BAB 2 Tinjauan Pustaka

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Broiler

2.1.1. Karakteristik Ayam Broiler

Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen

pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan

Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

nafsu makan dan minum lebih baik, dan pertumbuhan badan menjadi cepat. Ayam

broiler adalah ayam hasil dari budidaya teknologi peternakan yang mempunyai

ciri khas pertumbuhannya cepat, siap dipotong pada usia yang relatif muda dan

sebagai penghasil daging dengan konversi makanan irit (Priyatno, 2000). Ayam

broiler memiliki timbunan daging yang baik, gerakannya lamban, berkaki pendek

dan tegap. Ayam broiler memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat dipanen

sebelum usia 8 minggu, rasa yang khas, empuk dan dagingnya banyak. Ayam

broiler mempunyai kecenderungan sifat perlemakan yang tinggi pula, karena

diikuti adanya gen pembentuk lemak. Ayam broiler juga memiliki lemak yang

cukup tinggi pada umur 1 minggu sebelum panen karena pembentukan lemak

yang sangat cepat pada umur tersebut.

Priyatno (2000), daging ayam merupakan salah satu jenis unggas yang

banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Pada dasarnya ayam dibagi menjadi dua

yaitu ayam broiler dan ayam petelur. Ayam broiler disebut sebagai ayam ras

pedaging dikarenakan ayam ini merupakan jenis ayam yang efisien diternakkan

untuk diambil dagingnya.

13
Menurut Rasyaf (1995), Ayam broiler pertumbuh sangat cepat dan mampu

mengubah makanan yang ia makan menjadi daging dengan sangat efisien. Tetapi

kelebihannya itu harus ditunjang dengan pemeliharaan yang baik, tanpa

pemeliharaan yang baik daya tahan tubuhnya akan menurun dan mudah terserang

penyakit. Sedangkan menurut Amrullah (2002), secara genetis ayam broiler

mampu mengolah makanan dengan cepat begitu makanan dikonsumsi olehnya.

Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari tingkah lakunya yang

sangat lahap. Frekuensi makan ayam broiler lebih tinggi dibandingkan dengan

ayam petelur, apalagi dimasa akhir pemeliharaan.

Ayam broiler memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas

pertumbuhannya cepat, penghasil daging dengan konversi makanan irit, dan siap

dipotong usia relatif muda. Ciri khas daging ayam broiler adalah dagingnya

empuk dan banyak, serta pengolahannya mudah tetapi akan hancur dalam

perebusan yang lama.

2.1.2. Tehnik Budidaya Ayam Broiler

Pemeliharaan ayam broiler pada umumnya dilakukan sebagai hewan

ternak hanya untuk konsumsi dan hobbi. Menurut (Prihatman, 2009) sistem

pemeliharaan ayam broiler dapat dibedakan menjadi tiga, sistem pemeliharaan

ekstensif, pemeliharaan semi ekstensif, dan sistem pemeliharaan intensif :

1. Sistem pemeliharaan ekstensif

Sistem pemeliharaan secara ekstensif yaitu ayam broiler dibiarkan bebas

berkeliaran mencari makanan sendiri. Ayam ayam ini pada sore hari akan pulang

kekandang. Sistem pemeliharaan secara ekstensif ini keuntungan tidak

14
dipedulikan. Ayam hanya berfungsi sebagai piaraan sampingan, jika keadaan

mendesak, ayam dijual atau dipotong.

2. Sistem pemeliharaan semi intensif

Sistem pemeliharaan semi intensif yaitu kebutuhan ayam terhadap pakan

sebagiaan disediakan oleh pemelihara. Pada pagi hari ayam diberi pakan

sekadarnya, lalu dilepas untuk mencari pakan sendiri pada siang hari. Meskipun

dilepas diluar kandang, ayam ini masih dibatasi ruang geraknya oleh pagar di

sekitar kandang. Sistem ini telah memungkinkan ayam terlindung dari serangan

pemangsa. Pada sore hari ayam akan masuk ke kandang. Biasanya ayam diberi

pakan lagi.

3. Sistem pemeliharaan intensif

Sistem pemeliharaan secara intensif yaitu semua kebutuhan ayam

disediakan oleh pemeliharanya. Ayam tidak lagi dibiarkan mencari pakan di

lingkungan sekitar, karena kebutuhan hidup ayam disediakan di dalam kandang.

Pemeliharaan secara intensif lebih baik dibandingkan dengan pemeliharaan secara

ekstensif maupun semi intensif. Hal ini agar peternak lebih fokus terhadap usaha

ternak yang dijalankannya. Sehingga hasil yang dihasilkan akan lebih baik dari

pada pemeliharaan yang ekstensif.

2.1.3. Faktor-Faktor Produksi Ayam Broiler

Menurut Murtidjo (Prihatman, 2009), faktor-fakor produksi yang

digunakan dalam produksi ayam broiler terbagi menjadi dua, yaitu faktor produksi

tetap dan faktor produksi variabel. Faktor produksi tetap terdiri dari:

15
1. Lahan

Lokasi lahan untuk peternakan ayam broiler sebaiknya harus jauh dari

lokasi pemukiman penduduk. Lokasi hendaknya tidak jauh dari pusat pasokan

bahan baku dan lokasi pemasaran agar terhindar dari resiko kematian yang tinggi,

biaya transportasi yang dikelurkan rendah, serta kondisi ayam dapat lebih segar.

Selain itu lokasi yang dipilih sebaiknya termasuk areal agribisnis agar terhindar

dari penggusuran.

2. Kandang dan Peralatan Kandang

Kandang sebaiknya didirikan jauh dari tempat tinggal manusia, demi

kesehatan ternak maupun manusianya. Sebaiknya antara daerah tempat kandang

didirikan dengan tempat tinggal atau kegiatan lain ditanami pepohonan yang

tinggi sebagai pagar hidup. Pohon-pohon tersebut bukan sebagai peneduh, tetapi

juga sebagai penyaring udara maupun bibit-bibit penyakit.

3. Peralatan

Peralatan kandang yang digunakan dalam usaha ternak ayam broiler

adalah tempat pakan, tempat minum, peralatan pemanas, dan peralatan lainnya

seperti drum air, ember, garpu pembalik sekam, dan gerobak pengangkut pakan.

4. Day Old Chick (DOC)

Day Old Chick (DOC) adalah komoditas unggulan perunggasan hasil

persilangan dari jenis-jenis ayam berproduktifitas tinggi yang memiliki nilai

ekonomis tinggi. Salah satu ciri khas yang dimiliki komoditas ini adalah memiliki

pertumbuhan yang sangat cepat. Pemerintah telah mengeluarkan surat Keputusan

tentang persyaratan mutu bibit ayam broiler sebagai berikut : berat kuri untuk

16
umur sehari atau DOC adalah 37-45 gram. Kondisi bibit sehat, kaki normal dan

dapat berdiri tegak, tampak segar dan aktif, tidak terdehidrasi, tidak ada kelainan

bentuk dan cacat fisik, warna bulu seragam, sesuai warna galur (strain) serta

kondisi bulu kering dan berkembang.

5. Pakan

Pakan merupakan kumpulan bahan makanan pokok yang layak untuk

dimakan oleh ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan tersebut

mengikuti nilai kebutuhan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Pakan starter

diberikan pada ayam berumur 0-3 minggu, sedangkan pakan finisher diberikan

pada waktu ayam berumur 4 minggu sampai panen.

6. Obat-obatan, vaksin dan vitamin

Obat-obatan, vaksin dan vitamin merupakan bahan yang dibuat dari mikro

organisme seperti virus, bakteri atau komponen antigen dari virus atau bakteri

tersebut. Obat merupakan bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk

menghambat atau menghentikan perkembangbiakan mikroorganisme. Vaksin

digunakan untuk menimbulkan kekebalan di dalam tubuh. Pemberian vobat dan

vaksin perlu bagi suatu peternakan ayam broiler. Hal ini bertujuan mencegah agar

ternak ayam broiler terhindar dari penyakit, sehingga hasil output yang

diharapkan bisa menjadi optimal.

7. Tenaga kerja

Tenaga kerja sangat diperlukan untuk kegiatan operasional kandang,

seperti pemberian pakan, pemberian minum, pelaksanaan vaksinasi, pengaturan

pemanas, pembersihan kandang dan sebagainya. Tenaga kerja yang digunakan

17
dalam usaha ternak ayam broiler adalah tenagakerja yang memiliki keterampilan

dan pengalaman di dunia peternakan. Jumlah tenaga kerja disesuaikan dengan

jumlah populasi ayam broiler yang dipelihara. Umumnya jumlah populasi ayam

sebanyak 2.000-3.000 ekor mampu dipelihara oleh satu orang tenaga kerja, jika

pengelolaan usaha ternak secara manual atau tanpa alat-alat otomatis. Akan tetapi

jika pengelolaannya menggunakan alat-alat otomatis seperti tempat minum

otomatis, maka satu orang tenaga kerja mampu memelihara sebanyak 6.000-7.000

ekor ayam broiler.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang

mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam

sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.

Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari

cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan

penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga

usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2006).

Soekartawi (2002) mengemukakan bahwa tujuan usahatani dapat

dikategorikan menjadi dua, yaitu memaksimumkan keuntungan dan

meminimumkan pengeluaran. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah

bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien

mungkin untuk memperoleh keuntungan maksimum. Konsep meminimumkan

18
pengeluaran berarti bagaimana menekan pengeluaran produksi sekecil-kecilnya

untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

2.2.2. Konsep Biaya

Menurut Soekartawi (2002), biaya usahatani adalah semua pengeluaran

yang dipergunakan dalam usahatani. Berdasarkan hubungan dengan produksi,

biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya

biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh.

Semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan dan sebaliknya jika

volume kegiatan semakin rendah maka biaya satuan semakin tinggi.

2. Biaya Tidak Tetap (Variabel)

Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya

dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Semakin besar volume kegiatan, maka

semakin tinggi jumlah total biaya variabel dan sebaliknya semakin rendah volume

kegiatan, maka semakin rendah jumlah total biaya variabel. Biaya satuan pada

biaya variabel bersifat konstan karena tidak dipengaruhi oleh perubahan volume

kegiatan. Contohnya biaya untuk sarana produksi.

Formulasi total biaya dalam usahatani adalah sebagai berikut:

TC = TFC+TVC

Keterangan:
TC : Total biaya (Rp)
TFC : Total biaya tetap (Rp)
TVC : Total biaya variabel (Rp)

19
Cost
TC

TVC

TFC

0 Y

Gambar 2.1. Kurva Biaya Produksi (Sumber: Soekartawi, 2002)

Pada gambar diatas, bentuk kurva TC (Total Cost) sama dengan bentuk

kurva TVC (Total Variable Cost), sebab apa yang digambarkan sebagai kurva TC

tidak lain adalah kurva TVC yang bergeser ke atas sebesar TFC (Total Fixed

Cost) yang ada. Jadi selisih antara biaya tetap dan biaya variabel untuk setiap

tingkat output adalah sebesar biaya tetap.

Kasim (2000) menjelaskan bahwa berdasarkan ada tidaknya pengeluaran

biaya oleh petani, maka biaya dibedakan atas biaya tunai dan biaya non tunai.

Biaya tunai adalah semua biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani (out of

pocket expenditure) dalam penyelenggaraan usahatani. Biaya non tunai adalah

biaya yang sifatnya hanya diperhitungkan saja sebagai biaya, tidak benar-benar

merupakan pengeluaran yang dibayarkan secara nyata oleh petani, contoh tenaga

kerja dalam keluarga dan sewa lahan milik sendiri.

2.2.3. Teori Penerimaan

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh

dengan harga jual. Perhitungan penerimaan usahatani memiliki beberapa hal yang

20
perlu diperhatikan yaitu lebih teliti dalam menghitung produksi pertanian, lebih

teliti dalam menghitung penerimaan, dan bila peneliti usahatani menggunakan

responden, maka diperlukan teknik wawancara yang baik terhadap petani

(Soekartawi, 2002). Rumus penerimaan adalah sebagai berikut:

TR = P.Q

Keterangan :
TR : Total penerimaan (Rp)
P : Harga per satuan hasil produksi (Rp)
Q : Jumlah produksi (Rp)

2.2.4. Teori Keuntungan

Menurut Soekartawi (2002), keuntungan usahatani adalah selisih antara

penerimaan dan semua biaya produksi selama melakukan produksi. Secara umum

keuntungan usahatani terdiri dari dua hal pokok yaitu penerimaan dan

pengeluaran (biaya) selama jangka waktu tertentu. Keberhasilan usahatani dalam

segi ekonomi dinilai dari keuntungan yang diperoleh dari usahatani tersebut.

Petani yang rasional selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang lebih besar

dari setiap usahanya.

Keuntungan merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur tingkat

kelayakan kaberhasilan suatu usaha secara ekonomis dengan mengurangkan

antara total penerimaan dan total biaya selama proses produksi. Selisih antara

penerimaan dengan biaya produksi merupakan keuntungan apabila memasukkan

biaya tenaga kerja dalam keluarga (non tunai) sebagai komponen biaya.

Penerimaan (Revenue) merupakan perkalian antara total produk dan harga output

(Boediono, 1992). Rumus keuntungan adalah sebagai berikut:

21
π = TR – TC
TR = P.Q
TC = TVC + TFC

Keterangan :
π : Keuntungan (Rp)
TR : Total penerimaan (Rp)
TC : Total biaya (Rp)
P : Harga per satuan hasil produksi (Rp)
Q : Jumlah produksi (Rp)
TVC : Total biaya variabel (Rp)
TFC : Total biaya tetap (Rp)

2.2.5. Analisis Titik Impas (Break Even Point)

Pada modul yang dibuat oleh Sri Supadmini, dkk menyatakan Break Even

Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di

dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian.

Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol.

Hal tersebut dapat terjadi bila perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya

tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya

variabel. Apabila penjualan hanya cukup untuk menutup biaya variabel dan

sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Dan sebaliknya akan

memperoleh memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel dan

biaya tetap yang harus di keluarkan. Rumus Analisis Break Even Point adalah:

1. Cara menghitung BEP unit

FC
𝐵𝐸𝑃 =
(𝑃/𝑢𝑛𝑖𝑡 − 𝑉𝐶/𝑢𝑛𝑖𝑡)

Keterangan :
BEP : Break Even Point
FC : Fixed Cost
VC : Variabel Cost per unit
P : Price per unit

22
2. Cara menghitung BEP rupiah

FC
𝐵𝐸𝑃 =
Sales price/unit
1−( )
VC/unit

Keterangan :
BEP : Break Even Point
FC : Fixed Cost
S : Sales Price per unit
VC : Variabel Cost per unit

2.2.6. Teori Pemasaran

Menurut Kotler (2008), pemasaran adalah proses sosial yang dengan mana

individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan

dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan

jasa yang bernilai dengan pihak lain. Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

pemasaran adalah sebuah proses sosial yang bertumpu pada pemenuhan

kebutuhan individu dan kelompok dengan menciptakan pertukaran sehingga

memberikan kepuasan yang maksimal. Pemasaran pertanian adalah proses aliran

komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna

tempat dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan

melakukan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran. Penjelasan diatas dapat

menyimpulkan bahwa pemasaran pertanian dianggap memberikan nilai tambah

yang dapat dianggap sebagai kegiatan produktif.

Pemasaran mempunyai peranan yang penting dalam masyarakat karena

pemasaran menyangkut berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi dan

sosial. Hal ini dikarenakan kegiatan pemasaran menyangkut masalah mengalirnya

produk dari produsen ke konsumen, maka pemasaran menciptakan lapangan kerja

23
yang penting bagi masyarakat. Perlu disadari bahwa sebagian besar pengeluaran

uang masyarakat konsumen mengalir ke kegiatan pemasaran. Beberapa ahli yang

telah melakukan penelitian berkesimpulan, hampir sekitar 50% pengeluaran uang

masyarakat konsumen di Amerika Serikat adalah untuk biaya-biaya pemasaran

termasuk biaya distribusi, biaya promosi, biaya penelitian pasar, biaya pelayanan,

dan biaya pengembangan produk (Assauri, 2007).

2.2.7. Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran tidak perlu diselenggarakan dalam suatu urutan yang

tetap dan baku, tetapi harus dilaksanakan semuanya. Tata cara pelaksanaan fungsi

pemasaran berbeda dari produk satu ke produk lainnya. Fungsi pemasaran

merupakan proses yang teratur dan berubah sepanjang waktu manakala situasi

berubah. Dalam hal ini, ada 3 fungsi pemasaran, antara lain (Hanafie, 2010):

1. Fungsi pertukaran (exchange function)

Produk harus dijual dan dibeli sekurang-kurangnya sekali selama proses

pemasaran berlangsung. Fungsi pertukaran melibatkan kegiatan yang mampu

meningkatkan kegunaan suatu produk karena adanya perpindahan atau pengalihan

hak milik dalam sistem pemasaran (possession utility). Penetapan harga

merupakan bagian dari kegiatan fungsi pertukaran dengan pertimbangan bentuk

pasar dan persaingan yang mungkin akan terjadi. Fungsi pertukaran meliputi

usaha pembelian dan usaha penjulan.

2. Fungsi fisik

Fungsi pemasaran mengusahakan agar pembeli memperoleh barang dan

jasa yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk, dan harga yang tepat dengan

24
jalan menaikkan kegunaan tempat (place utility), yaitu mengusahakan barang dan

jasa dari daerah produksi ke daerah konsumsi, menaikkan kegunaan waktu (time

utility), yaitu mengusahakn barang dan jasa dari waktu belum diperlukan ke waktu

yang diperlukan (dari waktu produksi ke waktu pemeliharaan), menaikkan

kegunaan bentuk (form utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari bentuk

semula ke bentuk yang lebih diinginkan. Fungsi fisik meliputi pengangkutan,

penyimpanan, pemprosesan.

3. Fungsi penyediaan sarana

Merupakan kegiatan yang menolong sistem pasar untuk dapat beroperasi

lebih lancar. Ini memungkinkan pembeli, penjual, pengangkutan, dan

pemprosesan dapat menjalankan tugasnya tanpa terlibat resiko atau pembiayaan,

serta mengembangkan rencana pemasaran yang tertata dengan baik untuk

menjalankan kegunaan pelayanan (service utility). Fungsi penyediaan sarana yang

harus dilakukan dalam proses pemasaran meliputi informasi pasar, penanggungan

resiko, standarisasi dan penggolongan mutu, pembiayaan.

Berdasarkan fungsi pemasaran diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi

pemasaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh masing-maing lembaga

pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran suatu produk. Fungsi pemasaran

tersebut meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan sarana.

Fungsi pemasaran digunakan untuk meningkatkan nilai guna, waktu, dan bentuk

suatu produk. Fungsi pemasaran diatas digunakan untuk meihat dan menilai

fungsi apa saja yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang

terlibat (Hanafie, 2010).

25
2.2.8. Saluran Pemasaran

Kotler dan Keller (2008) menyatakan bahwa saluran pemasaran adalah

organisasi-organisasi yang saling tergantung yang tercakup dalam proses yang

membuat produk atau jasa menjadi tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi.

Mereka adalah perangkat jalur yang diikuti produk atau jasa setelah produksi,

yang berakumulasi pada pembeli dan penggunaan oleh pemakai akhir. Beberapa

perantara seperti pedagang besar dan pengecer membeli, memiliki dan menjual

barang tersebut dan mereka disebut pedagang. Pihak lain seperti pialang,

perwakilan produsen, agen penjualan mencari pelanggan dan mungkin melakukan

negosiasi atas nama produsen tetapi memiliki barang tersebut sebagai agen. Pihak

lain yang membantu dalam proses distribusi tetapi tidak memiliki barang dan

tidak melakukan negosiasi pembelian atau penjualan disebut fasilitator.

Kotler dan Keller (2008) menggambarkan panjangnya saluran pemasaran

dengan membagi saluran pemasaran dalam beberapa tingkatan, yaitu :

1. Saluran nol tingkat, Saluran ini disebut pula saluran pemasaran langsung

yang terdiri dari seorang produsen yang menjual langsung kepada

konsumen.

2. Saluran satu tingkat, Saluran ini mempunyai satu perantara penjualan.

Pada pasar konsumen, perantara tersebut merupakan pengecer.

3. Saluran dua tingkat, Saluran ini mempunyai dua perantara. Pada pasar

konsumen, perantara tersebut merupakan pedagang besar dan pengecer.

26
4. Saluran tiga tingkat, Saluran ini mempunyai tiga perantara. Pada pasar

konsumen, perantara tersebut merupakan tengkulak, pedagang besar dan

pengecer

Gambar saluran pemasaran yang dipakai secara luas dalam pemasarannya, yaitu:

1. Nol tingkat

Produsen Konsumen

2. Satu tingkat :

Produsen Pengecer konsumen

3. Dua tingkat :

Produsen Pedagang Pengecer konsumen


besar

4. Tiga tingkat :
Pedagang
Produsen Tengkulak Pengecer konsumen
besar

Peran dari perantara pemasaran ditinjau dari sudut pandang sistem

ekonomis adalah mentransformasikan bauran produk yang dibuat oleh konsumen.

Konsep saluran distribusi tidak hanya terbatas pada pendistribusian produk nyata.

Produsen jasa dan ide juga menghadapi masalah dalam membuat perantara

pemasaran tersedia bagi konsumen. Saluran distribusi menggerakkan barang dan

jasa dari produsen ke konsumen. Perantara pemasaran memecahkan kesenjangan

utama seperti waktu, tempat serta pemilikan yang memisahkan barang dan jasa

dari mereka yang ingin menggunakannya (Kotler dan Keller 2008).

2.2.9. Lembaga Pemasaran

Menurut Sudiyono (2002), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau

individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari

27
produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha

dan individu lainnya. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-

fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin.

Lembaga-lembaga yang sering terlibat dalam proses pemasaran diidentifikasi

sebagai berikut:

1. Tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan

dengan petani, tengkulak melakukan transaksi dengan petani baik secara

tunai, ijon maupun dengan kontrak pembelian.

2. Pedagang pengumpul, yaitu lembaga pemasaran yang membeli komoditi

yang dijual oleh tengkulak dari petani, biasanya relative lebih kecil

sehingga untuk meningkatkan efisiensi, misal: dalam pengangkutan, maka

harus ada proses konsentrasi (pengumpulan) pembelian komoditi oleh

pedagang pengumpul.

3. Pedagang besar, yaitu lembaga pemasaran yang membeli komoditi yang

telah dikumpulkan dari pedagang-pedagang pengumpul, dan melakukan

proses distribusi (penyebaran) ke agen penjualan atau pengecer. Oleh

karena itu, jarak petani ke pedagang besar cukup jauh dan membutuhkan

waktu yang lama, maka pada saat komoditi sampai tangan pedagang besar

ini melibatkan lembaga pemasaran lainnya, seperti perusahaan

pengangkutan, pengolahan dan perusahaan asuransi.

4. Pedagang pengecer merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan

langsung dengan konsumen. (Sudiyono, 2002).

28
2.2.10. Margin Pemasaran

Menurut Sudiyono (2002), Margin pemasaran adalah suatu istilah yang

digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual

pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Komponen marjin

pemasaran ini terdiri dari (1) biaya-biaya yang diperlukan lembaga pemasaran

untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau

biaya fungsional (functional cost) dan (2) keuntungan (profit) lembaga pemasaran.

Secara matematis margin pemasaran dapat ditulis:

MP = Pr–Pf

Keterangan:
MP : Margin pemasaran
Pr : Harga jual ayam broiler ditingkat pedagang pengecer (Rupiah)
Pf : Harga jual ayam broiler ditingkat peternak (Rupiah)

Menurut Rahim dan Hastuti (2008), untuk mengetahui distribusi margin

maka perlu diketahui besarnya margin pemasaran yang terdiri dari biaya-biaya

untuk melaksanakan fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran yang

terlibat dalam aktivitas pemasaran komoditas pertanian. Distribusi margin

pemasaran dapat ditentukan dari persentase bagian total margin pemasaran yang

digunakan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga

pemasaran ke-j dan persentase total bagian margin pemasaran yang digunakan

untuk keuntungan lembaga pemasaran ke-j. Adapun bentuk rumus matematis

distribusi margin pemasaran adalah sebagai berikut:

Menghitung Share pada Margin Pemasaran dalam melaksanakan fungsi

pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j adalah :

29
Share Biaya : Sbij = {Cij / (Pr - Pf)}x 100%
Cij = Hjj - Hbj - πij
Share Keuntungan : Skj = {πij / (Pr - Pf)}x 100%
πij = Hjj - Hbj - Cij

Keterangan :
Sbij : Share biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga
pemasaran ke-j
Cij : Biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke- i oleh lembaga pemasaran
ke-j
Pr : Harga jual ayam broiler ditingkat pedagang pengecer
Pf : Harga jual ayam broiler ditingkat peternak
Hjj : Harga jual ayam broiler oleh lembaga pemasaran ke-j
Hbj : Harga beli ayam broiler oleh lembaga pemasaran ke-j
πij : Keuntungan lembaga pemasaran ke-j
Skj : Share keuntungan lembaga pemasaran ke-j

2.2.11. Efisiensi Pemasaran

Menurut Rahim dan Hastuti (2008) efisiensi pemasaran merupakan tolak

ukur atas produktivitas proses tataniaga dengan membandingkan sumberdaya

yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama berlangsunganya

proses pemasaran. Sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua

syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada

konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian

yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen terakhir kepada

semua pihak yang ikut serta adalam kegiatan produksi dan pemasaran barang

tersebut (Mubyarto, 1994).

Analisis efisiensi pemasaran dapat dilihat dari nilai Farmers’s share.

Farmer’s share merupakan bagian yang diterima petani dari suatu kegiatan

pemasaran dengan membandingkan harga yang diterima petani tehadap harga

yang dibayarkan konsemen akhir. Farmer’s share dipengaruhi oleh tingkat

pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah produk, dan biaya produksi

30
(Rahim dan Hastuti, 2008). Hubungan farmer’s share dengan margin pemasaran

bersifat negatif. Semakin tinggi nilai margin pemasaran maka semakin rendah

farmer’s share yang diterima dalam melaksanakan suatu kegiatan pemasaran

(Herawati, 2012). Adapun rumusan perhitunganya farmer’s share adalah sebagai

berikut:

Pf
FS  x100 0 0
Pr

Keterangan:
FS : Farmer’s Share (%)
Pf : Harga jual ayam broiler di tingkat peternak
Pr : Harga jual ayam broiler di tingkat pedagang pengecer

2.3. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai pemasaran ayam ras pedaging di Jawa

Barat, khususnya Kota Bogor telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang

menjadi acuan penelitian ini,yaitu penelitian Wirawati (2006) dan Singgalinging

(2007). Tujuan penelitian tersebut mengacu pada: 1) menganalisis saluran dan

fungsi pemasaran, 2) menganalisis marjin pemasaran, dan 3) menganalisis setiap

saluan pemasaran dan membandingkan satu dengan lainnya. Kedua penelitian

terdahulu tersebut dilakukan pada lokasi dan waktu yang berbeda.

Metode penelitian pada penelitian dahulu tersebut menggunakan analisis

marjin pemasaran, analisis keuntungan, dan analisis saluran pemasaran. Hasil

yang diperoleh dari penelitian Wirawati, menunjukkan bahwa enam pola saluran

pemasaran ayam ras pedaging produk Sunan Kudus farm, yaitu : 1) Produsen →

pengumpul → pemotong → pengecer → konsumen, 2) Produsen → pengumpul

(pemotong) → pengecer → konsumen, 3) Produsen → pengumpul (pemotong dan

31
pengecer) → konsumen, 4) Produsen → pemotong → pengecer → konsumen, 5)

Produsen → pemotong (pengecer) → konsumen, dan 6) Produsen → konsumen.

Total marjin pemasaran yang terjadi pada saluran I adalah Rp 5.017,83/kg

bobot hidup (39,62%), saluran II Rp 4.559,50/kg bobot hidup (37,36%), saluran

III Rp 4.429,50/kg bobot hidup (36,68%), saluran IV Rp 4,835,33/kg bobot hidup

(38,74%), saluran V Rp 4.925,21/kg bobot hidup (39,18%) dan saluran VI Rp

977,94/kg bobot hidup (11,34%).

Analisis marjin pemasaran ayam ras pedaging menunjukkan bahwa saluran

pemasaran I memiliki total marjin pemasaran terbesar yaitu Rp 5.017,83/kg bobot

hidup (39,62%) dengan total keuntungan yang diperoleh adalah terbesar kedua

dari enam saluran yang ada, yaitu Rp 3.929,12/kg bobot hidup (31,03%). Saluran

I memiliki rantai pemasaran yang panjang dan melibatkan lebih banyak lembaga

pemasaran untuk menyalurkan ayam ras pedaging agar sampai kepada konsumen.

Producer’s share yang diperoleh pada saluran ini adalah yang paling kecil yaitu

sebesar 60,38%.

Saluran pemasaran VI mempunyai nilai total marjin yang paling kecil,

yaitu Rp 977,94/kg bobot hidup (11,34%) dengan biaya total pemasaran, yaitu

sebesar Rp 319,25/kg bobot hidup dan total keuntungan sebesar Rp 658,69/kg

bobot hidup. Nilai producer’s share yang diperoleh saluran VI adalah yang

terbesar (88,66%), karena produsen menjual ayam ras pedaging langsung kepada

konsumen.

Hasil dari penelitian oleh Singalingging, menunjukkan bahwa terdapat

enam saluran pemasaran yang terbentuk didalam pemasaran ayam ras pedaging di

32
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, yaitu : 1) peternak → inti →

pengumpul → pemotong pengecer → pengecer, 2) peternak → inti → pengumpul

→ konsumen, 3) peternak → inti → rumah potong → pengecer → konsumen, 4)

peternak → inti → rumah potong → konsumen, 5) peternak → inti → pemotong

pengecer → konsumen, dan 6) Peternak → inti → pemotong pengecer →

konsumen. Di dalam pemasaran ayam ras pedaging semua lembaga yang terlibat

melakukan fungsi-fungsi pemasaran, didalam melakukan distribusi produk

sehingga sampai kepada konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan

lembaga-lembaga pemasaran antara lain fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas.

Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh marjin pemasaran terbesar

terdapat pada saluran pertama yaitu Rp 6404,7 sementara marjin terkecil terdapat

pada saluran kedua yaitu Rp 2914,7. Untuk bagian harrga yang diterima oleh

petani (farmer’s share) yang terbesar pada saluran kedua yaitu sebesar 72,93

persen dan yang terkecil terdapat pada saluran pertama yaitu 54,4 persen.

Sementara hasil pendugaan keterpaduan pasar dengan menggunakan pendekatan

analisis korelasi dan analisis elastisitas transmisi diperoleh nilai korelasi 0,851

dan nilai elastisitas transmisi 0,69.

33

Anda mungkin juga menyukai