Deskripsi Perkembangan Pendidikan
Deskripsi Perkembangan Pendidikan
Deskripsi Perkembangan Pendidikan
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Herminarto Sofyan M.Pd.
Disusun Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
2018
A. Perkembangan pendidikan teknologi kejuruan di Indonesia
1. Pra-Pelita I
Sekolah kejuruan yang dikenal pada Pra-Pelita I meliputi : ST, SMEP dan SKKP
pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan ST M, SMEA, SKKA
pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Selain itu ada SSRI, SMIND,
KOKAR dan INRI yang berorientasi pada pendidikan seni dan kerajinan, serta
berbagai kursus-kursus antara lain KPA, KPAA, KKP dan KkPA. Rencana
Pembangunan Semesta Berencana yang pernah dikenal pada zaman
pemerintahan orde lama pernah merencanakan pertumbuhan sekolah kejuruan
secara besar-besaran sehingga mencapai perbandingan 75 % : 25 % antara
sekolah kejuruan dengan sekolah umum.
Rencana besar yang tidak ditunjang oleh perencanaan yang baik dan kemampuän
keuangan negara pada waktu itu, mendorong masyarakat secara swadana
membangun sekolah kejuruan sebagai langkah persiapan untuk penegerian.
Berdasarkan pendekatan pembangunan sekolah seperti ini, maka jumlah sekolah
kejuruan berkembang dengan pesat tetapi dengan fasilitas fisik (bangunan,
peralatan dan perabot) yang sangat tidak memadai. Selain itu, kekurangan guru
sangat dirasakan karena kekurangan calon yang dihasilkan lembaga pendidikan
tenaga guru. dan terjadilah pengangkatan guru besar-besaran dari tamatan STM,
SMC-A dan untuk mengajar di STM, SMEA dan SKKA. Kurikulum sekolah kejuruan
yang bersifat nasional, pertama kali diterbitkan pada tahun 1964, yang dikenal
dengan Kurikulum 1964. Gambaran program pendidikan kejuruan yang dapat
dikenal dengan Kurikulum 1964, adalah sebagai berikut:
Pertama, tujuan pendidikan kejuruan tidak jelas dan ambivalen- Pendidikan
kejuruan semestinya mempersiapkan tamatannya untuk memasuki dunia kerja,
namun dalam kenyataannya tidak memberikan kemampuan untuk itu, dan
bahkan secara langsung memberikan bekal untuk melanjut ke pendidikan yang
lebih tinggi. Konsekuensi ambivalensi tujuan pendidikan kejuruan ini adalah tidak
jelasnya kualifikasi tamatan dalam hubungannya dengart tingkatan keahlian di
dunia kerja.
Kedua, kurikulum 1964 SMK memiliki isi yang sarat teori. Bobot praktek
kejuruannya hanya berkisar antara 5% sampai 20% dari keseluruhan program
pendidikan dan itupun dilaksanakan secara terpisah dengan teori kejuruannya.
Kurikulum 1964 SMK cenderung berpedoman pada "subject matter approach "
dari pada "competency based approach " sehingga tamatannya cenderung
memiliki kemampuan "pengetahuan" (knowing) dari pada kemampuan
"pengerjaan" (doing).
Keempat, dalam rangka peningkatan mutu guru kejuruan, maka pada tahun
1973 mulai diselenggarakan penataran guru melalui proyek Peningkatan Mutu
Pendidikan Teknik (PMPT), yang kemudian ditingkatkan menjadi Proyek
Penataran Guru Pendidikan Teknik (PGPT).
3. Pelita II (1974/1975-1978/1979)
GBHN 1978 mengamanatkan bahwa pada Pelita III, Indonesia telah menetapkan
dasar-dasar yang kuat untuk memasuki tahap industrialisasi pada Pelita IV, V,
dst. Karena itu, pertumbuhan industri harus dipacu, dan ini membutuhkan
sumberdaya manusia yang cukup banyak dan bermutu tinggi. Sebagian
sumberdaya manusia yang dimaksud dapat disiapkan melalui pendidikan
kejuruan.
Pertama, kurikulum SMK 1984 tidak hanya bersifat terminal seperti kurikulum
1976, tetapi juga memberi peluang siswanya untuk me!anjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi.
Keempat, istilah yang digunakan adalah kelompok rumpun dan program studi.
Kelima, kurikulum disusun dengan pola program inti dan program pilihan.
Program inti wajib diikuti oleh semua siswa, sedang program pilihan mengacu
kepada kemampuan profesional, disesuaikan dengan bakat, minat, dan
kebutuhan lingkungan. Program pilihan dituangkan dalam berbagai macam
program studi. Proporsi antara program inti dan program pilihan adalah 60%
dibanding 40%.
6. Pelita V (1989/1990 - 1993/1994).
Adapun realisasi pembangunan pendidikan kejuruan pada Pelita V, antara
lain: (1) kemantapan sistem pendidikan menengah kejuruan yang tertuang
dalam PP No. 29 tahun 1990, kelembagaan SMK dengan Kepmendikbud No.
490/U/1992, dan Kurikulum 1994 SMK dengan Kepmendikbud No. 080/U/1993;
(2) penataan dan pemantapan manajemen sekolah yang dilakukan melalui
pendekatan Pengembangan Sekolah Seutuhnya (PSS); (3) pengembangan fungsi
PPPG " Kejuruan" menjadi Pusat Pengembangan Pendidikan Kejuruan; (4)
perintisan unit produksi; (5) perintisan dan pengembangan institusi pasangan;
serta (6) melanjutkan program rehabilitasi fasilitas fisik sekolah dan
pembangunan sekolah baru.