3175 - Satuan Genetika Wilayah

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 23

Deskripsi

PETA GENETIKA WILAYAH


DISERTAI VALUASI KARAKTERISTIK, POTENSI, DAN KENDALANYA
UNTUK PENATAAN RUANG DAN PENGEMBANGAN WILAYAH TERBAIK
Febri Hirnawan 2005
Bidang Teknik Invensi

Peta Genetika Wilayah ini ditemukan sebagai produk dari


proses pemetaan teknik geologi secara khusus untuk memenuhi
kebutuhan dasar bagi teknologi perencanaan terbaik penataan
ruang dan pengembangan wilayah maupun pengembangan sumber
daya mineral dan kewilayahan terpadu. Perencanaan penataan
ruang terbaik tersebut memiliki arti mampu mencapai penataan
letak denah sentra-sentra pembangunan infrastruktur pada
posisi tepat, dengan demikian berfaktor keamanan tinggi
sesuai dengan dukungan tingkat kemampuan tumbuh wilayah
secara fisik berkat panduan Peta Genetika Wilayah. Dengan
difasilitasi peta tersebut, perencanaan itu mampu
dikondisikan berkesesuaian yang tinggi dengan kehendak
karakteristik wilayah, sekaligus dapat dilakukan pemanfaatan
potensi dan juga konservasi kendala yang ada di wilayah yang
bersangkutan secara optimal, sehingga perencanaan dapat
diwujudkan akrab lingkungan dan tidak ada sektor yang
dirugikan. Pemanfaatan satu potensi tidak mematikan potensi
lainnya. Tanpa peran strategis dari Peta Genetika Wilayah,
maka kenyataan tersebut sangat sulit diwujudkan.

Peta Genetika Wilayah mendukung pencapaian keberhasilan


Penataan ruang dan pengembangan wilayah, karena dipandu
untuk berkesesuaian tinggi dengan karakteristik, potensi dan
kendala wilayah. Perencanaan dihindarkan agar tidak
bertentangan dengan sifat-sifat bawaan dan perilaku wilayah,
sehingga misi perencanaan mampu berjalan secara benar menuju
pencapaian visi ke masa depan dengan sebaik-baiknya.
ini sangat menunjang implementasi Undang-undang No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang.
juga informasi kendala wilayah atau risiko aneka kebencanaan
alam wilayah tersebut untuk diwaspadai, sebagai informasi
strategis, terukur, dalam bentuk Peta Genetika Wilayah.

Diketahui bahwa genetika wilayah adalah asal-usul


kejadian wilayah yang telah membentuk sifat bawaan atau
karakteristiknya. Karakteristik wilayah sendiri sesungguhnya
adalah sejumlah sifat-sifatnya yang menentukan potensi dan
kendala yang bersangkutan. Ada tidaknya dan juga besar
kecilnya ukuran potensi maupun kendala (bakat wilayah
berisiko bencana alam) telah dibentuk selama sejarah
pembentukannya. Kemudian, peta genetika wilayah diciptakan
untuk mampu memetakan karakteristik, potensi, dan kendala
kewilayahan secara terukur dan selengkap-lengkapnya di
wilayah dalam peta tersebut.

Peran strategis Peta Genetika Wilayah dalam menunjang


dan memfasilitasi kegiatan perencanaan penataan ruang dan
pengembangan wilayah dibuktikan oleh kemampuannya mencapai
keberhasilan dengan diperolehnya RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah) terbaik, realistis, yaitu yang memanfaatkan ruang
atau space secara tepat, yang berkesesuaian tinggi dengan
karakteristik, potensi dan kendala wilayah bersangkutan.
RTRW terbaik yang diperoleh itu mampu dikondisikan memiliki
visi futuristik (proyeksi pembangunan ke masa depan), yaitu
dengan memanfaatkan suatu potensi di wilayah objek
perencanaan tanpa menimbulkan akibat mematikan potensi-
potensi lain yang ada, melainkan justru memberinya peluang
tumbuh melalui perencanaan terpadu sejak semula, menyediakan
ruang (di permukaan, di bawah dan di atas permukaan) untuk
dibangun di masa depan, sesuai dengan kebutuhan zaman.

Sebelum Peta Genetika Wilayah ditemukan, penataan


ruang dan pengembangan wilayah pada masa lalu atau yang
berlangsung selama ini memiliki banyak kelemahan, bahkan

Tantangan menuju keberhasilan penataan ruang dan


pengembangan wilayah tidak hanya sebatas upaya memecahkan
problematika desain atau rancangan posisi tata letak denah
bangunan-bangunan infrastruktur yang diharapkan mampu
memberikan fasilitas, kenyamanan, dan pemenuh kebutuhan para
pengguna atau masyarakat penghuni suatu wilayah atau kota
saja. Masalah keamanan atau risiko ancaman bencana alam
justru merupakan prioritas utama yang patut diperhitungkan.

Suatu kota yang terkait dengan kota-kota lainnya yang


saling berhubungan seyogianya telah ditata melalui penataan
ruang yang memiliki denah infrastruktur jalan raya,
jembatan, jalan kereta api, terowongan, gedung-gedung,
bandara, bahkan pelabuhan, dlsb., yang mampu berfungsi
secara optimal, memenuhi kebutuhan dan kenyamanan, serta
sedapat mungkin, dalam jangka panjang tanpa batas, aman dari
bencana alam, yaitu banjir, longsor, gempa, tsunami, letusan
gunung api, pergeseran patahan aktif, angin topan,
kekeringan, dsb., yang mengancam jiwa, harta benda, sarana
dan prasarana kegiatan kehidupan, kehilangan sumber daya,
maupun kerusakan lingkungan. Dengan Peta Genetika Wilayah
harapan ini dapat dicapai.

Penataan ruang dan pengembangan wilayah komprehensif


tersebut tentu membutuhan dukungan informasi potensi dan
kendala wilayah berlatarbelakang genetika secara utuh,
artinya semua informasi lengkap tentang seluruh aspek yang
relevan dengan kebutuhan tata ruang tersebut dipenuhi.
Informasi itu meliputi potensi termasuk sifat fisik-mekanik
aneka jenis massa batuan fundasi baik yang layak maupun
tidak yang mendukung pilihan tepat tata letak dan desain
infrastruktur terbaik berfaktor keamanan tinggi, demikian
seringkali gagal karena tidak bervisi ke masa depan,
lingkungan rusak, dan banyak kerugian yaitu potensi-potensi
penting lain yang mati (pemborosan), karena kesempatan
berkembangnya telah hilang oleh kesalahan penataan ruang
tersebut akibat informasi karakteristik wilayah yang tidak
lengkap (banyak informasi potensi tidak disajikan). Hal itu
disebabkan peta tersebut sebagai suatu invention (bukan
discovery) belum ditemukan, yang sebenarnya mampu memberikan
solusi kunci yang handal bagi penyelesaian permasalahan
aktual tersebut. Pentingnya peta ini tidak diragukan.

Oleh karena itu Peta Genetika Wilayah ini, yang


ditemukan melalui suatu kreasi sebagai suatu invensi yang
didukung oleh perjalanan pengalaman berkarya di bidang
kewilayahan yang cukup lama, penting didaftarkan untuk
memperoleh HaKI atau paten.

Alasannya adalah bahwa peta ini ditemukan dengan


menggunakan paradigma mendasar tentang karakteristik wilayah
sebagai fungsi dari genetika yang kemudian menentukan
keterdapatan atau terciptanya potensi maupun kendala di
wilayah yang bersangkutan. Implementasi dengan dukungan
paradigma ini tentunya mampu merubah pendekatan-pendekatan
lama penataan ruang dan pengembangan wilayah sebelumnya yang
seringkali tidak sesuai dengan karakteristik wilayah akibat
hanya menggunakan dasar informasi geologi partial, yang
tidak lengkap dan tidak komprehensif, karena tidak sistemik-
holistik atau tidak berkeserbacakupan aspek yang seharusnya
relevan dengan kebutuhan tata ruang wilayah, sehingga tidak
menguntungkan pemanfaatan lahan.

Berbeda dengan kelemahan pendekatan tersebut, yaitu


dengan manfaat yang telah jelas dari Peta Genetika Wilayah,
maka pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
baik pengembangan wilayah maupun sumber daya mineral
(pertambangan) yang berfihak kepada perlindungan lingkungan dan
pemberdayaan masyarakat dapat diwujudkan, sebagai agenda utama dalam
RTRW yang dihasilkan berkat dukungan peta itu.

Tabel 1 menyajikan keunggulan peran Peta Genetika Wilayah


dibandingkan dengan peta-peta tematik terdahulu dalam mendukung
penataan ruang dan pengembangan wilayah.
Tabel 1. Keunggulan Peta Genetika Wilayah dibandingkan dengan peta-peta
tematik
No Peta genetika Wilayah Peta-peta tematik

1 Peta ini adalah kristalisasi Peta-peta tematik ini terdi-


(gabungan) Peta-peta geologi, ri dari tiga peta saja, yai-
geologi teknik dan kebencana- tu Peta Geologi, Peta bahan
an, hidrogeologi, bahan tam- galian (tambang), dan Peta
bang, geomorfologi termasuk kebencanaan geologi. Masing-
ke-miringan lereng, informasi masing terpisah (bukan ga-
terlengkap. Satuan petanya bungan), tidak siap pakai,
(map units) adalah satuan ge- tetapi harus dibuat dulu
netika wilayah (SGW) dengan zona-zona keseragaman fisik
karakteristik fisik seragam, wilayah melalui teknik tum-
siap pakai untuk tata ruang pang-tindih (superimposed)
dan pengembangan wilayah. agar bisa digunakan bagi
Tiap SGW adalah sistem terpa- penataan ruang dan pengem-
du, tersebar membentuk zona bangan wilayah.
dengan karakteristik, poten- Zona-zona yang dihasilkan
si, dan kendala yang jelas, tidak jelas karakteristik-
terukur dan mampu disajikan nya, tidak terukur, apalagi
dalam tabel matriks sistemik- potensi, maupun kendalanya;
holistik terperinci tentang semuanya itu kualitatif dan
nilai kondisi awalnya (exist- merupakan hasil interpretasi
ing condition), untuk dikon- subjektif pelaksana pembuat
disikan melalui skenario ter- peta. Peluang untuk memper-
baik arah perencanaan tata oleh skenario terbaik pena-
ruangnya, yang dapat diamati. taan ruang sangat minim.

No Peta genetika Wilayah Peta-peta tematik

2 Tabel matriks sistemik-holis- Tiap zona tidak bisa dini-


tik menampilkan pemberian ni- lai, karena tidak memiliki
lai (valuasi) tujuh faktor tingkat keseragaman fisik
(butir 3), yang menyajikan yang sama. Bila dipaksakan
nilai potensi dan kendala juga, nilai yang diperoleh
tiap satuan genetika wilayah akan bias, artinya bagian
(SGW) pada kondisi awal (ex- wilayah lain yang tidak satu
isting condition), untuk da- zona (heterogen) memiliki
sar bagi pertimbangan para nilai yang menyatu dengan
perencana wilayah agar mampu bagian wilayah yang sebenar-
membuat skenario terbaik pe- nya berbeda zona. Zona ybs
rencanaan sebagai upaya pe- bukan satu sistem, tanpa
ningkatan nilai potensi dan pembatasan kelas-kelas batu-
kendala tersebut akibat an, struktur geologi, dan
pembangunan. geomorfologi yang sama.

3 Dalam setiap SGW yang akan Banyaknya faktor terbatas,


dikaji untuk penataan ruang tidak bisa diukur, karena
dan pengembangan wilayah (in- hanya dengan berdasarkan pe-
frastruktur) ditetapkan tujuh ta geologi saja tidak dapat
faktor yang dapat diukur (bu- diperoleh kejelasan informa-
tir 2), yaitu : si tentang stabilitas wila-
1. kemiringan lereng, yah, tingkat kesulitan fun-
2. stabilitas wilayah,
dasi, areal buangan limbah,
3. tingkat kesulitan fundasi,
4. ancaman bencana alam, yang baru bisa dijawab de-
5. ketersediaan air,
ngan peta geologi teknik
6. ketersediaan bahan
bangunan, wilayah ybs.
7. areal buangan limbah.

(Catatan : Peta Genetika Wi-


Tujuh faktor determinant ini
layah telah menggunakan peta
berkriteria jelas, relevan
geologi teknik sebagai peta
untuk tata ruang dan pengem-
dasar; butir 1).
bangan wilayah.

No Peta genetika Wilayah Peta-peta tematik

4 Penilaian tujuh faktor juga Tidak pernah dilakukan peni-


dilakukan di setiap SGW un- laian untuk pengembangan
tuk pengembangan sumber daya sumber daya mineral.
mineral (SDM)- kewilayahan
terpadu, yaitu : Tabel potensi-kendala SDM
tidak pernah ada, sehingga
1. sumber daya mineral, penambangan dengan paradigma
2. kewilayahan,
lama merusak lingkungan, ya-
3. stabilitas wilayah,
4. ancaman bencana alam, itu pasca tambang meninggal-
5. pencemaran lingkungan,
kan wilayah bermasalah kare-
6. reklamasi,
7. pemberdayaan masyarakat. na rusak, tidak memberikan
sumbangsih nyata kepada sek-
Tabel potensi dan kendala SDM
tor kewilayahan, lingkungan,
memberikan solusi agar sektor
dan pemberdayaan masyarakat.
pertambangan menjadi pemicu
pembangunan empat sektor la- Pertambangan tidak memicu
in, yaitu pengembangan wila- pembangunan sektor-sektor
yah, lingkungan, dan pember- lainnya, sebaliknya malah
dayaan masyarakat. mematikan.

Pasca tambang tidak lagi me-


ninggalkan wilayah rusak yang
jatuh nilai ekonominya, mela-
inkan sebaliknya sejak awal
perencanaannya dikondisikan
melalui skenario arah pengem-
bangan berkelanjutan berkat
tabel ini.

5 Kajian terhadap peta adalah Peta-peta tematik tidak da-


sistemik (terpadu) dan holis- pat dikaji secara sistemik-
tik (keserbacakupan aspek) holistik, karena unit-unit
dalam memberikan nilai poten- peta selaku sistem terpadu
si dan kendala yang ada. belum ada.

Dari Tabel 1 di atas dapat difahami kelebihan Peta Genetika


Wilayah dalam memberikan solusi untuk menghasilkan penataan ruang
dan pengembangan wilayah yang lebih baik, yaitu yang mempunyai visi
futuristik berbasis pembangunan berkelanjutan, artinya dinamis
dengan memanfaatkan ruang secara tepat sebab berkesesuaian tinggi
dengan karakteristik wilayah, potensi, maupun kendala yang ada, dan
menyediakan ruang secara tiga dimensi (di permukaan, di bawah dan di
atas permukaan) untuk dibangun di masa depan sesuai dengan kebutuhan
zaman. Pemanfaatan suatu potensi berjalan tanpa berakibat mematikan
potensi lain, dan upaya menumbuhkan ekonomi melalui pembangunan
berjalan seimbang dengan upaya perlindungan lingkungan (=konsep
pembangunan berkelanjutan).

Ringkasan Invensi

Peta Genetika Wilayah direkonstruksikan berdasarkan tiga unsur


genetika wilayah, yaitu : 1) jenis dan sifat batuan penyusunnya
(lithology), 2) tingkatan intensitas deformasi berupa lipatan-
lipatan, kerapatan retakan-retakan dan/atau patahan-patahan akibat
tektonik oleh kinerja gaya-gaya asal dari dalam bumi (tectonics),
dan 3) bentuk morfologi atau bentuk bentang alam permukaan bumi
berupa pedataran, perbukitan, ataupun pegunungan (geomorphology).
Klasifikasi trinomial ini atau litho-tectono-morpho classification
ini menghasilkan unit-unit wilayah terkecil yang mempunyai kesamaan
genetika. Unit-unit wilayah itu merupakan unsur-unsur atau satuan-
satuan peta yang menyusun peta genetika wilayah tersebut. Unit atau
satuan peta itu dinamai satuan genetika wilayah atau disingkat SGW,
yang memiliki karakteristik atau sifat-sifat bawaan yang
dilatarbelakangi oleh genetikanya sendiri. Tiap SGW yang
berkarakteristik berbeda dengan SGW lain akan memiliki potensi
maupun kendala yang juga berbeda, akibat dari genetikanya atau asal
mula kejadiannya yang berbeda.
Unit-unit wilayah terkecil yang dikenal sebagai SGW-SGW itu, dengan
tiga unsur genetika penyusunnya adalah juga sistem-sistem wilayah
terkecil yang membentuk zona-zona homogen. Di dalam suatu wilayah
(misalnya propinsi, kabupaten) bisa terdapat satu atau lebih zona
tersebut, yang berlainan karakteristik, potensi, dan kendalanya. Ada
zona berkarakteristik dengan potensi tinggi namun berkendala rendah,
sebaliknya berpotensi rendah dan berkendala tinggi.

Dengan demikian, di dalam suatu Peta Genetika Wilayah yang


menggambarkan penyebaran zona-zona atau SGW-SGW tersebut dapat
dengan mudah ditelusuri zona-zona berpotensi untuk dikembangkan atau
sebaliknya zona-zona bermasalah atau berkendala untuk dihindari atau
dikonservasi, sehingga peta memberikan arahan untuk penataan ruang
lebih baik, agar mengambil posisi atau tempat yang tepat dalam
mencapai dukungan wilayah secara optimal, terlebih lagi didukung
oleh tiap SGW yang memiliki tabel sistemik-holistik terukur.

Oleh karena itu, penataan ruang dan pengembangan wilayah telah


difasilitasi dengan baik agar mudah mencapai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan rencana pembangunan jangka panjang dengan aman, karena
Peta Genetika Wilayah telah mampu menjawab berbagai tantangan yang
dihadapi rencana tersebut terkait dengan berbagai permasalahan
mengenai ruang, tingkat kesulitan fundasi, ketersediaan air, bahan
bangunan, stabilitas wilayah, ancaman bencana alam, dan areal
buangan limbah. Jawaban terhadap tantangan kebutuhan semacam ini
belum pernah ada di dalam peta-peta tematik untuk keperluan
perencanaan serupa sebelumnya.

Demikian juga, untuk rencana pengembangan pertambangan-


kewilayahan terpadu tantangan permasalahan ekonomi sumber daya
mineral, ekonomi kewilayahan, stabilitas wilayah,
ancaman bencana alam, pencemaran lingkungan, reklamasi, dan
pemberdayaan masyarakat telah dijawab oleh peta genetika
wilayah tersebut.

Uraian Singkat Gambar

Gambar 1 adalah contoh tampilan tiga dimensi wilayah


dengan satuan-satuan genetika wilayah atau SGW-SGW yang ada.
Angka-angka digit menandakan unsur genetika penyusunnya.
Gambar 2 adalah contoh Peta Genetika Wilayah dari
Gambar 1 dengan SGW-SGW yang ada beserta angka-angka digit.

Uraian Lengkap Invensi

Berasal dari asal-usul kejadian wilayah, sebagai fakta


bagi dasar penemuan paten ini (bukan teori ilmu pengetahuan
yang tidak dapat diberi paten), setiap wilayah memiliki
sejarah geologi pembentukannya atau genetikanya. Indonesia
adalah wilayah berkondisi geologi aktif, selain berpotensi
sumber daya kewilayahan dan mineral yang besar, tetapi juga
berkendala atau rawan bencana alam, akibat dibentuk melalui
tumbukan aktif dari dua lempeng tektonik di wilayah
Indonesia Barat dan tiga lempeng tektonik di wilayah
Timur. Konsekuensinya, jalur di sepanjang tumbukan antar
lempeng-lempeng tektonik itu menjadi rawan pergerakan
patahan-patahan aktif, gempa dengan atau tanpa tsunami, dan
letusan gunung api. Kemudian, akibat iklim basah banyak
kawasan di Indonesia menjadi rawan banjir dan longsor.

Pembentukan pulau-pulau di Indonesia adalah kontribusi


dari mekanisme tektonik tersebut, yaitu melalui proses
pengangkatan dari posisi sebelumnya di bawah muka laut yang
kemudian muncul menjadi daratan. Keterdapatan fosil-fosil
yang telah membatu asal dari dalam laut di daratan pada
elevasi tinggi di atas muka laut, misalnya Foraminifera

10
besar (usia >30 juta tahun) pada Batugamping Rajamadala,
10 km di sebelah barat Padalarang, Jawa Barat, pada elevasi
sekitar 800 m dpl adalah salah satu bukti.

Tektonik masih terus bekerja sampai saat ini. Oleh


karena itu, penurunan bisa terjadi, artinya suatu pulau bisa
tenggelam kembali, disusul oleh proses pengendapan yang
menghasilkan aneka batuan sedimen, dan pada suatu ketika
terangkat tektonik periode berikutnya menjadikannya pulau
baru dengan komposisi batuan yang baru dekat ke permukaan.
Proses ini terus berlangsung sebagai manifestasi mekanisme
pencapaian keseimbangan, yaitu ada bagian kerak bumi yang
naik, maka ada pula di bagian lainnya yang turun
menyeimbangkan diri akibat tektonik.

Selain itu, gaya-gaya tektonik itu juga menyebabkan


proses deformasi, yaitu perubahan massa batuan akibat medan
tekanan asal gaya-gaya tersebut. Massa batuan bisa terlipat
menjadi antiklin dan sinklin (perubahan bentuk dan volume),
kemudian retak-retak, dan akhirnya bergeser atau patah-patah
(patahan atau sesar) akibat mekanisme tektonik yang menerus.
Pergeseran patahan-patahan ini menimbulkan gempa, akibat
tektonik aktif. Sebagai ilustrasi, setiap tahun di Indonesia
terjadi lebih dari 400 kali gempa, artinya tiada hari tanpa
gempa, walaupun bermagnitudo kecil-kecil dan tidak terasa,
hanya beberapa gempa besar di atas 5 pada skala Richter.

Patahan-patahan jenis mendatar bisa panjang, misalnya


Patahan Semangko dari ujung utara Pulau Sumatera (Aceh)
sampai ujung selatan (Lampung), sedangkan patahan-patahan
naik bisa sangat dalam sampai menyentuh lokasi keberadaan
magma ribuan meter di bawah permukaan. Patahan dalam ini
banyak dijumpai sebagai penyebab pergerakan cairan magma ke
permukaan yang kemudian menjadi aneka batuan beku intrusi
dan ekstrusi, disertai kelahiran gunung-gunung api.

11
Proses akumulasi tekanan-tekanan dan temperatur yang
tinggi di bawah permukaan akibat dinamika tektonik kerak
bumi dapat menghasilkan aneka batuan metamorf.

Selanjutnya, sejak suatu daratan muncul di atas muka


laut, sejak itu pula proses denudasi berlangsung. Proses
denudasi ini ialah penurunan elevasi daratan oleh akibat
pelapukan dan erosi yang berjalan selama jutaan tahun, yang
menghasilkan aneka morfologi sungai, lembah, perbukitan,
pegunungan, dan pedataran tinggi maupun rendah.

Bila tidak terjadi proses denudasi tersebut, dapat


dibayangkan, bahwa daratan akan memiliki elevasi sangat
tinggi, sebab apabila pengangkatan oleh tektonik berlangsung
1 cm/tahun saja, maka selama kurun waktu satu juta tahun
suatu daratan sudah bertambah tinggi 1 juta cm atau 10 km.
Padahal, Jawa Barat misalnya, sudah terangkat selama puluhan
juta tahun. Sementara itu, Himalaya sebagai contoh gunung
tertinggi di dunia hanya berelevasi 8.800 m atau 8.8 km.

Dari uraian di atas, maka difahami bahwa setiap wilayah


memiliki genetika sendiri-sendiri. Proses geologi tersebut
di atas bertanggung jawab atau melatarbelakangi genetika
wilayah yang bersangkutan. Dari proses pembentukan wilayah
itu, maka dapat diperoleh tiga unsur genetika, yang dapat
dikenali dan dipetakan, yang justru sebagai penentu asal-
usul kejadian wilayah yang dipetakan, yaitu (Tabel 2) :

1) jenis batuan penyusun,


2) tingkatan deformasi atau intensitas tektonik , dan
3) morfologi atau bentang alam.

Klasifikasi berdasarkan tiga unsur genetika wilayah itu


menghasilkan unit-unit wilayah yang memiliki kesamaan
genetika, yang tentu memiliki karakteristik, potensi, dan

12
kendala yang sama (homogen). Unit-unit wilayah ini sebagai
sistem dinamai satuan genetika wilayah atau disingkat SGW.

Tipologi (klasifikasi) genetika wilayah ini didukung


pula oleh kenyataan yang menunjukkan bahwa morfologi (M)
adalah fungsi dari batuan (R), proses (P), dan waktu (t),
atau M = f (R, P, t). Morfologi, batuan, dan deformasi
selaku proses, dan denudasi juga selaku proses pembentuk
morfologi dalam suatu kurun waktu berjalan, semuanya itu
mengarah kepada tiga unsur genetika wilayah yang telah
disebutkan di depan.

Secara lebih jelas dapat diutarakan, bahwa berturut-


turut produk dari proses sedimentasi (pengendapan),
pembekuan magma, dan perubahan akibat tekanan dan temperatur
terhadap massa batuan sebelumnya adalah aneka batuan
sedimen, beku, dan metamorf, kemudian produk dari proses
tektonik adalah deformasi, dan produk dari proses denudasi
adalah morfologi. Tiga unsur produk dari proses geologi itu,
yakni batuan, deformasi, dan morfologi, adalah sangat
mendasar sebagai unsur-unsur penentu pembentukan wilayah.

Tabel 2 menunjukkan aneka kemungkinan terbentuknya SGW


dari kombinasi keterdapatan tiga unsur genetika wilayah
tersebut di Indonesia. Setiap angka digit lebih mempermudah
pengenalan asal-usul genetika dari tiap SGW (selaku sistem
dengan tiga unsur atau komponen pembentuknya itu), yang
homogen, berkarakteristik, potensi, dan kendala tersendiri,
yang berbeda dengan SGW lain. Pendekatan sistemik ini adalah
dasar untuk pemberian nilai (valuasi) atas diri sistem ybs.,
yang berbeda atau secara tegas dipisahkan dengan sistem-
sistem lainnya. Cara ini memiliki kelebihan dari pendekatan
sebelumnya yang bias, karena kelas-kelas unit wilayah tanpa
tipologi yang jelas, melainkan hasil teknik tumpang-tindih
(superimposed) dari peta-peta tematik yang tidak tepat.

13
Tabel 2. Kategori jenis-jenis SGW, setidak-tidaknya ada 72 jenis
yang terbentuk dari tiga unsur-unsur genetika yang ada.

Intensitas Tektonik Kategori bentang alam


Jenis Batuan Lemah Sedang Kuat Pedataran Perbukitan Pegunungan
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 1 ) ( 2 ) ( 3 )

1111 1112 1113


Asam
111 112 113 1121 1122 1123
(1)
1131 1132 1133
Batuan 1211 1212 1213
Menengah
Beku 121 122 123 1221 1222 1223
(2)
(1) 1231 1232 1233
1311 1312 1313
Basa
131 132 133 1321 1322 1323
(3)
1331 1332 1333

Klastika 2111 2112 2113


halus 211 212 213 2121 2122 2123
(1) 2131 2132 2133
Batuan Klastika 2211 2212 2213
Sedimen kasar 221 222 223 2221 2222 2223
(2) (2) 2231 2232 2233
2311 2312 2313
Karbonat
231 232 233 2321 2322 2323
(3)
2331 2332 2333
3111 3112 3113
Masif
311 312 313 3121 3122 3123
(1)
Batuan 3131 3132 3133
Metamorf
(3) 3211 3212 3213
Foliasi
321 322 323 3221 3222 3223
(2)
3231 3232 3233

Catatan : jarang ditemukan.

Keberadaan jenis-jenis SGW di setiap wilayah ditentukan


oleh fenomena geologi setempat, yang sangat tergantung pada
jenis-jenis batuan penyusun wilayah tersebut, kondisi
tingkatan deformasi akibat sejarah tektoniknya, dan kondisi
morfologi sebagai produk dari proses denudasi yang telah
berjalan. Oleh karena itu, tiap wilayah memiliki jenis-jenis
SGW masing-masing.

14
Gambar 1 menampilkan contoh tiga dimensi bentang alam
atau morfologi pedataran, perbukitan, dan pegunungan, yang
bersusunan massa batuan sendiri-sendiri. Kemudian pedataran
bersusunan aneka batuan sedimen telah mengalami deformasi
akibat kerja gaya-gaya tektonik, menjadikannya daerah
terlipat-lipat (antiklin-sinklin) dan patahan-patahan.

Gambar 2 adalah Peta Genetika Wilayah dari fenomena


geologi pada Gambar 1, disertai satuan petanya atau SGW-SGW.
Peta sesungguhnya beserta SGW-SGW-nya berwarna, tetapi di
sini hitam-putih sesuai dengan persyaratan permintaan paten.

Nomor Digit Nama Satuan Genetika Wilayah

1113 SGW Pegunungan lava


2212 SGW Perbukitan breksi gunungapi
2311 SGW Pedataran tuf
2312 SGW Perbukitan tuf
3411 SGW Pedataran batulempung
3431 SGW Pedataran patahan batulempung
3511 SGW Pedataran batugamping-batupasir
3531 SGW Pedataran patahan batugamping-
batupasir
4112 SGW Perbukitan batupasir tufan
4231 SGW Pedataran patahan napal
4331 SGW Pedataran patahan batulempung
4432 SGW Perbukitan patahan batulempung
4512 SGW Perbukitan batugamping
4532 SGW Perbukitan patahan batugamping
4632 SGW Perbukitan patahan batupasir.

Jadi, Peta genetika Wilayah pada Gambar 2 adalah produk


gabungan aneka pemetaan geologi beserta cabang-cabang ilmu
geologi sebagaimana diutarakan pada Tabel 1, butir 1,
berdasarkan tiga unsur genetika yang juga telah dibahas pada
halaman 10-13. Setiap SGW memiliki tujuh faktor pengembangan
wilayah dan tujuh faktor pengembangan sumber daya mineral
sebagai manifestasi yang terukur dari karakteristik,
potensi, dan kendala SGW itu sendiri. Kesemuanya itu
digunakan untuk menyusun perencanaan terbaik RTRW maupun
pengembangan pertambangan-kewilayahan terpadu berkelanjutan.

15
Tabel 3. Matriks Sistemik-Holistik SGW ... untuk pengembangan
wilayah

Tabel 4. Matriks Sistemik-Holistik SGW ... untuk pengembangan


sumber daya mineral (pertambangan).

(Bahan pada PENILAIAN FAKTOR SGW, silkan dicopy saja ke hal ini)

10

15

20

25

30

16
35

17
Skenario tersebut yang dimaksudkan sebagai dasar RTRW
terbaik, yaitu realistis sesuai dengan kemampuan tumbuh
wilayah apa adanya untuk meraih hasil pengembangan yang
optimal.
5

10

15

20

25

30

35

18
19
Valuasi dan Makna Nilai-Total SGW dibahas berikut di bawah ini.
Setiap SGW memiliki 7 (tujuh) faktor (Tabel 1, butir 3 dan 4) dengan
bobot kontribusi masing-masing terhadap valuasi dalam persen (%).

Faktor-faktor yang relevan dengan penataan ruang dan


pengembangan wilayah atau pengembangan infrastruktur, yaitu

1) kemiringan lereng (kontribusi 15%),


2) tingkat kesulitan fundasi (15%),
3) stabilitas wilayah (10%),
4) ancaman bencana alam (20%),
5) ketersediaan air (20%),
6) ketersediaan bahan bangunan (10%),
7) areal buangan limbah (10%).

Faktor-faktor dengan bobot kontribusi tinggi adalah ancaman


bencana alam (20%) dan ketersediaan air (20%). Perencanaan penataan
ruang dan pengembangan wilayah dengan basis proporsi kontribusi
kedua faktor itu membuktikan kepedulian yang tinggi untuk tindakan
proaktif pencegahan dampak bencana alam maupun pemuliaan
ketersediaan air. Bobot tinggi akan sangat dominan berpengaruh
terhadap nilai total skor kemampuan tumbuh wilayah maupun
keterbatasannya, sebagaimana bobot kedua faktor itu sangat
dipentingkan.

Kemudian, kontribusi faktor stabilitas wilayah (10%) didasarkan


atas pertimbangan dapat digabung dengan faktor kebencanaan alam,
sehingga gabungan bobot kontribusi menjadi 30%. Selanjutnya areal
buangan limbah (10%) cukup beralasan sebagai faktor yang dapat
diatasi dengan teknologi. Sementara itu ketersediaan bahan bangunan
(10%) bukan merupakan faktor penghambat, artinya walaupun tanpa
bahan bangunan di SGW yang bersangkutan, perencanaan pembangunan
tetap dapat diwujudkan dengan mendatangkan material bangunan dari
tempat lain di sekitarnya, maka bobotnya 10% saja.

Kemudian faktor-faktor yang relevan dengan pengembangan sumber


daya mineral dan kewilayahan terpadu, yaitu :
1) Keekonomian bahan galian (Kontribusi 20 %)
2) Keekonomian kewilayahan tata ruang (20 %)
3) Stabilitas fisik wilayah
4) Ancaman resiko/ bencana alam Lingkungan (40 %)
5) Tingkat pencemaran lingkungan
6) Reklamasi, dan
7) Sosial, ekonomi, budaya, dan hukum (20 %).

Faktor 3 sampai dengan 6 adalah faktor-faktor lingkungan. Kontribusi


tujuh faktor tersebut dalam menunjang kemampuan berkembang unit
wilayah terkecil atau SGW ini ditujukan sebagai kepedulian
pengembangan yang akrab lingkungan, yaitu sebagai berikut :

- Faktor ke-1 sebesar 20 %


- Faktor ke-2 sebesar 20 %
- Faktor ke-3, 4, 5, dan 6 masing-masing 10 %, sehingga faktor-
faktor lingkungan ini berkontribusi 40 % terhadap kemampuan
berkembang SGW yang bersangkutan, dan
- Faktor ke-7 berkontribusi 20 %.

Dengan demikian, sesungguhnya skenario pengembangan dengan metode


ini betul-betul sangat akrab lingkungan, karena proporsi atau
perbandingan antara perhatian pengembangan sumber daya mineral :
Kewilayahan : Lingkungan : Sosekbudkum atau masyarakat = 1 : 1 : 2
: 1. Ini adalah pendekatan yang berpihak kepada masyarakat banyak,
dengan dasar kebijakan yaitu pengembangan Sumber Daya Mineral :
Kewilayahan : Masyarakat banyak = 1 : 1 : 1. Oleh karena itu
paradigma baru ini dalam pengembangan sumber daya mineral
kewilayahan terpadu sudah jelas berbasis kewilayahan dan
berorientasi lingkungan dan penyejahteraan masyarakat banyak.

Makna nilai SGW dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Setiap faktor SGW memiliki sub-sub faktor masing-masing (Tabel


3 dan 4). Dari 7 faktor tiap SGW terdapat banyak sub-faktor
dengan kontribusi dalam mendukung nilai-total SGW masing-masing
berkisar antara 1 % sampai 4 % (jumlah kontribusi seluruh sub-
faktor adalah 100 %).
2) Kondisi setiap sub-faktor berturut-turut mempunyai nilai sebagai
berikut :

Nilai Keterangan
A 3 Sangat baik
B 2 Baik
C 1 Cukup
Netral = bila tidak dikembang-
N 0
kan atau ditambang
c -1 Kurang
b -2 Sangat kurang
a -3 Ekstrim kurang sekali

Apabila semua sub-faktor bernilai A (sangat baik), maka nilai


tertinggi kemampuan berkembang (ability for growth) dari existing
condition SGW tersebut adalah 100 x 3 = 300. Sebaliknya, nilai
terendah adalah -300. Oleh karena itu suatu SGW akan memiliki nilai
existing condition yang berkisar antara -300 s/d +300. Karena nilai
negatif adalah bermakna kurang baik, maka dapat diartikan bila nilai
SGW bernilai negatif artinya SGW tersebut berkendala, sebaliknya
apabila nilainya positif maka SGW tersebut berpotensi (dapat dilihat
faktor-faktor mana yang bernilai positif atau negatif tersebut),
sebagaimana diilustrasikan seperti Nilai/Skor Potensi dan Kendala
SGW

berikut ini : Potensi

-300 -200 -100 0 100 200 300


Rendah Menengah Tinggi
Tinggi Menengah Rendah

Kendala

3) Potensi SGW, yang berkisar dari 0 s/d 300 dapat dibagi menjadi
potensi rendah 0–100, potensi menengah 100-200, dan potensi
tinggi 200-300. Jadi, bila suatu SGW, misalnya, bernilai 130-166
artinya berpotensi menengah. Ternyata SGW_SGW tersebut mampu
dikembangkan menjadi bernilai 194-215,5 sehingga makin bernilai
tinggi, artinya dikembangkan/ditambang lebih baik daripada
tidak.

4) Dalam table sistemik-holistik valuasi dilaksanakan serempak di


areal SGW (on site) maupun di luar areal SGW (off site).
Tujuannya untuk memperoleh gambaran apakah wilayah di luar SGW
(off site) memiliki nilai yang mendukung (positif) atau
sebaliknya tidak mendukung (negatif) bagi pengembangan SGW yang
bersangkutan. Makin tinggi nilai positif yang dimiliki suatu
wilayah off site, maka wilayah tersebut makin mendukung
pengembangan Sumber Daya Mineral-Kewilayahan Terpadu dari SGW
tetangganya itu.

Dengan digunakannya Peta Genetika Wilayah beserta Tabel


Sistemik-Holistik SGW dengan tujuh faktor pengembangan wilayah dan
tujuh faktor pengembangan sumberdaya mineral-kewilayahan terpadu
maka perencanaan penataan ruang dan pengembangan wilayah terpadu
dengan pertambangan berjalan dengan baik menuju pembangunan
berkelanjutan, menyelamatkan lingkungan dan mendukung pertumbuhan
ekonomi wilayah.

Anda mungkin juga menyukai