Ternyata Hanya Mimpi (Cerpen Ceffi)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

TERNYATA HANYA MIMPI

Oleh : Moh. Ceffi Oktora


Mohammad Ceffi Oktora…yahh begitulah namaku. Kata orang, nama adalah sebuah
do’a dan aku percaya semua itu. Aku adalah si Bungsu yang lahir pada penghujung 2001
dari pasangan suami istri yang harmonis. Dengan seorang ayah yang bekerja sebagai pegawai
negeri dan ibu yang bekerja sebagai seorang guru sekolah dasar. Aku memiliki tiga orang
saudara dengan dua orang kakak laki-laki dan satu orang kakak perempuan. Merekalah yang
selalu membimbingku hingga sekarang dan merekalah yang kusebut keluarga.

Keluargaku bisa dibilang keluarga yang berkecukupan. Sebuah keluarga yang tidak
tergolong mewah maupun kesusahan. Keluarga yang sedari dulu tinggal di sebuah kota kecil,
dimana orang-orang sering menyebutnya “Kota Idaman”. Kota yang jauh dari hingar-
bingarnya ibukota bak zaman sekarang. Kendati demikian, kota itu memiliki sejuta kenangan
yang tak akan pernah pudar oleh zaman. Karena di sanalah aku dilahirkan dan dibesarkan
dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Kota idaman, di sinilah awal kisahku ditulis. Sebuah kota dimana terdapat sebuah
rumah sederhana yang menjadi tempat berteduh lima orang anggota keluarga. Saat
penghujung tahun 2001, lahirlah seorang anak laki-laki dengan bobot besar dan kulit putih
nan bersih. Sontak saja, tangis bayi itu disambut hangat oleh lima orang anggota keluarga.
Kemudian, anak itu adalah aku, Mohammad Ceffi Oktora.

Aku adalah seorang manusia yang sangat senang bermimpi. Dengan bekal imajinasi
yang Tuhan berikan, aku bisa merangkai angan-angan itu sesuai kehendakku dan tentunya
hanya ada di pikiranku belaka. Karena ku yakin dengan mimpi itu, aku bisa mewarnai setiap
hari lelahku.

Tepat di sore itu aku yang masih remaja tengah duduk melamun di meja belajar
sembari memandang langit sore yang indah, dihiasi rintik-rintik hujan.

Seperti yang kalian ketahui, aku lahir dengan bobot yang besar, kulit putih dan
bermata sipit. Tak salah jika aku sering dipanggil boboho. Artis cilik berdarah tionghoa yang
terkenal pada zamannya. Masa kecilku dihiasi dengan pahit manisnya hidup. Aku pernah
terjangkit penyakit step di kala tak berdaya. Banyak orang mengatakan jika penyakit stepku
itu disebabkan oleh gangguan makhluk di luar akal manusia. Tak jarang pula penyakitku itu
kambuh. Pernah sekali saat aku dan teman-temanku sedang bermain petak umpet, aku pun
bersembunyi di dalam lemari pakaian. Siapa yang mengira tak lama setelah itu, penyakit
stepku pun kambuh. Sontak aku langsung tak sadarkan diri. Saat aku siuman, kedua
orangtuaku sudah ada di depan mataku. Aku melihat tetes demi tetes air mata ibu berlinang
melihat keadaanku saat itu dan ayah yang begitu cemas kepadaku. Sontak saja, aku langsung
bertanya dengan polosnya,

“Ibu, ibu kenapa menangis?”

“Ibu tidak apa-apa,dek.” Ujar ibuku sembari mengusap air matanya.

“Adek pasti lapar kan? Ini ibu udah siapkan makanan kesukaan adek” Tambahnya
dengan senyum yang lebar.

Aku yang saat itu masih polos dan belum mengerti tentang kesedihan hanya
mengangguk menjawab kata-kata ibuku. Setiap hariku selalu dihiasi oleh kambuhnya
penyakitku. Kedua orangtuaku selalu berusaha mati-matian untuk mencari cara agar ku
sembuh. Ayahku hampir setiap hari bolak-balik ke ibukota untuk mencari obat penangkal
penyakitku ini. Akhirnya, berkat kerja keras ayah dan ibuku yang selalu memperjuangkan
kesembuhan untukku, aku pun dapat terbebas dari belenggu penyakit itu. Namun, siapa
mengira jika penyakit itu menimbulkan bekas yang sangat tak diinginkan oleh siapapun.

Aku memulai pendidikanku di sekolah dasar tempat ibuku bekerja. Aku bersekolah
seperti anak-anak biasa, yang kegiatannya hanya belajar dan bermain. Masa-masa yang selalu
ku ingat saat sekolah dasar dulu adalah ketika aku sering dihina dan dihujat oleh teman-
temanku. Mereka selalu menganggapku rendah dan lemah dalam bidang olahraga. Aku pun
beramsumsi demikian. Mungkin, hal itu disebabkan oleh penyakitku yang dulu. Semenjak
terbebas dari penyakit step, aku sering terkena penyakit demam. Tak salah hingga saat itu
tubuhku sangat lemah. Dan tak salah juga teman-temanku selalu mengejekku. Aku sering
kesal dan emosional saat menghadapi keaadan itu. Dengan keadaanku yang seperti itu, aku
sering menyendiri di sudut-sudut sekolah karena aku tidak memliki teman untuk berinteraksi.

Siang itu, tepat pulang sekolah sekitar jam 13.00 WIB sekolah sudah mulai sepi.
Hanya tersisa aku dan para guru yang tengah rapat di ruang kepala sekolah. Aku yang sedang
lapar dan haus ketika itu langsung menuju pohon beringin yang ada di depan lapangan untuk
sekedar duduk dan istirahat sembari menunggu ibuku yang tengah rapat. Dengan perut
kosong, aku hanya dapat melamun mengamati suasana sekolah yang sepi itu. Tanpa kusadari
ternyata ada seorang nenek tua yang menghampiriku.
“Hai...cu, kamu pasti lapar. Nenek ada sedikit roti untukmu” Ujarnya dengan nada
yang lirih dan pelan.

Aku yang masih kecil saat itu hanya mengangguk dan menerima makanan yang ia
beri. Tak lama kemudian, ibuku langsung menghampiri dan bertanya.

“Adekk.....adek beli roti dimana?” Tanya ibuku.

“Tadi adek diberi oleh nenek itu” Jawabku sambil melihat dan menunjuk kearah
tempat duduk nenek tadi.

“Dimana nenek yang tadi yahh?” Tanyaku dengan raut wajah yang bingung

Dalam sekejap, nenek tua itu telah menghilang dari hadapanku. Aku yang belum
mengucapkan terima kasih kepada nenek itu pun mulai kebingungan. Ibu yang langsung
menyadari akan keanehan yang ku alami itu langsung bergegas meraih tanganku dan
mengajakku pulang. Sesampainya di rumah, ibu mulai menasehatiku agar tidak lagi bermain
di dekat pohon beringin itu dan melarangku untuk menerima sesuatu dari orang yang tidak
dikenal. Konon katanya, pohon beringin itu memiliki penjaga yang tak kasat mata. Wajar saja
jika setiap hari kami melihat ulat bulu dengan bentuk yang tidak normal berjatuhan dari
pohon itu.

Masa-masa sekolah dasar telah ku lalui dengan begitu cepat dan tak terasa enam tahun
berlalu sejak terakhirku mulai masa itu. Sekarang aku mulai duduk di bangku sekolah
menengah pertama yang tergolong sekolah favorit di kotaku dulu. Sekolah yang sangat ku
idam-idamkan sedari dulu. Sekolah yang notabenenya sangat disanjung oleh sekolah-sekolah
yang ada di kotaku maupun di luar kota. Sekolah yang memiliki segudang prestasi dan
segedung tempat penyimpanan piala maupun piagam. Aku pun sangat gembira ketika
namaku berada di posisi empat penjenjangan sekolah itu. Hal itu telah memastikan diriku
untuk masuk sekolah yang bergengsi itu.

Tibalah saat itu, saat dimana aku bersekolah layaknya anak-anak lainnya. Saat yang
sudah kutunggu-tunggu sedari dulu. Di sekolahku ini, para siswa-siswi diwajibkan untuk
mengikuti jam tambahan atau sering disebut les. Dan hal itu membuat kami selalu pulang jam
5 sore setiap harinya. Tak salah jika aku banyak menyaksikan kejadian aneh yang menghiasi
sekolah ini. Di hari pertama aku bersekolah, aku melewatinya dengan biasa saja dan tidak ada
keanehan. Namun setelah beberapa hari, ada kejadian aneh yang mengganjal di pikiranku.
Tepat pada sore di hari kamis, aku izin ke guru yang mengajar untuk buang air kecil
ke toilet di dekat kantin sekolahku. Semua orang mengira mungkin aku akan pergi ke kantin
dan bukannya ke toilet. Namun, aku benar-benar pergi ke toilet. Sesampainya di depan toilet,
aku menunggu orang yang ada di dalam toilet tersebut. Rupanya yang keluar dari toilet itu
adalah sepupuku, Rian. Sebelum masuk ke toilet, aku sempat mengobrol singkat dengannya.

“Pasti bau nih (sambil bergumam), udah lu siram kan klosetnya?” Dengan nada
bercanda, aku menanyakan hal itu.

“Sudah” Rian pun menjawab dengan sepatah kata.

Aku merasa heran, ada apa dengan Rian pada hari itu?. Sosok yang biasanya ceria dan
enerjik kok bisa dingin seperti itu?. Apa mungkin dia sedang tertimpa masalah? Atau dia baru
saja dimarahi oleh guru? Banyak pertanyaan yang terbesit di pikiranku saat itu.

Setelah aku selesai buang air kecil, aku pun berjalan dengan santai sembari
memikirkan sikap Rian yang tadi. Sontak saja, aku mulai menyadari bahwa aku dan Rian
tidak bersekolah di satu sekolah yang sama. Itu artinya siapa yang ku ajak bicara tadi?. Angin
dingin langsung membuat tubuhku merinding. Aku pun berlari menuju ke kelas untuk
melanjutkan pelajaran. Sejak hari itu, aku mulai terbiasa dengan kejadian aneh yang terjadi di
lingkungan sekolahku.

Di sekolah inilah nanti aku akan menemukan orang-orang yang dapat menerimaku
apa adanya. Orang-orang itu adalah, Bagas, Boris, Ivan, dan Yoga. Keempat teman yang
selalu menemaniku untuk mengisi hari-hariku yang penuh keanehan. Kami berlima selalu
mengisi waktu luang dengan bermain game online bersama di sebuah warnet yang tak jauh
dari sekolah. Berkat mereka berempat, aku bisa melupakan kejadian-kejadian aneh yang
terjadi sekitarku. Sehingga sangat jarang aku mengalami kejadian aneh itu lagi.

Tak terasa sudah satu tahun berlalu ku duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Sekarang aku duduk di tingkat kedua sekolah menengah pertama itu. Karena keharusan dari
sekolah untuk mengacak kembali siswa-siswi yang akan disatukan dalam satu kelas. Ternyata
aku dan teman-temanku terpisah. Masing-masing dari kami memiliki kelas yang baru dengan
suasana dan orang-orang yang baru juga. Hanya aku dan Boris yang masih bersama dalam
satu kelas. Semua temanku mulai berubah. Semuanya mengikuti pergaulan masing-masing.
Sehingga sejak saat itulah pertemanan kami tak seerat dulu. Namun, pada tahun kedua itulah
aku mulai menemukan teman baru, namanya Ricky. Pertemanan kami cukup erat sampai-
sampai kami dibilang kembar. Setiap hari dia selalu menemaniku saat aku butuh bantuan.
Aku pun membalas budi baiknya dengan setiap hari di saat belajar memberinya sontekan.
Ricky adalah pribadi yang baik namun dia sangat mudah terbawa oleh arus pergaulan.
Sampailah hari kenaikan kelas tiba, aku dan Ricky tidak satu kelas lagi. Lagi-lagi
pertemananku terputus karena kami memiliki jalan masing-masing.

Di tahun berikutnya, tepat pada saat aku duduk di tingkat terakhir sekolah menengah
pertama, aku mulai menemukan orang-orang yang ingin berteman denganku. Karena
pengalaman pahit tentang pertemanan yang kulalui dulu. Aku mulai berpikir cerdas dalam
memilih teman yang memang benar-benar teman. Teman yang siap menemaniku sampai tua
nanti. Butuh waktu lama bagi mereka untuk meyakinkanku agar memiliki teman yang
mungkin bisa bertahan seperti mereka. Mereka adalah Anoke, Athirah, dan Ajik. Dan
merekalah yang patut ku sebut sahabat dan ku anggap seperti keluarga sendiri. Setelah satu
tahun lamanya ku lewati waktu bersama mereka di tingkat terakhir sekolah menengah
pertama ini, kami dinyatakan lulus dengan nilai yang cukup lumayan. Setelah lulus, ku pikir
aku dapat mlanjutkan pendidikan ku ke sekolah kesehatan yang ada di ibukota. Tapi, semua
itu ku batalkan karena aku dan ketiga temanku ingin satu sekolah seperti dulu lagi.

Hari yang kami nantikan pun tiba. Ternyata kami bereempat diterima di sekolah
menengah atas yang sangat bergengsi di Kota Idaman ini. Pada hari pembagian kelas, kami
berharap agar dapat sekelas lagi seperti di sekolah menengah pertama dulu. Namun apa daya,
takdir bekata lain, kami berempat terpisah di kelas yang berbeda satu sama lain. Kendati
demikian, kami masih menjalin hubungan baik meski tidak dapat bersama setiap harinya.

Tiga tahun berlalu, sekolah menengah atasku telah usai. Aku hanya dapat mengingat
semua kenangan indah yang pernah ku ukir bersama teman-temanku dulu. Kini waktu
remajaku sudah habis. Aku, teman sekelasku, dan sahabatku memilih jalan hidup kami
masing-masing. Sekarang giliranku menentukan bagaimana kelanjutan ceritaku di dunia ini.
Aku mulai dengan mencoba hal-hal baru seperti ikut tes sekolah kedinasan, tes menjadi
seorang pramugara maupun tes SBMPTN untuk memasuki universitas negeri yang semua
orang inginkan. Takdir pun berkata bahwa aku lulus dan diterima menjadi seorang pramugara
salah satu maskapai yang bergengsi di negeriku.

Dan tibalah saat itu. Hari dimana aku harus pergi melaksanakan tugas sebagai seorang
pramugara. Aku sangat sedih meninggalkan keluarga besarku. Namun apadaya, semua itu
demi kebaikanku dan keluargaku sendiri. Sekarang aku sudah menjadi seorang pramugara
yang harus siap melayani para penumpang pesawat. Hari-hariku bekerja, ku lewati dengan
penuh rasa senang dan sedih. Setiap hari ku harus bekerja dan menjalani siklus hidupku
sebagai seorang pramugara. Lima tahun berlalu sejak aku meninggalkan rumah, aku tidak
pernah pulang kampung dan bertemu langsung dengan keluargaku. Semua rindu ku lepas
hanya melalui videocall dari telpon pintarku. Saat jauh hari, aku telah merencanakan untuk
cuti pulang kampung sekedar melepas rindu kepada keluarga besarku di rumah yang sudah
menunggu kedatanganku sejak lima tahun terakhir.

Kemudian hari itu tiba. Aku telah berkemas, dan akhirnya pesawat yang ku tumpangi
lepas landas juga. Aku sudah tidak sabar melihat wajah keluarga besarku yang telah
merindukanku selama lima tahun. Perjalanan yang amat jauh membuatku lelah dan
mengaharuskanku untuk tidur sejenak. Tak lama kemudian, aku terbangun dan melihat di
depan rumahku terdapat bendera kuning dan kerumunan warga yang ramai. Aku bertanya-
tanya siapa yang meninggal?. Aku langsung masuk ke dalam rumah dan melihat keluarga
besarku menangis histeris melihat tubuh yang terkulai lemas dan dibaringkan di dalam
rumahku itu. Aku penasaran dan langsung melihat tubuh itu. Betapa terkejutnya aku ternyata
yang sedang ditangisi keluargaku itu adalah Aku. Ternyata pesawat yang ku tumpangi
kemarin jatuh di perairan negeri ini. Sontak saja aku langsung terjatuh dan terbaring lemas
dan menangisi keadaanku. Aku berteriak memanggil semua orang yang ada disana,

“Ayah! Ibu! Kakak!” namun taka da seorangpun yang mendengarkannya.

Setelah ku sadari, bahwa tubuhku berwarna putih pucat dan tembus pandang. Lalu,
aku pun tersentak dan terbangun dari mimpiku sore itu sembari teriak “Tidakkk!!!”

Ibu yang mendengar teriakanku langsung menghampiriku dari dapur dan bertanya.

“Ada apa dekk?” ujarnya dengan nada panik.

“Tidak apa-apa, hehehe” jawabku dengan wajah yang keringatan.

“Bikin ibu khawatir aja…sana mandi sebentar lagi mau maghrib!” terang ibuku
dengan wajah yang sedikit marah

Aku baru menyadari jika semua itu hanyalah mimpi dari lamunan soreku. Semuanya
terasa begitu lama saat aku bermimpi, namun pada kenyataannya aku hanya menghabiskan
waktu selama 10 menit. Ini semua memang salah hobiku yang suka merangkai angan-angan
yang semu….
KEBERSAMAAN TIADA DUANYA
Oleh : BAGUS APRILIAN BUANA (XII IPA 4)

Suatu hari, di penghujung semester. Aku berencana untuk melakukan wisata bersama
teman sekelas untuk mengisi liburan. Aku mengajak seluruh teman kelas, tetapi akhirnya
hanya beberapa orang saja yang memutuskan untuk ikut bersama kami ke Bengkulu. Yaitu
saya, Dimas, Habib, Cefi, Alga, Boris, Affif dan Arif. Teman saya tersebut memiliki sifat
yang berbeda beda. Yang pertama Dimas, Dimas merupakan orang yang mandiri dan mudah
untuk berbaur. Selanjutnya Habib, Habib adalah orang yang pemberani dan mudah untuk
diajak jalan, tetapi ia adalah orang yang pemalas.

Kemudian ada Cefi, Cefi adalah teman saya yang juga lolo dan saya sangat suka
denganya, karena dia suka melawak yang sepemikiran dengan saya. Kemudian ada Alga,
Alga adalah orang yang sangat cepat untuk memutuskan keputusan. Tetapi dia orangnya
sangat gegabah. Kemudian Boris, Boris ini adalah orang yang sangat lucu. Ia merupakan
teman dekat Alga, karena memang mereka sahabat dari awal kelas 10 SMA. Kemudian Affif,
ia merupakan orang yang pemalu, tetapi jika sudah kenal dengan lawan bicaranya, maka akan
asik untuk berbincang dengannya. Dan teman saya yang terakhir adalah Arif, ia orangnya
sangat loyal. Namun susah untuk bergaul dengan orang yang baru ia kenal. Dan tibalah saat
satu hari sebelum kami berangkat.

Hal pertama yang menjadi masalah kami adalah minimnya orang yang ikut bersama
kami. Namun hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk mengundurkan niat kami untuk
pergi berlibur. Karena salah satu teman saya memberi semangat kepada kami karena dia
sudah sering bepergian keluar kota. Dimas berkata “jangan takut sepi sanak, rami di gunung
tu”. Kemudian kami juga saling menyemangati supaya rencana ini tidak menjadi “wacana
forever”.

Dan akhirnya kami memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan kami ke


Bengkulu. Awalnya karena mendengar bahwa yang ikut pergi berlibur hanya delapan orang,
Cefi ingin mengurungkan niatnya untuk berlibur. Namun saya dan teman teman memaksanya
untuk ikut pergi. Dan berkat dukungan dari kami semua, Cefi akhirnya pergi bersama kami
ke Bengkulu. Dan pada masalah pertama ini, tidak ada teman kami yang mengundurkan
niatnya untuk pergi berlibur.
Setelah masalah pertama berhasil dilewati. Munculah masalah baru, yaitu kendala di
transportasi. Masalah ini merupakan masalah yang sangat serius. Karena jika tidak ada
transportasi, maka kami tidak akan mungkin pergi ke Bengkulu. Pertama saya mengusulkan
untuk menyewa mobil untuk pergi ke Bengkulu. Kemudian Habib berusaha dengan
menghubungi salah satu travel langganannya. Kemudian sopir itu menjawab bisa untuk
menyewakan mobilnya, namun kami terhadang lagi dengan masalah dana. Soalnya dana yang
dibutuhkan sangatlah mahal, yaitu sekitar 250 ribu rupiah.

Dan tentunya harga terebut belum termasuk dengan uang minyak. Dan kami
pertimbangkan lagi untuk mencari sewa mobil dengan harga yang relatif rendah. Kemudian
saya dan Boris mencari tempat yang dapat menyewakan mobilnya. Namun kami tidak
menemukannya. Kami sudah berkeliling di sekitaran Curup, tetapi tidak juga membuahkan
hasil. Kemudian kami memberi kabar kepada seluuh teman kami yang ikut ke Bengkulu. Dan
mendengar keputusan tersebut, teman kami pun kecewa.

Tetapi kami tetap terus berusaha. Dan akhirnya kami memutuskan untuk membawa
motor saja ke Bengkulu. Dan sesuai kesepakatan Dimas, Arif, Boris dan Habib pun
membawa motornya ke Bengkulu. Dan kami sudah siap untuk berlibur. Namun di
penghujung siang, kami baru terfikir dimana kami akan menginap di Bengkulu nanti.
Kemudian dengan spontan, Habib berkta “kito nginap tempat datuk aku bae”. Mendengar
kabar tersebut, kami semua bahagia dan telah membulatkan tekad untuk pergi berlibur.
Karena masalah pentingnya sudah kami hadapi, yaitu jumlah anggota, transportasi dan
terakhir tempat untuk menginap.

Kemudian di sore harinya, kami memutuskan untuk berangkat. Kami semua


berkumpu di SPBU Ujan Mas. Saya dan Dimas pertama sampai disana, kemudian menyusul
teman teman kami. Setelah semua lengkap, kami memulai perjalanan. Saat awal perjalanan,
kami dihadapkan dengan masalah baru. Yaitu ada razia di depan kantor polisi Ujan Mas.
Medlihat hal itu, kami semua cemas karena tidak ada yang memiliki SIM. Tetapi kami
memberanikan diri dan kami pun berjalan dengan santai.

Ternyata itu hanyalah polisi yang sedang mencari pelaku curanmor. Oleh karena itu
kami merasa tenang. Sesampainya di Kepahiang, kami pun istirahat sejenak. Pada saat
istirahat, kami membeli persediaan makanan seperti makanan ringan dan permen karet.
Melihat cuaca yang kurang mendukung, Alga mengusulkan untuk membeli ponco. Kami pun
berfikir, memang ponco ini dibutuhkan saat darurat. Dan kemudian kami membeli ponco
untuk keadaan darurat. Setelah perut terisi, kami pun melanjutan perjlanan. Perjalanan kami
saat itu sangatlah seru. Karena kami konvoi, jadi rasa leleah kami hilang begitu saja karena
kami melakukan perjalanan dengan canda gurau.

Pada saat di perjalanan, kami saling salip menyalip untuk memperebutkan posisi
terdepan. Kami pun sangat riang gembira. Setelah satu jam berlalu, sampailah kami di liku
Sembilan. Dan kemudian kami istirahat sejenak sambil buang air kecil. Setelah itu, barulah
kami melanjutkan perjalanan.

Setelah dua jam berlalu, sampailah kami di Bengkulu. Kebetulan saat itu jam telah
menunjukan pukul setengah enam. Dan kami memutuskan untuk langsung beristirahat di
rumah nenek Habib. Sesampainya di sana, kami disambut dengan penuh bahagia. Keluarga
Habib sngat senang dengan kedatangan kami. Setelah bersalaman, kami pun langsung
beristirahat sambil menunggu jadwal sholat maghrib.

Kemudian pada saat maghrib, kami melakukan sholat berjamaah. Setelah sholat, kami
berdiskusi untuk kemana kami akan melanjutkan perjalanan. Kemudian, saya mengusulkan
untuk pergi menonton Bioskop. Dan kami pun sepakat untuk menonton film. Kebetulan film
yang sedang tanyang adalah film yang kami tunggu tunggu. Yaitu “Teman Tapi Menikah”.
Film yang kami tonton ini sangatlah menarik. Hal tersebut ditambah dengan tingkah kocak
Alga dan Boris di dalam studio.

Mereka melakukan banyak hal aneh, seperti menyongsongkan kakinya ke kursi


teman saya. Dan itu membuat orang terganggu. Namun itulh yang membuat hari kami
menjadi ebih berwarna. Setelah film tersebut usai. Cefi mengusulkan untuk membeli makan
malam terlebih dahulu, kebetulan kami semua juga sedang lapar. Kemudian kami mencari
warung yang menjual ayam bakar. Tetapi karena sudah malam, kami pun tidak
menemukannya. Kemudian Dimas mengusulkan untuk membeli nasi goring saja. Dan
akhirnya kami makan nasi goring yang tidak jauh dari kawasan bioskop tersebut. Setelah
menikmati makan malam. Kami pergi ke simpang lima Telkom untuk menikmati indahnya
Bengkulu di malam hari. Di tempat tersebut kami menghabiskan malam dengan canda gurau.
Kami membeli sedikit cemilan, yaitu hanya berupa kacang rebus.

Tetapi walaupun harganya murah, kebersamaanya yang mahal. Setelah beberapa jam,
kami pun kembali ke rumah nenek Habib. Dan sesampainya di sana, kami langsung
disuguhkan dengan makanan lagi. Yaitu mie Aceh. Lalu, kami pun menghabiskan mie
tersebut dengan lahap. Setelah habis, kami beristrahat. Pada saat itu, kami langsung
menyusun jadwal untuk keesokan harinya.

Di pagi minggu yang cerah, kami pergi berenang terlebih dahulu. Kami pun pergi
berenag di hotel Horizon. Kami memilih tempat itu, karena di kolam renang itu
pemandangannya sangat indah. Yaitu langsung melihat lurus ke pantai Panjang. Kami sangat
puas berenang di sana. Walaupun merogoh kocek yang cukup mahal, tetapi dibalas dengan
pelayanan yang disuguhkan pihak kolam berenang. Sesudah berenang, kami pun mencari
sarapan dahulu. Kami pun tertarik denagan sarapan lontong tunjang. Lontongnya sangat enak.
Karena tidak seperti lontong sayur biasa, lontong tunjang ini diberi kikil sapi yang sangat
nikmat.

Setelah puas menikmati sarapan, kami bergegas untuk pulang ke rumah nenek Habib.
Sesampainya di sana, kami langsung mengganti pakaian dan membereskan pakaian kami.
Karena kami memutuskan untuk pulang ke Curup lagi sebelum jam 3 sore. Pada saat itu,
kami ingin jalan jalan satu kali lagi di Bengkulu sebelum pulang. Lalu Arif mengusulkan
untuk beristirahat saja di rumah nenek Habib. Karena jika kita sambung perjalanan lagi, dan
langsung pulang ke Curup tanpa istirahat, itu sangatlah melelahkan. Jadi kami juga sepakat
untuk menunda rencana kami tersebut. Dan akhirnya kami beristirahat dahulu sebelum
pulang ke Curup lagi.

Setelah puas beristirahat. Di sore harinya kami pun memutuskan untuk langsung
pulang ke Curup lagi. Setelah berpamitan, kami langsung pergi keluar dari komplek
perumahan nenek Habib tersebut. Sesampainya di gerbang komplek, kami ingin mecari
makan. Dan pada saat itu, saya langsung menunjuk kea rah rumah makan Padang. Karena
teman-teman juga senang makan di rumah makan Padang.

Mereka semua pun sepakat untuk membeli makanan disana. Pada saat itu, kami ingin
menikmati suasana sore di tepi pantai. Oleh karena itu, kami membungkus nasi kami dan
memakannya di tepi pantai. Setelah nasi siap, kami langsung menuju ke pantai. Dan
sesampainya di pantai, kami membeli lima buah dogan untuk menghilangkan dahaga. Semua
temanku terlihat sangat lahap saat menyantap makanannya. Setelah makan usai, kami
langsung pergi meninggalkan Bengkulu. Dan ini adalah awal perjalanan pulang kami.

Setelah jalan beberapa jam. Kami menemukan kendala baru, yaitu ban motor teman
saya pecah terkena paku. Hal tersebut membuat kami semua bingung, karena ban motor
tersebut pecahnya di gunung. Saat itu kami tidak melihat satupun bengkel tampal ban. Dan
akhirnya kami mengiring kawan kami dengan hati-hati. Dan setelah berjalan, kami
menemuka tempat tampal ban. Akhirnya kami semua tidak cemas lagi. Setelah diperbaiki,
ternyata paku yang menjadi ban motor tersebut pecah. Setelah semua baik, kami pun
melanjutkan perjalanan.

Sesampaimya di Kepahiang, saat kami melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba hujan turun,


dan kami kebasahan. Pada saat kami ingin pulang ke curup, kami lupa untuk membeli mantel.
Kami pun berteduh, sambil berteduh, kami memakan mie instan. Pada saat itulah sangat
terasa kebersamaannya. Kami sama-sama basah, dan sama-sama menikmati perjalanan
dengan gembira. Setelah hujan lumayan reda, kami segera untuk melanjutkan perjalanan
kami. Sesampainya di Ujan Mas, kami singgah dahulu di rumah Arif.

Disana kami menikmati kopi sejenak, makan jagung rebus, dan menikmati jagung
marning. Di sana kami menghabiskan waktu lumayan lama. Karena pada saat itu kebetulan
hujan turun dengan deras lagi. Pada saat menikmati makanan yang disuguhkan. Disanalah
saya mengatakan “INDAHNYA KEBERSAMAAN”. Dan inilah yang menjadi akhir dari
perjalanan kami. Di rumah Arif inilah kami pulang ke rumah masing-masing. Yang menjadi
penanda akhirnya perjalanan yang melelahkan. Tetapi walau melelakan, disanalah teruji
kebersamaan kami sebagai teman.

Anda mungkin juga menyukai