Gambaran Umum Cirebon
Gambaran Umum Cirebon
Gambaran Umum Cirebon
Kota Cirebon, Cirebon: Kota Cérbon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi
Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada di pesisir utara Pulau Jawa atau yang dikenal dengan
jalur pantura yang menghubungkan Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya.
Pada awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil
yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah
desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban[5] (carub dalam bahasa Cirebon artinya
bersatu padu). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka
bangsa diantaranya Sunda, Jawa, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab), agama,
bahasa, dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan
kemudian cerbon.
Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata cirebon juga dikarenakan sejak
awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah
pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi,
petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi atau yang dalam bahasa Cirebon
disebut (belendrang) yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan
cai-rebon (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian menjadi Cirebon.
A. Gambaran Umum
1. Geografi
Kota Cirebon terletak pada 6°41′S 108°33′E pantai Utara Pulau Jawa, bagian
timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur 8 kilometer, Utara ke Selatan 11
kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut 5 meter (termasuk dataran rendah).
Kota Cirebon dapat ditempuh melalui jalan darat sejauh 130 km dari arah Kota
Bandung dan 258 km dari arah Kota Jakarta.
Kota Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpul pergerakan
transportasi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah
pantai menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih luas
dibandingkan dengan wilayah perbukitannya. Luas Kota Cirebon adalah 37,54 km2
dengan dominasi penggunaan lahan untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian
(38%).
Wilayah Kotamadya Cirebon Sebelah Utara dibatasi Sungai Kedung Pane,
Sebelah Barat dibatasi Sungai Banjir Kanal, Kabupaten Cirebon, Sebelah Selatan
dibatasi Sungai Kalijaga, Sebelah Timur dibatasi Laut Jawa.
Sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0-
2000 dpl, sementara kemiringan lereng antara 0-40 % di mana 0-3 % merupakan daerah
berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40 % merupakan pinggiran.
Kota ini dilalui oleh beberapa sungai di antaranya Sungai Kedung Pane, Sungai
Sukalila, Sungai Kesunean, dan Sungai Kalijaga.
2. Topografi
Secara topografis, sebagian besar wilayah Kota Cirebon merupakan dataran
rendah dan sebagian kecil merupakan wilayah perbukitan yang berada di Wilayah
Selatan kota. Kondisi wilayah kota yang sebagian besar berupa dataran rendah menjadi
kendala tersendiri karena kecepatan aliran air hujan yang terbuang ke laut menjadi
lambat dan sangat berpotensi menimbulkan genangan banjir di beberapa tempat. Oleh
karena itu di beberapa titik dibangun stasiun pompa yang berfungsi mempercepat
pembuangan air hujan ke laut.
Secara umum kondisi lingkungan di Kota Cirebon dapat dibagi menjadi dua
bagian besar yaitu kawasan yang masih memiliki kualitas lingkungan yang masih baik
yaitu memiliki indikator lingkungan di bawah ambang batas, dan kawasan yang kondisi
lingkungannya telah berada di atas ambang batas kualitas lingkungan yang
diperkenankan. Kawasan yang masih memiliki kualitas lingkungan di bawah ambang
batas tersebar di seluruh wilayah kota, ditandai dengan masih adanya kawasan ruang
terbuka hijau seperti di wilayah Argasunya, Harjamukti, wilayah Perumnas, dan lain
sebagainya. Namun yang harus menjadi perhatian adalah kawasan-kawasan yang
kondisi lingkungannya telah terjadi penurunan kualitas. Kawasan-kawasan tersebut
diantaranya adalah kawasan bekas galian C Argasunya, kawasan-kawasan
persimpangan jalan yang padat lalulintas yaitu di sekitar area Jl. Siliwangi, Jl. Dr. Cipto
M, Jl. Karanggetas, Jl. Pekiringan, Jl. Rajawali, Terminal Bus, dan Jl. Pemuda – By
Pass. Selain itu ada beberapa aliran sungai yang memiliki indikator lingkungan yang
telah melampaui ambang batas (Amoniak, Deterjen, dan Pecal Coli) yaitu diantaranya
di sungai Sipadu, Sukalila, Suradinaya, Sigujeg, dan Gang Sontong.
3. Iklim
Sesuai dengan lokasi wilayah yang berada di tepi laut, wilayah Kota
Cirebon termasuk dalam iklim tropis dan memiliki pola curah hujan monsunal
karena dipengaruhi oleh angin monsun. Musim penghujan jatuh pada bulan
Oktober- April/Mei, dan musim kemarau jatuhpada bulan Juni-September. Musim
pancaroba terjadi pada bulan April dan November. Berdasarkan data tahun 2009,
banyaknya curah hujan tahunan di Kota Cirebon ± 1.351 mm/tahun dengan jumlah
hari hujan 86 hari, ini berarti sebesar ± 23,56 % hari dalam setahun yang mengalami
hari hujan.
Udara panas dengan temperatur maksimum terjadi pada bulan Oktober hingga
Desember, yaitu ± 32,8° C, sedangkan temperatur terendah terjadi pada bulan Juni-
September, yaitu ± 24,2°C. Rata-rata temperatur yaitu 27,29°C. Adapun kelembaban
udara berkisar antara 48 – 94 %, dengan fluktasi cukup besar setiap musimnya.
4. Jenis Tanah
Tanah sebagian subur dan sebagian kurang produktif disebabkan tanah pantai
yang semakin luas akibat endapan sungai-sungai. Pada umumnya tanah di Kota Cirebon
adalah tanah jenis regosol yang berasal dari endapan lava dan piroklasik (pasir,
lempung, tanah liat, breksi lumpur, dan kerikil) hasil intrusi Gunung Ciremai. Secara
umum jenis tanah yang tersebar di Kota Cirebon ini relatif mudah untuk
mengembangkan berbagai macam jenis vegetasi.
Jenis tanah di Kota Cirebon adalah tipe argosol yang berasal dari endapan lava
dan piroklastik (pasir, lempung, tanah liat, tupa, breksi lumpur, dan kerikil) hasil intrusi
Gunung Ciremai. Secara rinci jenis tanah di Kota Cirebon terdiri atas :
Regosol cokelat kelabu, asosiasi regosol kelabu
Sementara itu kedalaman efektif tanah di Kota Cirebon terdiri atas 3 macam, yaitu:
Kedalaman 0--30 meter : terdapat di sebagian wilayah Kelurahan Argasunya,
Kecamatan Harjamukti
Kedalaman 30--60 meter : terdapat di sebagian wilayah Kelurahan Argasunya,
Kelurahan Harjamukti Kecamatan Harjamukti dan Kelurahan Karyamulya,
Kecamatan Kesambi
Kedalaman lebih dari 60 meter : Terdapat di seluruh wilayah Kota Cirebon, kecuali
di wilayah-wilayah yang telah disebutkan di atas.
5. Hidrologi
Potensi air Kota Cirebon meliputi; air tanah dangkal, air tanah dalam, air
permukaan, dan air laut. Kondisi air tanah relatif baik dengan kedalaman 5 – 10 meter
untuk dataran rendah dan mencapai 20 – 30 meter untuk dataran tinggi (di Wilayah
Argasunya). Sementara untuk air tanah di kawasan pantai pada umumnya sudah
terkena intrusi air laut.
Khusus untuk air bersih sebagai konsumsi rumah tangga yang sebagian besar
bersumber dari pasokan Perusahaan Daeran Air Minum (PDAM), Kota Cirebon masih
memiliki kendala utama dimana penyediaannya masih tergantung pada Kabupaten
Kuningan. Hal ini dikarenakan sumber air yang digunakan berada di wilayah
Kabupaten Kuningan. Maka perlu ada penyelesaian karena masalah air dikategorikan
sebagai bidang pelayanan dasar, sebagai solusi bisa berupa kerjasama antar daerah atau
kerjasama amalgamasi atau pengelolaan air laut melalui teknologi pengelolaan air
bersih yang mutakhir.
Sedangkan untuk keperluan lainnya sebagian besar diperoleh dari sumur dengan
kedalaman antara dua meter sampai dengan enam meter, di samping itu ada beberapa
daerah/wilayah kondisi air tanah relatif sangat rendah dan rasanya asin karena intrusi
air laut dan tidak dapat digunakan untuk keperluan air minum. Kondisi air permukaan
berupa air yang mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai.Di Kota Cirebon
terdapat empat sungai yang tersebar merata di seluruh wilayah yaitu Sungai Kedung
Pane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean(Kriyan) dan Sungai Kalijaga. Sungai
berfungsi sebagai batas wilayah antara Kabupaten Cirebon dan sebagai saluran
pembuangan air.
UKURAN
NO. NAMA SUNGAI TINGGI LOKASI
PANJANG (M) LEBAR (M)
(M)
II Sistem Sukalila
UKURAN
NO. NAMA SUNGAI PANJANG (M) LEBAR (M) TINGGI (M) LOKASI
5 Kali Reungas 3.000 25 5 Kabupaten
6 Kali Cibacang 5.400 26 5 Kabupaten
7 Kali Cikurutug 2.600 23 4 Kabupaten
8 Kali Cikijing 1.300 4 1,5 Kota
9 Kali Sigemblo 1500 6 2 Kota
IV Sistem Kalijaga
Adapun kondisi air laut, khususnya di kawasan pantai berwarna coklat karena
pengaruh pendangkalan oleh lumpur yang dibawa oleh 4 sistem sungai dan sungai-
sungai dari wilayah Kabupaten Cirebon.
Indikator lainnya adalah angka partisipasi sekolah atau angka partisipasi murni.
Selama kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2009, tingkat partisipasi sekolah dasar di
Kota Cirebon sudah lebih dari 90 persen penduduk usia 7 – 12 tahun baik laki-laki
maupun perempuan telah bersekolah. Sementara pada tingkat yang lebih tinggi (SLTP)
partisipasi penduduk usia 13 – 15 tahun selama kurun waktu tahun 2005 hingga tahun
2009 meningkat dari 92,08 persen menjadi 99,84 persen. Adapun untuk tingkat SLTA
selama kurun waktu 2005 ke 2009 meningkat dari 88,51 persen tahun menjadi 89,61
persen. Selain pendidikan formal, di Kota Cirebon juga terdapat beberapa lembaga
pendidikan nonformal seperti mengemudi, computer, akuntansi dan lainnya.
8. Kesehatan
Menurut Bloom kondisi kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor
yaitu tingkat pelayanan kesehatan, kondisi lingkungan, perilaku masyarakat, dan
keturunan (genetik). Agar derajat kesehatan masyarakat dapat terus meningkat, maka
perlu diupayakan terus menerus pembangunan di bidang kesehatan.Dengan harapan
semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara merata dan
murah. Demikian pula halnya dengan Pemda Kota Cirebon yang telah
mencanangkan program Cirebon Kota Sehat. Berupaya terus melakukan
pembangunan di bidang kesehatan dengan melakukan berbagai program-program
pembangunan. Diantaranya adalah dengan menyediakan prasarana dan sarana
kesehatan agar jangkauan pelayanan kesehatan makin meluas sehingga semua
lapisan sosialekonomi masyarakat dapat dilayani dengan biaya yang terjangkau.
Disisi lain dilakukan pula penyuluhan dan edukasi terhadap masyarakat akan
pentingnya pencegahan penyakit dan pola hidup sehat.
Masa depan sebuah bangsa terletak pada kualitas generasi penerusnya. Generasi
yang sehat dan kuat mencerminkan masa depan yang baik. Sebaliknya, generasi yang
buruk kualitas kesehatannya mencerminkan masa depan yang buruk pula.
Perkembangan jumlah balita gizi buruk di kota Cirebon tahun 2005-2008 cenderung
mengalami penurunan. Tahun 2005 terdapat 364 kasus, tahun 2006 ada 320 kasus,
tahun 2007 terdapat 338 kasus, dan tahun 2008 terdapat 272, dan tahun 2009 terdapat
275 kasus bayi gizi buruk. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka
tersebut, dan akhir-akhir ini fokus upaya kesehatan mulai bergeser dari kegiatan-
kegiatan kuratif ke kegiatan-kegiatan preventif dan promotif. Hal ini ditandai dengan
berbagai kegiatan yang lebih melibatkan dan mengedepankan partisipasi masyarakat
dalam penanganan kesehatan seperti program Kampung Siaga, Gerakan Sayang Ibu,
pembudayaan Pola Hidup Bersih dan Sehat melalui KKM (Kader Kesehatan
Masyarakat), dan Rumah Sakit Berbasis Masyarakat. Upaya ini dilakukan karena
dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat perlu ada kesadaran diri dari
masyarakat sendiri dan lingkungannya untuk menjaga kesehatan. Kegiatan
Kampung Siaga lebih mengedepankan keterlibatan masyarakat dalam memantau dan
menjaga ibu hamil dan bayi/anak-anak yang terkena kasus penyakit.
9. Sosial Masyarakat
Sarana Ibadah
Di Kota Cirebon terdapat 6 jenis agama yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha
dan Konghucu dengan jumlah pemeluk agama terbesar adalah agama Islam.
1. Harjamukti 70 1 1 1 -
2. Lemahwungkuk 30 15 - 2 1
3. Pekalipan 13 5 - 2 1
4. Kesambi 71 1 - - -
5. Kejaksan 35 4 - - -
Jumlah 2009 219 26 1 5 2
2008 211 22 1 3 1
2007 201 20 1 3 1
2006 216 18 1 3 1
2005 187 16 1 3 1
Sumber : Kantor Departemen Agama Kota Cirebon
10. Perekonomian
Sesuai kondisi geografis dan letak wilayah kota yang berada pada jalur
persimpangan arus lalulintas Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, maka
sektorsektor ekonomi yang berkembang lebih banyak terjadi pada bidang
perdagangan dan jasa. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pusat-pusat
perbelanjaan atau mall, perbankan dan jasa keuangan, perkantoran, serta jasa
lainnya. Kota Cirebon memiliki pula infrastruktur pendukung ekonomi yang tidak
dimiliki wilayah lain, seperti Pelabuhan Laut, Bandara, Stasiun KA penumpang dan
barang, Terminal penumpang Antar Kota antar Provinsi dan kelengkapan
infrastruktur lainnya (jaringan air bersih, gas, telepon, dan listrik).
Grafik 2.7
GRAFIK PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA CIREBON TAHUN 1996-2008
Berdasarkan data BPS tahun 1996 – 2006, Produk Domestik Regional Bruto
Kota Cirebon dihitung berdasarkan harga berlaku dan berdasarkan harga konstan,
yang masing-masing menggambarkan indikator inflasi dan laju pertumbuhan
ekonomi suatu daerah. Perkembangan indikator ini menunjukkan bagaimana Kota
Cirebon yang pada tahun 1996 – 1997 mengalami resesi ekonomi kemudian bisa
kembali bangkit yang ditandai dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi
berdasarkan harga konstan. Namun pada periode-periode berikutnya tahun 2004 –
2006 jarak perbandingan antara laju pertumbuhan inflasi dan laju pertumbuhan
ekonomi riil semakin besar. Ini menunjukkan bahwa tingkat inflasi semakin lama
semakin jauh meninggalkan laju pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon.
Selama periode tahun 2008, PDRB Kota Cirebon Atas Dasar Harga Berlaku
mencapai Rp. 10,698 trilyun atau mengalami peningkatan sebesar 16,93 %
dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp. 9,149 trilyun. Sedangkan
untuk mengetahui PDRB secara riil harus dilihat dari PDRB yang didasarkan atas
harga konstan dan harga yang digunakan adalah harga-harga di tahun 2000. Dengan
harga konstan tahun 2000 tersebut PDRB Kota Cirebon tahun 2008 mencapai angka
Rp. 5,823 trilyun sementara pada tahun 2007 mencapai angka Rp. 5,513 trilyun.
Dengan membandingkan angka di kedua tahun tersebut terlihat bahwa PDRB atas
dasar harga konstan tahun 2008 telah tumbuh sebesar 5,64 %. Angka LPE ini
ternyata menunjukkan perlambatan pertumbuhan dari LPE tahun sebelumnya yang
mencapai 6,17 %. Penurunan angka LPE sebesar 0,53 poin dari LPE tahun
sebelumnya ini terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan di sektor
angkutan khususnya pada sub sektor angkutan laut.
Selama tahun 2008 hampir semua sektor di Kota Cirebon mampu tumbuh
positif kecuali sektor angkutan yang mengalami pertumbuhan negatif. Pada tahun
2006 sektor angkutan tumbuh 4,72% dan pada tahun 2007 tumbuh 3,02%, maka pada
tahun 2008 sektor ini pertumbuhannya -5,13%. Hal ini disebabkan pada sub sektor
angkutan laut mengalami penurunan jumlah barang yang dimuat dari pelabuhan
Kota Cirebon. Pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon pada tahun 2008 ini banyak
dipengaruhi oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-
jasa yang masing-masing mampu tumbuh sebesar 12,89% dan 11,63%.
Secara umum kegiatan ekonomi dikelompokkan menjadi tiga sektor ekonomi, yaitu:
1. Sektor Primer, yaitu sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau bahan
baku melainkan hanya mendayagunakan sumber-sumber alam seperti tanah
dan deposit di dalamnya. Yang termasuk kelompok ini adalah sektor
Pertanian dan sektor Pertambangan dan Penggalian.
2. Sektor Sekunder, yaitu sektor yang mengolah bahan baku, baik yang berasal
dari sektor primer maupun sektor sekunder menjadi barang lain yang lebih
tinggi nilainya. Sektor Sekunder mencakup sektor Industri Pengolahan,
sektor Listrik, Gas, Air Bersih dan sektor Bangunan/Konstruksi.
3. Sektor Tersier atau dikenal juga sebagai Sektor Jasa-jasa, yaitu sektorsektor
yang tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa,
yang termasuk sektor ini adalah sektor perdagangan, sektor pengangkutan
dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan, sewa rumah, pemerintahan
dan jasa-jasa.
PDRB kelompok sektor primer (sektor Pertanian) atas dasar harga berlaku
mengalami peningkatan dari Rp. 28,03 milyar di tahun 2007 menjadi Rp. 32,25
milyar di tahun 2008 atau meningkat sebesar 15,05%. Adapun kelompok sektor
sekunder mengalami peningkatan sebesar 13,00% yaitu dari Rp. 3.479,47 milyar
pada tahun 2007 menjadi Rp. 3.931,69 milyar di tahun 2008. Demikian pula sektor
tersier mengalami peningkatan dari Rp. 5.641,93 milyar pada tahun 2007 menjadi
Rp. 6.734,04 milyar tahun 2008. Kendati demikian peningkatanpeningkatan tersebut
belum menunjukkan kinerja aktual dari kelompok sektor bersangkutan, karena pada
NTB atas dasar harga berlaku masih terkandung inflasi.
Berdasarkan harga konstan 2000, sektor primer, sekunder dan tersier selama
tahun 2008 menunjukkan kinerja yang meningkat dengan pertumbuhan yang positif.
Sektor Primer (Sektor Pertanian) menunjukkan kinerja yang meningkat dari Rp.
17,78 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp. 18,55 milyar pada tahun 2008 atau
meningkat sebesar 4,29%. Sementara itu kelompok sektor sekunder pada tahun 2008
mampu menciptakan PDRB sebesar Rp. 2.447,77 milyar meningkat sebesar 4,29%
dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp. 2.347,05 milyar. PDRB kelompok sektor
tersier yang merupakan sektor-sektor pendukung dari seluruh kegiatan ekonomi,
pada tahun 2007 sebesar Rp. 3.148,04 milyar naik menjadi Rp. 3.357,22 milyar pada
tahun 2008 atau tumbuh sebesar 6,64%, kendati demikian terjadi perlambatan pada
sektor pengangkutan dari Rp. 839,27 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp. 796,25
milyar pada tahun 2008.
Struktur Ekonomi
Sektor lainnya yang berkembang adalah sektor sekunder yaitu sektor industri
pengolahan non migas, bangunan, listrik, gas dan air bersih. Kelompok sektor
sekunder mengalami peningkatan sebesar 13.00% yaitu dari Rp. 3.479.47 milyar
pada tahun 2007 menjadi Rp. 3.931,69 milyar di tahun 2008. Pertumbuhan sektor
sekunder memang dipengaruhi juga oleh perkembangan sektor tersier yang
menunjukkan bahwa berkembangnya perdagangan dan jasa membutuhkan dukungan
prasarana dan sarana yang memadai seperti bangunan, fasilitas listrik, telepon, gas
dan air bersih, serta utilitas lainnya.
Kelompok sektor sekunder yang didukung oleh sektor industri, sektor listrik,
gas dan air (LGA) serta sektor bangunan kontribusinya terhadap pembentukan
PDRB Kota Cirebon sejak tahun 2005 selalu mengalami penurunan. Penurunan
kontribusi pada kelompok ini disebabkan karena menurunnya kontribusi sektor
industri terhadap PDRB. Sedangkan besaran kontribusi masing-masing sektornya
sebagai berikut : sektor industri sebesar 30,34%, sektor LGA sebesar 1,83% dan
sektor bangunan sebesar 4,58%.
Dilihat dari distribusi lapangan usaha yang menjadi komponen PDRB, Kota
Cirebon selama ini masih mengandalkan pada sektor tersier yaitu sektor
perdagangan, hotel, dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan jasa-jasa lainnya. Kelompok tersier masih
mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Kota Cirebon. Total Nilai Tambah
Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku dari kelompok sektor tersier di tahun 2008
mencapai Rp. 6.734,04 milyar, atau meningkat 19,36% dibandingkan tahun
sebelumnya.
Kelompok sektor tersier ini sangat didukung oleh sektor perdagangan. Hal ini
memang sesuai dengan karakteristik kota yang dipengaruhi oleh letak kota di
persimpangan jalur Jawa Barat dan Jawa Tengah, serta dukungan sarana dan prasarana
kota yang memadai sehingga yang sektor-sektor usaha yang berkembang di Kota
didominasi terutama oleh sektor perdagangan dan jasa.
Pertumbuhan Ekonomi
Lapangan usaha utama di Kota Cirebon yang menyerap tenaga kerja paling
banyak tahun 2008 adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yaitu 41% dan
yang paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah Sektor Pertanian (on farm) yaitu
sebanyak 1%.
Kota Cirebon terbagi habis dalam 2 (dua) peruntukan, yaitu ; kawasan /lahan
terbangun dan kawasan/lahan kosong. Kawasan/lahan terbangun pada prinsipnya
terbagi habis untuk jenis penggunaan lahan seperti; perumahan/permukiman,
perkantoran/pemerintahah, perdagangan/jasa, industri, perbengkelan/ pergudangan,
permakaman, ruang terbuka hijau (taman) dan lain-lain (prasarana jalan, drainase).
Sedangkan kawasan/lahan non terbangun pada umumnya masih berupa lahan-lahan
kosong (sawah, ladang, kebun, tanah kosong tanpa pemanfaatan khusus).
Berdasarkan identifikasi penggunaan lahan tahun 2009, luas Kota Cirebon
sekitar 3.913,20 Ha yang terdiri dari penggunaan lahan terbangun seluas 2.240,24 Ha
atau sekitar 57,25 % dan lahan tidak terbangun sekitar 1.750,48 atau sekitar 42,75 %.
Berdasarkan hasil identifikasi dapat diperoleh gambaran bahwa perbandingan lahan
terbangun dengan tidak terbangun hampir berimbang.