Tugas Survei Tanah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lahan adalah suatu luasan di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu
yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, serta hasil
kegiatan manusia masa lalu, sekarang sampai pada tingkat tertentu mempunyai
pengaruh yang berarti terhadap penggunaan lahan oleh manusia kini dan manusia
masa datang (Budiyantoro, 1992). Selanjutnya pada perencanaan penggunaan
lahan pertanian harus dilakukan proses penaksiran potensi lahan untuk tujuan
penelitian, yang meliputi interpretasi dan survei bentuk lahan, tanah, vegetasi,
iklim dan aspek-aspek lainya, sampai tingkatan mengidentifikasi dan membuat
perbandingan jenis tanaman yang diperbolehkannya.Untuk dapat memanfaatkan
sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan
informasi yang lengkap mengenai iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya
serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman
yang memiliki peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik. Data-data tersebut
perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan.
Survei dan pemetaan tanah (Soil survey and mapping) adalah suatu
kegiatan penelitian di lapangan untuk melakukan identifikasi, karakterisasi dan
evaluasi sumberdaya tanah/lahan (termasuk keadaan terrain dan iklim) di suatu
wilayah, yang didukung oleh data hasil analisis laboratorium. Produk utama
survei dan pemetaan tanah adalah peta tanah (soil map) yang menyajikan
informasi geospasial sifat-sifat tanah dan penyebarannya pada landscape di suatu
wilayah. Peta tanah dilengkapi dengan keterangan legenda peta, narasi, dan
lampiran data lapangan dan analisis laboratorium.
Survei dan pemetaan tanah mempunyai beberapa tingkatan yang disusun
secara hierarki, sesuai dengan tujuan survei yang dicerminkan oleh skala peta atau
tingkat kedetailan informasi yang disajikan. Survei dan pemetaan tanah tingkat
semi detail bertujuan untuk menghimpun data sifat-sifat tanah dan sebarannya
secara spasial termasuk keadaan fisik lingkungannya untuk seluruh wilayah
kabupaten di Indonesia, yang berfungsi sebagai informasi/data dasar perencanaan
pertanian pada tingkat kabupaten. Peta tanah dapat diinterpretasi untuk berbagai
macam peta tematik, antara lain peta kesesuaian lahan untuk berbagai jenis
komoditas pertanian, peta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan
pertanian pada tingkat kabupaten, peta wilayah prioritas pengembangan pertanian,
peta pewilayahan komoditas pertanian, peta zona agroekologi (AEZ), peta
ketersediaan lahan untuk perluasan areal pertanian, peta tingkat bahaya erosi, peta
lahan kritis dan peta tunggal sifat tanah (single value).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah survey tanah dan evaluasi lahan

adalah:

1. Mahasiswa mengetahui teknik survei tanah dan evaluasi lahan yang sesuai di

lapangan

2. Mahasiswa mengetahui semua informasi spesifik yang penting dari setiap titik

yang diamati meliputi karakteristik tanah, jenis tanah hingga kemampuan dan

kesesuaian lahan.
II. ISI

2.1. Tahap Persiapan Survei


Menurut Hardjowigeno et al. 1993 bahwa pada tahap persiapan, kegiatan
survei yang dilakukan adalah studi pustaka, penyediaan bahan dan peralatan
survei lapangan, dan interpretasi landform/satuan lahan. Persiapan survei
bertujuan untuk: (a) Mendapatkan gambaran tentang daerah survei secara
menyeluruh melalui pengumpulan informasi dari data dan peta-peta yang
tersedia/relevan, sehingga dapat membantu analisis landform dan kelancaran
pelaksanaan survei di lapangan, dan (b) Interpretasi landform/satuan lahan dari
data DEM, citra penginderaan jauh dan peta geologi. Satuan lahan digunakan
sebagai dasar untuk perencanaan survei lapangan dan penyusunan peta tanah.
Sebelum pelaksanaan survei lapangan, perlu dipersiapkan bahan-bahan untuk
analisis satuan lahan dan peralatan lapangan, yang meliputi:

1. Bahan dan Data Pendukung


• Peta dasar digital Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:50.000 yang diterbitkan
oleh Badan Informasi Geospasial (BIG);
• Peta Rupa Bumi Indonesia tercetak skala 1: 50.000 yang diterbitkan oleh BIG;
• Peta model elevasi digital (digital elevation model/DEM) resolusi 30 m dari
SRTM, peta kontur digital topografi, atau dari sumber lainnya;
• Citra penginderaan jauh/satelit, a.l. Landsat, ALOS, ASTER, SPOT, dll.;
• Citra radar/SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) resolusi 30 m;
• Peta geologi digital skala 1:100.000 - 1:250.000 yang diterbitkan oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Geologi;
• Data/peta warisan (legacy data) yaitu data dan peta-peta hasil survei dan
pemetaan tanah terdahulu;
• Peta penggunaan lahan (existing landuse).

A.Peta Rupa Bumi Indonesia


Peta dasar digital Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:50.000 – 1:25.000
digunakan sebagai peta dasar (base map) yang dapat diperoleh dari Badan
Informasi Geospasial (BIG, dulu bernama Bakosurtanal). Sebelum digunakan
perlu diperiksa apakah batas-batas wilayah pantai dan sungai besar (dua garis)
sudah sesuai (matching) dengan data DEM atau data citra satelit (real time).
Apabila ada yang tidak/kurang sesuai, perlu diperbaiki/diedit. Peta batas wilayah
administratif (kabupaten dan kecamatan) terbaru dapat diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS) edisi terbaru termasuk luas masing-masing kabupaten. Peta batas
wilayah ini selanjutnya dapat ditumpang-tepatkan (overlay) ke peta dasar.
Peta Rupa Bumi Indonesia tercetak skala 1:50.000 juga dapat diperoleh
dari Badan Informasi Geospasial. Peta ini digunakan untuk membantu kegiatan
operasional lapangan, karena mengandung informasi jaringan jalan, nama tempat,
elevasi, liputan lahan (land cover), pemukiman, dan lain-lain. Pada peta RBI juga
terdapat batas-batas wilayah administrasi, namun tergantung pada edisi peta. Pada
edisi peta RBI yang lama (1990-an) batas administrasi mungkin sudah banyak
berubah, karena sudah banyak pemekaran atau perubahan batas wilayah
administrasi, sehingga perlu disesuaikan dengan data yang terbaru.

B. DEM dan citra penginderaan jauh


Data DEM yang diturunkan dari SRTM resolusi 30 m atau dari peta kontur
digital dapat digunakan untuk analisis dan delineasi satuan lahan. Untuk
membantu analisis tersebut dapat digunakan data digital citra penginderaan jauh,
seperti Citra Landsat, ALOS, ASTER, dll, yang dapat diperoleh dari berbagai
sumber, antara lain LAPAN atau download dari internet. Data digital citra landsat
dan citra radar/SRTM sudah tersedia untuk seluruh wilayah Indonesia. Data DEM
dapat digunakan untuk analisis relief/kelas lereng, elevasi, facet lahan (posisi
lereng), kelembaban (moistness) atau kebasahan (wetness), pola drainase, dan
lain-lain, secara otomatis antara lain dengan menggunakan software ArcGIS atau
SAGA-GIS.
Masing-masing data citra tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan,
sehingga informasinya bisa saling melengkapi. Citra landsat diperlukan untuk
membantu dalam analisis landform/satuan lahan pada wilayah datar, seperti
dataran aluvial dan marin, yang sulit dibatasi dari data DEM. Selain itu, citra
landsat digunakan untuk analisis penggunaan lahan eksisting, terutama delineasi
daerah-daerah yang sudah terbangun, seperti perkebunan, sawah, tegalan,
pertambangan, dan lain sebagainya.

C. Peta Geologi
Peta geologi tercetak atau digital umumnya mempunyai skala 1:250.000
atau 1:100.000 yang dapat diperoleh dari Puslitbang Geologi Bandung atau dari
sumber pustaka lainnya. Informasi geologi diperlukan untuk mengetahui formasi
batuan dan menduga jenis batuan induk (litologi) yang mungkin dijumpai di
lapangan, karena litologi sebagai salah satu komponen dalam menganalisis satuan
lahan dan faktor pembentuk tanah. Oleh sebab itu, peta geologi dengan skala yang
lebih besar lebih diinginkan, karena informasinya bisa lebih detail. Apabila peta
geologi digital belum tersedia, maka peta geologi tercetak dapat di scan dan
dibuat file JPG untuk selanjutnya di-overlay-kan dengan data layer lainnya untuk
analisis litologi.

D. Data Iklim
Data dukung iklim yang diperlukan terutama curah hujan, suhu udara,
kelembaban udara, dan evapotranspirasi rata-rata bulanan selama 5-10 tahun
terakhir. Data tersebut dikumpulkan dari beberapa stasiun pengamat iklim/
pencatat curah hujan yang ada di dalam wilayah kabupaten yang akan dipetakan
atau yang terdekat. Instansi pencatat data iklim adalah BMKG atau instansi lain
yang berkepentingan terhadap data tersebut, antara lain PU dan Dinas Pertanian.
Nama dan posisi stasiun pencatat data dapat dicantumkan pada peta dasar
rupabumi skala 1:50.000. Data curah hujan rata-rata bulanan diklasifikasikan
menurut zone Agroklimat Oldeman et al. (1975), tipe hujan menurut Schmidt dan
Ferguson (1951), dan pewilayahan curah hujan menurut Balitklimat (2003). Data
iklim tersebut juga digunakan untuk menghitung neraca air (water balance) untuk
menduga rejim kelembaban tanah.

E. Peta penggunaan lahan (landuse)


Data dukung lain yang relevan dengan tujuan survei dan pemetaan tanah
adalah peta penggunaan lahan dan vegetasi yang dapat diperoleh dari Badan
Pertanahan Nasional (BPN) atau peta liputan lahan (land cover) dari
Kementerian Kehutanan. Apabila tidak tersedia, dapat dilakukan analisis
penggunaan lahan dari data citra satelit (landsat) terbaru. Peta land use berguna
untuk menduga ketersediaan lahan potensial. Selain itu, data dukung penduduk
dan keragaan produksi pertanian perlu dikumpulkan. Data produksi pertanian
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan mengenai faktor pembatas
pertumbuhan dan tanaman serta teknologi untuk mengatasi pembatas tersebut.
Sumber datanya dapat diperoleh dari BPS, seperti tercantum dalam buku
Kabupaten Dalam Angka

F. Peralatan Survei Lapangan


• Bor tanah tipe Belgia (ukuran panjang 1,2 m);
• Bor tanah gambut tipe Eijkelkamp (panjang batang 1 m);
• Buku Munsell Soil Color Chart;
• Buku Klasifikasi Tanah Nasional edisi revisi (BBSDLP, 2014) atau yang lebih
baru; Buku Keys to Soil Taxonomy edisi 2014 atau yang lebih baru;
• Alat GPS (geographical positioning system) untuk menentukan posisi koordinat
pengamatan;
• Larutan pH Truog untuk mengukur pH tanah di lapangan;
• Kompas geologi untuk mengetahui arah mata angin;
• Abney level untuk mengukur kemiringan lereng;
• Meteran baja atau meteran band;
• Alat gali profil tanah (cangkul, sekop, linggis, dan lain-lain).
• Komputer laptop untuk entri data dan analisis spasial, yang dilengkapi dengan
program ArcGIS, ArcView, SAGA-GIS, Global Mapper, dan sebagainya.

F. Analisis Satuan Lahan


Tujuan analisis satuan lahan adalah untuk menyusun peta analisis satuan
lahan sebagai dasar untuk perencanaan pengamatan lapangan dan penyusunan
satuan peta tanah. Sebelum melakukan analisis satuan lahan, perlu dilakukan
cropping atau pemotongan data layer (DEM, citra inderaja, peta tanah tinjau)
sesuai dengan batas administrasi wilayah kabupaten yang akan dipetakan dan
menentukan sistem koordinat (UTM atau geografis). Biasanya untuk keperluan
lapangan menggunakan koordinat UTM.
Satuan lahan (land unit) didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang
mempunyai karakteristik yang seragam atau serupa dalam hal landform,
litologi/bahan induk dan relief/lereng, yang dapat didelineasi dan digambarkan
pada peta. Analisis satuan lahan dilakukan dari data DEM dan citra inderaja.
Komponen satuan lahan merupakan faktor yang mempengaruhi proses
pembentukan tanah dan menentukan sifat-sifat tanah, sehingga digunakan sebagai
dasar dalam membedakan satuan peta tanah. Dalam prakteknya, analisis satuan
lahan dibedakan berdasarkan satuan landform, satuan batuan induk, dan satuan
relief/lereng yang dapat dilakukan sekaligus.

2.2.Tahap Pelaksanaan Survei


Survei tanah ditujukan untuk melakukan (a) Pengamatan satuan lahan, (b)
Pengamatan satuan tanah dan sebaran sifat-sifatnya, (c) Deskripsi penampang
tanah, (d) Pengambilan contoh tanah, (e) Klasifikasi tanah, dan (f) Pengumpulan
data dukung/sekunder antara lain: data iklim, penduduk, produksi, dan lain-lain
(Hardjowigeno et al. 1993)..

2.2.1. Pra Survei


Prasurvei atau survei pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk
konsultasi dengan Pemerintah Daerah setempat dan melakukan orientasi lapang
untuk memperoleh gambaran umum mengenai kondisi daerah survei, meliputi
pengecekan beberapa satuan lahan terkait sebaran landform, litologi/bahan induk,
komposisi dan karakteristik tanah serta penyiapan basecamp, transportasi lokal
dan tenaga kerja lapang. Orientasi lapang dimaksudkan juga untuk pengujian awal
terhadap peta hasil interpretasi satuan lahan dan untuk merancang legenda peta
serta menginventarisir faktor-faktor pembatas penggunaan lahannya
(Hardjowigeno et al. 1993)..
Konsultasi dengan Pemda setempat berkaitan dengan administrasi dan
pengumpulan data dukung yang relevan, seperti informasi komoditas pertanian
unggulan, aksesibilitas jaringan jalan, tenaga kerja, dan sarana transportasi.
Informasi yang diperoleh dari hasil pra survei digunakan untuk perencanaan
pelaksanaan survei utama. (Hardjowigeno et al. 1993).

2.2.2. Pengamatan Lapang


Survei tanah bertujuan untuk melaksanakan: (a) Pengamatan satuan lahan
hasil analisis/interpretasi, (b) Pengamatan sifat-sifat tanah dan sebarannya di
lapangan, (c) Pengecekan dan penetapan batas-batas satuan peta tanah dengan
memperhatikan batas-batas satuan lahan hasil interpretasi, (d) Melakukan
klasifikasi tanah menurut sistem Klasifikasi Tanah Nasional edisi revisi
(BBSDLP, 2014) dan padanannya menurut USDA Soil Taxonomy (2014), (e)
Menyusun legenda peta tanah, (f) Pengambilan contoh tanah dan air, dan (f)
pengumpulan data dukung, seperti data iklim, pertanian, sosial ekonomi pertanian.

1. Pengamatan satuan lahan


Pengamatan satuan lahan merupakan kegiatan verifikasi di lapangan
terhadap peta analisis satuan lahan. Tujuannya terutama untuk pengujian batas
(delineasi) satuan lahan dan penamaannya, apakah sudah sesuai dengan kondisi di
lapangan, yang berkaitan dengan unsur landform, bahan induk, dan relief/lereng,
serta informasi lainnya, seperti penggunaan lahan dan vegetasi. Verifikasi
lapangan dilakukan terutama terhadap satuan-satuan lahan pewakil yang memiliki
penyebaran cukup luas (Hardjowigeno et al. 1993)..

2. Pengamatan satuan tanah


Pengamatan tanah dilakukan melalui pendekatan transek (topo-litosekuen)
pada satuan lahan pewakil yang telah direncanakan sebelum ke lapangan.
Pengamatan tanah dilakukan dengan cara memperhatikan kenampakan perubahan-
perubahan relief-mikro permukaan lahan pada wilayah datar, sedangkan untuk
wilayah berlereng dengan memperhatikan kemiringan, posisi dan bentuk lereng.
Bila terdapat satuan lahan pewakil yang sulit dikunjungi karena aksesibilitas
rendah, maka dapat dilakukan ekstrapolasi data berdasarkan kemiripan
karakteristik satuan lahan. Pada satuan-satuan lahan yang potensial untuk
pengembangan pertanian, pengamatan tanah perlu dilakukan lebih banyak/intensif
untuk mengetahui lebih rinci mengenai sebaran dan kemungkinan adanya variasi
sifat-sifat tanah, yang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman (Hardjowigeno
et al. 1993)..

3. Deskripsi penampang tanah


Pengamatan tanah dilakukan dengan cara: (a) Pemboran tanah, (b)
Penggalian lubang minipit, dan (c) Profil tanah lengkap. Pemboran tanah
dilakukan sedalam 120 cm, sedangkan pembuatan minipit sedalam 50 cm dengan
ukuran panjang dan lebar 50 x 50 cm. Pengamatan tanah pada minipit dilanjutkan
dengan pemboran sedalam 120 cm. Pembuatan profil tanah lengkap dengan
ukuran: panjang x lebar x dalam: 100 x 100 x 150 cm atau sampai lapisan bahan
induk, jika kedalaman tanah kurang dari 150 cm (Hardjowigeno et al. 1993).
Cara-cara pembuatan profil, pengamatan sifat-sifat morfologi tanah dan
fisik lingkungannya di lapangan mengacu pada Pedoman Pengamatan Tanah
(Balittanah, 2004) atau Guideline for soil profile description (FAO,1990).
Koordinat titik pengamatan ditetapkan dengan GPS (UTM atau geografis) dan
diplotkan pada peta satuan lahan skala 1: 50.000. Profil tanah pewakil dideskripsi
dengan lengkap dan mewakili setiap satuan tanah (grup/subgrup tanah). Semua
data deskripsi hasil pemboran, minipit dan profil tanah di lapangan dicatat dalam
formulir isian basisdata untuk selanjutnya di-entri ke dalam komputer
menggunakan program Site and Horizon (atau lainnya) (Hardjowigeno et al.
1993)..

4. Pengambilan contoh tanah


Contoh tanah diambil dari setiap horison dari profil pewakil atau minipit
atau pemboran yang mewakili satuan tanah dari setiap satuan lahan, kemudian
diberi kode sesuai dengan kode pengamatan tanah, untuk selanjutnya dianalisis di
laboratorium yang terakreditasi. Jumlah horison bervariasi tergantung pada
kondisi perkembangan tanah, tetapi umumnya antara 4-6 lapisan, kecuali pada
tanah dangkal mungkin hanya 2- 3 lapisan.
5. Penetapan klasifIkasi tanah
Klasifikasi tanah ditetapkan di lapangan dan selanjutnya dikoreksi dengan
data analisis laboratorium. Klasifikasi tanah menggunakan sistem Klasifikasi
Tanah Nasional (BBSDLP, 2014) atau edisi lebih baru sampai tingkat subgrup.
Pedoman klasifikasi subgrup tanah menurut Soil Taxonomy dapat mengacu pada
Laporan Teknis No. 1 (Hardjowigeno et al. 1993). Kunci Klasifikasi Tanah
Nasional disajikan pada buku tersendiri.
6. Entri Data Pengamatan Lapang
Data hasil pengamatan lapang yang dicatat lengkap dalam formulir isian
basis data harus dientri kedalam komputer dengan menggunakan software/
program Site and Horizon yang tersedia. Data lapangan selanjutnya dikoreksi
dengan data analisis laboratorium. Setelah dilakukan koreksi data (clean data),
selanjutnya disimpan dalam sistem basisdata tanah dan dapat digunakan untuk
menyusun peta-peta tematik.

7. Penyusunan Peta Pengamatan dan Peta Tanah Lapang


Peta pengamatan lapang disusun dengan menggunakan peta satuan lahan
hasil interpretasi/ analisis. Semua titik pengamatan tanah di lapangan diplotkan
dalam tiap lembar peta satuan lahan. Data dari hasil pengamatan lapang, yaitu
sifat morfologi tanah dan fisik lingkungan disimpan dalam basisdata.
Peta tanah lapang disusun berdasarkan hasil pengamatan satuan lahan dan
satuan tanah dari hasil pengamatan pemboran, minipit dan profil. Selama
pengamatan di lapangan dilakukan koreksi terhadap satuan lahan, baik terhadap
delineasi maupun penamaan (simbol) satuan lahan sesuai dengan kondisi lapang
(ground truth).

2.2.3. Pengolahan Data


1. Analisis Contoh Tanah
Contoh tanah sekitar 0,5-1,0 kg diambil dari setiap horison dari pemboran
(tanah basah), minipit dan profil tanah pewakil untuk dianalisis di laboratorium
yang sudah mendapatkan akreditasi. Jenis analisis contoh tanah terdiri atas
analisis kimia standar dan khusus/tambahan, dan analisis mineral (fraksi pasir dan
atau fraksi liat), yang disesuaikan dengan kebutuhan.
(a) Analisis standar meliputi:
• Tekstur 3 fraksi (pasir, debu dan liat) dengan metoda pipet;
• pH (H2O dan KCl) rasio 1:2,5;
• C organik (Walkley and Black);
• N total (Kjeldahl);
• P2O5 total (ekstraksi HCl 25%);
• K2O total (ekstraksi HCl 25%);
• P2O5 tersedia (ekstraksi Bray 1 untuk tanah masam pH<5,5 dan ekstraksi Olsen
untuk tanah tidak masam, pH>5,5);
• K2O tersedia (ekstraksi Morgan);
• Basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, K, Na) ekstraksi ammonium asetat (NH4OAc
1NpH
7) dan kejenuhan basa;
• KTK tanah dalam ekstrak ammonium asetat pH 7 (NH4OAc 1NpH 7);
• Al dapat ditukar (ekstraksi KCl 1N) untuk tanah masam pH <5,5.

(b) Analisis tambahan


Jenis analisis contoh tanah tambahan atau khusus diperlukan untuk klasifikasi
tanahtanah tingkat ordo dan subgrup tanah tertentu. Misalnya, untuk Andisol
(Andosol) perlu analisis tambahan pH NaF, kadar Al, Fe dan Si (ekstraksi asam
oksalat), retensi P, dan mineral pasir. Untuk Alfisol (Mediteran) perlu analisis
KTK BaCl2-TEA pH 8,2. Untuk Histosol (Organosol/gambut) perlu tambahan
analisis kadar abu dan kadar serat. Untuk tanah pantai dengan indikasi bahan
sulfidik, perlu analisis kadar pirit dan daya hantar listrik (DHL). Untuk tanah
Spodosol (Podsol) perlu analisis kadar Al dan Fe (ekstraksi asam oksalat). Untuk
tanah Oxisol (Oksisol/Lateritik) perlu analisis mineral fraksi pasir (mineral mudah
lapuk) dan KTK efektif (jumlah basa+ Al-tukar).

(c) Analisis mineral


Analisis mineral, terdiri dari fraksi pasir dan fraksi liat diperlukan untuk
mengetahui sumber dan sifat bahan induk, jumlah kandungan mineral mudah
lapuk (cadangan mineral), jenis mineral liat, dan tingkat pelapukan tanah untuk
mendukung rekomendasi pengelolaan lahan. Jenis analisis mineral pasir total
dilakukan menggunakan mikroskop polarisasi dengan metode grain counting, dan
analisis mineral liat menggunakan alat Difraksi Sinar X (XRD, X-ray Difraction)
dengan perlakuan penjenuhan Mg2+, Mg2+-glycerol, K+, dan K+ 500oC (
Balsem dan Burman, 1990).

2. Penyusunan Basis data


Data hasil pengamatan tanah di lapangan, data analisis tanah laboratorium,
dan peta-peta yang telah diolah, disimpan dalam basisdata yang terdiri atas 4
macam, yaitu: Data hasil pengamatan tanah di lapangan berupa site (titik
pengamatan) dan data morfologi tanah disimpan dan diolah dalam site and
horizon description dengan sistem pengkodean telah dirancang simbol dan
formatnya. Entri data hasil pengamatan tanah yang telah dilakukan pada saat
survei lapangan akan memudahkan proses editing data.
Data hasil analisis tanah di laboratorium disimpan dalam program soil
sample analysis Database. Sebelum disimpan, data tersebut perlu diolah dan
dilengkapi dengan ketebalan horizon tanah (cm) dan sifat-sifat tanah yang
dihitung dari data laboratorium tersebut, seperti KTK-liat, KTK-efektif, kelas
tekstur, nilai ESP atau SAR, dan sebagainya.
Semua data tabular dan spasial berupa peta titik pengamatan tanah dan
peta tanah yang sudah di-layout dan disimpan dalam program ArcView/ GIS atau
ArcGIS, naskah laporan dan lampirannya harus dibuat copy file dalam CD atau
external hard-disk. Data sosial ekonomi pertanian disimpan dan diolah
menggunakan program Excel.

3. Evaluasi dan Korelasi Tanah


Pengendalian mutu dilakukan untuk menjaga agar kualitas hasil survei dan
pemetaan tanah terjaga dan sesuai dengan standar yang telah ditentukan, antara
lain kriteria dan definisi diterapkan dengan konsisten, isi dan format peta dan
laporan sudah seragam, penetapan klasifikasi dan delineasi satuan peta tanah di
lapang dilakukan dengan konsisten. Evaluasi dan korelasi tanah dilakukan oleh
Tim Evaluator/Korelator yang mengacu kepada Pedoman Korelasi Tanah
(Hardjowigeno et al. 1993). Korelasi dapat dilakukan sejak persiapan, pada saat
survei di lapangan, dan setelah selesai draft peta tanah.

4. Reliabilitas Peta
Reliabilitas atau kehandalan (tingkat kepercayaan) peta tanah dapat
bervariasi karena
perbedaan tingkat informasi/data yang diperoleh selama proses kegiatan survei
(Buurman dan Soekardi, 1990). Reliabilitas secara kualitatif dapat dibedakan
menjadi 3 tingkat, yaitu:
• Tinggi, apabila pada setiap satuan peta terdapat data observasi lapang dan data
analisis contoh tanah atau ada data hasil survei sebelumnya,
• Sedang, apabila pada setiap satuan peta terdapat data observasi lapang, tetapi
tanpa/sedikit data analisis tanah, termasuk data hasil survei sebelumnya; dan
• Rendah, apabila tidak ada data observasi lapang dan analisis tanah.
Indikasi reliabilitas peta perlu ditampilkan pada Peta Tanah berupa Peta Situasi
wilayah kabupaten yang disurvei dan dibedakan dengan arsir/warna.

2.2.4. Pencetakan Peta


Peta tanah dan peta pengamatan tanah yang sudah digambarkan pada peta
dasar (RBI) skala 1:50.000 harus di-layout mengikuti batas wilayah kabupaten
dan dilengkapi dengan peta situasi kabupaten, dan indeks lembar peta menurut
Badan Informasi Geospasial. Disain layout dan format peta yang akan dicetak
perlu dilengkapi dengan judul, legenda peta, peta indeks lokasi bersangkutan,
koordinat peta, institusi pelaksana dan institusi penerbit peta, dan kelengkapan
kartografis lainnya.

2.2.5. Pelaporan
Laporan hasil pemetaan tanah disajikan dalam bentuk naskah dan lampiran
peta-peta. Naskah laporan hasil pemetaan tanah dibuat seringkas mungkin, tetapi
padat dan informatif. Laporan terdiri atas: (a) Naskah/narasi, (b) Lampiran uraian
morfologi dan data analisis contoh tanah, (c) Lampiran peta-peta, dan (d) Backup
file dalam CD. Peta-peta pendukung dalam laporan, antara lain: peta lokasi, peta
iklim, peta geologi dibuat dalam ukuran A4 atau lebih kecil. Sedangkan peta-peta
utama yang dilampirkan dalam laporan dibuat mengikuti lembar peta RBI dari
BIG dengan ukuran A1, adalah Peta Tanah Semi Detail skala 1:50.000, Peta
Kesesuaian Lahan untuk berbagai komoditas pertanian, Peta Arahan Penggunaan
Lahan, dan peta-peta turunan lainnya yang dibuat sesuai dengan
kebutuhan/permintaan pengguna.
III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Survei adalah teknik riset dengan memberi batas yang jelas atas data,
penyelidikan, peninjaun di suatu daerah. Menyurvei adalah memeriksa,
menyelidiki, meninjau. Penyurvei adalah orang yang menyurvei.
Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat
membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu
peta (Buurman dan Soekardi, 1990).
Tahap – tahap dalam survei tanah yaitu : tahapan pendahuluan, tahapan
persiapan, tahapan utama, pengolahan data dan penyusunan laporan.
Metode-metode yang digunakan dalam survei tanah adalah metoda grid kaku
(rigid grid), metoda fisiografik (dengan bantuan foto udara) dan metoda grid
bebas.
Manfaat kegiatan survei tanah adalah pengukuran untuk mencari luas tanah,
untuk mengetahui beda tinggi tanah, untuk pembuatan peta, untuk merencanakan
bangunan

3.2. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan keperluan kuliah
lainnya, saya mangakui makalah ini memang jauh dari sempurna, Untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat saya harapkan dari pembaca untuk perbaikan
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pedoman Pengamatan Tanah. Edisi
1.Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Bogor. 117hal.

BBSDLP. 2014. Klasifikasi tanah nasional. Edisi Revisi. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Buurman, P and M. Soekardi. 1990. Survey techniques for the reconnaissance soil
survey of Sumatera. Miscellenous Papers No. 7. LREP Project,
Soil Data Bse Management. Center for Soil and Agroclimate
Research, Bogor.

Balsem, T, and P. Burman. 1990. Chemical and physical analyses required for soil
classification. Technical Report No.11 Version 2. LREP Project,
Soil Data Base Management. Center for Soil and Agroclimate
Research, Bogor.

Hardjowigeno, S., Marsoedi, DS, dan Ismangun. 1993. Satuan Peta Tanah dan
Legenda Peta. Laporan Teknis 3 Versi 1. Second LREP Project
Part C. Centre for Soil and Agroclimate Research, Bogor.

Oldeman, L.R., and S. Darmiyati, Irsal Las, and S.N. Darwis 1977. An
Agroclimatic Map of Sulawesi, scale 1: 3,000,000. Contr. Centr.
Res. Inst for Agric. No. Bogor.
Schmidt, F.H. dan J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry
Period Ratios for Indonesia and Western New Guinea. Verh. 42.
Jaw. Meteo. dan Geofisik. Jakarta.

USDA Soil Survey Taxsonomy. 2004. Keys to Soil Taxonomy. 12nd edition.
USDA Natural Resources Conservation Service. Washington DC.
346p.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa penulis haturkan karena

atas segala berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan

makalah survey dan evaluasi kesesuaian lahan yang berjudul “Tahap-tahapan

Survei Tanah”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr. Ir Wawan, MP selaku dosesn pengampu mata kuliah survey dan

evaluasi kesesuaian lahan yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama

penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu kritik yang bersifat membangun penulis harapkan demi kesempurnaan

makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca yang

memahaminya.

Pekanbaru, Januari 2018

Ramot Jevon Silalahi


TUGAS SURVEI DAN EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

MAKALAH TAHAP-TAHAP SURVEI TANAH

DISUSUN OLEH:
RAMOT JEVON SILALAHI
NIM. 1506120472
AGROTEKNOLOGI-B

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018

Anda mungkin juga menyukai