ABBF Uji Kemurnian
ABBF Uji Kemurnian
ABBF Uji Kemurnian
DAFTAR ISI..................................................................................................................................1
BAB I...............................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..........................................................................................................................2
1.1. Latar Belakang........................................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4
2.1. Tawas (Aluminium Kalium Sulfat).......................................................................................4
2.1.1. Tinjauan Pustaka................................................................................................................4
2.2. Pembahasan Metode Uji Kemurnian Tawas.......................................................................4
2.2.1. Susut Pengeringan..............................................................................................................4
2.2.2. Uji Batas Arsen..................................................................................................................7
2.2.3. Uji Batas Logam Berat.....................................................................................................12
2.2.4. Uji Besi............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
3. Apakah sampel aluminium kalium sulfat (tawas) yang diujikan telah memenuhi batas
kemurnian sesuai dengan kompendial?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Selain susut
pengeringan, salah satu cara untuk menentukan bahan yang mudah menguap
(satu-satunya air) ialah dilakukan metode Penetapan Kadar Air (Hayun, 2011).
Penentuan susut pengeringan relatif sederhana untuk dilakukan dan hasil dengan
presisi yang relatif baik dapat diperoleh sehingga digunakan secara luas (Bizzi et
al., 2011). Prinsip yang diacu dalam menggunakan metode ini ialah dengan
menghitung besarnya (% b/b) selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan
hingga bobot tetap. Pengeringan dilakukan pada suhu yang dituliskan 土 2oC jika
suhu pengeringan ditulis dengan satu nilai (Hayun, 2011). Prosedur yang
direkomendasikan untuk penentuan susut pengeringan dapat dilakukan pada
kondisi pengeringan yang berbeda seperti tekanan (atmosfer atau vakum) dan
suhu (dengan atau tanpa pemanasan). Penggunaan desikan seperti difosforus
pentoksida P direkomendasikan untuk membantu proses pengeringan khususnya
untuk kondisi pengeringan ringan yang digunakan untuk sampel yang dapat
didekomposisi pada suhu tinggi, namun prosedur yang paling sering digunakan
adalah pengeringan dilakukan pada tekanan atmosfer dalam oven dengan suhu
105°C (Bizzi et al., 2011).
Cara kerja susut pengeringan dapat dikatakan relatif sederhana. Awal
pengerjaan yaitu botol timbang dengan tutup dibuka dikeringkan dalam oven
dengan suhu 105°C selama 30 menit lalu dikeringkan dalam desikator pada suhu
kamar. Lalu dikeringkan kembali botol timbang dengan tutup dibuka selama 30
menit pada kondisi pengeringan yang telah ditentukan. Setelah 30 menit
dinginkan kembali pada desikator dalam keadaan botol ditutup hingga mencapai
suhu kamar lalu ditimbang dan dicatat berat botol timbang tersebut. Selanjutnya,
zat uji dimasukkan ke dalam botol timbang dan ratakan sampai setinggi l.k. 5 mm
dan dicatat berat botol timbang dan zat uji tersebut dan dihitung bobot awal zat
uji. Gerus zat uji hingga ukuran l.k. 2 mm apabila zat uji berupa hablur besar.
Lakukan pengeringan sesuai dengan yang tertera dalam monografi zat tersebut,
perlu diingat bahwa saat alat pengering dibuka botol segera ditutup dan biarkan
dalam desikator hingga mencapai suhu kamar lalu ditimbang dan dicatat berat
botol timbang dan zat uji setelah dilakukan pengeringan (Hayun, 2011)
5
Seperti kalimat yang sudah disebutkan di atas, bahwa terdapat prosedur
yang berbeda-beda dan kondisi pengeringan yang berbeda. Terdapat lima metode
pengeringan secara umum yang dapat dilakukan (Hayun, 2011) yakni:
1. Dalam desikator: pengeringan dilakukan dalam desikator yang dibantu
dengan adanya difosforus pentoksida P pada tekanan atmosfir dan suhu
ruangan.
2. Dalam vakum: pengeringan dilakukan dalam desikator dan di atas difosforus
pentoksida P pada tekanan 1,5 – 2,5 kPa dan suhu kamar.
3. Dalam vakum dengan rentang suhu tertentu: pengeringan dilakukan di atas
difosforus pentoksida P dalam desikator pada tekanan 1,5 – 2,5 kPa dan pada
rentang suhu yang ditulis dalam monografi
4. Dalam oven dengan rentang suhu tertentu : pengeringan dilakukan dalam
oven dengan rentang suhu yang ditulis dalam monografi.
5. Dalam vakum tinggi : pengeringan dilakukan di atas difosforus pentoksida P
pada tekanan tidak lebih dari 0,1 kPa dan pada rentang suhu yang ditulis
dalam monografi.
Menurut Farmakope Indonesia V, aluminium kalium sulfat (tawas) dapat
diuji kemurniannya salah satunya ialah dengan metode susut pengeringan. Prinsip
dan syarat kemurniannya disesuaikan dengan monografi yang tertera. Pada
monografi, sampel dari aluminium kalium sulfat (tawas) memenuhi syarat jika
berada dalam rentang antara 43,0% - 46,0%. Metode yang digunakan yaitu
dengan cara 2,0 gram zat atau sampel yang ingin diuji dikeringkan terlebih dahulu
menggunakan tanur pada suhu 200oC dalam krus porselen. Setelah beberapa saat,
suhu pengeringan dinaikan menjadi 400oC dan dikeringkan pada suhu 400ºC
hingga bobot tetap. Dalam monografi terdapat kalimat keringkan hingga bobot
tetap yang memiliki arti pengeringan tetap dilanjutkan hingga pada selisih dua
kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang
digunakan (Hayun, 2011). Langkah terakhir ialah lakukan pendinginan dalam
desikator lalu timbang zat tersebut.
6
b. Skema Kerja
7
pada uji terhadap arsen, kemudian dilewatkan melalui larutan perak
dietilditiokarbamat untuk membentuk kompleks berwarna merah. Warna merah
yang terbentuk kemudian dibandingkan, baik secara visual atau secara
spektrofotometri, terhadap warna yang dihasilkan dari cara yang sama
menggunakan kontrol yang mengandung sejumlah arsen setara dengan batasan
yang diberikan dalam masing-masing monografi. Batas dinyatakan sebagai arsen
(As), kadar arsenik tidak melebihi batas yang tertera dalam masing-masing
monografi.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam Uji Batas Arsen menurut
Farmakope Indonesia V, yaitu Metode I yang digunakan untuk bahan anorganik
dan Metode II yang digunakan untuk bahan organik. Kedua metode berbeda
dalam perlakuan awal terhadap zat uji dan standar. Alat yang digunakan dalam
Metode I dan II adalah sebagai berikut:
8
Gambar 2. Reaksi pada Uji Batas Arsen untuk Metode III
Alat yang digunakan untuk Metode III adalah Gutzeit Apparatus yang
merupakan labu Erlenmeyer 100 ml ml, bersumbat kaca asah, yang dilengkapi
dengan pipa kaca panjang 200 mm dan diameter dalam 5 mm yang menembus
sumbat tersebut. Bagian bawah pipa disempitkan sampai diameter dalam 1,0 mm,
panjang 15 mm dari ujung berlubang samping dengan diameter 2 mm sampai 3
mm. Posisi lubang samping pipa paling tidak 3 mm di bawah dasar tutup.
Permukaan ujung atas pipa datar dan halus. Pipa kaca kedua dengan diameter
yang sama dan panjang 30 mm, dengan permukaan, datar dan halus,
disambungkan pada pipa kaca pertama dengan bantuan dua pegas spiral. Ke
dalam bagian bawah pipa isikan 50 mg sampai 60 mg kapas timbal (II) asetat P,
atau sedikit sumbat kapas dan gulungan kertas timbal (II) asetat P seberat lebih
kurang 50 mg sampai 60 mg. Antara kedua permukaan datar pipa, tempatkan
sepotong kecil kertas raksa (II) bromida P (15 mm x 15 mm) untuk menutupnya.
9
Berdasarkan Farmakope Indonesia V, untuk pengujian sampel aluminium
kalium sulfat (tawas) digunakan Metode I dengan persyaratan tidak lebih dari 3
bpj. Larutan persediaan arsen trioksida dipersiapkan dengan menimbang saksama
132,0 mg arsen trioksida P, yang sebelumnya sudah dikeringkan pada 105°C
selama 1 jam, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml dan dilarutkan ke
dalam 5 ml larutan natrium hidroksida P (1 dalam 5) kemudian dinetralkan
dengan asam sulfat 2 N, tambahkan kembali 10 ml asam sulfat 2 N kemudian
tambahkan air yang baru dididihkan dan didinginkan sampai tanda, kemudian
dicampurkan.
Larutan baku arsen yang digunakan dipersiapkan dengan cara memipet 10
ml larutan persediaan arsen trioksida ke dalam labu tentukur 1000 ml, lalu
menambahkan 10 ml asam sulfat 2 N, kemudian menambahkan air yang baru
dididihkan kemudian didinginkan sampai batas dan mencampurkannya. Setiap ml
larutan baku arsen mengandung setara dengan I µg Arsen (As). Kemudian, larutan
baku yang digunakan untuk pengujian dibuat dengan memipet 3,0 ml larutan baku
arsen ke dalam labu generator dan diencerkan dengan air sampai 35 ml.
b. Skema Kerja
Berdasarkan Farmakope Indonesia V, untuk melakukan uji batas arsen
terhadap sampel aluminium kalium sulfat (tawas) digunakan Metode I dengan
persyaratan tidak lebih dari 3 bpj. Berikut adalah prosedur yang dilakukan untuk
uji batas arsen:
a) Pembuatan larutan persediaan arsen trioksida:
10
b) Pembuatan larutan baku arsen :
11
12
e) Prosedur :
13
raksa, bismut, arsen, antimon, timah, kadmium, perak, tembaga, dan molibdenum
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Terdapat kesamaan metode-metode penetapan kadar cemaran logam berat
pada setiap kompendial terkait. Berdasarkan Farmakope Indonesia V, terdapat
lima metode yang digunakan dalam penetapan kadar cemaran logam berat.
Metode I dan metode II digunakan untuk zat yang saat kondisi penetapan
memberikan hasil berupa larutan jernih dan tidak berwarna pada kondisi uji.
Metode III dan metode IV digunakan untuk zat yang pada kondisi metode I tidak
memberikan larutan yang jernih dan tidak berwarna, zat yang mengganggu
pengendapan logam oleh ion sulfida karena sifat alam yang kompleks, atau untuk
zat yang tergolong minyak lemak dan menguap. Metode V merupakan metode
digesti basah yang hanya digunakan apabila metode I dan metode III tidak dapat
digunakan dalam penetapan kadar cemaran logam berat. Apabila tidak dinyatakan
lain, penetapan jumlah logam berat dapat dilakukan dengan metode I.
Berdasarkan United States Pharmacopoeia Edisi 30 (USP Edisi 30),
terdapat tiga metode uji batas cemaran logam berat, dimana ketiga metode yang
digunakan hampir sama dengan Farmakope Indonesia V (FI V). Metode I pada
USP Edisi 30 sesuai dengan metode I pada FI V, dimana metode tersebut
digunakan pada larutan zat uji yang jernih dan tidak berwarna saat preparasi zat.
Metode II pada USP Edisi 30 sesuai dengan metode III pada FI V, dimana metode
tersebut digunakan pada larutan zat uji yang saat preparasi tidak menghasilkan
larutan yang jernih dan tidak berwarna. Metode III pada USP Edisi 30 sesuai
dengan metode V pada FI V, dimana metode tersebut digunakan pada larutan zat
uji yang tidak dapat diuji dengan metode I dan II. Perbedaan metode kedua
kompendial tersebut terdapat pada pereaksi yang digunakan saat pengamatan
warna, dimana USP Edisi 30 menggunakan pereaksi tioasetamid, sedangkan FI V
menggunakan H2S sebagai pereaksi. Sedangkan berdasarkan British
Pharmacopoeia 2007, terdapat enam metode uji batas logam berat yang mengacu
pada European Pharmacopoeia dan terdiri atas metode A hingga metode F.
Metode A memiliki kesamaan dengan metode II pada FI V, metode C memiliki
14
kesamaan dengan metode IV pada FI V, serta metode D memiliki kesamaan
dengan metode V pada FI V.
Uji batas logam berat pada setiap metodenya membutuhkan pereaksi
khusus yang telah diatur dalam Farmakope Indonesia V, yakni larutan persediaan
timbal (II) nitrat, larutan baku timbal, serta larutan pembanding. Pada metode
pengujian batas logam berat sesuai dengan Farmakope Indonesia V juga
memerlukan hidrogen sulfida LP dan tioasetamida LP. Larutan pereaksi khusus
memiliki ketentuan konsentrasi yang harus dipenuhi sesuai dengan kompendial
yang berlaku. Berdasarkan Farmakope Indonesia V, larutan persediaan timbal (II)
nitrat dibuat dengan melarutkan 159,8 mg timbal(II) nitrat P dalam 100 mL air
yang telah ditambah 1 ml asam nitrat P, kemudian diencerkan dengan air hingga
1000 mL. Larutan baku timbal dibuat larutan dengan mengencerkan 10,0 mL
larutan persediaan timbal(II) nitrat dengan air hingga 100,0 mL sehingga tiap mL
larutan baku timbal setara dengan 10 µg timbal (konsentrasi 10 µg/ml). Larutan
pembanding pada uji batas logam berat dibuat dari 100µL larutan baku timbal
dalam 1 gram zat uji sehingga setara dengan 1 bagian timbal persejuta = 1 bpj (1
ppm). Adapun alat yang digunakan pada percobaan diantaranya labu takar, pipet
volume, botol warna gelap, generator gas hidrogen sulfida, serta tabung
pembanding warna (Nessler) (Hayun, 2011).
Gambar 4. (A.) Alat untuk Uji Batas Logam Berat, (B.) Tabung Nessler
Berdasarkan Farmakope Indonesia V, untuk pengujian batas cemaran
logam berat pada aluminium kalium sulfat (tawas) digunakan Metode I dengan
15
persyaratan tidak lebih dari 20 bpj. Penetapan logam berat dilakukan dengan
melarutkan 1 gram zat dalam air hingga 20 mL, 5 mL asam klorida 0,1 N
ditambahkan dalam larutan, kemudian larutan diuapkan dalam cawan porselen
sampai kering. Air 20 mL ditambahkan pada residu kemudian ditambahkan 50 mg
hidroksilamina hidroklorida P. Larutan dipanaskan di atas tangas uap selama 10
menit, kemudian didinginkan dan diencerkan dengan air hingga 25 mL. Prosedur
yang sama dilakukan pada larutan baku dengan penambahan 50 mg hidroksilamin
hidroklorida P pada saat penetapan.
Metode I pada uji batas logam berat yang diatur sesuai Farmakope
Indonesia V membutuhkan larutan baku, larutan uji, serta larutan monitor.
Larutan monitor dibuat dengan memasukkan 25 mL larutan yang dibuat sama
seperti larutan uji ke dalam tabung pembanding warna 50 mL, kemudian
ditambahkan 2,0 mL larutan baku timbal. Atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan asam
asetat 1 N atau amonium hidroksida 6 N menggunakan kertas pH rentang pendek
sebagai indikator eksternal. Larutan diencerkan dengan air hingga 40 mL
kemudian dicampur hingga homogen. Prosedur yang dilakukan dalam pengujian
metode I dimulai dengan menambahkan 10 mL hidrogen sulfida LP dalam
keadaan segar pada tiga tabung yang masing-masing berisi larutan baku, larutan
uji, dan larutan monitor, kemudian dicampur, dan diamkan selama 5 menit.
Permukaan dari atas pada dasar putih kemudian diamati dan dibandingkan
intensitas warna yang terbentuk pada ketiga tabung tersebut. Zat uji memenuhi
syarat kandungan cemaran logam berat bila warna yang terjadi pada larutan uji
tidak lebih gelap dari warna yang terjadi pada larutan baku, serta intensitas warna
pada larutan monitor sama atau lebih kuat dari larutan baku. Perlu diperhatikan
bahwa apabila warna pada larutan monitor lebih muda dari larutan baku, maka
metode III digunakan sebagai ganti dari metode I untuk zat uji (Hayun, 2011).
b. Skema Kerja
Untuk melakukan uji batas logam berat terhadap tawas, menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV, metode yang digunakan adalah metode I dengan
hasil tidak lebih dari 20 bpj. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
16
a) Pembuatan larutan persediaan timbal(II) nitrat:
17
d) Pembuatan larutan uji (sesuai dengan monografi tawas):
18
f) Prosedur:
Permukaan ketiga tabung diamati dari atas dengan dasar putih, kemudian
dibandingkan intensitas warna yang terbentuk pada ketika tabung tersebut.
Zat yang diuji memenuhi syarat jika:
● Warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap warna pada
larutan baku
● Intensitas warna pada larutan monitor sama atau lebih kuat dari
larutan baku
● Bila warna larutan monitor lebih muda dari warna larutan baku,
digunakan metode III sebagai ganti metode I untuk zat uji.
19
dalam labu ukur 1000 ml, ditambahkan 10 ml asam sulfat 2 N, dan diencerkan
dengan air hingga tanda. Tiap ml larutan ini mengandung 10 μg Fe. Selain larutan
baku besi, pereaksi khusus yang digunakan dalam uji batas besi ini adalah larutan
ammonium tiosianat. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan 30 g
ammonium tiosianat P dalam air hingga 100 ml.
Cara membuat larutan baku pada uji batas besi menurut Farmakope
Indonesia V adalah dengan memipet 1 ml larutan baku besi (10 μg Fe) ke dalam
tabung pembanding warna 50 ml, kemudian diencerkan dengan air hingga 45 ml,
ditambahkan 2 ml asam klorida P, dan dicampur. Sedangkan cara membuat
larutan uji adalah dengan memasukkan sejumlah larutan uji seperti yang tertera
pada masing-masing monografi ke dalam tabung pembanding warna 50 ml, dan
bila perlu, dapat diencerkan dengan air hingga 45 ml; atau sejumlah gram zat
tersebut dapat dilarutkan dalam air hingga 45 ml yang dihitung dengan rumus:
20
Menurut Farmakope Indonesia V, pengujian batas besi pada tawas
dilakukan dengan menambahkan 5 tetes kalium heksasianoferat(II) dalam 20 ml
larutan (1 dalam 150); tidak segera terjadi warna biru pada larutan pereaksi (LP).
b. Skema Kerja
a) Pembuatan Larutan Baku Besi (Larutan Pereaksi)
21
d) Prosedur
22
DAFTAR PUSTAKA
Bizzi, Cezar Augusto. Barin, Juliano Smanioto. Hermes, Aline Lima. Mortari, Sergio Roberto &
Flores, Erico M.M. (2011). A Fast Microwave-Assisted Procedure for Loss on Drying
Determination in Saccharides. Retrieved from https://www.semanticscholar.org/paper/A-
fast-microwave-assisted-procedure-for-loss-on-in-Bizzi-
Barin/11d0ddc5685fb6c0f46d55c5a39de3eaba60fe79
British Pharmacopoeia Commission Office. (2006). British Pharmacopoeia 2007. London : The
Department of Health
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hayun. (2011). Uji Kemurnian Bahan Baku Farmasi [Praktikum ABBF Bagian III]. Depok :
Laboratorium Kimia Farmasi Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
The United States Pharmacopoeial Convention. (2007). United States Pharmacopoeia 30th.
Rockville: The USP Convention, Inc
Fitri, N. (2017). SINTESIS KRISTAL TAWAS [KAl(SO4)2 .12H2O] DARI LIMBAH KALENG
BEKAS MINUMAN SKRIPSI.
Surantaatmadja, S. ibrahim. (2010). PERAN ANALISIS FARMASI DALAM PENJAMINAN DAN
PENGAWASAN KUALITAS OBAT (Issue April).
23