Laporan Efek Fotolistrik0988
Laporan Efek Fotolistrik0988
Laporan Efek Fotolistrik0988
Fisika Kuantum,
Prodi Pendidikan Fisika, Fisika Jurusan, Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Makassar
1)
[email protected], 2)[email protected], 3)[email protected],
4)
[email protected], 5)[email protected], 6)[email protected]
Abstrak
Percobaan ini terdiri dari dua kegiatan, dimana kegiatan pertama bertujuan untuk menjelaskan efek fotolistrik,
menganalisis hubungan antara frekuensi, panjang gelombang dengan kuat arus yang timbul pada peristiwa
efek fotolistrik untuk beberapa jenis logam, dan menganalisis hubungan antara tegangan/ potensial penghenti
dengan kuat arus listrik pada peristiwa efek fotolistrik untuk beberapa jenis logam. Sedangkan untuk kegiatan
kedua bertujuan untuk menentukan energy foton dari setiap perubahan frekuensi foton, menentukan energy
kinetik elektron dari potensi penghenti dan menentukan fungsi kerja logam. Percobaan ini berbasis virtual
interaktif menggunakan simulasi yang dikembangkan dan diadaptasi dari www.kcvs.ca. Berdasarkan hasil
percobaan dapat disimpulkan bahwa: 1. prinsip percobaan efek fotolistrik berbasis virtual ini, jika cahaya
monokromatis ditembakkan mengenai plat katoda, dan jika energi yang dibawa oleh foton lebih besar dari
energi ambang pelat logam maka elektron akan terlepas menuju anoda ; 2. hubungan antara frekuensi,
panjang gelombang terhadap nilai kuat arus listrik adalah sebanding (dengan frekuensi) dan berbanding
terbalik (dengan panjang gelombang); 3. elektron tidak akan mencapai anoda (tidak ada arus listrik) apabila
tegangan penghentinya sama dengan nilai energi kinetik maksimum elektron, semakin tinggi nilai potensial
penghambat maka arus yang dihasilkan akan berkurang sampai tidak ada lagi (I=0); 4) untuk nilai energi
foton, energi kineti k elektron foton dan nilai fungsi kerja logam untuk setiap jenis logam dan frekuensi yang
berbeda-beda.
Kata-Kata Kunci: Efek Fotolistrik, Elektron, Foton, Kuat Arus, Potensial Penghenti.
PENDAHULUAN
Sekarang ini adalah zaman milenial dimana sains dan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat
terutama dalam bidang pendidikan, pembelajaran sains yang memiliki kerangka kerja konseptual yang luas telah
diajarkan menggunakan berbagai metode, teknik, dan model yang berbeda. Salah satu yang paling efektif adalah
metode eksperimen yang memberikan pembelajaran permanen dan juga memberikan kesempatan bagi pelajar
untuk bekerja secara individu maupun kelompok. Dengan melakuakan eksperimen di laboratorium yang efektif,
pengetahuan teoritis diubah menjadi pengetahuan praktis, pengalaman yang diperlukan diperoleh, keterampilan
manipulatif ditingkatkan untuk bekerja bersama, berbagi informasi dan ide, mengajukan pertanyaan pencarian,
menentukan masalah dan mencari solusi dengan rekan kerja. beroperasi dengan orang-orang di sekitar mereka.
Untuk itu perlu pembelajaran sains yang efektif untuk menggunakan aplikasi laboratorium.
Namun berbagai kendala, penggunaan aplikasi laboratorium di berbagai institusi tidak bisa dilakukan. Hal itu
antara lain pandangan negatif dan sikap sebagian orang terhadap aplikasi laboratorium, kurangnya bahan ajar yang
efektif dan memadai, tidak cukup memperhatikan keamanan dalam kondisi laboratorium, ruang laboratorium yang
penuh sesak, kurangnya sarana atau peralatan laboratorium yang dimiliki institusi, resiko dalam melakukan
praktikum pada beberapa materi dan kurangnya petunjuk atau instruksi dalam menggunakan laboratorium.
Untuk mengatasi masalah-masalah yang menyebabkan tidak adanya kegiatan pengamatan dilaboratorium
metode pengamatan alternatif yang sesuai telah dikembangkan. Sebagai contoh, penggunaan simulasi komputer
yang menarik perhatian perlu diaplikasikan dengan model penyelidikan seperti inkuiri. Selain itu, dengan bantuan
simulasi yang mudah digunakan, pelajar dapat mengamati peristiwa alam yang tidak dapat dilihat secara langsung
karena mereka mungkin terlalu besar atau terlalu kecil, terlalu lambat atau terlalu kompleks. Selain itu, eksperimen
yang sulit dikendalikan, terlalu mahal dan berbahaya serta terlalu sulit atau tidak mungkin untuk dihilangkan di
lingkungan laboratorium, dapat dilakukan melalui simulasi dalam lingkungan virtual. Dengan komputer atau
perlatan lainnya dapat menghasilkan lingkungan virtual di mana beberapa aplikasi simulasi yang sesuai dengan
lingkungan nyata dapat direalisasikan; data yang sulit diperoleh dalam kondisi laboratorium dapat lebih mudah
dicapai, data eksperimen dapat diproses dengan cepat dan andal, banyak data dapat dikumpulkan dalam waktu
singkat dan eksperimen dapat diulang sebanyak yang diperlukan. Oleh karena itu, percobaan ini bertujuan untuk
hubungan antara frekuensi, panjang gelombang terhadap nilai kuat arus listrik adalah sebanding (dengan
frekuensi) dan berbanding terbalik (dengan panjang gelombang) dan elektron tidak akan mencapai anoda (tidak
ada arus listrik) apabila tegangan penghentinya sama dengan nilai energi kinetik maksimum elektron, semakin
tinggi nilai potensial penghambat maka arus yang dihasilkan akan berkurang sampai tidak ada lagi (I=0); 4) untuk
nilai energi foton, energi kinetik elektron foton dan nilai fungsi kerja logam untuk setiap jenis logam dan frekuensi
yang berbeda-beda.
KAJIAN PUSTAKA
Efek Fotolistrik
Efek fotolistrik yaitu terlepasnya elektron dari permukaan logam karena logam tersebut disinari cahaya. Untuk
menguji teori kuantum yang dikemukakan oleh Max Planck, kemudian Albert Einstein mengadakan suatu
penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki bahwa cahaya merupakan pancaran paket-paket energi yang
kemudian disebut foton yang memiliki energi sebesar ℎ𝑓. Percobaan yang dilakukan Einstein lebih dikenal dengan
sebutan efek fotolistrik.
Efek fotolistrik adalah pengeluaran elektron dari suatu permukaan (biasanya logam) ketika dikenai, dan
menyerap, radiasi elektromagnetik (seperti cahaya tampak dan radiasi ultra ungu) yang berada di atas frekuensi
ambang tergantung pada jenis permukaan. Istilah lama untuk efek fotolistrik adalah efek Hertz (yang saat ini tidak
digunakan lagi). Hertz mengamati dan kemudian menunjukkan bahwa elektrode diterangi dengan sinar ultraviolet
menciptakan bunga api listrik lebih mudah.
Efek fotolistrik merupakan proses perubahan sifat-sifat konduksi listrik di dalam material karena
pengaruh cahaya atau gelombang elektromagnetik lain. Efek ini mengakibatkan terciptanya pasangan elektron
dan hole di dalam semikonduktor, atau pancaran elektron bebas dan ion yang tertinggal di dalam metal.
Gambar diatas menggambarkan skema alat yang digunakan Einstein untuk mengadakan percobaan. Alat tersebut
terdiri atas tabung hampa udara yang dilengkapi dengan dua elektroda A dan B dan dihubungkan dengan sumber
tegangan arus searah (DC). Pada saat alat tersebut dibawa ke dalam ruang gelap, maka amperemeter tidak
menunjukkan adanya arus listrik. Akan tetapi pada saat permukaan Katoda (A) dijatuhkan sinar amperemeter
menunjukkan adanya arus listrik. Hal ini menunjukkan adanya aliran arus listrik. Aliran arus ini terjadi karena
adanya elektron yang terlepas dari permukaan (yang selanjutnya disebut elektron foto) A bergerak menuju B.
Apabila tegangan baterai diperkecil sedikit demi sedikit, ternyata arus listrik juga semakin mengecil dan jika
tegangan terus diperkecil sampai nilainya negatif, ternyata pada saat tegangan mencapai nilai tertentu (-Vo),
amperemeter menunjuk angka nol yang berarti tidak ada arus listrik yang mengalir atau tidak ada elektron yang
keluar dari keping A. Potensial Vo ini disebut potensial henti, yang nilainya tidak tergantung pada intensitas cahaya
yang dijatuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa energi kinetik maksimum elektron yang keluar dari permukaan
adalah sebesar:
dengan :
Ek = energi kinetik elektron foto (J atau eV)
m = massa elektron (kg)
v = kecepatan elektron (m/s)
e = muatan elektron (C)
Vo = potensial henti (volt)
Berdasarkan hasil percobaan ini ternyata tidak semua cahaya (foton) yang dijatuhkan pada keping akan
menimbulkan efek fotolistrik. Efek fotolistrik akan timbul jika frekuensinya lebih besar dari frekuensi tertentu.
Demikian juga frekuensi minimal yang mampu menimbulkan efek fotolistrik tergantung pada jenis logam yang
dipakai.
Adapun Karakteristik efek fotolistrik, yaitu sebagai berikut :
1. Hanya cahaya yang sesuai yang memiliki frekuensi yang lebih besar dari frekuensi tertentu saja yang
memungkinkan lepasnya elektron dari pelat logam atau menyebabkan terjadi efek fotolistrik (yang
ditandai dengan terdeteksinya arus listrik pada kawat). Frekuensi tertentu dari cahaya dimana elektron
terlepas dari permukaan logam disebut frekuensi ambang logam. Frekuensi ini berbeda-beda untuk setiap
logam dan merupakan karakteristik dari logam itu.
2. Ketika cahaya yang digunakan dapat menghasilkan efek fotolistrik, penambahan intensitas cahaya
dibarengi pula dengan pertambahan jumlah elektron yang terlepas dari pelat logam (yang ditandai dengan
arus listrik yang bertambah besar). Tetapi, Efek fotolistrik tidak terjadi untuk cahaya dengan frekuensi
yang lebih kecil dari frekuensi ambang meskipun intensitas cahaya diperbesar.
3. Ketika terjadi efek fotolistrik, arus listrik terdeteksi pada rangkaian kawat segera setelah cahaya yang
sesuai disinari pada pelat logam. Ini berarti hampir tidak ada selang waktu elektron terbebas dari
permukaan logam setelah logam disinari cahaya.
a. Menurut teori gelombang, energi kinetik elektron foto harus bertambah besar jika intensitas foton diperbesar.
Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa energi kinetik elektron foto tidak tergantung pada intensitas foton
yang dijatuhkan.
b. Menurut teori gelombang, efek fotolistrik dapat terjadi pada sembarang frekuensi, asal intensitasnya
memenuhi. Akan tetapi kenyataannya efek fotolistrik baru akan terjadi jika frekuensi melebihi harga tertentu dan
untuk logam tertentu dibutuhkan frekuensi minimal yang tertentu agar dapat timbul elektron foto.
c. Menurut teori gelombang diperlukan waktu yang cukup untuk melepaskan elektron dari permukaan logam.
Akan tetapi kenyataannya elektron terlepas dari permukaan logam dalam waktu singkat (spontan) dalam waktu
kurang 10-9 sekon setelah waktu penyinaran.
d. Teori gelombang tidak dapat menjelaskan mengapa energi kinetik maksimum elektron foto bertambah jika
frekuensi foton yang dijatuhkan diperbesar.
Teori kuantum mampu menjelaskan peristiwa ini karena menurut teori kuantum bahwa foton memiliki
energi yang sama, yaitu sebesar hf, sehingga menaikkan intensitas foton berarti hanya menambah banyaknya
foton, tidak menambah energi foton selama frekuensi foton tetap.
Menurut Einstein energi yang dibawa foton adalah dalam bentuk paket, sehingga energi ini jika diberikan
pada elektron akan diberikan seluruhnya, sehingga foton tersebut lenyap. Oleh karena elektron terikat pada energi
ikat tertentu, maka diperlukan energi minimal sebesar energi ikat elektron tersebut. Besarnya energi minimal yang
diperlukan untuk melepaskan elektron dari energi ikatnya disebut fungsi kerja (Wo) atau energi ambang. Besarnya
Wo tergantung pada jenis logam yang digunakan. Apabila energi foton yang diberikan pada elektron lebih besar
dari fungsi kerjanya, maka kelebihan energi tersebut akan berubah menjadi energi kinetik elektron. Akan tetapi
jika energi foton lebih kecil dari energi ambangnya (hf < Wo) tidak akan menyebabkan elektron foto. Frekuensi
foton terkecil yang mampu menimbulkan elektron foto disebut frekuensi ambang. Sebaliknya panjang gelombang
terbesar yang mampu menimbulkan elektron foto disebut panjang gelombang ambang. Sehingga hubungan antara
energi foton, fungsi kerja dan energi kinetik elektron foto dapat dinyatakan dalam persamaan:
E = Wo + Ek atau Ek = E – Wo
Merumuskan masalah Guru membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung
teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang
menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu.
Mengumpulkan data Peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir
mencari informasi yang dibutuhkan.
Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan didisiplin intelektual
dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa
ingin tahu mereka [27]. Selain itu karakteristik dari pembelajaran inkuiri dibagi menjadi tiga bagian yaitu : (1)
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan ; (2)
Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari sesuatu
yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief) ; (3) Tujuan dari
penggunaan strategi inkuiri dalam pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis,
logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental [26].
Kritik terhadap pembelajaran berbasis inkuiri berpendapat bahwa meminta pelajar untuk menemukan atau
membangun pengetahuan ilmiah tidak efektif karena beban kognitifnya yang tinggi [28]. Kritik ini ditujukan
untuk pembelajaran berbasis penyelidikan terarah di mana peran guru minimal, dan siswa tidak didukung dalam
kegiatan belajar mereka. Karena siswa sering memiliki masalah dengan kegiatan yang terkait dengan
pembelajaran berbasis inkuiri (seperti menghasilkan hipotesis, merancang eksperimen atau menafsirkan data),
peserta didik perlu didukung dalam kegiatan ini. Dengan pelajar yang lebih muda dengan pengalaman yang lebih
sedikit pada kegiatan ini, kebutuhan dukungan dapat lebih besar daripada dengan pembelajar yang lebih
berpengalaman.
METODE PENELITIAN
Studi ini termasuk penelitian eksperimen dengan metode inkuiri (penyelidikan) menggunakan simulasi
komputer yang dikembangkan dan diadaptasi dari www.kcvs.ca. objek pengamatan adalah foton dan elektron
sesaat sebelum dan setelah tumbukan. Hipotesis yang digunakan merupakan jawaban dari beberpat pertanyaa.
Adapaun hipotesis daalm studi ini adalah: campuran yaitu Teori Dasar untuk menjawab pertanyaan berkaitan
dengan kesesuaian penggunaan simulasi interaktif melalui model inkuiri terbimbing dari berbagai referensi.
Metode kedua yaitu survey untuk mengkaji fenomena penggunaan teknologi dikalangan peserta didik dengan cara
peserta didik diminta mengisi angket tentang penggunaan teknologi. Percobaan virtual efek fotolistrik ini diawali
dengan memilih jenis logam yang akan diradiasi oleh foton. Selanjutnya menggeser scroll boxes spektrum untuk
mengubah panjang gelombang atau frekuensi foton. Intensitas foton dan tegangan power supply dapat diatur
dengan menginput nilainya secara langsung ataupun menggeser scroll boxes. Selanjutnya, perubahan arus listrik
pada rangkaian dapat terlihat pada ammeter. Melalui perubahan frekuensi dan intensitas foton dan pancaran
elektron pada setiap logam serta perubahan tegangan penghenti maka dapat diketahui hubungan antara frekuensi,
panjang gelombang dengan kuat arus, hubungan antara tegangan/potensial penghenti dengan kuat arus listrik,
energi foton dari setiap perubahan frekuensi foton, energi kinetik elektron dari potensial penghenti, dan fungsi
kerja logam.
5 x 1014 600 0
5 x 1014 600 0
5 x 1014 600 0
Tabel 2.2 Hubungan Tegangan/potensial penghenti dengan Kuat Arus Listrik yang Timbul pada
Bebrapa jenis logam
No Jenis logam Potensial Penghenti, V Kuat arus, I (pA)
(volt) 1 pA = 10−12
0,5 6,13
1,0 4,24
1 Aluminium 1,5 2,36
2,0 0,46
2,5 0
0,5 6,06
1,0 4,11
2,0 0,2
2,5 0
0,5 5,66
1,0 3,32
2,0 0
2,5 0
Analisis
Kegiatan 1
Logam Cesium
10
8
Kuat Arus (10-12 A)
6
y = 0.4655x + 2.36
4 R² = 0.2692
0
0 5 10 15 20
Frekuensi ( 1014Hz)
10
6 y = -0.016x + 12.826
R² = 0.5009
4
0
0 100 200 300 400 500 600 700
Panjang gelombang (nm)
7
6
5
Kuat Arus (10-12 A)
4
3
2 y = -1.603x + 7.315
R² = 0.9545
1
0
0 1 2 3 4 5 6
-1
-2
Potensial Penghenti (Volt)
Kegiatan 2
Hasil Pengamatan
15 x 10−14 2,276
12 x 10−14 1,075
15 x 10−14 4,327
12 x 10−14 3,036
15 x 10−14 1,867
12 x 10−14 0,686
8,57 x 10−14 0
7,5 x 10−14 0
Analisis data
Berdasarkan Tabel 2.3 di atas , maka dapat di analisis pengurangan energy foton ( E ) dengan energy
electron (EKm) sebagai berikut:
1. Logam Aluminium
Tabel 2.4 Hubungan EnergiFoton dengan Energi Elektron untuk Logam Aluminium
2. Logam Cesium
Tabel 2.5 Hubungan EnergiFoton dengan Energi Elektron untuk Logam Cesium
3. Logam Sodium
Tabel 2.6 Hubungan EnergiFoton dengan Energi Elektron untuk Logam Mercury
Pembahasan
1. Kegiatan 1
Percobaan virtual efek fotolistrik ini diawali dengan memilih jenis logam yang akan diradiasi
oleh foton. Selanjutnya menggeser scroll boxes spektrum untuk mengubah panjang gelombang
atau frekuensi foton. Intensitas foton dan tegangan power supply dapat diatur dengan menginput
nilainya secara langsung ataupun menggeser scroll boxes. Selanjutnya, perubahan arus listrik pada
rangkaian dapat terlihat pada ammeter. Melalui perubahan frekuensi dan intensitas foton dan
pancaran elektron pada setiap logam serta perubahan tegangan penghenti maka dapat diketahui
hubungan antara frekuensi, panjang gelombang dengan kuat arus, hubungan antara
tegangan/potensial penghenti dengan kuat arus listrik, energi foton dari setiap perubahan frekuensi
foton, energi kinetik elektron dari potensial penghenti, dan fungsi kerja logam.
Hubungan antara frekuensi dengan kuat arus listrik yang timbul pada peristiwa efek fotolistrik
untuk beberapa jenis logam adalah linier . Semakin tinggi frekuensi foton maka semakin banyak
elektron yang terlepas pada plat, jika intensitasnya dinaikkan. Namun jika intensitas cahaya rendah
hubungan frekuensi foton bisa dikatakan tidak mempengaruhi nilai arus yang dihasilkan (berlaku
untuk semua logam). Sedangkan hubungan antara panjang gelombang dengan kuat arus listrik
yang dihasilkan berbanding terbalik, semakin tinggi panjang gelombang arus yang dihasilkan
mengecil hingga mendekati nol. Hal ini disebabkan panjang gelombang yang panjang memiliki
frekuensi yang kecil. Jika frekuensi kecil, nilai energi kinetiknya pun kecil. Sehingga,
kemungkinan elektron terlepas itu kecil atau bahkan tidak ada (arus = 0).
Percobaan efek fotolistrik jika diberikan tegangan/ potensial penghenti, maka pergerakan
elektron ke plat anoda akan terhambat. Nilai tegangan/ potensial penghenti dipengaruhi oleh energi
kinetik maksimum elektron, jika energi kinetiknya besar diperlukan tegangan/ potensial penghenti
yang besar pula. Jika tegangan/ potensial penghenti sama dengan atau lebih besar dari energi
kinetik maksimum elektron maka elektron tidak akan mencapai plat anoda, dengan kata lain tidak
ada arus yang dihasilkan.
Pengaruh penambahan intensitas pada peristiwa efek fotolistrik jika diubah untuk nilai
frekuensinya yaitu ternyata tidak berpengaruh pada proses peristiwa efek fotolistrik, menurut
penjelasan Einstein[2]. Ia berdasar pada eksperimen bahwa jika suatu cahaya monokromatis
ditembakkan dengan frekuensi tinggi meski intensitasnya rendah (missal; cahaya ungu) masih
dapat menyebabkan elektron terlepas dari plat logam jika diubah. Maka dari itu, dapat dismpulkan
bahwa intensitas tidak berpengaruh pada proses terjadinya efek fotolistrik, namun kuat arus listrik
akan semakin meningkat jika intensitas dinaikkan. Atau dengan kata lain, laju intensitas cahaya
mempengaruhi banyak tidaknya arus listrik yang mengalir.
2. Kegiatan kedua
Dalam efek fotolistrik terdapat potensial penghenti atau tegangan penghenti, dimana tegangan
penghenti/ potensial penghenti adalah tegangan yang menghambat laju aliran elektron yang
menuju katoda, sehingga elektron tidak dapat mencapai plat anoda. Dengan kata lain, karena
electron membutuhkan energi kinetik maksimum untuk melewati tegangan ini, maka tegangan/
potensial penghenti dapat dicari dengan menentukan nilai energi kinetik maksimum foton
(Vs=EKf).
Selain potensial/ tegangan penghenti terdapat fungsi kerja logam, dimana fungsi kerja logam
nilai energi terkecil yang dibutuhkan oleh foton untuk melepaskan elektron pada ikatannya
terhadap atom (di dalam logam). Nilai fungsi kerja logam diukur dari harga frekuensi terkecil yang
dibutuhkan untuk melepaskan elektron, yang disebut frekuensi ambang, nilai fungsi kerja logam
berbeda-beda untuk setiap logam, didefinisikan sebagai perkalian antara nilai konstanta Planck (h)
dengan nilai frekuensi ambang (fo). Apabila frekuensi yang datang lebih kecil dari frekuensi
ambang logam, elektron tidak akan terlepas dari plat katoda, karena energi foton tidak cukup kuat
melepaskan elektron dari ikata atomnya. Namun apabila nilai frekuensi foton lebih besar dari
frekuensi ambang logam maka elektron dapat melepaskan ikatannya terhadap atom. Penyebabnya
karena masih ada sisa energi foton yang dipancarkan membuat elektron terpental menuju anoda,
terjadilah efek fotolistrik.
Pengaruh energi foton terhadap fungsi kerja logam, jika energi yang dibawa foton besarnya
tidak lebih dari fungsi kerja, maka elektron tidak dapat dikeluarkan dari permukaan logam.
Begitupun jika energy foton yang diberikan lebih besar daripada fungsi kerjanya maka elektron
pada permukaan logam dapat dikeluarkan. Besarnya energi kinetic maksimum fotoelektron
bergantung pada frekuensi cahaya.
KESIMPULAN
Dari hasil seluruh rangkaian tahapan inkuiri dapat disimpulkan bahwa 1) prinsip percobaan
efek fotolistrik berbasis virtual ini, jika cahaya monokromatis ditembakkan mengenai plat katoda,
dan jika energi yang dibawa oleh foton lebih besar dari energi ambang pelat logam maka elektron
akan terlepas menuju anoda ; 2) hubungan antara frekuensi, panjang gelombang terhadap nilai
kuat arus listrik adalah sebanding (dengan frekuensi) dan berbanding terbalik (dengan panjang
gelombang); 3) elektron tidak akan mencapai anoda (tidak ada arus listrik) apabila tegangan
penghentinya sama dengan nilai energi kinetik maksimum elektron, semakin tinggi nilai potensial
penghambat maka arus yang dihasilkan akan berkurang sampai tidak ada lagi (I=0); 4) untuk nilai
energi foton, energi kineti k elektron foton dan nilai fungsi kerja logam untuk setiap jenis logam
dan frekuensi yang berbeda-beda dapat dilihat pada tabel 2.1; 2.2 dan 2.3.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
REFERENSI
1. Serway, Raymond A, Jewet, John. 2009. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta Selatan: Penerbit Salemba
Empat
2. Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika . Jakarta : Erlangga
3. Sarı, M. (2011). The importance of laboratory courses in science and technology teaching in primary
education and the ideas of simple tools and instruments to evaluate teacher candidates on science experiments.
2nd International Conference on New Trends in Education and Their Implications. Antalya.
4. Ayas, A, (2006). Using laboratory in science teaching. Retrieved from:
http://w2.anadolu.edu.tr/aos/kitap/IOLTP/2283/unite07.pdf.
5. Backus, L. (2005). A year without procedures. The Science Teacher, 72 (7), 54-58.
6. Hackling, M.,Goodrum, D. & Rennie, L. (2001). The state of science in Australian secondary schools.
Australian Sciences Teachers’ Journal, 47 (4), 12-17.
7. Brown, P. L., Abell, S. K., Demir, A., & Schmidt, F. J. (2006). College science teachers’ views of classroom
inquiry. Science Education, 90, 784-802
8. Costenson, K., & Lawson, A. E. (1986). Why isn’t inquiry used in more classrooms? American Biology
Teacher, 48, 150-158.
9. Lawson, A.E.(1995). Science Teaching and the Development of Thinking. California: Wadsworth Press.
10. Deters, K. M. (2005). Student opinions regarding inquiry-based chemistry experiments. Hong Kong:
Government Logistics Department
11. Cheung, H.Y. (2008). Teacher efficacy: A comparative study of Hong Kong and Shanghai primary in-service
teachers. The Australian Educational Researcher, 35 (1), 103-123.
12. Swandi A, Hidayah SN, Irsan LJ. Pengembangan Media Pembelajaran Laboratorium Virtual untuk Mengatasi
Miskonsepsi Pada Materi Fisika Inti di SMAN 1 Binamu, Jeneponto (Halaman 20 sd 24). Jurnal Fisika
Indonesia. 2015 Feb 13;18(52)
13. Domin, D.S. (1999). A review of laboratory instruction styles. Journal of Chemical Education, 76(4), 543-
547.
14. Hofstein, A., & Lunetta, N. V. (1982). The role of the laboratory in science teaching: Neglected aspect of
research. Review of Educational Research, 52 (2), 201-217Lawson, A. E. (2000). Managing the inquiry
classroom: problems & solutions. The American Biology Teacher, 62 (9), 641-648.
15. Singer, S. R., Hilton, M. L., & Schweingruber, H. A. (2006). America’s lab report: Investigations in high
school science. Washington, DC: National Academies Press
16. Bajzek, D., Burnette, J., & Brown, W. (2005). Building cognitively ınformed simulators utilizing multiple,
linked representations which explain core concepts in modern biology. In Proceedings of World Conference
on Educational Multimedia, Hypermedia and Telecommunications 2005 (pp. 3773-3778). Norfolk, VA:
AACE.
17. Bozkurt, E., & Sarıkoç, A. (2008). Can the virtual laboratory replace the traditional laboratory in physics
education? Selçuk Unıversıty Journal of Ahmet Keleşoğlu Educatıon Faculty, 25, 89-
18. Feyzioğlu, B., Akçay, H., & Pekmez, E.Ş. (2007). Comparison of the effects of computer assisted cooperative
and individualistic learning in chemistry on students’ achievements and attitudes. Strasbourg: AREF
19. Subaer, dkk. 2013. Penuntun Praktikum Eksperimen Fisika I. Makassar: Jurusan Fisika FMIPA
UNM.
20. Krane, Kenneth. 1992. Fisika Modern (Terjemahan H. J. Wospakrik). Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
21. Swandi, Ahmad. 2018. Modul Praktikum Virtual. Bandung : Institut Teknologi Bandung
22. Tipler, Paul A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Tehnik Jilid 2 (alih bahasa Dr. Bambang Soegijono).
Jakarta: Erlangga.
23. Hofstein, A., & Lunetta V.N. (2003). The laboratory in science education: Foundations for the twenty-first
century. Science Education, 88 (1), 28-54.
24. de Jong, T., & Njoo, M. (1992). Learning and instruction with computer simulations: learning processes
involved. In E. de Corte, M. C. Linn, H. Mandl, & L. Verschaffel (Eds.), Computer-based learning
environments and problem solving (pp. 411–427). Berlin, Germany: Springer Berlin Heidelberg.
25. de Jong, T., & Lazonder, A. W. (2014). The guided discovery learning principle in multimedia learning. In
R. E.Mayer (Ed.), The Cambridge handbook of multimedia learning (2nd ed., pp. 371–390). New York:
Cambridge University Press.
26. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2006),
h.194-195
27. Ibid., h.195
28. Mayer, R. E. (2004). Should there be a three-strikes rule against pure discovery learning? American
Psychologist, 59(1), 14–19.