RW 3 Erwer
RW 3 Erwer
RW 3 Erwer
Disusun oleh :
Kelompok 3
Kelas C
DZULFIQAR 200110150240
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah,
rahmat, dan karunia-Nya penyusunan laporan praktikum mata kuliah Pengelolaan
Limbah Peternakan dengan judul “Pengolahan Feses Sapi Perah dan Jerami Padi
secara Terpadu menjadi Pupuk Organik Cair, Pupuk Organik Padat, Biogas , dan
Feed Additive” ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. D. Zamzam Badruzaman, S.Pt., M. Si
2. Dr. Eulis Tanti Marlina, S.Pt., MP
3. Asisten dosen Mata Kuliah Pengelolaan Limbah Peternakan
4. Teman-teman yang telah membantu pelaksanaan praktikum.
Penulis berharap laporan akhir praktikum ini dapat bermanfaat bagi
pembaca serta menjadi informasi ilmiah. Penulis menyadari bahwa masih sangat
banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca
demi kesempurnaan laporan ini.
Penulis
I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum adalah untuk mengetahui:
1. Pembuatan pupuk organik cair.
2. Pembuatan pupuk organik padat.
3. Pembuatan biogas.
4. Pembuatan feed additive.
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.4 Vermicompost
Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang
melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan
organiknya. Walaupun sebagian besar penguraian dilakukan oleh jasad renik,
kehadiran cacing justru membantu memperlancar proses dekomposisi. Karena
bahan yang akan diurai jasad renik pengurai, telah diurai lebih dulu oleh cacing.
Proses pengomposan dengan melibatkan cacing tanah tersebut dikenal dengan
istilah vermikomposting. Sementara hasil akhirnya disebut vermikompos
(Agromedia, 2007 ).
Vermikompos adalah hasil dekomposisi lebih lanjut dari pupuk kompos
oleh cacing tanah yang mempunyai bentuk dan kandungan hara lebih baik untuk
tanaman. Beberapa keunggulan vermikompos adalah menyediakan hara N, P, K,
Ca, Mg dalam jumlah yang seimbang dan tersedia, meningkatkan kandungan
bahan organik, meningkatkan kemampuan tanah mengikat lengas, menyediakan
hormon pertumbuhan tanaman, menekan resiko akibat infeksi patogen, sinergis
dengan organisme lain yang menguntungkan tanaman serta sebagai penyangga
pengaruh negatif tanah (Sutanto, 2002).
III
Tabel 1. Pengukuran suhu harian dekomposisi Kadar Air wal selama 1 minggu
0 28 28
1 57 52
2 53 54
3 56 56
4 41 41
5 30 32
6 28 29
7 31 31
Berat akhir : 12 kg
18,30 12
Penyusutan : 100% = 34,43%
18,30
Berdasarkan hasil persiapan ekstraksi diperoleh penyusutan kadar air
sebesar 34,43%.
Tabel.2 Hasil pengamatan secara indra penglihatan dan penciuman
Kondisi Hasil pengamatan
fisik warna jerami kecoklatan, jerami lebih
rapuh, baunya seperti apek
Pengamatan Hasil
Pada praktikum kali ini, dalam waktu satu minggu ban pada digester
karena CO2 lebih banyak dibandingkan CH4 yang ditandai dengan tidak
4.2 Pembahasan
4.2.1 Dekomposisi Awal
Pada proses dekomposisi merupakan proses perombakan atau penguraian
bahan organik komplek menjadi lebih sederhana dengan bantuan dari
mikrorganisme. Pada proses dekomposisi ini feses dengan jerami memiliki
perbandiangan 2:1. Yang berati 1 kg feses dicampurkan dengan jerami yang telah
dicacah sebanyak 500 g. Peran dari jerami merupakan bahan pemicu
mikroorganisme juga untuk memperkaya dari kandungan kompos tersebut.
Proses pemgomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan
mentah tercampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses,
oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat
dengan cepat. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Pada saat ini akan
terjadi peguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam
kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan-bahan organik
menjadi CO2, uap air dan panas. Hal ini ditunjukkan dengan suhu tinggi pada
bahan pengomposan, seperti pada tabel suhu paling tinggi adalah 57oC.
Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-
angsur mengalami penurunan. Hal ini terlihat pada pengukuran suhu diakhir, suhu
kembali turun atau menunjukkan nilai yang sama dengan kondisi awal. Hal
tersebut didukung oleh pernyataan M. Isnaini (2006) bahwa fase terakhir ketika
suhu mulai turun ini adalah tanda dimana pengomposan telah selesai. Pada saat
pematangan kompos tingkat lanjut, terjadi pembentukan komplek liat humus.
Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume mapun biomassa
bahan. Dimana pada praktikum diperoleh penyusutan sebesar 34,43%. Nilai
penyusutan ini sesuai dengan pendapat Isroi (2007), bahwa pengurangan ini dapat
mencapai 30-40% dari volume atau bobot awal bahan.
KESIMPULAN
Oman. 2003. Kandungan Nitrogen (N) Pupuk Organik Cair Dari Hasil
Penambahan Urine Pada Limbah (Sludge) Keluaran Instalasi Biogas
Dengan Masukan Feces Sapi. Skripsi Jurusan Ilmu Produksi Ternak
Institut Pertanian Bogor: Bogor