Modul Praktikum Analisa Lumpur Pemboran 2019
Modul Praktikum Analisa Lumpur Pemboran 2019
Modul Praktikum Analisa Lumpur Pemboran 2019
2
ACARA I
DENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURAN KADAR MINYAK
PADA LUMPUR PEMBORAN
1. Tujuan Percobaan
1. Mengenal material pembentuk lumpur pemboran serta fungsi utamanya.
2. Untuk menentukan densitas lumpur pemboran dengan menggunakan alat
mud balance.
3. Untuk menentukan kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam
lumpur bor.
2. Teori Percobaan
2.1. Densitas Lumpur
Lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan
keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-
sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength
ataupun filtration loss. Densitas lumpur berhubungan langsung dengan
fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Dengan densitas
lumpur yang terlalau besar akan menyebabkan lumpur hilang ke
formasi (loss circulation), sedangkan apabila densitas lumpur bor
terlalu kecil akan menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke
dalam lubang sumur). Oleh karena itu, densitas lumpur harus
disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradient hidrostatik dari
lumpur bor dalam psi/ft. Namun, di lapangan umumnya dipakai satuan
pound per gallon (ppg).Dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
Volume setiap material adalah additive :
Vs + Vml = Vmb ............................................................................ (1)
Jumlah berat adalah additive, maka :
ρsVs + ρmlVml = ρmbVmb ........................................................... (2)
3
Keterangan :
Vs = Volume solid, gallon
Vml = Volume lumpur lama, gallon
Vmb = Volume lumpur baru, gallon
ρs = densitas solid, ppg
ρml = densitas lumpur lama, ppg
ρmb = densitas lumpur baru, ppg
% volume solid :
� � −�
� %= � % ............................................ (5)
� � −�
% berat solid :
� � � −� �
� �
� %= � % .................................. (6)
� −� �
Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG 4.3
untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ρml ke lumpur baru
sebesar ρmb setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid, Ws
sebanyak :
� −�
Ws = 6 ................................................................... (7)
5.8− �
Keterangan :
Ws = berat solid zat pemberat , kg barite/bbl lumpur.
Sedangkan jika yang digunakan sebagai pemberat adalah bentonite
dengan SG 2.5 maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan :
4
� −�
Ws = ................................................................ (8)
.5− �
Keterangan :
Ws = kg bentonite/bbl lumpur lama
n
Vs
x100%
Vm ........................................................................... (9)
Dimana :
n = Kandungan pasir
Vs = Volume pasir dalam lumpur
Vm = Volume lumpur
5
3. Peralatan & Bahan
Peralatan :
1. Mud Balance
2. Retort Kit
3. Multi Mixer
4. Wetting Agent
5. Sand Content Set
6. Gelas ukur 500 cc
Bahan:
1. Barite
2. Bentonite
3. Air tawar (aquades)
4. Prosedur Percobaan
1. Densitas Lumpur
a. Mengkalibrasi peralatan Mud Balance sebagai berikut :
Membersihkan peralatan mud balance
Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu ditutup dan
dibersihkan bagian luarnya. Keringkan dengan kertas tisue
Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula
Menempatkan Rider pada skala 8.33 ppg
Mencek pada level glass bila tidak seimbang atur calibration
screw sampai seimbang.
b. Menimbang beberapa zat yang digunakan
c. Menakar air 350cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite. Caranya
air dimasukkan ke dalam bejana lalu dipasang pada multi mixer dan
bentonite dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer
dijalankan. Selang beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil
dan isi cup mud balance dengan lumpur yang telah di buat.
6
d. Menutup Cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan
tutup dibersihkan dengan bersih.
e. Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur rider
hingga seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala.
f. Mengulangi langkah lima untuk komposisi campuran yang berbeda.
2. Sand Content
a. Mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai,
tambahkan air pada batas berikutnnya. Menutup mulut tabung dan
kocok dengan kuat.
b. Menuangkan campuran tersebut kesaringan. Menambahkan air ke
dalam tabung, Mengocok dan menuangkan ke dalam saringan.
Mengulangi hingga tabung menjadi bersih. Mencuci pasir yang
tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa lumpur yang melekat.
c. Memasang Funnel tersebut pada sisi atas dari sieve. Dengan perlahan-
lahan balik rangkaian peralatan tersebut dan masukkan ujung fannel
ke dalam gelas ukur. Hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan
menyemprotkan air melalui saringan hingga semua pasir tertampung
ke dalam gelas ukur. Biarkan pasir mengendap. Dari skala yang ada
pada tabung, baca prosen volume dari pasir yang menendap.
d. Mencatat sand content dari lumpur dalam prosen volume.
7
e. Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan tempatkan
dibawah kondensator.
f. Memanaskan lumpur samapai tak terjadi kondensasi lagi yang
ditandai dengan matinya lampu indikator.
8
ACARA II
PENGUKURAN VISCOSITAS DAN GEL STRENGTH
1. Tujuan Percobaan
1. Untuk menentukan viskositas relatif lumpur pemboran dengan metode
marsh funnel.
2. Untuk memahami rheology lumpur pemboran.
3. Untuk mengetahui efek penambahan thinner dan thickner pada lumpur
pemboran.
4. Mengetahui pentingnya viskositas dan gel strength pada lumpur
pemboran.
2. Teori Percobaan
2.1. Viskositas & Gel Strength
Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam
sifat rheology fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheology fluida
pemboran sangat penting mengingat efektifitas pengangkatan cutting
merupakan fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga
penting pada waktu round trip yaitu saat operasi pemboran dihentikan
sementara untuk mengganti bit misalnya. Gel strength menunjukkan
kemampuan fluida untuk menahan cutting dalam waktu tertentu agar
tidak mengendap. Viskositas dan gel strength merupakan sebagian dari
indikator baik tidaknya suatu lumpur.
Rheology dari lumpur pemboran ini mengikuti model rheology
Bingham Plastic, untuk fluida non-newtonian ini merupakan model
yang paling sederhana. Fluida non-newtonian adalah fluida yang
mempunyai viskositas yang tidak konstan, bergantung besarnya shear
rate yang terjadi. Fluida non-newtonian memperlihatkan yield stress
suatu jumlah tertentu dari tahanan dalam yang dibutuhkan agar fluida
mengalir seluruhnya.
23
9
Viskositas yang diukur dengan marsh funnel adalah waktu dalam
detik yang dibutuhkan oleh 0,9463 liter fluida untuk mengalir keluar
dari corong marsh funnel. Untuk fluida non-newtonian data yang
didapat dari marsh funnel tidak dapat memberikan gambaran lengkap
dari rheology suatu fluida, maka biasa digunakan untuk
membandingkan fluida yang baru dengan kondisi sekarang.
Viskositas plastik (plastic viscosity) sering kali digambarkan
sebagai bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh
friksi mekanik. Yield point adalah bagian resistensi untuk mengalir
yang merupakan akibat dari gaya tarik-menarik antar partikel, gaya ini
disebabkan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel terdispersi
dalam fasa fluida.
Gel strength dan yield point adalah gaya tarik-menarik dalam
suatu sistem lumpur jika gel strength adalah gaya tarik-menarik yang
statik, maka yield point merupakan gaya tarik-menarik pada suatu
keadan dinamik.
10
2.3. Penentuan Harga Viskositas Nyata (Apparent Viscosity)
Viskositas nyata (µ a) untuk setiap harga shear rate dihitung dengan
berdasarkan :
100 ................................................................................ (3)
µa =
(300 C)
µa = ............................................................................ (4)
RPM
11
3. Peralatan dan Bahan
Peralatan
1. Marsh Funnel
2. Timbangan
3. Gelas Ukur 500 cc
4. Fann VG meter
5. Mud Mixer
6. Cup Mud Funnel
Bahan
1. Bentonite
2. Air tawar (aquades)
3. Bahan-bahan pengencer (Thinner)
4. Prosedur Percobaan
4.1. Membuat lumpur
Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan
lumpur pada acara 1.
12
4.3. Pengukuran Shear Stress Dengan Fann VG
1. Mengisi bejana dengan lumpur sampai batas yang telah ditentukan.
2. Meletakkan bejana pada tempatnya, serta atur kedudukannya
sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup ke dalam lumpur
menurut batas yang telah ditentukan.
3. Menggerakkan rotor pada posisi High dan tempatkan kecepatan
putar rotor pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan
sehingga kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat
harga yang ditunjukkan skala.
4. Setelah itu kita dapat menggerakkan rotor pada posisi low dan
menempatkan kecepatan putar rotor pada skala 300 rpm. Putaran
terus dilakukan hingga kedudukan mencapai kesetimbangan.
Kemudian kita catat harga yang di tunjukan oleh skala, kemudian
kita matikan alat.
13
ACARA III
FILTRASI DAN MUD CAKE
1. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari pengaruh komposisi lumpur bor terhadap filtration loss dan
mud cake.
2. Mengenal dan memahami alat alat dan prinsip kerja filter press.
3. Mengetahui hubungan antara filtrasi dan mud cake.
2. Teori Dasar
Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous,
batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida
dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang ke dalam batuan
disebut ”Filtrate”. Proses filtasi diatas hanya terjadi apabila terdapat
perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada dasarnya ada dua jenis
filtration yang terjadi selama operasi pemboran , yaitu static filtration dan
dynamic filtration. Static filtration terjadi jika lumpur berada dalam keadaan
diam dan dyanamic filtration terjadi ketika lumpur disirkulasikan.
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol maka
akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun
evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan
menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangakat dan diputar, sedangkan
filtrat akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage pada
formasi.
Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukaran volume filtrtion loss
dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang digunakan
adalah APIRP 13 B untuk LPLT ( low pressure low temperature ). Lumpur
ditempatkan dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas
saring dan diberi tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran 30
menit. Volume filtrat ditampung dalam gelas ukur dengan cubic centimeter
(cc).
14
Persamaan untuk volume filtrate yang dihasilkan dapat diturunkan dari
persamaan darcy. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Cc
1
2k Cm 1
2
Pt
Vf = A
Dimana :
A : Filtration Area
K : Permeabilitas cake
Cc : Volume fraksi solid dalam mud cake
Cm : Volume fraksi solid dalam lumpur
P : Tekanan Filtrasi
T : Waktu filtrasi = viskositas filtrate
Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat baik waktu,kejadian maupun sebab dan
akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk statik filtration loss adalah sebagai
berikut :
t2
Q 2 Q1x
0.5
t1
Dimana :
Q1 : fluid filtration loss pada waktu t1
Q2 : fluid filtration loss pada waktu t2
15
5. Jangka sorong
6. Filter paper
Bahan
1. Bentonite
2. Aquadest
3. Lumpur
4. Prosedur Percobaan
1. Membuat lumpur : Membuat lumpur standar : 22.5 gr bentonite + 350 cc
aquades. Menambahkan additive sesuai dengan petunjuk asisten.
Mengaduk selama 20 menit.
2. Mempersiapkan alat filter press dan segera pasang filter paper serapat
mungkin dan letakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung
fluid filtrat.
3. Menuangkan campuran lumpur ke dalam silinder dan segera tutup
rapat.kemudian alirkan udara dengan tekanan 100 psi.
4. Mencatat volume filtrat sebagai fungsi dari waktu dengan stop watch.
Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama, kemudian
setiap 5 menit untuk 10 menit selanjutnya. Mencatat volume filtrat pada
menit ke 7.5
5. Setelah 30 menit kemudian hentikan penekanan udara, membuang
tekanan udara dalam silinder dan bersihkan sisa lumpur dalam silinder.
6. Menentukan tebal mud cake yang terjadi dengan jangka sorong dan
mengukur PH air filtrate nya.
16
ACARA IV
ANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN
1. Tujuan Percobaan
1. Memahami prinsip – prinsip dalam analisa kimia lumpur pemboran.
2. Mengetahui alat dan bahan yang di perlukan dalam analisa kimia lumpur
pemboran.
3. Menentukan PH, alkalinitas, kesadahan total dan kandungan ion – ion
yang terdapat dalam lumpur.
2. Teori Dasar
Dalam operasi pemboran, pengontrolan kualitas lumpur pemboran harus
terus menerus dilakukan sehingga lumpur bor tetap berfungsi dengan kondisi
yang ada. Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam lumpur pemboran
akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik lumpur pemboran, oleh karena itu
kita perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan ion-ion
tersebut. Untuk mengontrol kandungan ion-ion tersebut untuk kemudian
dilakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam penanggulangannya.
Dalam percobaan ini, akan dilakukan analisis kimia lumpur bor dan
filtratnya, yaitu : analisa kimia alkalinitas, analisa kesadahan total, analisa
kandungan ion klor, ion kalsium, ion besi, serta pH lumpur bor (dalam hal ini
filtratnya).
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi
dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas ini kita bisa mengetahui
konsentrasi hidroksil, bikarbonat dan karbonat. Pengetahuan tentang
konsentrasi ion-ion ini diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu
kapur yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus
formasi limestone.
Analisa kandungan ion klor (C1-) diperlukan untuk mengetahui
kontaminasi garam yang masuk ke dalam system lumpur pada waktu
17
pemboran menembus formasi garam ataupun kontaminasi yang berasal dari
air formasi.
Air yang mengandung sejumlah besar ion Ca+2 dan Mg+2 dikenal sebagai
Hard water atau air sadah. Ion-ion ini bisa berasal dari lumpur pada waktu
member formasi gypsum (CaSO4.2H2O).
Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur pemboran
adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi dari sample yang diketahui volumenya
dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang diketahui konsentrasinya.
Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan dari pengetahuan
tentang reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.
Bahan
1. NaHCO, NaOH, CaCO 3 , serbuk MgO, Kalium Khromat, Bentonite,
Gypsum, Aquadest, Quebracho.
2. Larutan H2SO4 0.02 N3, NaOH, larutan EDTA 0.01 M, larutan AgNO3,
larutan KmnO4 0.1 N.
3. Indiator EBT, Phenolpthalein, Methyl Jingga, Murexid, HCL konsentrat,
hidrogen periode 3%, larutan indikator besi, larutan buffer besi.
18
4. Prosedur Percobaan
4.1. Analisa Kimia Alkalinitas
Perhitungan:
1. Total alkalinity
19
� � � � � �
�
= epm total
2. CO3-2 Alkalinity
Jika ada OH-
− � � � �
ppm CO3-2 =
�
� �CO−
3. OH- Alkalinity
− � � � �
ppm OH- =
�
� ��� −
4. HCO3- Alkalinity
− � � � �
ppm HCO3- =
�
� �� �−
20
BAB V
PENGUKURAN HARGA MBT (METHYLENE BLUE TEST)
1. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui proses pengukuran harga MBT.
2. Untuk menentukan kemampuan clay dalam mengikat kation dari suatu
larutan.
3. Menetukan harga CEC (Cation Exchange Capacity) atau KTK
(kapasiats tukar kation)
2. Teori Dasar
Shale adalah batuan sedimen yang terjadi dari endapan-endapan
lempung (clay). Pengembangan mineral clay sebagai akibat terjadinya
invasi fasa cair dari Lumpur ke dalam formasi yang mengandung clay
reaktif terhadap air. Lempung (clay) merupakan batuan sedimen klastik
yang berasal dari pelapukan batuan beku atau metamorf. Ukuran clay lebih
kecil 1/256 mm menurut skala Wentworth. Mineral clay merupakan
campuran matrix dan semen, serta kadang-kadang mendominasi batuan
sebagai batu lempung (clay stone).
Sifat kimia mineral clay yang paling penting adalah kemampuan
penyerapan anion dan kation tertentu yang kemudian merubahnya ke lain
anion dan kation dengan pereaksi suatu ion di dalam air (Ionic Exchange
Capacity). Reaksi pertukaran tejadi disekitar sisi luar dari unit struktur
silica alumina.
Seperti kebanyakan metode pengukuran kation, tes dengan
menggunakan methylene blue digunakan untuk mengukur total kapasitas
pertukaran kation dalm suatu sistem clay, dimana pertukaran kation tersebut
tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH larutan, jenis kation
yang diperlukan dan konsentrasi kandungan mineral yang terdapat didalam
clay.
21
Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan
ikatan-ikatan ion-ion berikut ini :
Li+<Na+<H+<K+<NH4+Mg2+<Ca2+<Al3+
Harga pertukaran kation yang paling besar dimilki oleh mineral allogenic
(pecahan batuan induk). Sedangkan yang paling kecil dimiliki oleh mineral
authogenic (proses kimiawi). Kapasitas tukar kation dari beberapa jenis
mineral clay dapa dilihat dari tabel 7.1.
Sedangkan laju reaksi pergantian kation tergantung pada jenis kation
yang dipertukarkan dan jenis serta kadar mineral clay (konsentrasi ion).
Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki kapasitas tukar
kation adalah :
a. Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silika alumina, akan
menimbulkan muatan yang tidak seimbang sehingga agar seimbang
kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerapan kation.
b. Adanya subtitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal untuk silika
equivalen serta ion-ion bervalensi terutama magnesium didalam
struktur tetrahedral.
c. Penggantian hydrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang
muncul oleh kation-kation yang dapat ditukar-tukarkan
(exchangeable). Untuk fakta ini masih disangsikan
kemungkinannya karena tidak mungkin terjadi pertukaran hidrogen
secara normal.
Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan terjadinya
sweeling. Jika permukaan clay kontak dengan air dan menganggap bahwa
satu plat clay terpisah dari matriknya, maka ion-ion yang bermuatan positif
(kation) akan meninggalkan plat clay tersebut. Karena molekul air adalah
polar maka molekul air akan ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun
plat clay dan molekul air yang bermuatan positif akan ditarik oleh plat
claynya sendiri, sehingga seluruh clay akan mengembang.
22
Tabel 6.1. Kapasitas Tukar Kation Dari Beberapa Jenis Mineral Clay
Kapasitas Tukar Kation
Jenis Mineral Clay
Meq/100 gram
Kaolinite 3-15
Halloysite.2H2O 5-10
Halloysite.4H2O 10-40
Montmorillonite 80-150
Lllite 10-40
Vermiculite 100-150
Chlorite 10-40
Spiolite-Attapulgite 20-30
23
4. Prosedur Percobaan
1. Timbang 1 gram clay sudah siap untuk dianalisis mesh 270 (baik setelah
teraktivasi maupun sebelum teraktivasi) ke dalam Erlenmeyer flask 250
cc.
2. Kemudian tambahkan 50 cc aquades dan diaduk dengan menggunakan
magnetisie sambil ditetesi katalisator asam sulfat 5 N sebanyak 10 tetes.
3. Kemudian didihkan diatas hot plate selam 10 menit sambil diaduk.
4. Sampel tersebut kemudian titrasi dengan penambahan larutan
methylenen blue setiap 5 cc dan diaduk selama 30 detik dan kemudian
ambil sampel dengan pipet dan teteskan diatas kertas whatman sampai
terdapat lingkaran dua warna biru yang berbeda (biru tua dan biru
muda).
5. Setelah terjadi dua warna lingkaran biru tua dan biru muda selanjutnya
dikocok manual selama kurang lebih 2 menit apakah warna tersebut
berubah atau hilang. Jika tidak ada perubahan berarti titrasi berakhir.
6. Jika setelah dikocok 2 menit dua lingkaran tersebut berubah, maka
lakukan kembali langkah 4 dan seterusnya.
7. Kemudian catat pertukaran kation dari larutan tersebut yang besarnya
sama dengan jumlah cc dari larutan titrasi methylene blue dalam satuan
meq/100 gram.
24
BAB VI
KONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN
1. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui macam-macam kontaminasi lumpur.
2. Mempelajari sifat-sifat fisik lumpur yang berubah akibat kontaminasi
garam, gypsum dan semen.
3. Memahami cara menanggulangi kontaminasi lumpur.
2. Teori Dasar
Sejak digunakannya teknik rotary drilling dalam operasi pemboran
dilapangan minyak, lumpur pemboran menjadi faktor penting. Bahkan
lumpur pemboran menjadi salah satu pertimbangan dalam
mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh sebab itu mutlaklah untuk
memelihara atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur pemboran agar sesuai
dengan yang diinginkan.
Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran adalah
adanya material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk
ke dalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan. .
Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
25
2. Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk ke dalam lumpur pada saat pemboran
menembus formasi gypsum, lapisan gypsum yang terdapat pada
formasi shale dan limestone. Akibat adanya gypsum dalam jumlah
yang cukup banyak dalam lumpur pemboran, maka kan merubah
sifat-sifat fisik lumpur tersebut seperti viscosity plastic, yield point,
gel strength dan fluid loss.
3. Kontaminasi semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemanan
yang kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam
casing, float collar, dan casing shoe, kontaminasi semen akan
mengubah viscosity plastic, yield point, gel strength, fluid loss dan
pH lumpur.
26
6. Gelas Ukur
7. Mud Mixer
8. Stop Watch
9. Titration Disk
10. Jangka Sorong
11. Filter Trap
Bahan
1. Aquades
2. Bentonite
3. NaCl
4. Gypsum
5. Semen
6. Soda Ash
7. Monosodium Phosphate
8. Caustic Soda
9. EDTA standar
10. Murexid
11. Asam Sulfat
12. Indikator Phenolphtalin
13. indikator Methyl Jingga
4. Prosedur Percobaan
4.1. Kontaminasi NaCl
1. Buat lumpur standar:
22.5 gram bentonite + 350 cc aquadest, ukur pH, viscositas, gel
strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
2. Tambahkan NaCl sebanyak 1 gram ke dalam lumpur standar. Ukur
pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
27
3. Lakukan langkah b dengan penambahan NaCl masing – masing 3.5
gram, 7.5 gram, dan 17.5 gram. Ukur pH, viscosity, gel strength,
fluid loss dan ketebalan mud cake.
4. Buatlah lumpur baru dengan komposisi: lumpur standar + 7.5 gram
NaCl + 0.5 gram NaOH. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss
dan ketebalan mud cake.
28
4. Buatlah lumpur baru dengan komposisi: lumpur standar + 1.5 gram
semen + 0.2 gram monosodium phosphate. Ukur pH, viscositas, gel
strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
5. Lakukan langkah 4 dengan penambahan 1 gram monosodium
phosphate.
29