Geologi Dan Pemodelan Reservoir Batugamping Formasi Minahaki Pada Lapangan Dota, Blok M, Cekungan Banggai PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 78

GEOLOGI DAN PEMODELAN RESERVOIR BATUGAMPING

FORMASI MINAHAKI PADA LAPANGAN DOTA,


BLOK M, CEKUNGAN BANGGAI

TUGAS AKHIR B

Disusun sebagai syarat menyelesaikan studi tahap sarjana strata satu Program
Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung

oleh:

Christian Perangin Angin

12012061

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2016
LEMBAR PENGESAHAN

GEOLOGI DAN PEMODELAN RESERVOIR

FORMASI MINAHAKI PADA LAPANGAN DOTA, CEKUNGAN


BANGGAI

TUGAS AKHIR B

Diajukan sebagai syarat menyelesaikan studi tahap sarjana strata satu Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,

Institut Teknologi Bandung

Mahasiswa Pengusul,

Christian Perangin Angin

NIM 12012061

Menyetujui

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Dardji Noeradi

NIP 195612111984031002

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat-Nya sehingga laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan tugas akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan sarjana strata satu
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.

Tugas akhir ini berjudul “Geologi dan Pemodelan Reservoir Formasi Minahaki
pada Lapangan Dota, Cekungan Banggai”. Penulis berharap laporan tugas akhir ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Atas selesainya penyusunan tugas akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan
tugas akhir ini:

1. Bapak, Ibu, Abang Putra, Kakek, Nenek, dan seluruh keluarga besar atas segala doa
dan dukungan serta motivasinya.
2. Bapak Dardji Noeradi atas segala bimbingan dan waktu yang telah diberikan
kepada penulis selama proses pengerjaan tugas akhir ini.
3. Semua dosen dan staf non-akademik Program Studi Teknik Geologi dan Fakultas
Ilmu dan Teknologi Kebumian.
4. Teman-teman GEA ITB, khususnya angkatan 2012.
5. Kang Dadan, Dyah Ratnasari, Joshua Nicholas, Muthia, Indah, dan Lissa yang
membantu penulis secara teknis.
6. Thomas, Ghufron, Kurnia Ferdiansyah, Revaz, dan Feby atas segala dukungannya.

Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak


kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
untuk perbaikan, agar makalah ini dapat lebih bermanfaat bagi kita semua.

Penulis,

Christian Perangin Angin

ii
SARI

Daerah Penelitian berada di Lapangan Dota yang merupakan lapangan gas


di Blok M, Cekungan Banggai dengan luas 70 km2. Interval reservoir pada daerah
penelitian merupakan bagian atas Formasi Minahaki yang terendapkan dalam bentuk
terumbu pada Kala Miosen Akhir. Perangkap hidrokarbon pada daerah penelitian
berupa perangkap struktur antiklin yang tersesarkan yang berhubungan dengan
batugamping terumbu yang tumbuh pada lereng mikrokontinen Banggai-Sula. Kualitas
reservoir pada penelitian ini sangat dikontrol oleh diagenesis.

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model geologi dan memperkirakan
jumlah cadangan hidrokarbon di tempat (IGIP) pada Lapangan Dota, khususnya pada
Formasi Minahaki. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data log tali kawat
dari 8 sumur, data keratan bor dari 8 sumur, data batuan inti dari 1 sumur, data batuan
teras samping dari 1 sumur, dan data seismik tiga dimensi. Untuk mencapai tujuan
tersebut digunakan beberapa metode, yang pertama yaitu analisis data sumur meliputi
korelasi sumur dan analisis petrofisik. Kedua yaitu analisis data seismik untuk
pembuatan peta struktur kedalaman. Ketiga yaitu pemodelan reservoir meliputi
pembuatan model struktur tiga dimensi, pemodelan atribut seismik, pemodelan properti
petrofisik, penentuan kontak fluida, dan perhitungan cadangan gas di tempat (IGIP).

Hasil yang diperoleh dari penerapan metode di atas yaitu terdapat perangkap
stratigrafi berupa batugamping terumbu yang terbentuk pada Miosen Akhir yang
berasosiasi dengan sesar normal. Reservoir Formasi Minahaki merupakan endapan reef
build-up yang pernah tersingkap dan membentuk porositas sekunder utama yang
bersifat vugular. Estimasi cadangan hidrokarbon di tempat (IGIP) pada daerah
penelitian sebesar 659 BSCF.

Kata Kunci: Cekungan Banggai, Formasi Minahaki, reservoir batugamping,


IGIP, diagenesis

iii
ABSTRACT

Research area is located in Dota Field, a gas field in Block M, Banggai Basin
which is encompassing an area about 70 km2. Reservoir interval in the research area is
the top of Minahaki Formation which is deposited as reef form in Late Miocene.
Hydrocarbon trap in research area is structural trap as faulted anticline related to reef
carbonate grew at slope of Banggai-Sula microcontinent. The reservoir quality in this
study is mainly controlled by diagenesis.

The main purposes of this study are to determine the reservoir model and to
estimate the initial gas in place (IGIP) of those reservoir in Dota Field, especially in
Minahaki Formation. Data’s used in this study are wireline log from 8 wells, cutting
from 8 wells, core data from 1 well, side wall core from 1 well, and 3D seismic data.
Several methods have been used in order to achieve those main purposes, the first is
well data analysis including well correlation and petrophysical analysis. The second is
seismic data analysis to generate depth structure map. The third is reservoir modelling
which consist of 3D structural modelling, petrophysical property modelling, fluid
contact determination, and initial gas in place (IGIP) estimation.

The result of those applied methods is that there are reef carbonate stratigraphic
traps which are formed in Late Miocene associate with normal fault. Carbonate reservoir
of Minahaki Formation is described as reef build-up that has been exposed and has
secondary vuggy porosity. The estimation of initial gas in place (IGIP) in reservoir
interval is 659 BSCF.

Keywords: Banggai Basin, Minahaki Formation, carbonate reservoir, OGIP,


diagenesis.

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

SARI ...................................................................................................................... iii

ABSTRACT .......................................................................................................... iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ..................................................................... 1

1.3 Lokasi Penelitian ..............................................................................................2

1.4 Batasan Masalah ...............................................................................................2

1.5 Data dan Metodologi Penelitian ................................................................... 3

1.5.1 Data Penelitian ...................................................................................... 3

1.5.2 Metodologi Penelitian ........................................................................... 5

1.5.3 Tahap Penyusunan Laporan Tugas Akhir ..............................................6

1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................................ 6

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN ...........................................................8

2.1 Geologi Regional ......................................................................................... 8

2.1.1 Fisiografi Cekungan Banggai .................................................................... 8

2.1.2 Tatanan Tektonik Cekungan Banggai ........................................................ 9

v
2.1.3 Evolusi Tektonik Cekungan Banggai ........................................................ 12

2.1.4 Stratigrafi Regional Cekungan Banggai ................................................... 14

2.2 Geologi Daerah Penelitian ......................................................................... 17

2.2.1 Stratigrafi Daerah Penelitian ..................................................................... 17

2.2.2 Struktur Daerah Penelitian ........................................................................ 21

2.2.3 R e v i e w S i s t em P e t r ol e u m ................................................................ 27

2.2.4 S i nt e s i s Geologi Daerah Penelitian ........................................................ 29

BAB III PEMODELAN RESERVOIR DAN PERHITUNGAN

CADANGAN ........................................................................................................ 30

3.1 Pengolahan Data Sunur ................................................................................ 30

3.1.1 Korelasi Sumur ..........................................................................................30

3.1.2 Analisis Petrofisik ................................................................................. 34

3.2 Analisis Data Seismik .................................................................................. 43

3.2.1 Pembuatan Peta Struktur Kedalaman .................................................... 43

3.2.2 Analisis Fasies Pengendapan ................................................................ 45

3.3 Pemodelan Reservoir .................................................................................... 49

3.3.1 Pemodelan Struktur Tiga Dimensi ........................................................ 49

3.3.2 Pemodelan Petrofisika ........................................................................... 52

3.4 Estimasi Cadangan Hidrokarbon di Tempat (IGIP) ..................................... 60

BAB IV KESIMPULAN ........................................................................................ 67

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 68

LAMPIRAN .................................................................................................................................................... 69

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi Daerah Penelitian ............................................................ 2

Gambar 1.2 Peta Dasar Lapangan Dota .......................................................... 4

Gambar 1.3 Diagram Alir Penelitian .............................................................. 7

Gambar 2.1 Lokasi Cekungan Banggai (Livsey, dkk., 1992) ........................ 8

Gambar 2.2 Pola tumbukan mikrokontinen di Sulawesi Bagian Timur (Sompotan,


2012) ............................................................................................... 10

Gambar 2.3 Perkembangan tatanan tektonik mikrokontinen Banggai-Sula (Garrard,


dkk., 1988) ....................................................................................... 12

Gambar 2.4 Stratigrafi Cekungan Banggai (Pertamina-BPPKA, 1996) .............. 16

Gambar 2.5 Stratigrafi daerah penelitian berdasarkan data log sumur dan keratan bor
19

Gambar 2.6 Stratigrafi Lapangan Dota berdasarkan data seismik ....................... 20

Gambar 2.7 Peta struktur kedalaman puncak Formasi Minahaki ........................ 22

Gambar 2.8 Lintasan seismik Inline 1790 dengan interpretasi sesar dan batas
formasi…. ........................................................................................ 23

Gambar 2.9 Lintasan seismik Inline 1690 dengan interpretasi sesar dan batas
formasi…. ........................................................................................ 24

Gambar 2.10 Lintasan seismik Crossline 5070 dengan interpretasi sesar dan batas
formasi…. ........................................................................................ 25

Gambar 2.11 Lintasan seismik Crossline 5090 dengan interpretasi sesar dan batas
formasi…. ........................................................................................ 26

Gambar 2.12 Gambar Sistem Petroleum Cekungan Banggai (data internal perusahaan)
…. ..................................................................................................... 28

Gambar 3.1 Korelasi Sumur pada Lapangan Dota yang relatif berarah barat-
timur……. ........................................................................................ 32

vii
Gambar 3.2 Korelasi sumur pada Lapangan Dota yang relatif berarah utara-
selatan……. …………………………………………………. ........ 33

Gambar 3.3 Histogram nilai sinar gamma dalam penentuan GR maksimum dan
minimum .......................................................................................... 35

Gambar 3.4 Contoh hasil penentuan nilai Vcl dari log sinar gamma .................. 35

Gambar 3.5 Plot silang neutron dan densitas ....................................................... 38

Gambar 3.6 Hasil perhitungan nilai porositas yang dikalkulasi dari nilai log densitas
dan neutron (kurva kiri) dan dari log densitas (kurva kanan) serta
porositas berdasarkan data test (titik biru) pada sumur Dota-02 ..... 39

Gambar 3.7 Hasil perhitungan laboratorium nilai konstanta yang akan digunakan
dalam kalkulasi Sw .......................................................................... 40

Gambar 3.8 Hasil perhitungan nilai Sw pada sumur Dota-02 ............................. 41

Gambar 3.9 Penentuan nilai pancung Vcl............................................................ 41

Gambar 3.10 Penentuan nilai pancung porositas total. .......................................... 42

Gambar 3.11 Penentuan nilai pancung saturasi air berdasarkan Sw 50%. ............ 42

Gambar 3.12 Peta struktur kedalaman puncak Formasi Minahaki ........................ 44

Gambar 3.13 Gambar penampang seismik inline 1690 dengan data deskripsi keratin
bor... ................................................................................................. 46

Gambar 3.14 Gambar batuan inti pada sumur Dota-02 ......................................... 48

Gambar 3.15 Hasil interpretasi fasies pengendapan pada daerah penelitian ......... 49

Gambar 3.16 Hasil fault modelling sesar-sesar pada daerah penelitian................. 50

Gambar 3.17 Hasil skeleton framework dari pillar gridding pada daerah
penelitian……. ................................................................................. 51

Gambar 3.18 Horison hasil integrasi antara peta struktur kedalaman .................. 52

Gambar 3.19 Hasil layering dalam perhitungan tiga properti petrofisika. ............ 53

Gambar 3.20 Histogram dari ketiga properti petrofisik yang menunjukan kesesuaian
antara nilai log yang sudah ter-upscaled dan nilai log sebenarnya .. 54
viii
Gambar 3.21 Contoh hasil penentuan Major Direction dan Minor Direction pada
interval reservoir ............................................................................. 55

Gambar 3.22 Model densitas ................................................................................. 56

Gambar 3.23 Plot silang RHOB dan NPHI pada Reservoir Minahaki .................. 57

Gambar 3.24 Model Vcl pada Reservoir Minahaki………………...…………….58

Gambar 3.25 Model Porositas pada Reservoir Minahaki ..................................... 58

Gambar 3.26 Model Saturasi Air pada Reservoir Minahaki .................................. 59

Gambar 3.27 Model NTG pada Reservoir Minahaki............................................. 59

Gambar 3.28 Jenis kontak fluida GDT, WUT, dan GWC (Cosentino, 2001) ...... 61

Gambar 3.29 Penentuan GWC pada sumur Dota-01 ............................................. 62

Gambar 3.30 Penentuan GWC pada sumur Dota-02 ............................................ 62

Gambar 3.30 Penampang dan peta zona air-gas pada interval reservoir .............. 63

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Ketersediaan data log tali kawat pada delapan sumur ................... 5

Tabel 3.1 Kontak fluida pada reservoir minahaki ............................................ 64

Tabel 3.2 Hasil perhitungan IGIP pada interval reservoir ............................... 66

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Data Petrografi ............................................................................. 69

LAMPIRAN B Korelasi ....................................................................................... 71

LAMPIRAN C Hasil analisis petrofisik ............................................................... 73

LAMPIRAN D Peta hasil picking seismik. ........................................................... 78

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak dan gas bumi sebagai bahan utama untuk memenuhi kebutuhan energi
dunia, sampai saat ini belum bisa tergantikan oleh sumber energi lain, meskipun saat ini
telah ditemukan beberapa sumber energi baru, seperti panas bumi, nuklir, angin, dan
lain lain. Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi yang sangat dibutuhkan
dalam berbagai sisi kehidupan, mulai dari kebutuhan berskala rumah tangga
sampai kebutuhan kenegaraan bahkan dunia. Kebutuhkan terhadap minyak dan gas
bumi meningkat dengan cepat seiring dengan kemajuan industri dan teknologi. Hal ini
menyebabkan semakin intensifnya dorongan untuk memaksimalkan produksi minyak
dan gas bumi, baik dilakukan dengan mencari cadangan baru maupun dengan
melakukan kajian pengembangan terhadap lapangan-lapangan yang telah berproduksi.
Lapangan Dota yang terletak di Cekungan Banggai merupakan lapangan penghasil gas
di Indonesia yang termasuk pada tahap pengembangan lapangan. Oleh sebab itu
diperlukan upaya untuk mempertahankan bahkan meningkatkan produksi gas agar
kebutuhan gas tetap terpenuhi.

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat kelulusan


jenjang Sarjana Strata Satu (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan tujuan yang hendak
dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan analisis tatanan geologi Formasi MInahaki pada Lapangan Dota.

2. Membuat model statis dari Reservoir Minahaki pada Lapangan Dota.

3. Mengestimasi jumlah cadangan hidrokarbon di tempat (IGIP) yang terdapat pada


reservoir.

1
1.3 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di salah satu lapangan gas, yaitu Lapangan Dota, Blok M di
Cekungan Banggai (Gambar 1.1). Secara administratif Lapangan Dota terletak di
Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas area blok M 10.670 km2
dan luas lapangan Dota adalah ±70 km2.

Lapangan
Dota

Gambar 1.1. Lokasi daerah penelitian (Pertamina, 2011).

1.4 Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada interval reservoir batugamping di Lapangan


Dota, yaitu Reservoir Formasi Minahaki. Bagian atas interval penelitian dibatasi oleh
dasar Formasi POH, sedangkan bagian bawahnya dibatasi oleh puncak Formasi
Matindok.

Metode-metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi identifikasi jenis


litologi, korelasi antar sumur, pemetaan struktur kedalaman, pemodelan struktur,
2
analisis petrofisik, pemodelan properti reservoir, serta perhitungan cadangan
hidrokarbon di tempat (IGIP).

1.5 Data dan Metodologi Penelitian

1.5.1 Data Penelitian

Pada penelitian ini digunakan beberapa jenis data dalam melakukan


analisis tatanan geologi dan pemodelan reservoir yaitu berupa data log tali kawat, data
seismic, data keratan bor, batuan inti, dan batuan teras samping.

A. Data Log Tali Kawat

Data log tali kawat yang digunakan pada penelitian ini adalah data log dari
delapan sumur, yang meliputi data log sinar gamma, densitas, neutron, kaliper, sonic,
dan resistivitas (Tabel 1.1).

B. Data Seismik

Data seismik yang digunakan merupakan data seismik 3D yang mencakup data
seismik dengan luas 70 km2 (Gambar 1.2).

C. Data Keratan Bor, Batuan Inti, dan Batuan Teras Samping

Data ini terdiri dari deskripsi keratan bor dari delapan sumur serta data batuan
inti dan batuan teras samping dari satu sumur yaitu Dota-02 pada interval kedalaman
penelitian.

3
Oleh : Christian Perangin Angin

Gambar 1.2. Peta dasar Lapangan Dota

4
Tabel 1.1. Ketersediaan data log tali kawat pada delapan sumur

1.5.2 Metodologi Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pengolahan
data, dan tahap penulisan makalah

1.5.2.1 Tahap Pendahuluan

Pada tahap ini penulis melakukan studi literatur dan pengumpulan data. Tahap
ini dilakukan untuk memahami gambaran geologi daerah penelitian secara umum dan
melakukan tinjauan mengenai data yang tersedia dan data yang dibutuhkan. Literatur
yang dibaca merupakan hasil publikasi ilmiah yang menjelaskan tentang fisiografi
daerah penelitian, stratigrafi, dan tatanan geologi daerah penelitian.

1.5.2.2 Tahap Penelitian

Tahap ini meliputi pengolahan data sesuai dengan tujuan penelitian yang
kemudian dilanjutkan dengan analisis data hasil dari pengolahan data (Gambar 1.3).
Tahap ini meliputi:

5
 Pengolahan dan Analisis Data Sumur.

Tahap ini bertujuan untuk melakukan identifikasi jenis litologi, membuat korelasi
sumur, analisis petrofisika yaitu penentuan harga volume of clay, porositas, saturasi air
dengan menggunakan data log tali kawat, dan analisis keratan bor, batuan teras samping,
dan batuan inti.

 Pengolahan dan Analisis Data Seismik.

Tahap ini bertujuan untuk membuat peta struktur kedalaman dan untuk mengetahui
geometri reservoir.

 Pemodelan Reservoir.

Tahap ini bertujuan untuk menentukan model struktur 3 dimensi, model properti
petrofisika dan model NTG dari ketiga interval reservoir.

 Estimasi Cadangan Hidrokarbon di Tempat (IGIP).

Tahap ini meliputi penentuan kontak fluida pada interval reservoir, dan
mengestimasi jumlah cadangan hidrokarbon di tempat pada interval reservoir.

1.5.3 Tahap Penyusunan Laporan Tugas Akhir

Penyusunan laporan tugas akhir merupakan tahap terakhir dari penelitian. Tahap
pendahuluan, penelitian, dan penyusunan laporan tugas akhir dilakukan di bawah
bimbingan Bapak Dardji Noeradi.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penulisannya, tugas akhir ini dibagi menjadi lima bab dengan sistematika
sebagai berikut:

Bab I, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, maksud dan tujuan
penulisan, batasan masalah, lokasi penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.

6
Gambar 1.3. Diagram alir penelitian

Bab II, membahas tinjauan pustaka mengenai geologi regional Cekungan


Banggai, yang mencakup fisiografi regional, tatanan tektonik regional, evolusi tektonik
regional dan stratigrafi regional, serta geologi daerah penelitian Lapangan Dota.

Bab III, memberikan gambaran mengenai pengolahan data seperti yang


digambarkan pada diagram alir, penjelasan model reservoir yang didapatkan serta
rumus dan cara yang digunakan dalam perhitungan cadangan hidrokarbon di tempat
(IGIP) di Lapangan Dota, beserta hasil perhitungannya.

Bab IV, mengetengahkan kesimpulan dari penelitian ini.

7
BAB II

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang geologi regional dan
juga secara khusus geologi daerah penelitian.

2.1 Geologi Regional

2.1.1 Fisiografi Cekungan Banggai

Cekungan Banggai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang telah


terbukti menghasilkan hidrokarbon. Cekungan Banggai dibatasi oleh tinggian Peleng di
bagian Timur, tinggian Tolo di bagian Selatan, dan sesar Batui di bagian Barat dan Utara
(Gambar2.1). Fisiografi daerah ini dapat dibagi menjadi empat unit utama yaitu
pegunungan, perbukitan, karst dan daerah dataran pantai (Supandjono, dkk., 1986).

Cekungan Banggai

Gambar 2.1.Lokasi Cekungan Banggai (Livsey, dkk., 1992)

8
Menurut Garrad, dkk., 1988, fisiografi regional daerah penelitian dapat
diuraikan sebagai berikut:

Daerah pegunungan yang utama terletak di bagian tengah dan barat Taliabu
yang mencapai elevasi antara 700 meter dan 1735 meter.

Daerah dengan topografi perbukitan dengan elevasi 50 meter sampai 700


meter terletak di Pulau Taliabu, Mangole Barat, Banggai, Selue Besar dan beberapa
pulau-pulau kecil lainnya.

Daerah karst banyak dijumpai pada Pulau Peleng, bagian timur Banggai dan
beberapa pulau di sekitar Banggai. Topografi karst pada Pulau Peleng mencapai elevasi
lebih dari 1000 meter.

Daerah dataran yang luas banyak dijumpai di sepanjang pantai utara dari
Pulau Peleng, bagian selatan Banggai, bagian utara dan selatan Taliabu, dan bagian
timur Kano.

2.1.2 Tatanan Geologi Cekungan Banggai

Daerah penelitian secara regional merupakan pertemuan antara


Mikrokontinen Banggai-Sula yang ditafsirkan merupakan fragmen bagian utara Benua
Australia dengan bagian tenggara dari Eurasia. Hal ini didukung oleh beberapa fakta
yaitu kesamaan umur dan tipe batuan dasar, stratigrafi pada umur Mesozoikum, dan
kesamaan umur ketidakselarasan pada Mesozoikum yang menandai awal pemekaran
dari Gondwana bagian utara (Pigram dan Panggabean, 1984; dalam Garrard, dkk.,
1988).

Selama Jura, mikrokontinen Banggai-Sula memisahkan diri dan bergerak ke


arah barat menuju Lempeng Eurasia. Periode ekstensional ini dicirikan dengan sebuah
fase transgresi pada Zaman Jura dari daratan ke laut dangkal yang kemudian di atasnya
diendapkan serpih laut dalam. Proses sedimentasi passive margin terjadi pada Kapur
hingga Tersier selama pergerakannya ke arah barat (Garrard, dkk., 1988).

9
Gambar 2. 2 Pola Tumbukan Mikro Kontinen di kawasan Sulawesi
Gambar 2.2 Pola tumbukan mikrokontinen di Sulawesi Bagian
Bagian Timur
Timur (Sompotan, 2012).

10
Pada Cekungan Banggai dapat dikenali 3 (tiga) pola struktur utama di sekitar
daerah Tomori yang masing-masing dicirikan oleh tingkat deformasi dan tipe batuan
yang terlibat (Gambar 2.2).

A. Jalur Ofiolit

Batuan basa dan ultrabasa banyak dijumpai pada singkapan yang ditemui di daerah
ini, dan terdapat pada daerah kontak patahan dengan batuan sedimen Mesozoikum dan
batuan sedimen Tersier. Ofiolit ini mengajak dari arah barat di atas daerah imbrikasi
karbonat di bagian baratlaut, sepanjang Sesar Batui (Pertamina-BPPKA, 1996).

B. Zona Imbrikasi Karbonat

Zona ini didominasi oleh struktur-struktur sesar naik, termasuk di dalamnya adalah
batuan karbonat Miosen dan sedimen-sedimen yang sebelumnya pernah menutupi
pelataran Banggai-Sula. Selama proses tumbukan lempeng berlangsung, mereka
terpisah dan terdorong kembali dari arah barat ke arah pelataran. Daerah ini meluas dari
daerah Tomori bagian selatan, menerus ke arah timurlaut, ke bawah ofiolit, dan muncul
kembali sebagai singkapan di sebelah timur ofiolit agak ke utara. Di bagian utara
cekungan, karbonat Tersier yang dijumpai berumur Paleogen. Di bagian selatan,
karbonat ini tertutup oleh molasse Miosen Akhir-Pliosen yang sama-sama terdeformasi,
dan secara relatif dibatasi oleh suatu ketidakselarasan. Karena itu, batuan sedimen
molasse yang secara relatif tidak terdeformasi yang berumur Plio-Pleistosen, menutupi
ketidakselarasan ini dari arah selatan. Orientasi jalur sesar naik batuan karbonat ini
berubah dari arah baratlaut-tenggara di daerah Tomori, menjadi timurlaut-baratdaya di
daerah Tiaka (Pertamina-BPPKA, 1996).

C. Banggai-Sula Platform

Merupakan suatu platform yang relatif tak terdeformasi, yang meluas ke arah timur
dari bagian utara daerah Tomori, menunjam ke arah barat sepanjang daerah sesar naik
dari imbrikasi karbonat yang berumur Miosen dan jalur ofiolit. Di daerah ini didominasi
oleh pelataran karbonat Miosen dengan terumbu berumur Miosen Akhir yang tumbuh
secara setempat di daerah tinggian basement. (Pertamina-BPPKA, 1996).

11
2.1.3 Evolusi Tektonik Cekungan Banggai

Menurut Wahyudi dan Gunawan (2011; dalam Surono, 2013), evolusi tektonik
di daerah Cekungan Banggai dan sekitarnya dapat disederhanakan menjadi dua tahap,
yaitu tahap pra-Tersier dan tahap Tersier.

Gambar 2.3 Perkembangan tatanan tektonik mikrokontinen Banggai-Sula (Garrard,


dkk., 1988).

A. Evolusi Tektonik Pra-Tersier

Evolusi tektonik pra-Tersier dapat diamati di Mikrokontinen Banggai-Sula.


Menurut Simandjuntak (1986; dalam Surono, 2013), Mikrokontinen Banggai-Sula
bersama-sama dengan mikrokontinen benua lain di Indonesia bagian timur mempunyai
sedikitnya dua hiatus sejak Jura Awal. Hiatus pertama pada Jura Awal terjadi akibat
penurunan muka air laut. Tektonik divergen terjadi di batas utara Australia pada awal
Trias. Yang kedua, hiatus Kapur Awal, terjadi hanya di paparan (Banggai-Sula dan
Tukangbesi) yang berupa hiatus submarin. Hal ini berhubungan dengan tektonik

12
divergen, yaitu saat mikrokontinen tersebut saling terpisah dengan yang lain sepanjang
zona transcurrent. Sementara itu, Evolusi Tersier menurut Simandjuntak (1986; dalam
Surono, 2013) juga dibagi dua, yaitu hiatus Paleosen yang terjadi di Mikrokontinen
Banggai-Sula, Tukangbesi, Buton, dan Buru-Seram. Hiatus ini mengindikasikan
terjadinya pengangkatan (uplift) regional sampai terjadinya pergeseran transcurrent-
transform. Selama itu, terjadi muka laut turun yang diikuti oleh tererosinya paparan.
Dalam hal ini tidak tercatat adanya sedimen di dalam mikrokontinen. Hiatus pada
Miosen Tengah terjadi akibat proses tumbukan antara Mikrokontinen Banggai-Sula dan
komplek ofiolit di Sulawesi Timur yang diikuti oleh hadirnya endapan molasse
Sulawesi (Surono, 2013).

B. Evolusi Tektonik Tersier

Evolusi tektonik Tersier dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase pra tumbukan,
fase tumbukan awal, dan fase tumbukan akhir.

1. Fase pra tumbukan benua

Menurut Garrard dkk. (1988), pada Miosen Awal Mikrokontinen Banggai-Sula


masih bergerak ke baratdaya mendekati Sulawesi oleh gerakan mendatar Sesar Sorong.
Mikrokontinen ini terdiri atas batuan alas kerak benua yang ditutupi oleh batuan
sedimen Mesozoikum-Paleogen yang di dalamnya terdapat rift graben terawetkan
(Gambar 2.3). Mikrokontinen ini menyambung dengan kerak samudra di bagian
baratnya yang menunjam ke arah barat di bawah Sulawesi (Lempeng Asia) (Surono,
2013).

2. Fase tumbukan awal

Diperkirakan pada sekitar Miosen Akhir kepingan Benua Banggai-Sula mulai


berkolisi dengan Sulawesi di bagian timur, sehingga di Sulawesi Timur terjadi obduksi
batuan ofiolit dan terjadi imbrikasi pada batuan sedimen yang berasal dari paparan
benua, dengan batas sebelah barat adalah Sesar Batui (Surono, 2013).

13
3. Fase tumbukan akhir

Pada Pliosen Akhir, Cekungan Banggai telah terbentuk. Kemudian diikuti


pengendapan sedimen molasse di Cekungan Banggai serta cekungan di sebelah timur
Pulau Peleng (Surono, 2013).

2.1.4 Stratigrafi Regional Cekungan Banggai

Secara umum stratigrafi Cekungan Banggai terbagi menjadi dua periode waktu,
periode pertama berupa sikuen hasil pengangkatan/sobekan dari batas kontinen yang
terendapkan sebelum terjadinya tumbukan, sedangkan periode kedua adalah sikuen
pengendapan molasse di bagian daratan yang terjadi selama dan pasca tumbukan
(Gambar 2.4).

Batuan dasar Mikrokontinen Banggai-Sula, seperti yang dapat diamati di Pulau


Peleng dan beberapa sumur di Daerah Tomori, pada umumnya terdiri dari batuan sekis
yang diintrusi oleh batuan granit yang berumur Permian-Trias. Batuan yang berumur
Trias-Kapur juga dijumpai terendapkan secara tidak selaras diatas batuan dasar, yang
terdiri dari batugamping pelagik, batulempung, endapan turbidit, batulempung laut
dangkal, dan batupasir.

Sedimen Tersier dengan ketebalan yang diperkirakan dari hasil seismik setebal
14.000 ft terdapat di bagian tengah bagian lepas pantai cekungan, yang menipis ke arah
barat dan baratdaya. Di beberapa tempat di atas batuan dasar dijumpai batuan klastik
dan karbonat Paleogen yang tipis (berumur Eosen Akhir-Awal Oligosen), sedangkan
secara regional dijumpai batuan sedimen karbonat dan klastik Miosen yang tebal, dan
dikenal sebagai Kelompok Salodik. Kelompok Salodik ini dapat dibagi menjadi tiga
unit, yaitu Formasi Tomori (yang merupakan unit bagian bawah), Formasi Matindok
(unit sedimen klastik dan batubara), dan Formasi Minahaki (yang merupakan unit
bagian atas) (Pertamina-BPPKA, 1996).

A. Formasi Tomori

Formasi Tomori diendapkan secara tidak selaras diatas batuan dasar. Formasi ini
berumur Oligosen-Miosen Awal, didominasi oleh batugamping bioklastik, kadang-

14
kadang dijumpai dolomit dengan batulempung yang diendapkan pada kedalaman zona
sublitoral. Formasi Tomori terbukti sebagai batuan reservoar dan diperkirakan juga
berfungsi sebagai batuan induk.

B. Formasi Matindok

Formasi Matindok terletak secara selaras diatas Formasi Tomori. Batuan yang
menyusun Formasi Matindok berupa batulempung, batupasir dengan
sisipan batugamping dan batubara. Batulempung menempati bagian bawah
Formasi Matindok yang kontak dengan bagian atas batugamping Formasi Tomori.
Secara berangsur di bagian tengah Formasi ditemukan sisipan batugamping yang
semakin kearah atas semakin tebal. Zona kedalaman lingkungan pengendapan Formasi
Matindok adalah sublittoral – supralitoral dan merupakan sikuen regresi selama Kala
Miosen. Kandungan fosil nanoplangton menunjukan umur Formasi Matindok adalah
Miosen Tengah. Formasi Matindok berfungsi sebagai batuan penutup Formasi Tomori.

C. Formasi Minahaki

Formasi Minahaki menindih secara selaras Formasi Matindok dan diatasnya


diendapkan secara tidak selaras Formasi POH dan Celebes Molasse yang berumur
Pliosen-Pleistosen. Formasi Minahaki terdiri dari batugamping terumbu, batugamping
bioklastik, dan dolomit. Umur Formasi ini adalah Miosen Akhir. Di beberapa bagian
atas Formasi Minahaki ditafsirkan sebagai batugamping terumbu dan disebut sebagai
Anggota Mentawa. Batugamping terumbu Anggota Mentawa terletak di bagian atas
Formasi Minahaki dan tersusun oleh batugamping packstone sampai boundstone. Fosil
yang ditemukan pada batuan ini menunjukkan umur Miosen Akhir.

15
Anggota Mentawa

Formasi Minahaki

Formasi Matindok

Formasi Tomori

Gambar 2.4 Stratigrafi Cekungan Banggai (Pertamina-BPPKA, 1996).

16
2.2 Geologi Daerah Peneltian
2.2.1 Stratigrafi Daerah Penelitian

Lapangan Dota merupakan lapangan gas yang masuk dalam tahap pengembangan
awal dengan interval reservoir utama pada Formasi Minahaki. Berdasarkan data sumur
dan seismik, urutan stratigrafi pada Lapangan Dota dari tua ke muda adalah; batuan
dasar, Formasi Tomori, Formasi Matindok, Formasi Minahaki, Formasi POH, dan
Formasi Celebes (Gambar 2.5 dan Gambar 2.6). Berdasarkan data pemboran sumur
Dota-02, data log tali kawat, dan data seismik urutan stratigrafi dari tua ke muda adalah:

2.2.1.1 Batuan Dasar


Batuan dasar yang ditemukan pada kedalaman 2467-2480 MD (kedalaman terukur)
di sumur Dota-02 merupakan batuan beku granit berumur Trias, merupakan batuan
dasar dari Mikrokontinen Banggai-Sula.

2.2.1.2 Formasi Tomori

Formasi Tomori dijumpai pada kedalaman 2310 MD dengan tebal 157 meter,
diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar. Formasi ini berumur Miosen Awal
yang tersusun dari batugamping dengan sisipan batubara dan sisipan batupasir pada
bagian bawah yang diendapkan pada lingkungan neritik dalam-litoral.

2.2.1.3 Formasi Matindok

Formasi Matindok ditemukan pada kedalaman 2244 MD dengan tebal 66 meter,


diendapkan secara selaras di atas Formasi Tomori. Formasi ini berumur Miosen Tengah
dan tersusun oleh batulempung karbonatan sisipan batupasir, batugamping, dan
batubara yang diendapkan pada lingkungan neritik dalam-supralitoral.

2.2.1.4 Formasi Minahaki

Formasi Minahaki dijumpai pada kedalaman 1585,5 MD dengan tebal 658,5


meter, diendapkan secara selaras di atas Formasi Matindok. Formasi ini diendapkan
17
pada Miosen Akhir yang tersusun oleh batugamping bioklastik dan batugamping
terumbu dengan sisipan dolomit yang diendapkan pada lingkungan neritik dalam-litoral.

2.2.1.5 Formasi POH

Formasi POH dijumpai pada kedalaman 340 MD dengan tebal 1245,5 meter,
diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Minahaki. Formasi ini diendapkan pada
Pliosen yang tersusun oleh dominasi batulempung karbonatan dengan sisipan batupasir
karbonatan, serta sisipan tipis batugamping pada bagian bawah yang diendapkan pada
lingkungan neritik tengah-batial.

2.2.1.6 Formasi Celebes

Formasi Celebes ditemukan pada kedalaman 340 MD sampai ke permukaan,


diendapkan secara selaras di atas Formasi POH. Formasi ini berumur Pliosen-Pleistosen
yang terdiri dari batuan klastik kasar antara lain konglomerat dengan sisipan batupasir
dan batu lempung.

Berdasarkan karakter seismik pada penampang seismik (Gambar 2.6),


terlihat bahwa masing-masing formasi batuan pada daerah penelitian mempunyai
karakter seismik yang cukup berbeda-beda.

Pada batuan dasar mempunyai ciri refleksi seismik dengan karakter yang
acak (chaotic). Pada Formasi Tomori terlihat refleksi seismik yang tinggi dicirikan
dengan reflektor seismik yang kuat dengan karakter seismik yang berbukit-bukit
(mounded). Berlanjut ke formasi yang ada di atasnya yaitu Formasi Matindok
menunjukkan refleksi seismik yang tinggi dengan karakter subparalel. Diatas Formasi
Matindok diendapkan Formasi Minahaki yang mempunyai ciri reflektor seismik yang
kuat. Bentukan perkembangan karbonat (reef carbonate build-up) merupakan ciri utama
dari formasi ini.

18
LITOLOGI
FORMASI UMUR DESKRIPSI LITOLOGI

PLEISTOSEN
 Konglomerat, abu-abu kehijauan,
CELEBES
ukuran butir pasir sangat kasar-
kerakal, pemilahan sangat buruk,
menyudut, fragmen batuan mafik-
ultramafik, traces fragmen Koral,
porositas buruk.

 Batulempung karbonatan, abu-abu


-abu-abu kehijauan, lunak-firm,
subblocky-blocky, material karbon,
traces pirit, traces foram, gradasi
PLIOSEN

POH menjadi lanau, setempat terdapat


fragmen cangkang.

 Batupasir karbonatan, putih buram,


friable-keras, ukuran butir pasir
halus-pasir sedang, menyudut
tanggung-membundar tanggung,
pemilahan sedang, porositas buruk

 Batugamping, putih buram-krem,


keras, mudstone-wackestone,
setempat porositas mikro vuggy

 Batugamping, putih buram,


ANGGOTA wackestone, brittle-keras, porositas
MENTAWA baik, porositas mikro vuggy,
setempat chalky, berasosiasi
dengan koral, deskripsi secara
AKHIR

megaskopis merupakan rudstone


MINAHAKI dan boundstone.
MIOSEN

 Batugamping, putih buram,


mudstone – wackestone

 Batulempung karbonatan, abu-abu


TENGAH gelap, lunak-firm.
MATINDOK
 Batugamping, putih buram,
AWAL

TOMORI mudstone – wackestone

BATUAN DASAR TRIAS  Batuan beku granit

Gambar 2.5. Stratigrafi daerah penelitian berdasarkan data log sumur dan
keratan bor.
19
Gambar 2.6. Stratigrafi Lapangan Dota berdasarkan data seismik Inline 1690.

20
Pada kenampakan lintasan seismik terlihat adanya pola reflektor mounded
yang merupakan ciri dari onggokan endapan karbonat dengan tipe carbonate build-up.
Formasi POH merupakan formasi batuan yang berada di atas Formasi Minahaki yang
ditafsirkan mempunyai karakter seismik yang lemah dan mengalami onlap terhadap
Formasi Minahaki.

2.2.2 Struktur Daerah Penelitian

Hasil pemetaan struktur berdasarkan data seismik dapat dilihat pada


Gambar 2.7 sampai Gambar 2.11. Dari gambar tersebut terlihat bahwa struktur daerah
penelitian dicirikan oleh lipatan yang besar berarah umum utara-selatan yang
berasosiasi dengan sejumlah sesar normal yang berarah timurlaut-baratdaya.

Berdasarkan data seismik pada penampang berarah baratlaut-tenggara


(Gambar2.8 dan Gambar 2.9) terlihat bahwa struktur daerah penelitian terbentuk oleh
lipatan antiklin yang relatif landai dan berasosiasi dengan karbonat buildup yang
dicirikan oleh bentuk konikal.

Sementara pada penampang berarah timur laut-baratdaya yang relatif


mengikuti sumbu panjang lipatan (Gambar 2.10 dan Gambar 2.11) terlihat dengan
jelas bahwa daerah penelitian merupakan sebuah antiklin.

Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perangkap


hidrokarbon yang ada di daerah penelitian merupakan kombinasi antara lipatan dan
karbonat buildup.

21
1570
1612
1570
1598 1661 1590

1609

1690

Sesar normal
1570 Posisi kedalaman puncak Minahaki

DOTA-01 Nama sumur

Gambar 2.7. Peta struktur kedalaman puncak Formasi Minahaki

22
m

Puncak Formasi Minahaki


m Puncak Formasi Matindok
Sesar
Gambar 2.8. Lintasan seismik Inline 1790 dengan interpretasi sesar dan batas formasi.

23
Gambar 2.9. Lintasan seismik Inline 1690 dengan interpretasi sesar dan batas formasi.

24
m

Gambar 2.10. Lintasan seismik Crossline 5070 dengan interpretasi sesar dan batas formasi.

25
Gambar 2.11. Lintasan seismik Crossline 5090 dengan interpretasi sesar dan batas formasi.

26
2.2.3 Review Sistem Petroleum
Pada bagian ini akan dibahas mengenai sistem petroleum pada daerah
penelitian yang mencakup generative subsystem (batuan induk), migration subsystem,
dan pemerangkapan.

2.2.3.1 Batuan Induk

Batuan induk di daerah ini adalah serpih dan batubara Formasi Matindok
dan batuan karbonat (mudstone) Formasi Tomori dengan kitchen area di daerah sekitar
Sesar Batui. Batuan induk tersebut dipercaya telah mampu menggenerasikan
hidrokarbon untuk kawasan ini secara komersial.

Analisa geokimia terhadap perconto serbuk bor pada sumur Dota-02 adalah
sebagai berikut :

 Serpih abu-abu Formasi POH mempunyai kandungan material organik sedang (0.71%-
0.89% TOC). Berdasarkan rock-eval pyrolisis, potensi untuk menggenerasikan
hidrokarbon rendah (0.61-1 mgHC/gram). Hidrokarbon Index (83-144) menunjukkan
karakter batuan induk penghasil gas.

 Batugamping Formasi Minahaki dan Tomori tidak berpotensi menggenerasikan


hidrokarbon karena mempunyai kandungan organik sangat jelek (0.05% - 0.19% TOC).

 Serpih Formasi Matindok (2260-2320 mbrt) mempunyai kandungan karbon sangat


bagus TOC 0,61%-2,50%, hasil pyrolisis menunjukkan potensi sumber hidrokarbon
buruk sampai sedang. Hidrogen Index 145-239 menunjukkan karakter minyak dan gas.
Serpih pada kedalaman 2260-2290 mbrt teridentifikasi sebagai prospective oil and gas
prone.

2.2.3.2 Migrasi dan Pemerangkapan

Perangkap struktural pada daerah penelitian berupa batugamping terumbu yang


tumbuh pada tinggian berupa antiklin yang berasosisasi dengan sesar normal. Objektif
utama adalah Formasi Minahaki yang berkembang sebagai batugamping terumbu.

Batuan reservoir yang telah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Sumur Dota-


02 adalah batugamping terumbu Formasi Minahaki yang berumur Miosen Akhir. Dari
hasil perhitungan laboratorium batuan tersebut memiliki porositas 25-40% dan
27
permeabilitas horizontal 3-451mD. Hasil perhitungan petrofisika memperlihatkan
bahwa batuan karbonat Formasi Minahaki mempunyai porositas yang cukup bagus,
berkisar antara 14% sampai 32%.

Migrasi hidrokarbon dan pemerangkapan diperkirakan terjadi secara bersamaan


dengan proses terbentuknya hidrokarbon pada Miosen Akhir sampai sekarang dengan
puncaknya pada Kala Plio-Pleistosen yaitu saat pembentukan hidrokarbon yang dipicu
oleh terjadinya tumbukan antara mikrokontinen Australia dengan lempeng Samudra
Banda. Migrasi diperkirakan terjadi secara lateral dari kitchen area di Sesar Batui,
sebelah baratlaut dari Struktur pada Lapangan Dota.

Gambar 2.12 Gambar Sistem Petroleum Cekungan Banggai (data internal


perusahaan).

28
2.2.4 Sintesis Geologi Daerah Penelitian

Berdasarkan uraian pada geologi regional dan geologi daerah penelitian, maka
dapat disintesakan geologi daerah penelitian. Daerah penelitian merupakan bagian dari
Cekungan Banggai.

Cekungan Banggai yang berevolusi dari passive margin pada Mesozoikum


sampai Miosen, kemudian berubah menjadi cekungan foreland yang berasosiasi dengan
sistem kolisi Banggai-Sula sejak Miosen Akhir.

Pada Mesozoikum-Miosen, mikrokontinen Banggai-Sula bergerak ke arah barat


berkonvergensi dengan Lempeng Eurasia. Selama fase ini terendapkan batuan yang
masuk ke dalam Kelompok Salodik yang terdiri dari Formasi Tomori, Formasi
Matindok, dan Formasi Minahaki. Formasi Tomori berumur Miosen Awal dan
terendapkan diatas batuan dasar secara tidak selaras pada lingkungan neritik dalam-
litoral. Litologi pada Formasi ini terdiri dari batugamping dengan sisipan batubara dan
batupasir. Diatas Formasi Tomori diendapkan secara selaras Formasi Matindok yang
berumur Miosen Tengah. Formasi Matindok diendapkan pada lingkungan neritik
dalam-supralitoral dengan litologi serpih dengan sisipan batubara, batugamping, dan
batupasir. Batugamping Formasi Minahaki diendapkan secara selaras di atas Formasi
Matindok pada lingkungan neritik dalam-litoral. Litologi Formasi Minahaki terdiri dari
batugamping bioklastik dan terumbu. Penyebaran fasies terumbu pada Formasi
Minahaki yaitu Anggota Mentawa dikontrol oleh tinggian yang relatif berarah
timurlaut-baratdaya yang diperkirakan terbentuk akibat fase tektonik soft collision. Fase
tektonik tumbukan (soft collision) antara mikrokontinen Banggai-Sula dengan Sulawesi
terjadi pada Miosen Akhir yang mengakibatkan terbentuknya struktur antiklin di daerah
penelitian.

Pada Miosen Akhir terjadi penurunan muka air laut yang menyebabkan endapan
karbonat tersingkap dan membentuk porositas sekunder berupa vugular. Fase tektonik
tumbukan antara Mikrokontinen Banggai-Sula dengan Sulawesi mencapai puncaknya
(hard collision) pada Pliosen-Resen. Selama fase hard collision ini terendapkan secara
tidak selaras Formasi POH dan Formasi Celebes Molasse diatas Formasi Minahaki.
Struktur di daerah penelitian berupa sesar normal yang berarah timurlaut-baratdaya
diinterpretasikan terbentuk akibat adanya sagging yang terjadi karena pembebanan sedimen
di atasnya.

29
BAB III

PEMODELAN RESERVOIR DAN PERHITUNGAN CADANGAN

Penelitian dilakukan pada Lapangan Dota yang merupakan lapangan gas yang
telah masuk pada tahap pengembangan lapangan. Pada lapangan ini, fokus penelitian
adalah Formasi Minahaki yang merupakan interval reservoir. Pemodelan reservoir
bertujuan untuk mendapatkan persebaran nilai properti petrofisik batuan yang akan
digunakan dalam melakukan kalkulasi nilai cadangan hidrokarbon.

Berdasarakan data seismik dan data sumur, Formasi Minahaki berada pada
kedalaman sekitar 1600 meter di bawah muka laut. Formasi ini memiliki umur Miosen
Tengah – Miosen Akhir, berdasarkan analisis biostratigrafi diketahui bahwa
batugamping Formasi Minahaki diendapkan pada laut dangkal yaitu neritik dalam.

Studi yang dilakukan pada penelitian ini adalah pemodelan reservoir dan
estimasi cadangan hidrokarbon pada interval reservoir yang meliputi studi geologi yaitu
korelasi sumur, analisis keratan bor, analisis batuan inti, analisis batuan teras samping,
analisis petrofisika, dan analisis data seismik (penentuan peta struktur kedalaman dan
analisis geometri reservoir).

3.1 Pengolahan Data Sumur

Analisis data sumur dilakukan untuk membuat korelasi sumur dari delapan
sumur menggunakan data marked log dan pemerian litologi serta untuk melakukan
analisis petrofisika untuk menentukan tiga properti petrofisika yaitu volume of clay,
porositas, dan saturasi air dari delapan sumur.

3.1.1 Korelasi Sumur

Korelasi sumur dilakukan untuk menentukan kemenerusan atau kontinuitas dari


lapisan reservoir. Korelasi sumur dilakukan pada Formasi Minahaki yang dibatasi oleh
dasar Formasi POH pada bagian atas dan puncak Formasi Matindok pada bagian bawah.
Marker-marker yang membatasi formasi tersebut didapatkan dari data marked log pada
sumur kemudian dikorelasikan ke sumur-sumur lainnya. Pada interval Formasi Minahaki
juga didapatkan shale break yaitu horizon A yang digunakan untuk menghubungkan
30
lapisan batuan yang memilki kesamaan waktu. Korelasi pada seluruh sumur dapat dilihat
pada Lampiran B.

Shale break pada endapan karbonat merupakan lapisan kunci yang dapat
digunakan untuk korelasi. Keterdapatan shale break yang tipis pada endapan karbonat
umumnya dipengaruhi oleh kenaikan muka air laut saat sedimentasi. Ketika kecepatan
kenaikan muka air laut lebih cepat daripada kecepatan pertumbuhan karbonat dan
pertumbuhan karbonat tidak mampu lagi mengejar kenaikan muka air laut tersebut,
maka batuan karbonat akan tenggelam dan mati. Gejala tersebut menyebakan
terendapkannya serpih diatas endapan karbonat.

Shale break tersebut dapat dikenali dari kenaikan nilai log sinar gamma secara tiba-
tiba serta nilai PEF (photoelectric factor) yang rendah. Kenaikan log sinar gamma
diakibatkan karena adanya lapisan serpih pada interval batuan karbonat. PEF adalah log
yang dapat digunakan untuk menentukan jenis mineral. Kalsit memiliki nilai PEF yang
tinggi (5.09 atau lebih) sedangkan mineral lempung memiliki nilai PEF yang rendah
(sekitar 3 sampai 4.77) (Crain, 1976). Hasil korelasi sumur dapat dilihat pada Gambar
3.1 dan Gambar 3.2.

31
PUNCAK
MINAHAKI

Horison A

PUNCAK
MATINDOK

PUNCAK
TOMORI

PUNCAK
BATUAN
DASAR

Gambar 3.1 Korelasi Sumur pada Lapangan Dota yang relatif berarah barat-timur
32
PUNCAK
MINAHAKI

Horison A

PUNCAK
MATINDOK

PUNCAK
TOMORI

PUNCAK
BATUAN
DASAR
Gambar 3.2. Korelasi sumur pada Lapangan Dota yang relatif berarah utara-selatan

33
3.1.2. Analisis Petrofisik

Analisis petrofisik dilakukan dengan menggunakan data log tali kawat untuk
mendapatkan properti petrofisika yang diinginkan. Pada penelitian ini properti
pertofisika yang akan ditentukan ada 3 yaitu volume of clay (Vcl), porositas, dan saturasi
air (Sw). Seluruh hasil analisi petrofisik dapat dilihat pada Lampiran C.

3.1.2.1 Perhitungan Volume of Clay (Vcl)

Volume of clay merupakan volume dari clay dalam suatu volume batuan tertentu
yang ditunjukan dalam bentuk fraksi desimal atau presentase. Nilai tersebut didapatkan
dengan asumsi bahwa semakin tinggi kandungan clay dalam batuan, semakin tinggi juga
unsur radioaktif yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu salah satu metode
perhitungan Vcl adalah dengan memanfaatkan data log sinar gamma dengan
menggunakan persamaan:

Volume of Clay (%)

Dengan:

 GR value (log); merupakan nilai GR yang dibaca dari log,


 GR(min); nilai GR paling kecil pada suatu interval dengan anggapan bahwa nilai GR
tersebut mewakili clean interval (Vcl=0%), dan
 GR(max); nilai GR paling besar dengan anggapan bahwa nilai GR tersebut mewakili clay
(Vcl=100%).

Untuk keperluan penelitian maka dibuat statistik log Vcl. Berdasarkan


histogram nilai sinar gamma dari seluruh sumur pada interval Formasi Minahaki,
didapatkan nilai sinar gamma maksimum sebesar 58.99 API dan nilai sinar gamma
minimum sebesar 28.15 API (Gambar 3.3). Nilai Vcl yang didapat nantinya akan
digunakan untuk penentuan zona reservoir dan non-reservoir, berikut merupakan contoh
log Vcl dengan log GR (Gambar 3.4).

34
Gambar 3.3. Histogram nilai sinar gamma dalam penentuan GR maksimum dan
minimum

Gambar 3.4. Contoh hasil penentuan nilai Vcl dari log sinar gamma
35
3.1.2.2. Perhitungan Porositas

Analisis petrofisika dalam menentukan nilai porositas dapat dilakukan dengan


menggunakan data log neutron-densitas dan log densitas. Pada penelitian ini, akan
dilakukan kedua metode tersebut dan nilai porositas yang didapatkan nantinya
divalidasi oleh data porositas hasil analisis batuan inti sehingga akan dipilih hasil
perhitungan porositas yang paling cocok dengan nilai validasinya dari hasil analisis
laboratorium (Gambar 3.6).

Perhitungan porositas dengan menggunakan log densitas nantinya akan


menghasilkan dua jenis porositas yaitu adalah porositas total dan porositas efektif.
Porositas total merupakan rasio antara volume total pori-pori dengan volume batuan,
sedangkan porositas efektif merupakan porositas yang terhubungkan. Perhitungan
porositas total menggunakan hubungan seperti yang tertera dibawah ini.

∅𝒅𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔(𝐏𝐇𝐈𝐓) = (𝝆𝒎𝒂𝒕𝒓𝒊𝒌𝒔 − 𝝆𝒍𝒐𝒈)/(𝝆𝒎𝒂𝒕𝒓𝒊𝒌𝒔 − 𝝆𝒇𝒍𝒖𝒊𝒅𝒂)

Dengan; (Crain, 1976)

 ∅densitas; porositas total (dari perhitungan densitas)


 ρmatriks; densitas matriks (batupasir=2.65 gr/cm3)
 ρlog; densitas bacaan dari log
 ρfluida; densitas bacaan dari fluida (air asin= 1.1 gr/cm3)

Nilai porositas total (Phit) ini nantinya akan digunakan untuk menentukan nilai
porositas efektif (Phie) dengan menggunakan persamaan berikut:

Cl Cl

Cl Cl

(Crain, 1976)

36
Keterangan:

 PhieDN; Porositas efektif (dari perhitungan densitas dan neutron),

 PhieD; Porositas efektif dari densitas,

 PhieN; Porositas efektif dari neutron,

 Vcl; Volume of clay,

 PhitCl; Porositas total clay.

Dalam persamaan diatas volume of clay dikalikan dengan porositas total clay
didefinisikan sebagai clay bound water.

Penentuan nilai porositas total clay (PHIT_CL) didapat dengan menggunakan


persamaan seperti yang tertera dibawah ini.

𝑷𝑯𝑰𝑻_𝑪𝑳 = ( 𝑹𝑯𝑶_𝑫𝑪𝑳 − 𝑹𝑯𝑶_𝑪𝑳) / ( 𝑹𝑯𝑶_𝑫𝑪𝑳 − 𝑹𝑯𝑶_𝑾 ).

(Crain, 1976)

Dengan:

 PHIT_CL; porositas total clay


 RHO_DCL; Densitas dry clay (ρm= 2.71 g/cm3)
 RHO_CL; Densitas wet clay
 RHO_W; Densitas air (ρair= 1 gr/cm3)

Densitas dry clay atau densitas wet clay seharusnya didapatkan dari plot silang
antara log neutron dan log densitas dengan nilai densitas wet clay merupakan titik
dimana nilai densitas menunjukan nilai yang rendah dan nilai neutron menunjukan nilai
yang tinggi (Gambar 3.5).

37
• Fluida
RHOB = 1
NPHI = 1

• Matriks
RHOB = 2,71
NPHI = 0

• Clay (Wet clay)


RHOB = 2.5969
NPHI = 0.2159

• Dry Clay
RHOB = 2.71
NPHI = 0.153

Gambar 3.5 Plot silang neutron dan densitas

38
Gambar 3.6 Hasil perhitungan nilai porositas yang dikalkulasi dari nilai log densitas
dan neutron (kurva kiri) dan dari log densitas (kurva kanan) serta porositas
berdasarkan data laboratorium (titik biru) pada sumur Dota-02.

3.1.2.3. Perhitungan Saturasi Air (Sw)

Untuk menentukan nilai saturasi air dilakukan dengan metode Archie yang
nantinya akan dijelaskan di tahapan berikutnya.

Terdapat berbagai macam metode dalam penentuan nilai Rw (resistivitas air


formasi) yang akan digunakan dalam perhitungan nilai saturasi air, diantaranya adalah
metode rasio, metode Rwa, metode self-potential (SP), metode pickett plot, dan metode

39
formation water test. Berdasarkan ketersediaan data, maka metode yang digunakan
untuk penentuan Rw pada penelitian ini adalah metode pickett plot.

Dalam penentuan nilai Sw diperlukan nilai parameter a (faktor tortuositas), m


(eksponen sementasi), n (eksponen saturasi) dan Rw. Pada daerah penelitian telah
dilakukan analisi laboratorium untuk menentukan konstanta tersebut (Gambar 3.7).

Nilai saturasi air (Sw) dapat dihitung dengan berbagai macam metode, seperti
Metode Archie, Metode Simandoux, Metode Modifikasi Simandoux, Metode Qv
Calculation, Metode Waxman-Smith, dll. Pada penelitian ini perhitungan nilai saturasi
air dilakukan dengan menggunakan Metode Archie. Metode Archie dapat digunakan
untuk menentuk nilai saturasi air pada batuan yang relatif bebas dari kandungan
lempung (clean interval). Litologi Formasi Minahaki merupakan batugamping yang
kandungan lempungnya relatif kecil, sehingga metode penentuan nilai saturasi air yang
tepat untuk daerah/zona tersebut adalah metode Archie. Persamaan yang digunakan
dalam Metode Archie adalah sebagai berikut:

Konstanta

Gambar 3.7 Hasil perhitungan laboratorium nilai konstanta yang akan


digunakan dalam kalkulasi Sw.

40
Gambar 3.8. Contoh hasil perhitungan nilai Sw pada sumur Dota-02.

3.1.2.4. Analisis Nilai Pancung

Analisis nilai harga pancung Vcl adalah 0.4 yang didapatkan dari plot silang
antara nilai Vcl dengan nilai porositas total (Gambar 3.9).

Gambar 3.9 Penentuan nilai pancung Vcl.

41
Analisis nilai harga pancung porositas adalah 0.04 yang didapatkan dari plot
silang antara nilai permeabilitas dengan nilai porositas total (Gambar 3.10).
Diasumsikan bahwa gas dapat mengalir melalui reservoir dengan nilai permeabilitas
minimal 0.1 md.

Porositas vs Permeabilitas
1000

R² = 0.9602
100

10
K(mD)

1
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

0.1

Ø = 0.04 pada
0.01
Porositas K = 0.1 mD
Gambar 3.10 Penentuan nilai pancung porositas total.

Analisis nilai harga pancung saturasi air adalah 0.5 yang didapatkan dari literatur
(Gambar 3.11).

Gambar 3.11. Penentuan nilai pancung saturasi air berdasarkan Sw 50%

(data internal perusahaan).


42
3.2. Analisis Data Seismik

Analisis data seismik dilakukan untuk membuat peta struktur kedalaman dan
analisis geometri reservoir. Kedua produk ini akan menjadi komponen dalam
pemodelan reservoir dan estimasi cadangan hidrokarbon di tempat. Analisis data
seismik dilakukan pada data seismik 3D yang terdiri dari data inline dan crossline
(Lampiran D).

3.2.1. Pembuatan Peta Struktur Kedalaman

Peta struktur kedalaman digunakan untuk pemodelan struktur tiga dimensi dalam
pemodelan reservoir dan untuk analisis geometri reservoir. Pada peneletian ini, akan
dibuat dua peta struktur kedalaman puncak Formasi Minahaki dan dasar Formasi
Minahaki. Dalam pembuatan peta struktur kedalaman terdapat beberapa tahapan yang
dilalui yaitu sebagai berikut.

3.2.1.1. Pengikatan Data Sumur ke Seismik

Tahapan yang pertama yang dilakukan adalah pengikatan data sumur ke seismik.
Tujuannya adalah untuk menentukan letak marker-marker pada seismik dari data yang
sebelumnya telah ditentukan pada log. Seismik yang dipakai pada penelitian ini adalah
seismic yang memiliki domain depth berupa satuan meter, sehingga untuk mengikat
marker tersebut pada seismic dapat dilakukan dengan mengkonversikan kedalaman
marker tersebut dari measure depth menjadi vertical depth sub sea dengan
menggunakan data nilai kelly bushing.

3.2.1.2 Interpretasi Sesar dan Horison

Setelah diketahui horison-horison seismik maka tahapan selanjutnya yang dilakukan


adalah interpretasi sesar dan horison. Intepretasi sesar dilakukan terlebih dahulu karena
dapat mengontrol kemenerusan suatu horison, lalu dilanjutkan dengan interpretasi
horison (Gambar 2.8 - Gambar2.11). Sesar-sesar yang terdapat pada daerah penelitian
diantaranya adalah sesar normal.

43
Setelah selesai dalam penafsiran sesar dan horison, maka akan dihasilkan peta
struktur kedalaman yang nantinya akan digunakan untuk pembuatan model struktur tiga
dimensi pada interval reservoir.

Pada pengolahan data seisimik dihasilkan peta struktur kedalaman disertai dengan
sesar-sesar yang juga sudah memiliki domain kedalaman. Berdasarkan hasil tersebut
didapatkan:

Gambar 3.12. Peta struktur kedalaman puncak Formasi Minahaki dengan interpretasi
sesar dan horison.

44
a. Batugamping yang relatif memanjang dengan orientasi timurlaut-baratdaya yang
merupakan bagian dari puncak Formasi Minahaki berumur Miosen Akhir (Gambar
3.12).

b. Sesar normal sebanyak delapan yang berorientasi timurlaut-baratdaya. Sesar normal


ini memotong Formasi Minahaki, Matindok, Tomori, dan batuan dasar (Gambar 3.12).

3.2.2. Analisis Fasies Pengendapan

Analisis fasies pengendapan dilakukan untuk mengetahui distribusi fasies dari


interval reservoir. Analisis ini merupakan tahap yang penting dalam pemodelan
reservoir karena akan mempengaruhi persebaran properti pada reservoir. Analisis fasies
pengendapan di daerah penelitian ditentukan berdasarkan data seismik berupa peta
ketebalan dan analisis pola reflektor seismik serta data sumur berupa keratan bor dan
deskripsi batuan inti.

Peta ketebalan pada Gambar 3.15 dibuat pada zona yang dibatasi oleh puncak
Formasi Minahaki dan Formasi Matindok. Pada peta terlihat dua daerah yang lebih tebal
dari daerah sekitarnya dengan orientasi relatif timurlaut-baratdaya. Dua daerah ini
diinterpretasikan sebagai tubuh batugamping terumbu (reefal build-up).

Untuk mendukung interpretasi fasies pengendapan pada daerah penelitian maka


dilakukan juga analisis reflektor seismik dan batuan inti.

Berdasarkan pemerian batuan inti secara megaskopis pada interval reservoir


pada sumur Dota-02 (Gambar 3.14), diperoleh dua fasies batuan yaitu:

1. Fasies 1: coral boundstone (kedalaman 1613,25-1611,50m; 1607,40-1602,80m


dan 1597,65-1596,00m).

2. Fasies 2 : coral rudstone (kedalaman 1611,50-1607,40m dan 1602,80-1597,65m).

45
Gambar 3.13. Gambar penampang seismik Inline 1690 dengan data deskripsi keratan bor

46
Fasies coral bounstone berwarna krem-putih, agak rapuh sampai agak keras,
sedikit chalky. Batas antara batuan di atas dan di bawahnya merupakan batas yang tidak
tegas. Komposisi utama berupa koral dengan sedikit ganggang, pecahan cangkang
moluska, foram besar dan sedikit sekali material karbon. Tekstur pengendapannya
merupakan tekstur tumbuh dari koral.

Fasies coral rudstone: Batas antar fasies merupakan batas yang tidak tegas.
Berwarna krem-putih, agak rapuh-keras, sedikit chalky. Butiran utama terdiri dari
kerangka koral dengan sedikit ganggang, pecahan cangkang moluska dan foram besar
dan di beberapa tempat terdapat material karbon yang melingkupi butiran (kedalaman
1608,05m dan 1608,75 1608,85m). Tekstur batuan dari fasies ini adalah butiran yang
saling menyangga.

Tipe porositas utama yang terdapat pada reservoir Formasi Minahaki bersifat
vugular yang terbentuk akibat proses diagenesis pada zona vadose. Proses diagenesis
ini menyebabkan batugamping terlarut dan membentuk porositas-porositas gerowong
pada reservoir (Lampiran A).

Karakter reflektor seismik dapat mencirikan fasies pengendapan, litologi,


mengenali geometri terumbu (reef), dan pola pertumbuhan terumbu (reef) yang
berkorelasi dengan muka air laut. Karakter reflektor pada penampang seismik (Gambar
3.13) memperlihatkan bentuk bukit (mounded) yang mengindikasikan fasies
pengendapan batugamping reefal build-up.

47
Boundstone Rudstone

a. Koral
yang a. Pecahan
relatif koral
utuh b. Porositas
vugular
b. Porositas
vugular

Interval 1596,90-1596,60m Interval 1599,95-1599,65m

Gambar 3.14 Gambar batuan inti pada sumur Dota-02.

48
Gambar 3.15 Hasil interpretasi fasies pengendapan pada daerah penelitian.

3.3 Pemodelan Reservoir

Untuk mengestimasi cadangan hidrokarbon di tempat (IGIP) dari interval


reservoir yang sebelumnya sudah dianalisis diperlukan model dari interval reservoir
tersebut. Pemodelan reservoir meliputi pemodelan struktur tiga dimensi dan pemodelan
properti petrofisik dari interval reservoir.

3.3.1 Pemodelan Struktur Tiga Dimensi

Kejaran utama dari tahapan ini adalah memodelkan sesar-sesar dan horison
yang sebelumnya sudah diinterpretasi pada penampang seismik yang nantinya akan

49
diintegrasikan dengan interval reservoir yang menjadi fokus penelitian (Reservoir
Formasi Minahaki). Pemodelan struktur tiga dimensi meliputi beberapa tahapan
diantaranya adalah fault modelling, pillar gridding, pembuatan horison, dan layering.

3.3.1.1. Fault Modelling

Fault modelling merupakan pemodelan dari sesar-sesar yang sebelumnya sudah


ditentukan dalam penampang seismik. Dalam tahap ini sesar-sesar tersusun atas pillar-
pillar yang membentuk bentukan tiga dimensi (Gambar 3.16). Sesar-sesar yang sudah
dimodelkan dalam bentuk pillar-pillar nantinya akan dibatasi oleh horison puncak dan
dasar dari reservoir-reservoir yang menjadi fokus penelitian. Setelah sesar-sesar
dikonversi ke bentuk tiga dimensi maka tahap selanjutnya adalah pillar gridding.

Gambar 3.16 Hasil fault modelling sesar-sesar pada daerah penelitian.

N
50
3.3.1.2. Pillar Gridding

Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah pillar gridding yang merupakan proses
pengonversian sesar-sesar yang sebelumnya telah dimodelkan kedalam 3D grid dan
membatasi area cakupan daerah penelitian dengan membuat boundary.

Keluaran dari tahapan ini adalah berupa skeleton framework (Gambar 3.17) yang
merupakan batasan dari zona yang dipengaruhi atau dipotong oleh sesar-sesar yang ada.
Ketika zona reservoir terdapat didalam skeleton framework tersebut maka reservoir
tersebut akan dipengaruhi atau dipotong oleh sesar.

Gambar 3.17 Hasil skeleton framework dari pillar gridding pada daerah penelitian.

3.3.1.3. Pembuatan Horison

Pada tahapan ini, peta struktur kedalaman yang sebelumnya telah ditentukan dan
sesar-sesar yang sudah dalam bentuk tiga dimensi diintegrasikan keduanya dalam

51
(m)
proses pembuatan horison. Keluaran dari tahapan ini adalah bentuk tiga dimensi dari
peta struktur kedalaman yang sudah dipengaruhi oleh sesar-sesar (Gambar 3.18).

Gambar 3.18 Horison hasil integrasi antara peta struktur kedalaman

3.3.2. Pemodelan Petrofisika

Setelah melakukan tahap pemodelan struktur 3D tahap selanjutnya adalah


pemodelan petrofisika. Tahapan ini bertujuan untuk memodelkan properti petrofisika
yang sebelumnya telah ditentukan pada analisis petrofisika. Terdapat tiga properti yang
dimodelkan yaitu volume of clay (Vcl), porositas efektif, dan saturasi air (Sw).
Pemodelan petrofisik ini melalui beberapa tahapan yaitu layering, upscaling log, dan
penentuan variogram.

52
3.3.2.1. Layering

Layering merupakan suatu proses untuk menentukan jumlah kotak grid pada
suatu area yang sangat tergantung pada ketebalan suatu zona reservoir. Semakin tebal
suatu zona maka semakin banyak layer yang harus dibuat agar nilai yang didapat akan
merepresentasikan nilai pada log sebenarnya (Gambar 3.19).

Vclay Vclay

Gambar 3.19. Contoh hasil layering dalam perhitungan tiga properti petrofisika

53
3.3.2.2. Upscaling Log

Upscaling log merupakan suatu proses untuk menentukan nilai pada setiap
kotak grid yang tersedia. Nilai yang dimasukkan berupa nilai yang dirata-ratakan dalam
setiap layer yang dibuat. Validasi dari hasil upscaling log ini dapat dilihat pada
histogram ketiga properti (Gambar 3.20) yang menunjukkan perbandingan antara nilai
yang suda ter upscaled (hijau) dengan nilai log sebenarnya (merah).

Upscalled Well log Upscalled Well log Upscalled Well log

Gambar 3.20 Histogram dari ketiga properti petrofisik yang menunjukan kesesuaian
antara nilai log yang sudah ter-upscaled (hijau) dan nilai log sebenarnya (merah)

3.3.2.3. Penentuan Variogram

Langkah selanjutnya adalah penentuan variogram dari ketiga properti petrofisik.


Penggunaan variogram didasari oleh konsep bahwa distribusi persebaran properti
petrofisik dikontrol oleh trend batugamping terumbu maka dari itu penentuan variogram
menjadi sangat penting dalam pemodelan petrofisik. Terdapat dua aspek penting dalam
penentuan variogram yaitu penentuan major direction dan penentuan minor direction
(Gambar 3.21). Major direction ditentukan sebelumnya dalam analisis geometri
reservoir yang ditentukan bahwa arah penyebaran fasies dari interval reservoir adalah
timurlaut-baratdaya. Minor direction merupakan arah yang tegak lurus dengan major
direction yang dipengaruhi oleh lebar dari fasies tertentu. Variogram dari model
petrofisik dapat dilihat pada Gambar 3.21.

54
Gambar 3.21 Contoh hasil penentuan Major Direction dan Minor Direction pada
interval reservoir untuk pemodelan porositas

3.3.2.4. Model Petrofisik

Setelah penentuan variogram, tahapan selanjutnya adalah pembuatan ketiga


model properti petrofisik (Vcl, porositas, dan saturasi air) dan juga penentuan model
NTG. NTG merupakan salah satu dari input dalam perhitungan IGIP yang hanya
memiliki dua nilai yaitu 0 dan 1.

55
Nilai NTG adalah 1 ketika memenuhi persyaratan berupa nilai vcl < 0.4, nilai
porositas > 0.04, dan nilai saturasi air < 0.5 dan bernilai 0 ketika tidak memenuhi
setidaknya salah satu dari persyaratan tersebut.

Sebagai model acuan dalam melakukan pemodelan porositas, digunakan model


densitas (Gambar 3.22). Model ini dipakai sebagai model acuan karena nilai densitas
memiliki hubungan yang erat dengan nilai porositas pada interval reservoir (Gambar
3.23). Model densitas dibuat dari data seismik dan nilai log densitas.

Gambar 3.22 Model densitas.

56
Gambar 3.23 Plot silang RHOB dan NPHI pada Reservoir Minahaki.

Berikut merupakan hasil dari model 3 dimensi penyebaran 4 properti yaitu Vcl,
porositas, saturasi air, dan NTG (Gambar 3.24-Gambar 3.27) pada interval reservoir
penelitian.

57
Gambar 3.24 Model sebaran Vcl pada Reservoir Minahaki.

Gambar 3.25 Model sebaran porositas pada Reservoir Minahaki.

58
Gambar 3.26 Model sebaran Saturasi Air pada Reservoir Minahaki.

Gambar 3.27 Model sebaran NTG pada Reservoir Minahaki.


59
3.4 Estimasi Cadangan Hidrokarbon di Tempat (IGIP)

Tahapan terakhir pada studi ini adalah estimasi cadangan hidrokarbon di tempat
(IGIP) pada interval reservoir Minahaki. Perhitungan IGIP ini melalui beberapa
tahapan, yaitu:

3.4.1 Penentuan Kontak Fluida

Tahapan pertama dalam perhitungan cadangan gas adalah penentuan kontak


fluida pada interval reservoir. Hal ini menjadi penting karena akan memengaruhi secara
langsung hasil dari perhitungan volume cadangan gas pada reservoir. Penentuan
kedalaman kontak fluida akan memengaruhi nilai bulk volume dari pada interval
reservoir. Penentuan kontak fluida dilakukan dengan metode menggunakan hasil
analisis petrofisika. Properti petrofisik yang digunakan adalah saturasi air dengan harga
pancung sebesar 0.5. Ketika nilai saturasi air memiliki nilai kurang dari 0.5 maka
merupakan indikasi kehadiran gas, sedangkan ketika nilai saturasi air memiliki nilai
lebih dari 0.5 maka merupakan indikasi kehadiran air. Indikasi tersebut akan lebih
diperkuat dengan data DST yang dimiliki oleh beberapa sumur pada interval kedalaman
tertentu.

Jenis kontak fluida sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis (Cosentino,
2001), yaitu:

1. LTG (Lowest Tested Gas) merupakan batas terbawah keberadaan gas berdasarkan
hasil tes laboratorium.

2. LKG (Lowest Known Gas)/ LIG (Lowest Indicated Gas) merupakan batas terbawah
keberadaan gas berdasarkan data petrofisik yang berupa data deep resistivity.

3. GDT (Gas Down To) merupakan batas keberadaan gas ketika air tidak ditemukan
pada sumur. Ini ditandai dengan reservoir pada interval tersebut terisi penuh oleh gas
pada kedalaman tertentu dan dibawah kedalaman tersebut sudah bukan batuan reservoir
lagi. Ini berarti kontak air gas tidak dapat ditemukan yang disebabkan oleh lokasi sumur
yang berada pada titik dimana interval reservoir berada diatas GWC (Gambar 3.28).

60
4. WUT (Water Up To) merupakan batas keberadaan gas ketika pada sumur hanya
ditemukan air. Ini ditandai dengan reservoir pada interval tersebut terisi sepenuhnya
oleh air pada kedalaman tertentu. Ini berarti kontak air gas tidak ditemukan dan
kemungkinan berada diatas batas WUT yang disebabkan oleh lokasi sumur yang berada
pada titik dimana interval reservoir berada dibawah GWC (Gambar 3.28).

5. GWC (Gas Water Contact) merupakan batas kontak antara gas dan air pada suatu
interval reservoir. Identifikasi GWC dapat dilihat ketika adanya perubahan nilai
gradient fluida dari gas ke air, perubahan nilai deep resistivity ataupun nilai saturasi air
pada suatu interval reservoir, ataupun dari data mud log. Selain itu, GWC juga
kemungkinan dapat terletak diantara GDT dan WUT, yaitu dibawah batas GDT dan
diatas batas WUT (Gambar 3.28).

Gas Down To (GDT)

Gas Water Contact (GWC)


Water Up To (WUT)

Gambar 3.28 Jenis kontak fluida GDT, WUT, dan GWC (Cosentino, 2001)

Akumulasi dan sistem perangkap gas pada daerah penelitian dikontrol oleh
perangkap struktural. Pada interval reservoir ditemukan satu jenis kontak yaitu Gas
Water Contact (GWC). Penentuan GWC didapatkan dari batas terbawah log Sw yang
memiliki nilai kurang dari nilai pancung yang telah ditentukan sebelumnya serta
didukung dengan data DST pada sumur Dota-01 (Gambar 3.29) dan sumur Dota-02
(Gambar 3.30).

61
Gambar 3.29 Penentuan GWC pada sumur Dota-01

Gambar 3.30 Penentuan GWC pada sumur Dota-02

62
1600 2400 3200 4000 4800 5600 6400
DOTA-08DOTA-07 DOTA-04 DOTA-06 DOTA-03

Gas
-1400

-1400
Air
-1600

-1600
-1800

-1800
-2000

-2000
-2200

-2200
DOTA-02

1600 2400 3200 4000 4800 5600 6400


Gas
0 25050075010001250m

1:32000 Air

63
Gambar 3.31. Penampang dan peta zona air-gas pada interval reservoir.
Tabel 3.1. Kontak fluida pada Reservoir Minahaki.

Kedalaman
Nama Jenis Dasar
Kontak (m,
Sumur Kontak Penentuan
TVDSS)

Analisis
Dota-01 -1718 GWC
Petrofisik

Analisis
Dota-02 -1718 GWC
Petrofisik

3.4.2 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon di Tempat (IGIP)

Perhitungan cadangan gas ditempat atau dikenal dengan Initial Gas in Place
(OGIP) dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

Keterangan:

A =luas lapangan yang dibatasi oleh kontak fluida (kaki2)

h =ketebalan reservoir (kaki)

∅ =Porositas (fraksi)

Sw =Saturasi Air

Bgi =Formation volume factor untuk gas (0.0057, data internal perusahaan)

64
Di dalam perangkat lunak Petrel, perhitungan tersebut dijalankan dengan
langkah-langkah dibawah ini:

BV = A x h

NRV = BV x NTG

PV = NRV x ∅

HCPV = PV x (1-Sw)

IGIP = HCPV/Bgi

Hasil dari perhitungan kelima proses ini dapat dilihat Tabel 3.2.

Keterangan:

BV = Bulk Volume (scf)

NRV = Net Reservoir Volume (scf)

NTG = Koefisien (0 atau 1)

PV = Pore Volume (scf)

HCPV = Hydrocarbon Pore Volume (scf)

IGIP = Initial Gas in Place atau cadangan hidrokarbon di tempat (BSCF,


Billion Standart Cubic Feet)

Pada penelitian ini, perhitungan cadangan hidrokarbon di tempat (IGIP)


dilakukan pada interval reservoir pada Lapangan Dota yaitu reservoir Minahaki yang
dibatasi oleh cakupan data seismik yang sebelumnya telah ditunjukan. Hasil
perhitungan cadangan hidrokarbon pada interval penelitian Lapangan Dota dapat dilihat
pada Tabel 3.2.

65
Tabel 3.2. Hasil perhitungan IGIP pada interval reservoir

Berdasarkan proses perhitungan yang dilakukan, estimasi cadangan gas di


tempat (IGIP) dengan pendekatan pemodelan reservoir dari pada interval penelitian
sebesar 659 BSCF.

66
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang dilakukan pada penelitian ini,
maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Perangkap hidrokarbon pada lapangan Dota berupa perangkap struktur yang berasosiasi
dengan batugamping reefal build-up berumur Miosen Akhir yang tumbuh pada lereng
mikrokontinen Banggai-Sula.
2. Interval reservoir merupakan bagian puncak dari Formasi Minahaki (Anggota
Mentawa) dengan tipe porositas utama bersifat vugular yang terbentuk akibat proses
diagenesis pada zona vadose.
3. Pemodelan properti petrofisik menunjukkan bahwa puncak Formasi Minahaki yang
berada pada fasies batugamping reefal buildup memiliki karakter reservoir yang baik
yaitu nilai porositas yang baik (diatas harga pancung 0.08), saturasi air rendah (di bawah
harga pancung 0.5), dan Vcl yang rendah (di bawah harga pancung 0.4).
4. Estimasi cadangan hidrokarbon di tempat (IGIP) dengan pendekatan pemodelan
reservoir pada interval penelitian memberikan angka IGIP sebesar 659 BSCF.

67
DAFTAR PUSTAKA

Cosentino, Luca. 2001. Integrated Reservoir Studies. Editions Technip. Paris.

Crain, E.R., 1976. Crain’s Petrophysical Pocket Pal. USA.

Garrard, R.A., Supandjono, J.B., dan Surono. 1988. The geology of the Banggai-Sula
microcontinent. Eastern Indonesia. Proceedings Indonesian Petroleum Association
17th Annual Convention, 23-52.

Livsey, A.R., N. Duxbury, dan F. Richards. 1992. The geochemistry of Tertiary and
Pre-Tertiary source rocks and associated oils in Eastern Indonesia: 21st Annual
Indonesian Petroleum Association Convention Proceedings, October 1992.

Pertamina BPPKA. 1996. Petroleum Geology of Indonesian Basins. Principles,


Methods and Applications: Pertamina BPPKA, Jakarta, Indonesia

Pertamina. 2011. POD Area Matindok-Sulawesi Tengah. Pertamina, Jakarta, Indonesia.

Sompotan, F. Amstrong. 2012. Struktur Geologi Sulawesi. Institut Teknologi Bandung.


Bandung.

Surono. 2013. Geologi Lengan Tenggara Sulawesi. Badan Geologi Kementerian


ESDM. Bandung.

68

Anda mungkin juga menyukai