ABBF Uji Kemurnian

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS BAHAN BAKU FARMASI

UJI KEMURNIAN ALUMINIUM KALIUM SULFAT (TAWAS)


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................1
BAB I...............................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..........................................................................................................................2
1.1. Latar Belakang........................................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4
2.1. Tawas (Aluminium Kalium Sulfat).......................................................................................4
2.1.1. Tinjauan Pustaka................................................................................................................4
2.2. Pembahasan Metode Uji Kemurnian Tawas.......................................................................4
2.2.1. Susut Pengeringan..............................................................................................................4
2.2.2. Uji Batas Arsen..................................................................................................................7
2.2.3. Uji Batas Logam Berat.....................................................................................................12
2.2.4. Uji Besi............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tawas (Aluminium Kalium Sulfat) merupakan bahan kimia padat yang memiliki
rumus molekul A1K(SO4)2, bentuknya berupa serbuk atau kristal putih dan tidak berbau.
Bahan kimia ini dikenal sebagai koagulan yang membantu proses pengendapan partikel-
partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya sehingga tawas sering
digunakan untuk menjernihkan air. Selain berguna dalam proses penjernihan air, tawas juga
digunakan dalam bahan kosmetik, zat warna tertentu dan untuk memperbaiki mutu pangan
(Fitri, 2017).
Sebagai salah satu bahan baku obat, maka penjaminan kualitas tawas harus
dilakukan. Penjaminan kualitas tawas berdasarkan monografi yang tertera dalam Farmakope
Indonesia. Salah satu cara untuk menjamin kualitas tawas yang baik yaitu dengan memenuhi
standar kemurnian tawas. Standar kemurnian menyatakan bahwa bahan yang diuji
kemurniannya bebas dari bahan asing atau mengandung bahan asing namun dalam batas
yang masih diperbolehkan. Bahan asing tersebut dikenal sebagai cemaran yang dapat
mempengaruhi keamanan dan khasiat dari obat. Cemaran yang dianalisis sangat bergantung
pada bahan yang diuji, cara produksi, pereaksi dan pelarut yang digunakan dalam proses,
stabilitas bahan, dan cemaran lingkungan. Status kemurnian dari suatu bahan dapat diketahui
menggunakan uji kemurnian. Uji kemurnian dapat dilakukan terhadap cemaran spesifik
yang telah diketahui, atau terhadap cemaran umum (Surantaatmadja, 2010).
Dalam praktikum kali ini, uji kemurnian untuk tawas yang akan dilakukan yaitu
susut pengeringan, uji arsen, uji logam berat dan uji besi.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut ini merupakan rumusan masalah pada penelitian mengenai uji kemurnian
yang dilakukan peneliti.
1. Bagaimana mengetahui mutu bahan baku aluminium kalium sulfat (tawas)?
2. Bagaimana hasil uji kemurnian dari aluminium kalium sulfat (tawas) yang diujikan?

2
3. Apakah sampel aluminium kalium sulfat (tawas) yang diujikan telah memenuhi batas
kemurnian sesuai dengan kompendial?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan menetapkan mutu
bahan baku aluminium kalium sulfat (tawas) dengan memeriksa kesesuaiannya dengan
persyaratan yang ditetapkan yaitu salah satunya dengan cara menguji kemurniannya dengan
beberapa metode yang tertera sesuai monografi yang terdapat pada Farmakope Indonesia
edisi V yaitu dilihat dari segi uji susut pengeringan, uji batas arsen, uji batas logam berat,
dan uji besi.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian mengenai uji kemurnian pada aluminium kalium sulfat
(tawas) diantaranya sebagai berikut.
1. Mengetahui persyaratan sertifikasi analisis bahan baku farmasi
2. Memahami berbagai uji analisis, metode kerja, serta prinsip yang ditentukan untuk
bahan baku aluminium kalium sulfat (tawas)
3. Mengetahui persyaratan dan penetapan bahan baku aluminium kalium sulfat (tawas)
yang tertera pada Farmakope Indonesia V sehingga didapatkan kualitas dan
kemurniannya

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tawas (Aluminium Kalium Sulfat)

2.1.1. Tinjauan Pustaka


Tawas (Aluminium Kalium Sulfat) oleh FDA (Food and Drug
Administration) digolongkan sebagai zat generally recognized as safe (GRAS).
Senyawa ini merupakan garam anorganik dengan formula AlK(SO4)2 yang sebagian
besar diproduksi dalam bentuk dodekahidrat (AlK(SO4)2.12H2O).
Pada umumnya tawas digunakan dalam proses penjernihan air. Sementara
dalam dunia farmasi tawas dapat digunakan sebagai antiperspirant sehingga banyak
digunakan dalam sediaan kosmetik, misalnya bedak dan deodorant. Garam
aluminium yang bertindak sebagai antiperspirant bekerja dengan cara membatasi
jumlah sekresi kelenjar keringat pada permukaan kulit melalui pembentukan halangan
atau sumbatan pada saluran keringat, sehingga produksi keringat pada kelenjar
keringat akan berkurang. Selain berfungsi sebagai adjuvant tawas juga dapat
digunakan sebagai adjuvant pada vaksin untuk meningkatkan respon tubuh terhadap
imunogen, misalnya pada vaksin hepatitis A dan hepatitis B (Doherty, 2005). Manfaat
lain dari tawas yakni berfungsi sebagai astringent yang dapat berfungsi mengecilkan
pori-pori dan menghambat produksi minyak secara berlebihan.

2.2. Pembahasan Metode Uji Kemurnian Tawas

2.2.1. Susut Pengeringan


a. Tinjauan Pustaka
Susut pengeringan merupakan parameter yang sering dievaluasi untuk
mengetahui kualitas suatu produk atau sampel. Beberapa aplikasi susut
pengeringan atau dapat disebut loss on drying khususnya dapat ditemukan di
dunia industri, khususnya untuk industri makanan dan obat-obatan (Bizzi et al.,
2011). Tujuan susut pengeringan ini untuk menetapkan besarnya (%) semua jenis

4
bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Selain susut
pengeringan, salah satu cara untuk menentukan bahan yang mudah menguap
(satu-satunya air) ialah dilakukan metode Penetapan Kadar Air (Hayun, 2011).
Penentuan susut pengeringan relatif sederhana untuk dilakukan dan hasil dengan
presisi yang relatif baik dapat diperoleh sehingga digunakan secara luas (Bizzi et
al., 2011). Prinsip yang diacu dalam menggunakan metode ini ialah dengan
menghitung besarnya (% b/b) selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan
hingga bobot tetap. Pengeringan dilakukan pada suhu yang dituliskan 土 2oC jika
suhu pengeringan ditulis dengan satu nilai (Hayun, 2011). Prosedur yang
direkomendasikan untuk penentuan susut pengeringan dapat dilakukan pada
kondisi pengeringan yang berbeda seperti tekanan (atmosfer atau vakum) dan
suhu (dengan atau tanpa pemanasan). Penggunaan desikan seperti difosforus
pentoksida P direkomendasikan untuk membantu proses pengeringan khususnya
untuk kondisi pengeringan ringan yang digunakan untuk sampel yang dapat
didekomposisi pada suhu tinggi, namun prosedur yang paling sering digunakan
adalah pengeringan dilakukan pada tekanan atmosfer dalam oven dengan suhu
105°C (Bizzi et al., 2011).
Cara kerja susut pengeringan dapat dikatakan relatif sederhana. Awal
pengerjaan yaitu botol timbang dengan tutup dibuka dikeringkan dalam oven
dengan suhu 105°C selama 30 menit lalu dikeringkan dalam desikator pada suhu
kamar. Lalu dikeringkan kembali botol timbang dengan tutup dibuka selama 30
menit pada kondisi pengeringan yang telah ditentukan. Setelah 30 menit
dinginkan kembali pada desikator dalam keadaan botol ditutup hingga mencapai
suhu kamar lalu ditimbang dan dicatat berat botol timbang tersebut. Selanjutnya,
zat uji dimasukkan ke dalam botol timbang dan ratakan sampai setinggi l.k. 5 mm
dan dicatat berat botol timbang dan zat uji tersebut dan dihitung bobot awal zat
uji. Gerus zat uji hingga ukuran l.k. 2 mm apabila zat uji berupa hablur besar.
Lakukan pengeringan sesuai dengan yang tertera dalam monografi zat tersebut,
perlu diingat bahwa saat alat pengering dibuka botol segera ditutup dan biarkan
dalam desikator hingga mencapai suhu kamar lalu ditimbang dan dicatat berat
botol timbang dan zat uji setelah dilakukan pengeringan (Hayun, 2011)

5
Seperti kalimat yang sudah disebutkan di atas, bahwa terdapat prosedur
yang berbeda-beda dan kondisi pengeringan yang berbeda. Terdapat lima metode
pengeringan secara umum yang dapat dilakukan (Hayun, 2011) yakni:
1. Dalam desikator: pengeringan dilakukan dalam desikator yang dibantu
dengan adanya difosforus pentoksida P pada tekanan atmosfir dan suhu
ruangan.
2. Dalam vakum: pengeringan dilakukan dalam desikator dan di atas difosforus
pentoksida P pada tekanan 1,5 – 2,5 kPa dan suhu kamar.
3. Dalam vakum dengan rentang suhu tertentu: pengeringan dilakukan di atas
difosforus pentoksida P dalam desikator pada tekanan 1,5 – 2,5 kPa dan pada
rentang suhu yang ditulis dalam monografi
4. Dalam oven dengan rentang suhu tertentu : pengeringan dilakukan dalam
oven dengan rentang suhu yang ditulis dalam monografi.
5. Dalam vakum tinggi : pengeringan dilakukan di atas difosforus pentoksida P
pada tekanan tidak lebih dari 0,1 kPa dan pada rentang suhu yang ditulis
dalam monografi.
Menurut Farmakope Indonesia V, aluminium kalium sulfat (tawas) dapat
diuji kemurniannya salah satunya ialah dengan metode susut pengeringan. Prinsip
dan syarat kemurniannya disesuaikan dengan monografi yang tertera. Pada
monografi, sampel dari aluminium kalium sulfat (tawas) memenuhi syarat jika
berada dalam rentang antara 43,0% - 46,0%. Metode yang digunakan yaitu
dengan cara 2,0 gram zat atau sampel yang ingin diuji dikeringkan terlebih dahulu
menggunakan tanur pada suhu 200oC dalam krus porselen. Setelah beberapa saat,
suhu pengeringan dinaikan menjadi 400oC dan dikeringkan pada suhu 400ºC
hingga bobot tetap. Dalam monografi terdapat kalimat keringkan hingga bobot
tetap yang memiliki arti pengeringan tetap dilanjutkan hingga pada selisih dua
kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang
digunakan (Hayun, 2011). Langkah terakhir ialah lakukan pendinginan dalam
desikator lalu timbang zat tersebut.

6
b. Skema Kerja

2.2.2. Uji Batas Arsen


a. Tinjauan Pustaka
Uji Batas Arsen merupakan prosedur yang digunakan untuk mendeteksi
adanya cemaran arsenik dengan mengubah senyawa arsenik dalam suatu senyawa

7
pada uji terhadap arsen, kemudian dilewatkan melalui larutan perak
dietilditiokarbamat untuk membentuk kompleks berwarna merah. Warna merah
yang terbentuk kemudian dibandingkan, baik secara visual atau secara
spektrofotometri, terhadap warna yang dihasilkan dari cara yang sama
menggunakan kontrol yang mengandung sejumlah arsen setara dengan batasan
yang diberikan dalam masing-masing monografi. Batas dinyatakan sebagai arsen
(As), kadar arsenik tidak melebihi batas yang tertera dalam masing-masing
monografi.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam Uji Batas Arsen menurut
Farmakope Indonesia V, yaitu Metode I yang digunakan untuk bahan anorganik
dan Metode II yang digunakan untuk bahan organik. Kedua metode berbeda
dalam perlakuan awal terhadap zat uji dan standar. Alat yang digunakan dalam
Metode I dan II adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Alat Uji Batas Arsen untuk Metode I dan II


Metode lain yang digunakan, yaitu Metode III, merupakan metode yang
digunakan untuk senyawa anorganik dan organik menurut Farmakope Indonesia
IV. Prinsipnya adalah membandingkan intensitas warna kuning akibat
terbentuknya merkuri arsenida, Hg(AsH2)2 hasil reaksi antara arsin (AsH3), yang
diperoleh dari reduksi senyawa arsen yang terdapat dalam larutan sampel dan
dalam larutan baku arsen, dengan HgBr2.

8
Gambar 2. Reaksi pada Uji Batas Arsen untuk Metode III
Alat yang digunakan untuk Metode III adalah Gutzeit Apparatus yang
merupakan labu Erlenmeyer 100 ml ml, bersumbat kaca asah, yang dilengkapi
dengan pipa kaca panjang 200 mm dan diameter dalam 5 mm yang menembus
sumbat tersebut. Bagian bawah pipa disempitkan sampai diameter dalam 1,0 mm,
panjang 15 mm dari ujung berlubang samping dengan diameter 2 mm sampai 3
mm. Posisi lubang samping pipa paling tidak 3 mm di bawah dasar tutup.
Permukaan ujung atas pipa datar dan halus. Pipa kaca kedua dengan diameter
yang sama dan panjang 30 mm, dengan permukaan, datar dan halus,
disambungkan pada pipa kaca pertama dengan bantuan dua pegas spiral. Ke
dalam bagian bawah pipa isikan 50 mg sampai 60 mg kapas timbal (II) asetat P,
atau sedikit sumbat kapas dan gulungan kertas timbal (II) asetat P seberat lebih
kurang 50 mg sampai 60 mg. Antara kedua permukaan datar pipa, tempatkan
sepotong kecil kertas raksa (II) bromida P (15 mm x 15 mm) untuk menutupnya.

Gambar 3. Gutzeit Apparatus

9
Berdasarkan Farmakope Indonesia V, untuk pengujian sampel aluminium
kalium sulfat (tawas) digunakan Metode I dengan persyaratan tidak lebih dari 3
bpj. Larutan persediaan arsen trioksida dipersiapkan dengan menimbang saksama
132,0 mg arsen trioksida P, yang sebelumnya sudah dikeringkan pada 105°C
selama 1 jam, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml dan dilarutkan ke
dalam 5 ml larutan natrium hidroksida P (1 dalam 5) kemudian dinetralkan
dengan asam sulfat 2 N, tambahkan kembali 10 ml asam sulfat 2 N kemudian
tambahkan air yang baru dididihkan dan didinginkan sampai tanda, kemudian
dicampurkan.
Larutan baku arsen yang digunakan dipersiapkan dengan cara memipet 10
ml larutan persediaan arsen trioksida ke dalam labu tentukur 1000 ml, lalu
menambahkan 10 ml asam sulfat 2 N, kemudian menambahkan air yang baru
dididihkan kemudian didinginkan sampai batas dan mencampurkannya. Setiap ml
larutan baku arsen mengandung setara dengan I µg Arsen (As). Kemudian, larutan
baku yang digunakan untuk pengujian dibuat dengan memipet 3,0 ml larutan baku
arsen ke dalam labu generator dan diencerkan dengan air sampai 35 ml.
b. Skema Kerja
Berdasarkan Farmakope Indonesia V, untuk melakukan uji batas arsen
terhadap sampel aluminium kalium sulfat (tawas) digunakan Metode I dengan
persyaratan tidak lebih dari 3 bpj. Berikut adalah prosedur yang dilakukan untuk
uji batas arsen:
a) Pembuatan larutan persediaan arsen trioksida:

10
b) Pembuatan larutan baku arsen :

c) Pembuatan larutan baku :

d) Pembuatan larutan uji :

11
12
e) Prosedur :

2.2.3. Uji Batas Logam Berat


a. Tinjauan Pustaka
Uji batas logam berat merupakan salah satu uji batas yang dilakukan
dengan ion sulfida dan menghasilkan warna pada kondisi penetapan agar dapat
membuktikan bahwa cemaran tersebut tidak melebihi batas logam berat yang
tertera pada masing-masing monografi. Penetapan kadar ditunjukkan dalam
persentase (%) bobot timbal dalam zat uji dengan membandingkan secara visual
(dalam hal ini warna yang terbentuk pada larutan) antara senyawa uji dengan
larutan pembanding (larutan baku timbal), dimana senyawa-senyawa yang
memberikan respon positif pada uji batas logam berat tersebut diantaranya timbal,

13
raksa, bismut, arsen, antimon, timah, kadmium, perak, tembaga, dan molibdenum
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Terdapat kesamaan metode-metode penetapan kadar cemaran logam berat
pada setiap kompendial terkait. Berdasarkan Farmakope Indonesia V, terdapat
lima metode yang digunakan dalam penetapan kadar cemaran logam berat.
Metode I dan metode II digunakan untuk zat yang saat kondisi penetapan
memberikan hasil berupa larutan jernih dan tidak berwarna pada kondisi uji.
Metode III dan metode IV digunakan untuk zat yang pada kondisi metode I tidak
memberikan larutan yang jernih dan tidak berwarna, zat yang mengganggu
pengendapan logam oleh ion sulfida karena sifat alam yang kompleks, atau untuk
zat yang tergolong minyak lemak dan menguap. Metode V merupakan metode
digesti basah yang hanya digunakan apabila metode I dan metode III tidak dapat
digunakan dalam penetapan kadar cemaran logam berat. Apabila tidak dinyatakan
lain, penetapan jumlah logam berat dapat dilakukan dengan metode I.
Berdasarkan United States Pharmacopoeia Edisi 30 (USP Edisi 30),
terdapat tiga metode uji batas cemaran logam berat, dimana ketiga metode yang
digunakan hampir sama dengan Farmakope Indonesia V (FI V). Metode I pada
USP Edisi 30 sesuai dengan metode I pada FI V, dimana metode tersebut
digunakan pada larutan zat uji yang jernih dan tidak berwarna saat preparasi zat.
Metode II pada USP Edisi 30 sesuai dengan metode III pada FI V, dimana metode
tersebut digunakan pada larutan zat uji yang saat preparasi tidak menghasilkan
larutan yang jernih dan tidak berwarna. Metode III pada USP Edisi 30 sesuai
dengan metode V pada FI V, dimana metode tersebut digunakan pada larutan zat
uji yang tidak dapat diuji dengan metode I dan II. Perbedaan metode kedua
kompendial tersebut terdapat pada pereaksi yang digunakan saat pengamatan
warna, dimana USP Edisi 30 menggunakan pereaksi tioasetamid, sedangkan FI V
menggunakan H2S sebagai pereaksi. Sedangkan berdasarkan British
Pharmacopoeia 2007, terdapat enam metode uji batas logam berat yang mengacu
pada European Pharmacopoeia dan terdiri atas metode A hingga metode F.
Metode A memiliki kesamaan dengan metode II pada FI V, metode C memiliki

14
kesamaan dengan metode IV pada FI V, serta metode D memiliki kesamaan
dengan metode V pada FI V.
Uji batas logam berat pada setiap metodenya membutuhkan pereaksi
khusus yang telah diatur dalam Farmakope Indonesia V, yakni larutan persediaan
timbal (II) nitrat, larutan baku timbal, serta larutan pembanding. Pada metode
pengujian batas logam berat sesuai dengan Farmakope Indonesia V juga
memerlukan hidrogen sulfida LP dan tioasetamida LP. Larutan pereaksi khusus
memiliki ketentuan konsentrasi yang harus dipenuhi sesuai dengan kompendial
yang berlaku. Berdasarkan Farmakope Indonesia V, larutan persediaan timbal (II)
nitrat dibuat dengan melarutkan 159,8 mg timbal(II) nitrat P dalam 100 mL air
yang telah ditambah 1 ml asam nitrat P, kemudian diencerkan dengan air hingga
1000 mL. Larutan baku timbal dibuat larutan dengan mengencerkan 10,0 mL
larutan persediaan timbal(II) nitrat dengan air hingga 100,0 mL sehingga tiap mL
larutan baku timbal setara dengan 10 µg timbal (konsentrasi 10 µg/ml). Larutan
pembanding pada uji batas logam berat dibuat dari 100µL larutan baku timbal
dalam 1 gram zat uji sehingga setara dengan 1 bagian timbal persejuta = 1 bpj (1
ppm). Adapun alat yang digunakan pada percobaan diantaranya labu takar, pipet
volume, botol warna gelap, generator gas hidrogen sulfida, serta tabung
pembanding warna (Nessler) (Hayun, 2011).

Gambar 4. (A.) Alat untuk Uji Batas Logam Berat, (B.) Tabung Nessler
Berdasarkan Farmakope Indonesia V, untuk pengujian batas cemaran
logam berat pada aluminium kalium sulfat (tawas) digunakan Metode I dengan

15
persyaratan tidak lebih dari 20 bpj. Penetapan logam berat dilakukan dengan
melarutkan 1 gram zat dalam air hingga 20 mL, 5 mL asam klorida 0,1 N
ditambahkan dalam larutan, kemudian larutan diuapkan dalam cawan porselen
sampai kering. Air 20 mL ditambahkan pada residu kemudian ditambahkan 50 mg
hidroksilamina hidroklorida P. Larutan dipanaskan di atas tangas uap selama 10
menit, kemudian didinginkan dan diencerkan dengan air hingga 25 mL. Prosedur
yang sama dilakukan pada larutan baku dengan penambahan 50 mg hidroksilamin
hidroklorida P pada saat penetapan.
Metode I pada uji batas logam berat yang diatur sesuai Farmakope
Indonesia V membutuhkan larutan baku, larutan uji, serta larutan monitor.
Larutan monitor dibuat dengan memasukkan 25 mL larutan yang dibuat sama
seperti larutan uji ke dalam tabung pembanding warna 50 mL, kemudian
ditambahkan 2,0 mL larutan baku timbal. Atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan asam
asetat 1 N atau amonium hidroksida 6 N menggunakan kertas pH rentang pendek
sebagai indikator eksternal. Larutan diencerkan dengan air hingga 40 mL
kemudian dicampur hingga homogen. Prosedur yang dilakukan dalam pengujian
metode I dimulai dengan menambahkan 10 mL hidrogen sulfida LP dalam
keadaan segar pada tiga tabung yang masing-masing berisi larutan baku, larutan
uji, dan larutan monitor, kemudian dicampur, dan diamkan selama 5 menit.
Permukaan dari atas pada dasar putih kemudian diamati dan dibandingkan
intensitas warna yang terbentuk pada ketiga tabung tersebut. Zat uji memenuhi
syarat kandungan cemaran logam berat bila warna yang terjadi pada larutan uji
tidak lebih gelap dari warna yang terjadi pada larutan baku, serta intensitas warna
pada larutan monitor sama atau lebih kuat dari larutan baku. Perlu diperhatikan
bahwa apabila warna pada larutan monitor lebih muda dari larutan baku, maka
metode III digunakan sebagai ganti dari metode I untuk zat uji (Hayun, 2011).

b. Skema Kerja
Untuk melakukan uji batas logam berat terhadap tawas, menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV, metode yang digunakan adalah metode I dengan
hasil tidak lebih dari 20 bpj. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

16
a) Pembuatan larutan persediaan timbal(II) nitrat:

b) Pembuatan larutan baku timbal:

c) Pembuatan larutan baku:

17
d) Pembuatan larutan uji (sesuai dengan monografi tawas):

e) Pembuatan larutan monitor:

18
f) Prosedur:

Permukaan ketiga tabung diamati dari atas dengan dasar putih, kemudian
dibandingkan intensitas warna yang terbentuk pada ketika tabung tersebut.
Zat yang diuji memenuhi syarat jika:
● Warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap warna pada
larutan baku
● Intensitas warna pada larutan monitor sama atau lebih kuat dari
larutan baku
● Bila warna larutan monitor lebih muda dari warna larutan baku,
digunakan metode III sebagai ganti metode I untuk zat uji.

2.2.4. Uji Besi


a. Tinjauan Pustaka
Uji batas besi merupakan suatu uji yang digunakan untuk menunjukkan
bahwa kandungan besi, dalam bentuk besi(III) atau besi(II) tidak lebih dari batas
besi yang tertera pada masing-masing monografi. Penetapannya dilakukan dengan
cara membandingkan secara visual dengan larutan yang dibuat khusus dari larutan
baku besi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Berdasarkan Farmakope Indonesia V, pereaksi khusus yang digunakan
dalam uji batas besi adalah larutan baku besi. Cara pembuatan larutan baku besi
ini adalah dengan melarutkan 863,4 mg besi(III)ammonium sulfat P
FeNH4(SO4)2.12H2O] dalam air, yang kemudian ditambahkan 10 ml asam sulfat 2
N, dan diencerkan dengan air hingga 100,0 ml. Lalu, 10 ml larutan ini dipipet ke

19
dalam labu ukur 1000 ml, ditambahkan 10 ml asam sulfat 2 N, dan diencerkan
dengan air hingga tanda. Tiap ml larutan ini mengandung 10 μg Fe. Selain larutan
baku besi, pereaksi khusus yang digunakan dalam uji batas besi ini adalah larutan
ammonium tiosianat. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan 30 g
ammonium tiosianat P dalam air hingga 100 ml.
Cara membuat larutan baku pada uji batas besi menurut Farmakope
Indonesia V adalah dengan memipet 1 ml larutan baku besi (10 μg Fe) ke dalam
tabung pembanding warna 50 ml, kemudian diencerkan dengan air hingga 45 ml,
ditambahkan 2 ml asam klorida P, dan dicampur. Sedangkan cara membuat
larutan uji adalah dengan memasukkan sejumlah larutan uji seperti yang tertera
pada masing-masing monografi ke dalam tabung pembanding warna 50 ml, dan
bila perlu, dapat diencerkan dengan air hingga 45 ml; atau sejumlah gram zat
tersebut dapat dilarutkan dalam air hingga 45 ml yang dihitung dengan rumus:

di mana L adalah batas besi dalam persen. Kemudian ditambahkan 2 ml asam


klorida P dalam larutan uji tersebut dan dicampur.

Gambar 5. Tabung Pembanding Warna (Tabung Nessler)


Prosedur melakukan uji batas besi adalah menambahkan 50 mg
ammonium peroksida sulfat P dan 3 ml Larutan amonium tiosianat pada masing-
masing tabung yang berisi larutan baku dan larutan uji, kemudian dicampur. Agar
suatu larutan uji memenuhi syarat uji batas besi, warna yang terjadi pada larutan
uji tidak boleh lebih gelap dari warna pada larutan baku (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).

20
Menurut Farmakope Indonesia V, pengujian batas besi pada tawas
dilakukan dengan menambahkan 5 tetes kalium heksasianoferat(II) dalam 20 ml
larutan (1 dalam 150); tidak segera terjadi warna biru pada larutan pereaksi (LP).

b. Skema Kerja
a) Pembuatan Larutan Baku Besi (Larutan Pereaksi)

b) Pembuatan Larutan Baku

c) Pembuatan Larutan Uji

21
d) Prosedur

22
DAFTAR PUSTAKA

Bizzi, Cezar Augusto. Barin, Juliano Smanioto. Hermes, Aline Lima. Mortari, Sergio Roberto &
Flores, Erico M.M. (2011). A Fast Microwave-Assisted Procedure for Loss on Drying
Determination in Saccharides. Retrieved from https://www.semanticscholar.org/paper/A-
fast-microwave-assisted-procedure-for-loss-on-in-Bizzi-
Barin/11d0ddc5685fb6c0f46d55c5a39de3eaba60fe79
British Pharmacopoeia Commission Office. (2006). British Pharmacopoeia 2007. London : The
Department of Health
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hayun. (2011). Uji Kemurnian Bahan Baku Farmasi [Praktikum ABBF Bagian III]. Depok :
Laboratorium Kimia Farmasi Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
The United States Pharmacopoeial Convention. (2007). United States Pharmacopoeia 30th.
Rockville: The USP Convention, Inc
Fitri, N. (2017). SINTESIS KRISTAL TAWAS [KAl(SO4)2 .12H2O] DARI LIMBAH KALENG
BEKAS MINUMAN SKRIPSI.
Surantaatmadja, S. ibrahim. (2010). PERAN ANALISIS FARMASI DALAM PENJAMINAN DAN
PENGAWASAN KUALITAS OBAT (Issue April).

23

Anda mungkin juga menyukai