Makalah Kompas
Makalah Kompas
Makalah Kompas
Disusun Oleh:
Kelompok 10 / Perikanan B
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum mata
kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan ”Pemijahan Buatan Ikan Patin
Siam (Pangasius hypopthalmus) Mengunakan Ovaprim”. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
serta dukungannya dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini. Laporan akhir
praktikum ini berisikan laporan akhir dari praktikum yang telah dilakukan.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dalam
pembuatan laporan akhir praktikum yang lebih baik. Akhir kata, semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan membalas segala amal budi serta
kebaikan pihak-pihak yang mebantu penulisan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... vi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Identifikasi Maslah ..................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................... 2
1.4 Kegunaan .................................................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Patin .................................................................................... 3
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Ikan Patin ........................................ 3
2.1.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin ................................... 4
2.1.3 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Patin ............................... 4
2.2 Pemijahan Buatan ....................................................................... 5
2.3 Reproduksi Ikan Patin ................................................................. 9
2.4 Ovaprim ...................................................................................... 11
2.5 Hormon-Hormon yang Berperan Dalam Proses
Pemijahan Buatan dan Sistem Hormonnya ................................ 12
2.6 Larva Patin .................................................................................. 15
2.7 Artemia ....................................................................................... 15
2.8 Cacing Sutra ................................................................................ 18
2.9 Pemeliharaan Larva dan Benih Patin .......................................... 19
ii
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan pembahasan kelompok ...............................................
4.1.1 Teknik Pemijahan Buatan Ikan Patin dengan
Mengunakan Ovaprim ................................................................
4.1.2 Teknik Penetasan Artemia ..........................................................
4.1.3 Teknik Pemeliharaan Larva Dan Benih ......................................
V Penutup
5.1 Kimpulan ....................................................................................
5.2 Saran ...........................................................................................
LAMPIRAN .......................................................................................... 28
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
menganai cara pemijahan buatan pada ikan patin melalui penyuntikan dengan
ovaprim.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum praktikum pemijahan buatan pada Ikan
Patin yaitu:
1. Mengetahui cara seleksi induk yang baik untuk dipijahkan
2. Mengetahui teknik pemijahan ikan patin secara buatan dengan cara
penyuntikan hormon.
3. Mengetahui teknik penetasan larva artemia
1.4 Kegunaan
Hasil dari praktikum ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
praktikan maupun pembaca mengenai cara pemijahan buatan pada ikan patin dan
cara kultur artemia sebagai pakan alami pada larva patin.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
4
Keadaan suhu air yang optimal untuk kehidupan ikan patin antara lain 28-29oC.
Ikan patin lebih menyukai perairan yang memiliki fluktuasi suhu rendah.
Kehidupan ikan patin mulai terganggu apabila suhu perairan menurun sampai 14-
15oC ataupun meningkat di atas 35oC. Aktivitas patin terhenti pada perairan yang
Apabila dipelihara di jala apung, ikan patin ternyata tidak menolak diberi pakan,
sesuai dengan penelitian Arifin (1993) dalam Cholik et al (2005) yang
menyatakan bahwa ikan patin sangat tanggap terhadap pakan buatan.
dan membuka serta berwarna merah tua. Sedangkan postur tubuh induk jantan
relatif lebih langsing dan panjang. Alat kelamin (urogenital) membengkak dan
berwarna merah tua. Apabila bagian perut dekat lubang kelamin diurut akan
mengeluarkan cairan putih kental (cairan sperma).
Untuk menjamin pemilihan induk betina yang matang gonad, dapat
dilakukan dengan pengukuran diameter telur dan pengamatan pergerakan inti sel
telur. Proses ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pengambilan telur
menggunakan kateter atau kanulator dari kantung telur. Telur yang sudah diambil
diletakkan pada larutan sera untuk mengukur diameter telur dan pergerakan inti
sel dibawah mikroskop. Telur dari induk yang sudah matang gonad ditandai
dengan ukurannya yang relatif seragam, memiliki diameter > 1,0 mm dan pada
larutan serra > 80% inti sel bergerak ke pinggir.
3. Pemijahan
Setelah mendapatkan induk yang siap dipijahkan melalui seleksi induk,
tahap selanjutnya adalah memijahkan induk tersebut. Induk yang akan dipijahkan
diberok dahulu 1-2 malam untuk mengurangi kadar lemak pada saluran
pengeluaran telur dan membuang kotoran/feces.
Pemijahan dilakukan secara buatan melalui pemberian rangsangan hormon
untuk proses pematangan akhir gonad, pengurutan untuk proses pengeluaran telur
dan pembuahan dengan mencampur sperma dan telur. Hormon yang digunakan
adalah Ovaprim atau sejenisnya. Standar dosis Ovaprim yang diberikan untuk
induk betina adalah 0,5 mL/kg sedangkan untuk jantan adalah 0,2 mL/kg (bila
diperlukan). Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali pada bagian intramuskular
dengan interval waktu penyuntikan pertama dan kedua sekitar 6 – 12 jam.
Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya 2/3 bagian
lagi diberikan pada penyuntikan kedua.
Setelah penyuntikan kedua, 6 – 8 jam kemudian dilakukan pengecekan
ovulasi induk. Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk
proses pembuahan. Bila pengeluaran telur dilakukan sebelum ovulasi (terlalu
cepat waktu), pengeluaran telur tidak akan lancar dan biasanya persentase
keberhasilan pembuahan akan kecil. Sedangkan bila terlalu lambat, pembuahan
8
biasanya juga gagal karena air sudah masuk ke dalam kantung telur yang
menyebabkan lubang mikrofil pada telur sudah tertutup. Pengecekan ovulasi
dilakukan dengan cara melakukan pengurutan pada bagian dekat urogenital secara
pelan dan hati-hati. Ovulasi sudah tercapai bila sudah ada sedikit telur yang keluar
sehingga pengurutan secara keseluruhan dapat dilanjutkan untuk proses
pembuahan.
Proses pembuahan didahului dengan penyiapan sperma yang dikeluarkan
dari induk jantan. Sperma ditampung dalam wadah dan diencerkan dengan larutan
NaCl 0,9% atau larutan Ringer dengan perbandingan sekitar 1 : 100. Sperma yang
tercampur urine (air kencing ikan) sebaiknya tidak digunakan.
Telur diluarkan dengan melakukan pengurutan induk betina secara hati-
hati dan ditampung dalam wadah. Tetesan air dalam wadah atau pada telur harus
dihindari. Bila dikehendaki, pengurutan dapat dilakukan secara berulang tapi
dalam tenggang waktu yang relatif singkat.
Telur yang sudah ditampung ditambahkan dengan sperma dan diaduk
secara merata. Untuk memudahkan pencampuran telur dan sperma dapat diberi
tambahan larutan fisiologis secukupnya.
4. Penetasan telur
Telur yang sudah dibuahi ditetaskan pada tempat yang sudah disiapkan
sebagai tempat penetasan telur. Telur ditebar merata di dasar akuarium dan
diusahakan jangan ada telur yang menumpuk, karena telur tersebut akan busuk
dan menyebabkan menurunnya kualitas media atau air sehingga dapat
mengakibatkan kegagalan penetasan.
Aerasi yang cukup untuk menjamin kandungan oksigen terlarut serta suhu
perlu diperhatikan agar proses penetasan telur berjalan secara optimal. Pada suhu
29-30oC biasanya telur mulai menetas setelah inkubasi 18- 24 jam. Larva hasil
penetasan dapat dipindahkan ke wadah yang lain atau tetap pada wadah yang
sama dengan melakukan penggantian air. Proses ini perlu dilakukan karena pada
saat penetasan terdapat sisa cangkang telur yang dapat membusuk dan
menyebabkan bahan beracun bagi larva. Proses pemindahan larva atau
penggantian air harus dilakukan secara hati-hati karena larva masih kritis.
9
Adapun ciri – ciri induk yang baik menurut Khairuman (2007) adalah
sebagai berikut :
Tabel 1. Ciri-Ciri Induk yang Baik
No Induk Betina Induk Jantan
Saat berumur 3 tahun memiliki Saat berumur 3 tahun memiliki
1
berat minimal 2 kg berat minimal 2 kg
Mulai bertelur pada umur 3 tahun, Mulai mengandung sperma pada
2
tidak bertelur muda umur 2,5 bulan
Bentuk tubuhnya normal, atau tidak Bentuk tubuhnya normal, atau
3
cacat tidak cacat
Bertubuh gemuk, atau tidak
4 Bertubuh gemuk, atau tidak kurus
kurus
5 Kepala relatif kecil Kepala relatif kecil
6 Tidak luka, dan sehat Tidak luka, dan sehat
Bila diraba, kulitnya halus, atau Bila diraba, kulitnya halus, atau
7
tidak kasar tidak kasar
Respon terhadap pakan
8 Respon terhadap pakan tambahan
tambahan
Sedangkan ciri – ciri dari induk patin yang sudah matang gonad menurut
Erlangga (2013) adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Ciri-Ciri Induk Matang Gonad
No Induk siam betina Induk Siam Jantan
1 Umur minimal 2,5 tahun Umur minimal 1,5 tahun
2 Bobot minimal 2 kg/ekor Bobot minimal 1,5
Perut membesar ke arah anus,
3 terasa empuk, dan halus saat Perut terlihat ramping
diraba
Kulit di bagian perut lembek Kulit di bagian perut lembek
4
dan tipis dan tipis
Alat kelamin membengkak dan Alat kelamin membengkak dan
5
menonjol berwarna merah tua berwarna merah tua
Jika di kanulasi akan keluar Jika di striping atau diurut
6 telur bebentuk bundar dan keluar cairan putih atau
berukuran seragam sperma.
2.4 Ovaprim
Ovaprim adalah merek dagang bagi hormone analog yang mengandung
20µg analog salmon gonadotropin releasing hormone (s GnRH) LHRH dan 10µg
domperidone sejenis anti dopamin, per milliliter (Nandeesha et al, 1990). Ovaprim
digunakan sebagai agen perangsang bagi ikan untuk memijah, kandungan
sGnRHa akan menstimulus pituatari untuk mensekresikan GtH I dan GtH II.
Sedangkan anti dopamin menghambat hipotalamus dalam mensekresi dopamin
yang memerintahkan pituatari menghentikan sekresi GtH I dan GtH II dalam
kondisi alamiah sekresi gonadotropin dihambat oleh dopamin (Chang dan Peter,
1982), sehingga bila dopamin dihalang dengan antagonisnya maka peranan
dopamin akan terhenti dan sekresi gonadotropin akan meningkat. Gonadotropin
yang dihasilkan akan menuju gonad dan akan mempercepat terjadinya
pematangan oosit pada ikan betina dan pematangan spermatozoa pada ikan jantan
(Harker 1992).
Secara umum dosis ovaprim yang dipakai untuk merangsang ovulasi pada
ikan betina adalah 0,5 ml/kg bobot tubuh sedangkan untuk merangsang spermiasi
pada ikan jantan adalah 0,10 - 0,20 ml/kg bobot tubuh (Harker, 1992). Ovaprim
termasuk hormon gonadotropin (GTH) semi murni yang diiekstraksikan
dan dimurnikan dari hipofisa salmon atau ikan mas (Zairin Jr 2003). Ovaprim
dalam tubuh ikan sebagai regulator yang bekerja secara langsung mempengaruhi
organ target mensentesis hormon gonadotropin merangsang sekresi follicle
stimulating hormon (FSH) dalam tubuh ikan. Rangsangan hormone dari luar
12
2.5 Hormon yang Berperan Dalam Peroses Pemijahan Buatan dan Sistem
Hormonnya
Hormon merupakan suatu senyawa yang ekskresikan oleh kelenjar
endokrin, dimana kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu yang tidak memiliki
saluran (Zairin,2002). Kelenjar endokrin terdapat beberapa organ antara lain
adalah pituitari, pineal, thymus, jaringan ginjal, jaringan kromaffin, interregnal
tissue, corpuscles of stannus, thyroid, ultibranchial, pancreatic islets, intestinal
tissue, intestitial tissue of gonads danurohypophysis. Beberapa hormon sangat
berperan dalam proses reproduksi ikan , selain hormon primer dan sekunder yang
terdapat dalam tubuh ikan adapula hormon luar (sintesis) yang dapat
mempengaruhi proses pematangan gonad ikan. (Gusrina 2008). Jenis-jenis
hormon diantaranya adalah:
13
a. Kelenjar Hipofisa
Kelenjar hipofisa adalah kelenjar yang menghasilkan berbagai hormon,
antara hormon yang berkerja terhadap kelenjar kelamin jantan (testes) Maupun
kelenjar kelamin betina (kantong telur). Kelenjar hipofisa ini terletak disebelah
bawah bagian depan otak besar (dienchephala) sehingga jika bagian otak ini
diangkat maka kelenjar ini akan tertinggal. Dengan demikian, untuk mengambil
kelenjar hipofisa maka tulang tengkorak harus di angkat terlebih dahulu.
Kelebihan dari hormon hipofisa adalah hormon ini bisa disimpan dalam
waktu lama sampai dua tahun. Penggunaan hormon ini juga relatif mudah (hanya
membutuhkan sedikit alat dan bahan), tidak membutuhkan refrigenerator dalam
penyimpanan, dosis dapat diperkirakan berdasar berat tubuh donor dan resepien,
adanya kemungkinan terdapat hormon-hormon lain yang memiliki sifat sinergik.
Kekurangan dari teknik hipofisasi adalah adanya kemungkinan terjadi reaksi
imunitas (penolakan) dari dalam tubuh ikan terutama jika donor hipofisa berasal
dari ikan yang berbeda jenis, adanya kemungkinan penularan penyakit, adanya
hormon hormon lain yang mungkin akan merubah atau malah menghilangkan
pengaruh hormon gonadotropin.
Dari beberapa penelitian mengenai hipofisasi didapatkan bahwa dengan
dosis rendah, 1 mg hipofisa ikan mas per kg berat badan resipien dapat
menginduksi pematangan telur tetapi tidak menyebabkan ovulasi pada
goldenperch, maquaria ambigua. Sedangkan dengan dosis tinggi,15 mg/kg
menyebabkan penurunan kemampuan menetas dibanding dengan 10 mg/kg
dengan kemampuan menginduksi ovulasi adalah 100%.
c. 17-a-methyltestosteron
Aplikasi hormon ini untuk menjantankan atau membetinakan semua benih
ikan yang akan dibudidayakan, telah dilakukan pada beberapa jenis ikan, antara
lain ikan mujair, karper, mas koki, dan lain-lain. Caranya dengan menambahkan
metiltestosteron pada pakan dengan dosis 15-60 mg/kg pakan dapat menghasilkan
100% jantan. Sedangkan untuk membetinakan benih dapat dilakukan dengan
penambahan hormone-hormon estrogenic, sepertiestron, estriol, estradiol. Namun
hasil yang dicapai tidak segemilang menjantankan benih. Hormon ini juga
digunakan untuk meningkatkan laju pertumbuhan melalui aplikasi hormon, juga
telah banyak dilakukan, yakni dengan meningkatkan nilai konversi makanan.
McBride dan Fegerlund (1973 dalamMatty,1985), telah berhasil menggunakan
methyltestosteron untuk mempercepat pertumbuhan juvenile ikan salmon.
d. Feromon
Feromon adalah bahan kimia disekresi dan disampaikan ke reseptor
pembau dengan reaksi yang spesifik. Fungsi feromon ikan dapat dibagi tiga,yakni:
(1) Sebagai alarm dan pengenalan spesies
(2) Untuk pengenalan seks dan perubahan tingkah laku seksual
(3) Untuk pengenalan wilayah
HCG juga berperan dalam memacu terjadinya ovulasi, seperti pada ikan
Goldfish, penyuntikan hormon human chorionic gonadotropin (hCG) akan
menyebabkan sintesis indomethanin (prostaglandin inhibitor) terhambat sehingga
Prostaglandin dapat mendorong ovulasi ikan trout pelangi dan Goldfish.
Prostaglandin berperan penting dalam menstimulasi ovulasi ikan teleostei pada
tahap akhir. (Jalabert dan Szollosi, 1975 dalam Stacey, 1984).
2.7 Artemia
Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan
ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar, dan ikan hias. Ini terjadi karena
Artemia memiliki nilai gizi yang tinggi, serta ukuran yang sesuai dengan bukaan
mulut hampir seluruh jenis larva ikan. Artemia dapat diterapkan di berbagai
pembenihan ikan dan udang, baik itu air laut, payau, maupun tawar.
Menurut Bougis (1979) dalam Kurniastuty dan Isnansetyo (1995),
klaisifikasi dari artemia adalah sebagai berikut:
Filim : Anthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas Branchiopoda
Ordo : Anostraca
16
Famili : Artemidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina
(2003) bahwa pengayaan pakan alami menggunakan minyak ikan, minyak cumi-
cumi, vitamin ataupun produk komersial lainnya membutuhkan waktu 2-4 jam
untuk mendapatkan hasil yang baik.
Dekapsulasi Artemia
Dekapsulasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar
dari kista artemia yang keras (korion). Proses ini dilakukan untuk mempermudah
bayi artemia untuk keluar dari sarangnya. Dan kalaupun tidak berhasil menetas,
kista yang telah didekapsulisasi masih bisa diberikan kepada ikan/burayak dengan
aman, karena korionnya sudah hilang, sehingga akan dapat dicerna dengan
mudah.
2. 8 Cacing Sutra
Cacing Sutra (Tubifex sp.) mengandung gizi sangat dibutuhkan sebagai
pakan alami dalam kegiatan unit perbenihan, terutama pada fase awal (larva)
karena memiliki kandungan nutrisi (protein 57% dan lemak 13%) yang baik untuk
pertumbuhan ikan dan ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva, disamping
itu harganya lebih murah dibanding artemia.
Klasifikasi Cacing Sutra Cacing sutra (Tubifex sp), menurut Gusrina
(2008) memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Filum : Annelida
Kelas : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxida
Famili : Tubifisidae
Genus : Tubifex
Spesies : Tubifex sp
19
Cacing ini mudah dikenali dari bentuk tubuhnya yang seperti benang sutra
dan berwarna merah kecoklatan karena banyak mengandung haemoglobin.
Tubuhnya sepanjang 1 – 2 cm, terdiri dari 30 – 60 segmen atau ruas. Cacing sutra
(Tubifex sp) ini bersifat hermaprodit, pada satu organism mempunyai dua alat
kelamin. Cacing ini dapat dibudidayakan dan digunakan langsung untuk larva
ikan. Cacing ini dapat juga di simpan dalam bentuk beku (fresh) maupun kering
(oven).
larva itu bisa memakan temannya sendiri. Tetapi ukuran pakan itu harus lebih
kecil dari bukaan mulutnya. Selain itu kandungan gizinya, terutama protein harus
tinggi. Salah satu jenis pakan yang bisa diberikan adalah naupli atau larva artemia
(udang laut). Tetapi naupli artemia itu harus dikultur terlebih dahulu.
Pakan pertama dapat diberikan sekitar 24 jam setelah menetas pada
kisaran suhu pemeliharaan 29-30oC. Pakan yang diberikan berupa nauplii
Artemia. Penyiapan Artemia dapat merujuk pada petunjuk produsennya dan
biasanya terdapat pada bagian kemasan.
Pemberian pakan Artemia selanjutnya dapat dilakukan pada kisaran 4 – 5
jam sekali. Pakan diberikan secara ad libitum atau secukupnya dengan
memperhatikan nafsu makan ikan. Penggantian pakan dari Artemia ke cacing
rambut dapat dilakukan mulai hari ketujuh dengan memperhatikan bukaan mulut
larva. Bila suplai cacing rambut tidak ada, pemberian pakan buatan masih
mungkin dilakukan dengan memberikan adaptasi secukupnya. Pemeliharaan
larva/benih di akuarium dapat dilakukan sampai umur minimal 10 – 14 hari
sebelum dipindah ke dalam bak pendederan. Sedangkan pemindahan benih dari
bak ke kolam biasanya dilakukan setelah pemeliharaan 3 – 4 minggu.
Pertimbangan pemindahan pemeliharaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
(Sunarma 2007).
BAB III
BAHAN DAN METODE
21
22
3.4 Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini menggunakan metode
eksperimental dan dianalisis secara deskriptif.
3.5.4 SR Larva
- Seluruh larva diambil dari akuarium
25
- Hitung jumlah larva yang masih hidup dan dibandingkan dengan jumlah larva
awal
26
27
penetasan. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya
2/3 bagian lagi diberikan pada penyuntikan kedua (Sunarma ade 2007).
Pengecekan ovulasi dilakukan setelah 6 – 8 jam dari penyuntikan kedua.
Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk proses pembuahan.
Ikan siap ovulasi atau spermiasi akan memberikan tanda-tanda seperti diam di
pojok dengan mengibas-ngibaskan ekornya atau mulai saling mengejar antara
induk jantan dan betina.
Telur dikumpulkan dalam wadah dan diusahakan jangan sampai terkena
air atau tetap kering sebelum dibuahi. Proses pembuahan didahului dengan
penyiapan sperma yang dikeluarkan dari induk jantan. Sperma ditampung dalam
wadah dan diencerkan dengan larutan NaCl. Penetasan merupakan peristiwa pada
saat embrio ikan keluar dari telur menjadi larva dan pertama kalinya berhubungan
dengan lingkungan sekitarnya.
Telur yang telah dibuahi ditetaskan pada tempat yang telah disiapkan
sebagai tempat penetasan telur. Telur ditebar merata di dasar akuarium dan jangan
ada telur yang menumpuk, karena telur tersebut akan busuk dan menyebabkan
menurunnya kualitas media atau air sehingga dapat mengakibatkan kegagalan
penetasan. Larva ikan patin mempunyai sifat kanibal sehingga untuk
menghindarinya perlu diperhatikan waktu untuk pemberian pakan. pakan pertama
diberikan sekitar 24 jam setelah menetas pada kisaran suhu pemeliharaan 31°C.
Pakan yang diberikan berupa Artemia. Pakan diberikan secara ad libitum atau
secukupnya dengan memperhatikan nafsu makan ikan. pemberian pakan artemia
dilakukan selama 3hari, setelah itu larva ikan diberikan pakan berupa cacing sutra
(Sunarma, 2007).
b. Penetasan Telur
c. Pemanenan
Artemia yang telah menetas akan terlihat tertampung
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa induk ikan patin
betina yang dipilih untuk pemijahan buatan adalah yang memiliki perut lembek,
membesar kea rah anus, urogenital membengkak dan berwarna merah tua. Induk
jantan keluar sperma jika diurut. Untuk pemberian rangsangan dilakukan melalui
pemberian hormon ovaprim. Penyuntikan dilakukan dua kali, penyuntikan
pertama dilakukan untuk merangsang pematangan gonad dan penyuntikan kedua
untuk merangsang ovulasi.
5.2 Saran
Diharapkan dalam melakukan pemijahan buatan ikan patin menggunakan
hormon ovaprim dilakukan dengan teliti, hati-hati dan sesuai dengan prosedur.
Perlu lebih teratur dalam pemberian pakan selama pemeliharaan benih ikan patin
agar tidak terjadi kanibalisme.
31
DAFTAR PUSTAKA
Arie, Usni. 2000. Ikan Patin Andalan Indonesia. Dalam Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Volume 22 No 3.
Jusadi, D. 2015. Kombinasi Cacing Tubifex dan Pakan Buatan Pada Larva Ikan
Patin. Jurnal Akuakultur Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
Khairuman. 2007. Budidaya Patin Super. Agromedia Pustaka. Jakarta 134 hal.
Sunarma, Ade. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius
hypopthalmus). BBPAT Sukabumi, Sukabumi.
Susanto, H dan Amri, K. 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tahapari, Evi., dan Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi. 2013. Peningkatan
Performa Reproduksi Ikan Patin Siam (Pangasianodon Hypophthalmus)
pada Musim Kemarau Melalui Induksi Hormonal. Berita Biologi 12 (2) .
Zairin MJr. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikanan
Indonesia. Orasi ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi Reproduksi dan
Endokrinologi Hewan Air, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor; 13 September 2003; Bogor, Indonedia. (ID). hal 11-12.
33
LAMPIRAN
Diseleksi induk
c. Penyuntikan
Disuntik ikan yang telah diberok selama 8 jam dengan hormon HCG
(penyuntikan pertama)
d. Stripping
Diambil induk yang telah siap memijah
Dimasukkan sperma yang telah distripping lebih dulu ke dalam telur dan
diaduk dengan menggunakan bulu ayam sampai sperma dan telur
tercampur merata
Dibuang air dan telur dicuci 2-3 kali dengan menggunakan air bersih .
Ditambahkan air tawar dengan cepat untuk mengaktifkan spermatozoa
Diaduk 1-2 menit kemudian telur disaring dan dicuci kembali sampai
bersih
e. Penetasan Telur
Dicuci bersih telur yang telah terbuahi kemudian dimasukkan ke dalam
wadah penetasan. Masing- masing diisi sebanyak 300 ml
37
f. Pemeliharaan Larva
Ditebar larva dengan padat tebar minimal yaitu 15 ekor/liter dan maksimal
yaitu 40 ekor/liter