Laporan Pendahuluan Af

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI

A. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum
(ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung
dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya
atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang
tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini
menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung.
Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali dengan absennya gelombang
P, yang diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit dengan berbagai
bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan dengan respon ventrikel
yang cepat dan tak teratur bila konduksi AV masih utuh. Irama semacam ini sering
disebutsebagai gelombang “f”.

B. Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap
ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru
pertama kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode
pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga
mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam
tanpa bantuan kardioversi.
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari kardioversi
untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.
Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga
sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF
kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang
dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48
jam. Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang mendasari, AF dapat dibedakan
menjadi :
1. AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik
lainnya,
2. AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti
gangguan tiroid. Berdasarkan bentuk gelombang P AF dibedakan atas:
- AF coarse (kasar)
- AF fine (halus)
Interpretasi EKG fibrilasi atrium, sebgai berikut:
1. Frekuensi: frekuensi atrium 350 sampai 600 denyut per menit; respon
ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit
2. Gelombang P: tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak undulasi yang
ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang f, interval PR tidak
dapat diukur.
3. Kompleks QRS: biasanya normal
4. Hantaran: biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon ventrikel
ireguler, karena nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi atrium yang
cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespons
ireguler.
5. Irama: ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Iregularitas irama
diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
6.
C. Etiologi
Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari
biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi
sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Etiologi yang terkait
dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya adalah :
1. Peningkatan tekanan/resistensi atrium (Penyakit katup jantung, kelainan pengisian
dan pengosongan ruang atrium, hipertrofi jantung, kardiomiopati dan hipertensi
pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal chronic), serta
tumor intracardiac.
2. Proses infiltratif dan inflamasi (pericarditis/miocarditis, amiloidosis dan
sarcoidosis dan faktor peningkatan usia)
3. Proses infeksi (demam dan segala macam infeksi)
4. Kelainan Endokrin (hipertiroid, feokromositoma)
5. Neurogenik (stroke dan perdarahan subarachnoid)
6. Iskemik Atrium (infark myocardial)
7. Obat-obatan (alcohol dan kafein)
8. Keturunan/genetic

D. Tanda dan gejala


AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat
bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang
mendasarinya. Fibrilasi atrium (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih
cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk
mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Atrial
fibrilasi sering tanpa ditandai dengan gejala, tapi kebanyakan penderita mengalami
palpitasi (perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat atau “berdebar” dalam
dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak nafas, cepat lelah,
laju denyut jantung meningkat, intoleransi terhadap olahraga, sinkop atau gejala
tromboemboli, atau dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit
kepala berat, dan sesak nafas), terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering
140-160 denyutan/menit).
Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ tubuh
lainnya yang berkaitan dengan emboli systemik (1,6). AF dapat mencetuskan gejala
iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung kororner. Fungsi kontraksi atrial yang
sangat berkurang pada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan
terjadi gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.

E. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple
wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau
depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah
berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari
atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan
sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial
aksi yang dicetuskan oleh nodus SA.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang
berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry
tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih
tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada
multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor,
yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa
dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan
periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutklah yang
akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta
mencetuskan terjadinya AF.
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya
gelombang yang menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau wavelets
yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang
tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi
ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa
otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran
atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara
adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah
yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi
yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat,
yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium dapat
juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam reumatik, atau gangguan
aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis.
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial
flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya
trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada
pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3
sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke
emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan
thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga
sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF.

F. Komplikasi
Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga
atau berjalan cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah yang lepas, yang bisa
menyumbat pembuluh darah diotak, menyebabkan stroke atau bekuan darah di bagian
tubuh yang lain.
Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi seringkali menimbulkan
masalah tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan gangguan sirkulasi otak
(stroke). Ini terjadi karena atrium jantung yang berkontraksi tidak teratur menyebabkan
banyak darah yang tertinggal dalam atrium akibat tak bisa masuk ke dalam ventrikel
jantung dengan lancar. Hal ini memudahkan timbulnya gumpalan atau bekuan darah
(trombi) akibat stagnasi dan turbulensi darah yang terjadi. Atrium dapat berdenyut lebih
dari 300 kali per menit padahal biasanya tak lebih dari 100. Makin tinggi frekuensi
denyut dan makin besar volume atrium, makin besar peluang terbentuknya gumpalan
darah. Sebagian dari gumpalan inilah yang seringkali melanjutkan perjalanannya
memasuki sirkulasi otak dan sewaktu-waktu menyumbat sehingga terjadi stroke.
Pada penyakit katup jantung, terutama bila katup yang menghubungkan antara
atrium dan ventrikel tak dapat membuka dengan sempurna, maka volume atrium akan
bertambah, dindingnya akan membesar dan memudahkan timbulnya rangsang yang tidak
teratur. Sekitar 20 persen kematian penderita katup jantung seperti ini disebabkan oleh
sumbatan gumpalan darah dalam sirkulasi otak. Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium
yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit
jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor
pulmonale, atau penyakit jantung kongenital.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain:
1. Anamnesis:
- Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode pertama,
paroksismal, persisten, permanen)
- Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar, lemah, sesak napas
terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau
gagal jantung kongestif
- Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya hipertiroid
2. Pemeriksaan fisik:
- Tanda vital: denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan darah
- Tekanan vena jugularis
- Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
- Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat
gagal jantung kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi kemungkinan adanya
penyakit katup jantung
- Hepatomegali: kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
- Edema perifer: kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif
3. Laboratorium: hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung bila
dicurigai terdapat iskemia jantung
4. Pemeriksaan EKG: dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA), hipertropi
ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma WPW),
identifikasi adanya iskemia)
5. Foto rontgen toraks
6. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE
(Trans Esopago Echocardiography) untuk melihat thrombus di atrium kiri
7. Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel sulit
dikontrol
8. Uji latih: identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama
jantung.
9. Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring, studi
elektrofisiologi.

H. Penatalaksanaan Medis
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan
irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah
adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan
yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu
tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan
denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion)
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya
komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau
antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari
terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.
Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari
berbagai macam, diantaranya adalah :
- Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam
proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah
koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga
mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan
bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L)
dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi
dengan lama kerja ± 40 jam.
- Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit
(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2
ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di
dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari
trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan
pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama
faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung


Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan
denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat
tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.
- Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan menurunkan
denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih efisien. Disamping
itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke
ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi
atrium yang abnormal.
- β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis.
Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan
kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
- Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung akibat
dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+
channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu
tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan
denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a) Amiodarone
b) Dofetilide
c) Flecainide
d) Ibutilide
e) Propafenone
f) Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam
(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus
sinus rhythm). Pasien AF hemodinamik yang tidak stabil akibat laju ventrikel yang
cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop peru segera dilakukan kardioversi
elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 joule. Bila tidak berhasil dapat
dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat
anestesi kerja pendek.

Operatif
- Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan pada daerah
paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk kedalam
jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus
ektopik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.
- Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi pada maze
operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu
menormalitaskan system konduksi sinus SA.
- Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di jantung, yang
berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI

A. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji pada klien dengan atrial fibrilasi diantaranya
adalah:
1. Aktivitas /istirahat
Gejala :
- Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.
Tanda :
- Perubahan frekuensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.
2. Sirkulasi
Gejala :
- Riwayat penyakit janutng sebelumnya, kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi.
Tanda :
- Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.
- Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat
teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah).
Defisit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
- Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun. Kulit : warna
dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung,
syok).
- Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
- Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.
3. Integritas ego
Gejala :
- perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.
- Stressor sehubungan dengan masalah medik.

Tanda :
- Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.
4. Makanan/cairan
Gejala :
- Hilang nafsu makan, anoreksia.
- Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
- Mual/muntah
- Perubahan berat badan.

Tanda :
- Perubahan berat badan.
- Edema
- Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.
- Pernapasan krekels.
5. Neuro sensor
Gejala
- Pusing, berdenyut, sakit kepala.
Tanda :
- Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan
memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.
- Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.
- Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
- Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup
(takikardia ventrikel , bradikardia berat).
6. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala :
- Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bisa hilang oleh obat
anti angina.
Tanda :
- Perilaku distraksi, contoh gelisah.
7. Pernapasan
Gejala :
- Penyakit paru kronis.
- Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.
- Napas pendek.
- Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).
Tanda :
- Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
- Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema
paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.
8. Keamanan
Tanda :
- Demam. Kemerahan kulit (reaksi obat).
- Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).
- Kehilangan tonus otot/kekuatan.

B. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan structural.
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan alveolar-kapiler.
4. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
kelemahan umum, tirah baring atau imobilisasi.
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
No Intervensi
Hasil

1 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien untuk


b/d penurunan volume tindakan keperawatan memaksimalkan ventilasi
paru selama…. Pasien 2. Identifikasi kebutuhan
menunjukan keefektifan actual/potensial pasien untuk
pola napas, dibuktikan memasukkan alat membuka jalan
dengan : napas
3. Auskultasi suara napas, catat area
Kriteria Hasil : yang ventilasinya menurun atau
 Mendemonstrasikan tidak ada dan adanya suara
batuk efektif dan tambahan
suara nafas yang 4. Regulasi asupan cairan untuk
bersih, tidak ada mengoptimalkan keseimbangan
sianosis dan dyspneu cairan
(mampu 5. Posisikan untuk meringankan
mengeluarkan sesak
sputum, mampu 6. Monitor status pernapasan dan
bernafas dengan oksigenasi
mudah, tidak ada 7. Pertahankan kepatenan jalan
pursed lips) napas
 Menunjukkan jalan 8. Berikan oksigen tambahan
nafas yang paten seperti yang diperintahkan
(klien tidak merasa 9. Monitor kecepatan, irama,
tercekik, irama nafas, kedalaman, dan kesulitan
frekuensi pernafasan bernapas
dalam rentang 10. Monitor suara napas tambahan
normal, tidak ada seperti ngorok atau mengi
suara nafas abnormal) 11. Catat perubahan pada saturasi
 Tanda Tanda vital O2, volume tidal akhir CO2 dan
dalam rentang normal perubahan nilai analisa gas darah
(tekanan darah, nadi, dengan tepat
pernafasan)
2 Penurunan curah Setelah dilakukan Cardiac care
tindakan kperawatan 1. Evaluasi adanya nyeri dada
jantung b.d perubahan
selama ….. hari (intensitas, lokasi, durasi)
kontraktilitas diharapkan curah jantung 2. Catat adanya disritmia jantung
tidak menurun dengan 3. Catat adanya tanda dan gejala
miokardial/perubahan
penurunan cardiac output
inotropik, perubahan Kriteria Hasil : 4. Monitor status kardiovaskuler
5. Monitor status pernafasan yang
frekuensi, irama dan  Tanda vital daam
rentang normal menandakan gagal jantung
konduksi listrik, (tekanan darah, nadi, 6. Monitor abdomen sebagai
pernafasan) indicator penurunan perfusi
perubahan structural.
 Dapat mentoleransi 7. Monitor balance cairan
aktivitas, tidak ada 8. Monitor adanya perubahan
kelelahan tekanan darah
 Tidak ada edema 9. Monitor respon pasien terhadap
paru, perifer dan tidak efek pengobatan antiaritmia
ada asites 10. Atur periode latihan dan istirahat
 Tidak ada penurunan untuk menghindari kelelahan
kesadaran 11. Monitor toleransi aktivitas pasien
12. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, takipneu dan ortopneu
13. Ajarkan untuk menurunkan stres

Vital sign monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Monitor jumlah dan irama
jantung
5. Monitor bunyi jantung
6. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
7. Monitor bunyi paru
8. Monitor pola nafas abnormal
9. Monitor suhu, warna kulit, dan
kelembapan kulit
10. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1. Kaji posisikan pasien untuk


gas b/d kongesti paru, tindakan keperawatan memaksimalkan ventilasi
hipertensi pulmonal, selama ….x 24 jam 2. Pasang mayo bila perlu
penurunan perifer yang diharapkan gangguan 3. Lakukan fisioterapi dada jika
mengakibatkan asidosis pertukaran gas teratasi perlu
laktat dan penurunan 4. Keluarkan secret dengan batuk
curah jantung. Dengan kriteria hasil: atau suction
 Mendemonstrasikan 5. Auskultasi suara napas, catat
peningkatan ventilasi adanya suara tambahan
dan oksigenasi yang 6. Berikan bronkodilator
adekuat 7. Berikan pelembab udara
 Memelihara 8. Atur intake untuk cairan
kebersihan paru-paru mengoptimalkan keseeimbangan
dan bebas dari tanda- 9. Monitorrespirasi dan status O2
tanda distress 10. Catat pergerakan dada, amati
pernafasan kesimetrisan,penggunaan otot
 Mendemonstrasikan tambahan, retralsi otot
batuk efektif dan supraclavicular dan intercostal
suara napas yang 11. Monitor pola napas:bradipneu,
bersih, tidak ada takipneu, kussmaul,
sianosis dan dispneu hiperventilasi, chynestokes.
(mampu 12. Auskultasi suara napas, catat area
mengeluarkan penurunan/tidak adanya ventilasi
sputum, mampu dan suara tambahan
bernafas dengan 13. Monitor TTV, AGD, elektrolit
mudah, tidak ada dan status mental
pursed lips) 14. Observasi sianosis, khususnya
 Tanda-tanda vital membrane mkosa
dalam rentang normal 15. Jelaskan pada pasien dan
 AGD dalam batas keluarga tentang persiapan
normal tindakan dan tujuan penggunaan
 Status neurologis alat tambahan (O2, suction,
dalam batas normal inhalasi)
16. Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan dneyut jantung
4 Kelebihan volume setelah dilakukan 1. Pertahankan caran intake dan
cairan b/d tindakan keperawatan output yang akurat
berkurangnya curah selama …..x 24 jam 2. Pasang urine kateter jika
jantung, retensi cairan diharapkan kebutuhan diperlukan
dan natrium oleh ginjal, cairan klien dapat 3. Onitor hasil lab yang sesuai
hipoperfusi ke jaringan terpenuhi sesuai dengan dengan retensi cairan (BUN,
perifer dan hipertensi kebutuhan tubuh klien Hmt, osmolaritas urine)
pulmonal dengan kriteria hasil : 4. Monitor vital sign
5. Monitor indikasi
 Terbebas dari edema, retensi/kelebihan cairan (cracles,
dan efusi CVP, edema, distensi vena leher,
 Bunyi napas bersih, asites)
tidak ada 6. Kaji lokasi dan luas edema
dipneu/ortopneu 7. Monitor masukan
 Terbebas dari distensi makanan/cairan
vena jugularis 8. Monitor status nutrisi
 Memelihara tekanan 9. Berikan diuretic sesuai interuksi
vena sentral, tekanan 10. Kolaborasi pemberian obat
kapiler paru, output 11. Monitr berat badan
jantung, dan vital sign 12. Monitor elektrolit
DBN 13. Monitor tandan dan gejala dari
 Terbebas dari edema
kelelahan, kecemasan,
atau bingung
5 Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan 1. Observasi adanya pembatasan
kelemahan tindakan keperawatan klien dalam melakukan aktivitas
selama …..x 24 jam 2. Kaji adanya factor yang
diharapkan terjadi menyebabkan adanya kelelahan
peningkatan toleransi 3. Monitor nutrisi dan sumber
pada klien setelah energy yang adekuat
dilaksanakan tindakan 4. Monitor pasien akan adanya
keperawatan dengan kelelahan fisik dan emosi secara
kriteria hasil : berlebihan
5. Monitor respon kardiovaskuler
 Berpartisipasi dalam terhadap aktivitas (takikardi,
aktivitas fisik tanpa distritmia, sesak napas,
disertai peningkatan diaphoresis, pucat, perubahan
tekanan darah, nadi, hemodinamik)
dan RR 6. Monitor pola tidur dan lamanya
 Mampu melakukan tidur/istirahat pasien
aktivitas sehari-hari 7. Koaborasi dengan tenaga
(ADLs) secara rehabilitasi medic dalam
mandiri merencanakan program terapi
 Keseimbangan yang tepat
aktivitas dan istirahat 8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologis, dan
social
10. Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
15. Monitor respon fisik, emosi,
ssosialdan spiritual
DAFTAR PUSTAKA
Beers, Marck, MD et all. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Merck
Laboratories. USA. 2006.
Mappahya AA. Atrium Fibrilation Theraphy To Prevent Stroke: A Review. The Indonesian
Journal of Medical Science Volume 1 No.8 April 2009 p. 477-489.
Firdaus I. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme. Patogenesis dan Tatalaksana.
Jurnal Kardiologi Indonesia; September 2007: Vol. 28, No. 5.
Smeltzer, SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume
2. Jakarta: EGC, 2001.
Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse. “Relationship between left atrial appendage
function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic atrial fibrillation
and atrial flutter”. Circulation Journal 67; January 2003.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
Nasution SA, Ismail D. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Ed.3. Jakarta:
EGC, 2006.
Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.
Noer S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
1996.
Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999,
American Heart Association.
Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB. "Increased atrial fibrillation mortality: United States,
1980-1998". Am. J. Epidemiol, 2002; 155 (9): 819–26.
Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA:
Mosbie Elsevier, 2010.
Pathway AF

Faktor usia, obat-obatan, Kardiomiopati, tumor Pricarditis, miocarditis


(alkohol), keturunan

Suplai O2 otak Kelainan katup

Resistensi atrium
sinkop
palpitasi

ADL Volume atrium

sesak
Pengosongan atrium

Ketidakefektifan pola nafas

Atrial fibrilasi

Tachicardi supraventikel

Renal flow Pengisian darah Suplai darah jaringan

RAA Atrial flow velocities Suplai darah jaringan

aldesteron metabolisme
Trombus atrium

Asidosis metabolik
ADH Disfungsi ventrikel

Penimbunan asam
Retensi Na++ laktat dan ATP
Penurunan curah jantung

fatigue
Kelebihan volume cairan

Intoleransi aktivitas

Anda mungkin juga menyukai