereka memiliki masalah signifikan dengan stabilitas spasial karena difusi.
Kimia gel Fricke sebenarnya cukup rumit dan melibatkan sejumlah besar reaksi kimia.
Selain itu, kepekaan mereka tergantung pada konsentrasi oksigen. Efektivitas gel Fricke
yang bergantung pada oksigen harus diingat ketika mencari resep dosimeter gel yang
baru dan lebih baik.
Sensitivitas oksigen adalah masalah penting dalam dosimeter polimer gel, bahkan
ketika mereka diproduksi menggunakan THPC sebagai pemulung oksigen. Akibatnya,
perhatian besar harus diambil untuk mencegah kebocoran oksigen selama waktu antara
pembuatan gel dan iradiasi. Jika tidak, hasil yang menyesatkan bisa diperoleh.
Penggunaan kalibrasi gel internal (yaitu, menggunakan informasi dosis mendalam)
daripada botol kecil direkomendasikan sebagai alat untuk mendeteksi ketika kontaminasi
oksigen telah terjadi.
Gel mikel menjanjikan karena sifat difusi yang menguntungkan dan kisaran
molekul reporter yang larut dalam air yang mungkin dipertimbangkan. Genipin gel juga
menjamin penyelidikan dan pengembangan lebih lanjut.