1330 - Makalah Uji Kelarutan Baru
1330 - Makalah Uji Kelarutan Baru
1330 - Makalah Uji Kelarutan Baru
FARMASI FISIKA II
UJI KELARUTAN
Disusun oleh :
Irfan Rizqullah 201710410311018
Yoyok Agung P. 201710410311089
Ilmi Nisak P. 201710410311109
Farah Islahul A. 201710410311120
Shofia Ummu L. 201710410311130
Niken Faramida S. 201710410311140
Annisa Miftahul J. 201710410311144
Farrel Akbar F. 201710410311155
Faridatul A. 201810410312353
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut
dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan
untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada terbaginya zat terlarut. Kelarutan
didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperature tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi
molekuler homogen.
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau larutan
hamper jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna
pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari yang seharusnya
ada pada temperatur tertentu.
Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan
fase Gibbs yang dinyatakan sebagai berikut.
F=C–P+2
F adalah jumlah derajat kebebasan, yaitu jumlah variable bebas (biasanya
temperature, tekanan, dan konsentrasi) yang harus ditetapkan untuk
menentukan system secara sempurna. C adalah jumlah komponen terkecil yang
cukup untuk menggambarkan komponen kimia dari setiap fase. P adalah
jumlah fase Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut
U.S. Pharmacopeia dan National Formulary, definisi kelarutan obat adalah
jumlah mL pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Kelarutan secara
kuantitatif juga dinyatakan dalam molalitas, molaritas, dan persentase. Untuk
zat yang kelarutannya tidak diketahui secara pasti, harga kelarutannya
digambarkan dengan menggunakan istilah umum tertentu seperti table berikut.
Istilah Bagian Pelarut yang Dibutuhkan untuk 1
Bagian Zat Terlarut
Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian
Mudah larut 1 - 10 bagian
Larut 10 – 30 bagian
Agak sukar larut 30 – 100 bagian
Sukar larut 100 – 1.000 bagian
Sangat sukar larut 1.000 – 10.000 bagian
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000 bagian
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu
oleh momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar
lain. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen merupakan faktor
yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas yang direfleksikan
dalam dipole momen yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa pelarut polar
bertindak sebagai pelarut menurut mekanisme berikut :
Karena tingginya tetapan dielektrik, pelarut polar mengurangi gaya tarik-
menarik antara ion dalam Kristal yang bermuatan berlawanan.
Pelarut polar memecahkan ikatan kovalen dari elektrolit kuat dengan reaksi
asam basa karena pelarut ini amfiprotik.
Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion
elektrolit kuat dan lemah karena tetapan dielektrik yang rendah. Pelarut nonpolar
juga tidak dapat memecah ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah
karena pelarut nonpolar termasuk dalam golongan pelarut aprotik, dan tidak
dapat membentuk jembatan hidrogen dengan nonelektrolit. Oleh karena itu, zat
terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya sedikit larut dalam pelarut
nonpolar.
Suatu sediaan obat yang diberikan secara oral di dalam saluran cerna harus
mengalami proses pelepasan dari sediaannya dan kemudian zat aktif akan
melarut untuk selanjutnya diabsorbsi. Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya
dan proses pelarutannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat
terlarut serta formulasi sediaannya. Salah satu sifat zat aktif yang penting untuk
diperhatikan adalah kelarutan karena pada umumnya, zat baru diabsorbsi setelah
terlarut dalam cairan saluran cerna. Oleh karena itu, salah satu usaha untuk
meningkatkan ketersediaan hayati suatu sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat, antara lain :
pH
Suhu
Jenis pelarut
Bentuk dan ukuran partikel zat
Konstanta dielektrik bahan pelarut
Adanya zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis, dll.
Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan
rasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv). Dirumuskan
sebagai berikut.
C
ε x
Cv
Besarnya konstanta dielektrik, menurut Moore, dapat diatur dengan
menambahkan bahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran bahan
pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik masing-masing sesudah
dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran
dibandingkan dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah
co-solvency. Bahan pelarut di dalam pelarut campur yang mampu meningkatkan
kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin, dan propilen glikol merupakan
contoh-contoh co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi,
khususnya dalam pembuatan sediaan eliksir.
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Spektrofotometer Uv-Vis
Waterbath shaker
Erlenmeyer
Labu ukur
Pipet volume
Mikropipet
Gelas beker
Batang pengaduk
Filter holder
Membran filter 0.45 µm
B. Bahan
Paracetamol (p.g.)
Gliserin (p.g.)
Propilen glikol (p.g.)
Aquadest (air suling)
Tween 80
Pelarut Tween 100 ppm (1: 2500) di pipet 1,0 ml dimasukkan labu
ukur 100,0 ml kemudian di ad kan dengan aquadest ad garis tanda,
kemudian dipipet 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml
di ad kan dengan aquadest ad garis tanda, dilakukan secara
kuantitatif ( setiap sampel dilakukan replikasi 2x)
%T Kadar X
No Pelarut Absorban Kadar (ppm) Kelarutan
pengenceran
1 Air
2 Pembanding
3 Propelin glikol 5%
6 Twen 10 ppm
1. Air (1 : 1000)
Y=
y=bx+a
1. Air
Kadar x pencenceran
Y=
2. Pembanding
Kadar x pencenceran
Y=
3. Propilen glikol 5%
Kadar x pengenceran
Y=
4. Propilen glikol 10%
Kadar x pencenceran
Y=
5. Propilen glikol 20%
Kadar x pencenceran
Y=
6. Tween 10 ppm
Kadar x pencenceran
Y=
7. Tween 100 ppm
Kadar x pengenceran
Y=
8. Tween 200 ppm
Kadar x pengenceran
Y=
Perhitungan Kelarutan
1. Air
2. Pembanding ( Air Kontrol)
3. Propilen glikol 5%
4. Propilen glikol 10%
5. Propilen glikol 20%
6. Tween 10 ppm
7. Tween 100 ppm
8. Tween 200 ppm
PEMBAHASAN
Pada praktikum uji kelarutan dilakukan upaya untuk peningkatan kelarutan
paracetamol melalui penambahan yaitu aquadest dan propilen glikoL, dan tween 80.
Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,
parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam
obat jenis obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS). Dalam dosis normal, parasetamol
tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal,
atau duktus arteriosus pada janin. Paracetamol memiliki kelarutan yaitu larut dalam
70 bagian air ,dalam 7 bagian etanol (95%) dan dalam 9 bagian propilen glikol.
Propilen glikol atau propana-1,2-diol adalah satu jenis pelarut atau kosolven
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat dalam formulasi
sedian cair,semi padat dan transdermal.Dalam sedian semi padat dapat berupa pasta
yang digunakan secara topikal.
Parktikum ini menggunakan serbuk paracetamol 3 gram untuk 6 buah
erlenmeyer yang didalamnya dimasukkan pelarut.
Zat terlarut yang sifatnya polar akan mudah larut dalam solvent yang polar pula.
Misalnya garam-garam anorganik larut dalam air.
Sedangkan zat terlarut yang nonpolar larut dalam solvent yang nonpolar pula.
Misalnya, alkaloid basa (umumnya senyawa organik) larut dalam kloroform.
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan
pelarut lain atau modifikasi pelarut.
Misalnya luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan gliserin
atau solutio petit.
3. Kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar larut
memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi
umumnya adalah:
4. Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut
dikatakan bersifat endoterm karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.
Contoh:
Zat terlarut + pelarut + panas → larutan.
Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat
tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya menghasilkan
panas.
Contoh:
Zat terlarut + pelarut → larutan + panas Misalnya zat KOH dan K2SO4.
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan,
misalnya:
Saturatio
5. Salting Out
Salting Out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan
lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama
atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia.
Contohnya: kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila ke dalam air tersebut
ditambahkan larutan NaCl jenuh.
6. Salting In
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama
dalam solvent menjadi lebih besar.
Contohnya: Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang
mengandung Nicotinamida.
7. Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut
dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks. Contohnya: Iodium larut
dalam larutan KI atau NaI jenuh.
VII. KESIMPULAN
1. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu, pH, jenis pelarut, suhu,
konstanta dielektrik, penambahan zat lain dan ukuran partikel.
2. Kemampuan melarut suatu zat di dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.
3. Penambahan surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara
paracetamol sehingga mempermudah kelarutan, namun pada konsentrasi
misel kritik (KMK) kelarutan paracetamol menjadi konstan.
4. Zat yang dilarutkan terus diencerkan/dilarutkan hingga mencapai
perbandingan kelarutan maksimalnya dengan pelarut.
5. Data kelarutan suatu zat sangat penting untuk diketahui dalam pembuatan
sediaan farmasi cairan, agar didapatkan indikator obat yang dapat mencapi
efek terapi yang tepat.
6. Larutan adalah campuran yang homogen dari dua zat atau lebih zat, diman
jumlah pelarut lebih banyak daripada zat terlarut.
7. Uji kelarutan merupakan salah satu cara untuk menentukan golongan zat serta
karakteristik masing-masing gugus fungsinya.
IX . PUSTAKA
Martin,A., 1993,Physical Pharmacy, 4th ed., Lea&Febiger Philadeplia, London,P-
324-361