Tugas1 - Pengolahan Air Bersih PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 59

TUGAS MAKALAH

TEKNIK PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR KEAIRAN


“ASPEK MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL PADA UNIT
PENGELOLAAN AIR MINUM”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Pemeliharaan Infrastruktur Keariran

Disusun oleh :

Miftahul Jannah (15/386737/SV/10123)

D-IV TEKNIK PENGELOLAAN DAN PEMELIHARAAN


INFRASTRUKTUR SIPIL
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Kondisi Infrastruktur
Transportasi ini dengan baik.
Tujuan penulisan laporan ini agar mahasiswa dapat memahami dan menerapkan semua
ilmu dan teori tentang Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil dalam praktek
kerja di lapangan dan juga dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini penyusun menyadari tanpa adanya bimbingan, pengarahan dan bantuan dari
semua pihak tentunya laporan ini tidak akan terselesaikan. Penyusun menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Bapak Suwardo, ST.,MT.,Ph.D selaku Kepala Departemen Teknik Sipil Universitas
Gadjah Mada.
2. Bapak Dr. Eng. Iman Haryanto, ST, MT selaku Ketua Prodi Program Diploma IV Teknik
Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil Universitas Gadjah Mada.
3. Bapak Ir. Sindu Nuranto, MS. selaku Dosen Mata Kuliah Praktikum Teknik Pemeliharaan
Infrastruktur Keariran Universitas Gadjah Mada.
4. Sdr. Panggih Tria selaku Asisten Mata Kuliah Praktikum Teknik Pemeliharaan
Infrastruktur Keariran Universitas Gadjah Mada.
5. Rekan-rekan mahasiswa/i Program Diploma IV Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan
Infrastruktur Sipil Universitas Gadjah Mada 2015.

Laporan ini disusun sebagai syarat kelulusan pada mata kuliah Praktikum Teknik
Pemeliharaan Infrastruktur Keariran. Laporan ini berisi tentang Teknik Pemeliharaan
Infrastruktur Keariran pada unit/instalansi pengelolaan air.
Semoga laporan ini dapat memberi manfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.
Apabila ada kesalahan dalam penulisan laporan ini, penyusun mohon maaf kepada semua
pembaca. Untuk itu penyusun mohon saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki dan
melengkapi penyusunan laporan ini.
Yogyakarta, 29 Oktober 2018
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. i

DAFTAR ISI…………………………………………………….………… ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1

BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………... 4

BAB III METODOLOGI………………………………………………….. 8

BAB IV STUDI KASUS………………………………………………….. 9

BAB V PENUTUP………………………………………………………… 53

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 55
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bangunan pengolahan air bersih (water treatment plant) merupakan
serangkaian unit proses (fisik, kimia dan/atau biologi tertentu) untuk mengolah air
baku menjadi air minum yang memenuhi baku mutu yang berlaku.
Secara umum air baku untuk pengolahan air minum :
a. Air hujan
b. Air permukaan (sungai, danau, waduk)
c. Air tanah (mata air, sumur gali, sumur dalam
Tahap perencanaan bangunan pengolahan air minum :
a. Penetapan Debit Rencana
Debit rencana bangunan pengolahan air minum ditentukan berdasarkan
proyeksi /perhitungan debit maksimum harian
b. Analisis kualitas air baku
Bertujuan untuk memperoleh parameter-parameter yang berkaitan dengan
pengolahan air Karakteristik tipikal air permukaan di indonesia adalah masalah
kekeruhan yang berfluktuasi tergantung musim
c. Penentuan unit pengolahan
Penentuan unit pengolahan (fisik, kimia dan/atau biologi tertentu)
disesuaikan dengan kualitas air baku yang diolah. Unit pengolahan dalam
perencanaan BPAM :
1. sistem pengolahan lengkap menggunakan seluruh komponen unit
pengolahan
2. pengolahan kombinasi menggunakan sebagian komponen unit
pengolahan
Komponen unit pengolahan (yang umum digunakan di Indonesia)
1. Pra-Sedimentasi (conditioning)
2. Koagulasi - Flokulasi
3. Sedimentasi
4. Filtrasi
5. Desinfeksi
1
6. Pelunakan (softening) --> khusus untuk kesadahan tinggi
d. Penentuan kriteria perencanaan unit pengolahan
Kriteria perencanaan merupakan nilai/besaran tertentu yang digunakan
sebagai salah satu dasar pendekatan dalam perencanaan unit pengolahan dalam
BPAM.
Kriteria perencanaan dapat diperoleh dari hasil penelitian, riset, percobaan,
SNI, peraturan dll ex : SNI 6774-2008 tentang Tata cara perencanaan unit paket
instalasi pengolahan air :
a. Perencanaan dan perancangan unit pengolahan
b. Perencanaan konstruksi bangunan dan tata letaknya
c. Perencanaan mekanikal dan elektrikal
d. Perencanaan bangunan penunjang
Kemudian sebelum mendesain bangunan pengolahan air minum perlu
diperhatikan aspek-aspek yang menunjang dan sangat penting. Setelah selesai
dalam pengerjaan penyeleksian alternatif pengolahan, beberapa hal yang harus
dikerjakan dan diperhatikan adalah mendesain Lay out IPA, mengetahui prosedur
& kriteria desain bangunan pengolahan air, manajemen dan perencanaan proyek
pembangunan, perkiraan biaya pembangunan, serta analisis dampak lingkungan
untuk mencegah dan mengurangi kerusakan ekosistem yang ada disekitar
instalasi pengolahan air minum.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana Skema Prosedur dan Kriteria Desain dari IPA itu sendiri ?
2. Bagaimana Aspek Mekanikal dan Elektrikal pada IPA ?
3. Bagaimana Analisis dampak lingkungan dalam proyek pembangunan IPA ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah :
2
1. Mengetahui bentuk Layout Instalasi Pengolahan Air Limbah yang sesuai dengan
kriteria.
2. Mengetahui Prosedur dan Kriteria Desain dari IPA.
3. Mengatahui Manajemen dan Perencanaan Proyek pembangunan IPA.
4. Mengetahui Aspek Mekanikal dan Elektrika pada IPA.
5. Mengatahui Analisis dampak lingkungan dalam proyek pembangunan IPA.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Unit Air Baku


Berdasarkan sumber air baku untuk air minum, maka air baku dapat dibedakan
menjadi:
1. Mata Air
Sistem penyediaan air minum komunal mata air adalah sistem penyediaan air
minum yang memanfaatkan mata air sebagai sumber air baku untuk air minum
dengan cara melindungi dan menangkap air dari mata air untuk ditampung dan
disalurkan kepada masyarakat pemakai.
2. Air Tanah
Sistem penyediaan air minum komunal air tanah dalam adalah sistem
penyediaan air minum yang menggunakan air tanah dalam sebagai sumber air baku
untuk air minum.
3. Air Hujan
Adalah air yang berasal dari air angkasa dalam bentuk air hujan.
4. Air Permukaan
Adalah sistem penyediaan air minum yang memanfaatkan air permukaan
sebagai sumber air baku untuk air minum. Unit air baku dari air permukaan
dijelaskan lebih rinci sebagai berikut karena pada umumnya unit pengambilan air
baku dari air permukaan terpisah dari unit produksi/pengolahannya.
Jenis air baku yang seringkali digunakan oleh masyarakat perkotaan adalah air
permukaan, seperti : air sungai, danau, atau waduk sekitar kota. Tentunya air baku
ini harus diperiksa terlebih dahulu, apakah layak untuk dikonsumsi masyarakat.
Pemeriksaan kualitas air baku dilakukan terhadap kualitas fisik, kimiawi, dan
mikrobiologis. Hasil yang akurat dari kualitas air baku dapat diperoleh melalui
pemeriksaan sampel air baku di laboratorium yang telah ditunjuk sebagai
laboratorium rujukan. Standar kualitas air di perairan umum yang digunakan
sebagai sumber air baku sesuai Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990,
sedangkan untuk persyaratan kualitas air minum sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002. Untuk pemeriksaan di lapangan,
kualitas dapat ditinjau dari parameter-parameter berikut:
a. Bau
b. Rasa
c. Kekeruhan
d. Warna

2.2 Unit Pengolahan Air Bersih


1. Intake
Beberapa lokasi intake pada sumber air yaitu intake sungai, intake danau dan
waduk, dan intake air tanah. Jenis-jenis intake, yaitu intake tower, shore intake,
intake crib, intake pipe atau conduit, infiltration gallery, sumur dangkal dan sumur
dalam (Kawamura, 1991).
2. Aerasi
Aerasi digunakan untuk menyisihkan gas yang terlarut di air permukaan atau
untuk menambah oksigen ke air untuk mengubah substansi yang di permukaan
menjadi suatu oksida.
3. Koagulasi
Pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama beberapa
saat hingga merata. Setelah pencampuran ini, akan terjadi destabilisasi koloid yang
ada pada air baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau terdestabilisasi
mengalami saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk gumpalan
yang lebih besar. Faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi
yaitu jenis koagulan yang digunakan, dosis pembubuhan koagulan, dan
pengadukan dari bahan kimia (Martin D, 2001; Sutrisno, 2002).
4. Flokulasi
Flok-flok kecil yang sudah terbentuk di koagulator diperbesar disini. Faktor-
faktor yang mempengaruhi bentuk flok yaitu kekeruhan pada air baku, tipe dari
suspended solids, pH, alkalinitas, bahan koagulan yang dipakai, dan lamanya
pengadukan (Sutrisno, 2002).
5. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel secara gravitasi. Pengendapan
kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan diskrit
(kelas 1), pengendapan flokulen (kelas 2), pengendapan zone, pengendapan
kompresi/tertekan (Martin D, 2001; Peavy, 1985; Reynolds, 1977).
6. Filtrasi
Proses filtrasi adalah mengalirkan air hasil sedimentasi atau air baku melalui
media pasir. Proses yang terjadi selama penyaringan adalah pengayakan
5
(straining), flokulasi antar butir, sedimentasi antar butir, dan proses biologis.
Dilihat dari segi desain kecepatan, filtrasi dapat digolongkan menjadi saringan
pasir cepat (filter bertekanan dan filter terbuka) dan saringan pasir lambat (Martin
D, 2001).
7. Desinfeksi
Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam
air. Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:pemanasan,
penyinaran antara lain dengan sinar UV, ion-ion logam antara lain dengan copper
dan silver, asam atau basa, senyawa-senyawa kimia, dan chlorinasi (Sutrisno,
2002).
8. Reservoir
Reservoir digunakan pada sistem distribusi untuk meratakan aliran, untuk
mengatur tekanan, dan untuk keadaan darurat. Jenis pompa penyediaan air yang
banyak digunakan adalah: jenis putar (pompa sentrifugal, pompa diffuser atau
pompa turbin meliputi pompa turbin untuk sumur dan pompa submersibel untuk
sumur dalam), pompa jenis langkah positif (pompa torak, pompa tangan, pompa
khusus meliputi pompa vortex atau pompa kaskade, pompa gelembung udara atau
air lift pump, pompa jet, dan pompa bilah). Efisiensi pompa umumnya antara 60
sampai 85% (Noerbambang, 2000).

2.3. Mekanikal Plambing


Mekanikal plambing secara umum merupakan suatu sistem penyediaan air
bersih dan penyaluran air buangan di dalam bangunan. Mekanikal plambing
juga dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan
pelaksanaan pemasangan pipa dan peralatan di dalam gedung atau gedung yang
bersangkutan dengan air bersih maupun air buangan yang dihubungkan dengan
sistem saluran kota (Sunarno, 2005).
Plambing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan
gedung. Oleh karena itu, perencanaan dan perancangan sistem plambing haruslah
dilakukan bersamaan dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan dan
perancangan gedung itu sendiri, dengan memperhatikan secara seksama
hubungannya dengan bagian-bagian kontruksi gedung serta dengan peralatan lainnya
yang ada pada gedung tersebut.

6
Pada jenis penggunaan sistem plambing sangat tergantung pada kebutuhan
dari bangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, perencanaan dan perancangan
sistem plambing dibatasi pada pendistribusian dan penyediaan air bersih. Adapun
fungsi dari instalasi plambing adalah:
 Menyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekanan
dan jumlah aliran yang cukup.
 Membuang air buangan dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemarkan
bagian penting lainnya.

Dalam sistem plambing memerlukan peralatan yang mendukung terbentuknya


sistem plambing yang baik. Jenis peralatan plambing dalam artian khusus, istilah
peralatan plambing meliputi:
 Peralatan untuk menyediakan air bersih atau air bersih untuk minum.
 Peralatan untuk menyediakan air panas.
 Peralatan untuk pembuangan air buangan atau air kotor.
 Peralatan saniter (Plumbing Fixture).

7
BAB III
METODOLOGI

3.1. Lokasi Survey


Pelaksanaan survey ini dilakukan secara survey fisik dengan langsung
meninjau dan mengambil data di lapangan. Lokasi studi ini berada di Kecamatan
Lembah Sabil dan Manggeng Kabupaten Aceh Barat Jaya.

Gambar 1. Denah Lokasi Pelaksanaan Survey

3.2. Obyek Penelitian


Survey dan pengukuran dilakukan atas:
1. Sumber air
2. Water Treatment Plan (WTP)
3. Mekanikal dan elektrikal
4. Kondisi pemipaan dan fasilitas lainnya
5. Kondisi elevasi pipa
6. Topografi
Analisis yang dilakukan adalah:
1. Lingkungan fisik
2. Ketersediaan dan kebutuhan air
3. Skematis dan simulasi pengaliran air minum
8
BAB IV
STUDI KASUS

4.1 Koordinasi Awal dan Survey Pendahuluan

Koordinasi dan diskusi pendahuluan dilakukan antara direksi pekerjaan yaitu


PPTK Perencanaan Pengembangan Infrastruktur Dinas Bina Marga dan Cipta Karya
Aceh, core team, pihak UPTD SPAM Kab. Abdya, serta pihak konsultan. Koordinasi
ini untuk membahas lingkup perencanaan dan rencana tinjauan lapangan
pendahuluan pada survey lanjutan ke Kabupaten Abdya.

Gambar 1. Koordinasi Awal dengan pihak UPTD SPAM Kabupaten Abdya

Berikut Layout ipa dari hasil survey tinjauan lapangan yang didampingi
langsung oleh pihak UPTD SPAM Abdya (Gambar 3). Tim yang melakukan tinjauan
lapangan terdiri atas Direktur perusahaan, team leader dan tenaga ahli dari konsultan,
Kepala dan staf teknis UPTD SPAM Abdya, serta staf yang sedang bertugas di unit
pengolahan.

Skema Pengolahan Air Minum

9
INTAKE

sedimentasi
filtrasi

Gambar 4. Intake dan Perangkat IPA Krueng Baroe Abdya

Menurut ( Tri Joko, 2010 )

10
Air Baku

INTAKE

Saringan Pengendap Pasir


PRAKONDISI

Proses Pre Chlorinasi

Aerasi

Koreksi pH
Koagulasi
Adsorbsi, dll

Flokulasi

Lumpur endapan
Pengendapan

Penyaringan Pencucian
Filter Pengolahan lumpur endapan
-Saringan Pasir Cepat
Backwash dengan pemadatan
-Saringan Pasir Lambat (thikener)

-Reverse Osmosis

-Desinfeksi Kemikal (lar.


Kaporit, gas chlor, gas
ozon)

-Desinfeksi Fisikal (gel,


mikro ultraviolet)

Sistem aliran biasa

Sistem saringan pasir cepat


Kontrol pH Stabilisasi
Sistem saringan pasir lambat

Air Minum
11
4.2 Prosedur dan Kriteria Desain

4.2.1 Intake dan Transmisi

Intake dan transmisi merupakan sarana penyediaan air baku bagi suatu
instalasi pengolahan air. Profil hidrolis adalah faktor yang penting demi
terjadinya proses pengaliran air. Profil ini tergantung dari energi tekan/head
tekan (dalam tinggi kolom air) yang tersedia bagi pengaliran. Head ini dapat
disediakan oleh beda elevasi (tinggi ke rendah) sehingga air pun akan mengalir
secara gravitasi. Jika tidak terdapat beda elevasi yang memadai, maka perlu
diberikan head tambahan dari luar, yaitu dengan menggunakan pompa.
a. Intake
Intake merupakan bangunan penangkap/ pengumpul air yang berfungsi
untuk :
1. Mengumpulkan air baku dari sumber untuk menjaga kuantitas
debit air yang dibutuhkan oleh instalasi.
2. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen.
3. Mengambil air baku yang sesuai dengan debit yang diperlukan
oleh instalasi pengolahan yang direncanakan untuk menjaga
kontinuitas penyediaan atau pengambilan air dari sumber.

12
Kriteria yang harus dipenuhi dalam pembuatan intake adalah :
1. Tertutup untuk mencegah masuknya sinar matahari yang
memungkinkan tumbuhan atau mikroorganisme hidup.
2. Tanah di lokasi intake harus stabil.
3. Intake harus kedap air sehingga tidak terjadi kebocoran.
4. Intake harus di desain untuk menghadapi keadaan darurat.
5. Intake dekat permukaan air untuk mencegah masuknya suspended
solid dan inlet jauh di atas intake.
Macam-macam intake :
 Direct Intake
Intake jenis ini mungkin dibangun jika sumber air memiliki
kedalaman yang besar seperti sungai dan danau, dan apabila tanggul
tahan terhadap erosi dan sedimentasi.
 Canal Intake
Ketika air diambil dari kanal, ruangan yang terbuat dari batu dengan
lubang dibangun di pinggiran kanal. Lubang tersebut dilengkapi dengan
saringan kasar. Dari ruangan batu, air diambil menggunakan pipa yang
memiliki bell mouth, yang dilapisi dengan tutup hemispherical yang
berlubang-lubang. Luas daerah lubang yang terdapat pada penutup
adalah satupertiga dari areahemisphere. Karena pembangunan intake di
kanal, lebar kanal menjadi berkurang dan mengakibatkan
meningkatnya kecepatan aliran. Hal ini dapat menyebabkan
penggerusan tanah, oleh karena itu di bagian hulu dan hilir intake harus
dilapisi.
 Intake Bendungan
Digunakan untuk menaikkan ketinggian muka air sungai sehingga
tinggi muka air yang direncanakan memungkinkan konstannya debit
pengambilan air. Intake bendungan dapat digunakan untuk
pengambilan air dalam jumlah besar dan dapat mengatasi fluktuasi
muka air.

13
Selain bendungan, intake ini juga dilengkapi oleh beberapa bagian
yang memiliki fungsi khusus. Bagian-bagian tersebut adalah :

 Kolam Olak
Merupakan bagian dari bendung yang berfungsi sebagai
peredam energi. Peredam ini berguna untuk mencegah
terjadinya erosi yang mungkin terjadi pada saluran pelimpah
dengan cara memperkecil kecepatan aliran.
 Pintu Air
Pintu air diperlukan untuk menjaga aliran tetap stabil
meskipun sumber air berfluktuasi terutama pada saat pengaliran
berlebih. Pintu air juga diperlukan untuk membuka atau
menutup saluran ketika akan dilakukan pembersihan saluran
 Bar Screen
Bar screen berfungsi sebagai penahan benda-benda yang
berukuran besar seperti sampah, kayu, dan plastik. Secara
berkala bar screen memerlukan pembersihan karena benda-
benda kasar menyebabkan peningkatan kehilangan tekan.
Proses pembersihan dapat dilakukan secara manual atau
otomatis tergantung beban yang ada. Bila beban sedikit maka
pembersihan dapat dilakukan secara manual dan sebaliknya.
Kriteria desain untuk bar screen adalah :
Lebar batang, w = 0,8 – 1 inch
Jarak antar batang, b = 1 – 2 inch
Kemiringan batang, θ = 30° – 60°
Kecepatan aliran sebelum melalui batang, v = 0,3 – 0,75 m/det
Head loss maksimum, hL = 6 inch
 Bak Pengumpul
Berfungsi untuk menampung air baku sebelum disalurkan ke
unit pengolahan melalui pipa transmisi.
b. Transmisi

14
Sistem transmisi menghubungkan antara intake dengan instalasi
pengolahan air minum. Transmisi tergantung pada topografi (perubahan
elevasi) sehingga mungkin saja diperlukan pompa.
Pipa Transmisi
Pipa transmisi digunakan untuk menyalurkan air dari lokasi intake ke
instalasi pengolahan. Dalam menentukan jenis pipa yang digunakan dalam
sistem transmisi maka perlu dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
 Durabilitas dan kondisi air yang dihantarkan
 Ketahanan terhadap erosi dan korosi
 Harga pipa dan biaya pemasangan
 Jenis sambungan yang diperlukan, kekuatannya dan kemudahan
konstruksi
 Kondisi lokal (Mudah didapat, bahan lokal, dan biaya perawatan)

Pompa Transmisi
Pompa digunakan untuk menyediakan head yang cukup untuk
mengalirkan air dari satu tempat yang memiliki head lebih rendah daripada
tempat yang lain. Klasifikasi pompa yang ada di pasaran adalah :
 Reciprocating Pump
 Fland Pump
 Centrifugal Pump
 Air Lift Pump
Jumlah pompa yang digunakan tergantung kepada besarnya aliran yang
diperlukan dan kapasitas pompa ditentukan oleh head yang diperlukan.
Kriteria Jumlah Pompa yang digunakan

4.2.2 Aerasi

15
Aerator dapat digunakan untuk menyisihkan komponen volatil yang
terlarut, yang keberadaannya berlebih pada konsentrasi jenuhnya. Beberapa
senyawa organik yang toksik bersifat volatil. Komponen penyebab rasa dan bau
pada air juga dapat disisihkan sampai ke tingkat yang memuaskan. Air tanah
yang mengandung CO2 dalam konsentrasi yang tinggi akan dapat disisihkan
sampai ke batas yang dapat diterima (memenuhi baku mutu).
Transfer gas dari atmosfer ke dalam air juga berpengaruh pada kualitas air.
Penambahan oksigen terlarut (dissolved oxygen) akan mempertinggi tingkat
oksidasi besi, mangan, dan logam lain sehingga logam-logam tersebut ada dalam
bentuk yang tidak terlarut. Presipitat ini akan disishkan dari air pada kolam
sedimentasi dan unit filtrasi.
Sistem aerasi dirancang untuk menciptakan turbulensi dan memecah air
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, menambah luas permukaan untuk
transfer masa. Sistem yang dapat digunakan adalah gravitasi atau aliran
bertekanan.

4.2.3 Koagulasi dan Flokulasi


Suatu larutan koloidal yang mengandung partikel-partikel kecil dan koloid
dapat dianggap stabil bila :
1. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu
yang pendek (beberapa jam).
2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi
partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada
permukaan elektrostatis antara partikel satu dengan lainnya.
Tujuan dari koagulasi dan flokulasi adalah untuk mengubah partikel-
partikel kecil seperti warna dan kekeruhan menjadi flok yang lebih besar, baik
sebagai presipitat ataupun partikel tersuspensi. Flok-flok ini kemudian
dikondisikan sehingga dapat disisihkan dalam proses berikutnya. Secara teknis,
koagulasi berlaku bagi penyisihan dari partikel koloid yaitu partikel yang
biasanya berukuran 0,001-1 µm seperti asam humus, tanah liat, virus dan
protein.
Proses pembentukan flok adalah sebagai berikut :
 Destabilisasi partikel koloid
 Pembentukan mikroflok
16
 Penggabungan mikroflok
 Pembentukan makroflok

a. Koagulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid akibat
netralisasi muatan elektrostatik dengan penambahan koagulan. Untuk
melaksanakan koagulasi secara efektif, koagulan yang ditambahkan
harus disebarkan secara cepat dan merata ke dalam air baku.
Pencampuran dapat dilaksanakan dengan cara pengadukan secara
hidrolis, mekanis atau pneumatis
Perbandingan Berbagai Tipe Mixing

17
Koagulan yang dapat digunakan antara lain:
1. Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3), atau dikenal dengan nama
tawas, merupakan koagulan yang sering digunakan karena
harganya murah dan mudah diperoleh. pH optimum untuk
proses koagulasi dengan tawas adalah sekitar 6,5-7,5. Bila pH
air yang akan dikoagulasi lebih kecil dari 6,5 atau lebih besar
dari 7,5, perlu dilakukan penaikkan atau penurunan pH terlebih
dahulu, misalnya dengan penambahan kapur.
1. Senyawa besi, seperti FeCl3 dan FeSO4. FeCl3 dapat
digunakan untuk air yang mengandung hidrogen sulfida.
2. PAC (Poli Alumunium Chloride)
Dengan pembubuhan koagulan, maka stabilitas larutan
koloidal yang mengandung partikel-partikel kecil dan
koloid akan terganggu karena molekul-molekul koagulan
dapat menempel pada permukaan koloid dan mengubah
muatan elektrisnya. Misalnya molekul Al pada alum
yang bermuatan positif, akan menetralkan muatan koloid
yang biasanya bermuatan negatif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi :


1. Kualitas air
2. Jumlah dan karakteristik partikel koloid
3. pH
4. Pengadukan cepat, waktu pengadukan, dan kecepatan paddles
5. Temperatur
6. Alkalinitas
7. Karakteristik dari ion-ion di dalam air

Kriteria perencanaan unit koagulasi (pengaduk cepat)


Unit Kriteria

18
Pengaduk cepat
• Tipe Hidrolis:
- terjunan
- saluran bersekat
- dalam pinstalasi pengolahan air
bersekat
Mekanis:
- Bilah (Blade), pedal (padle)
Kinstalasi pengolahan airs
- Flotasi
• Waktu pengadukan (detik) 1–5
• Nilai G/detik > 750
(SNI 6774:2008)

Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses


koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan
penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Pengadukan cepat yang efektif sangat
penting ketika menggunakan koagulan logam seperti alum dan ferric chloride,
karena proses hidrolisisnya terjadi dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi
adsorpsi partikel koloid. Waktu yang dibutuhkan untuk zat kimia lain seperti polimer
(polyelectrolites), chlorine, zat kimia alkali, ozone, dan potasium permanganat, tidak
optimal karena tidak mengalami reaksi hidrolisis (Kawamura, 1991).

Menurut Kawamura (1991), keefektifan pengadukan cepat dipengaruhi :


1. Tipe koagulan yang digunakan;
2. Jumlah zat kimia yang diberikan dan karakteristiknya masing-masing;
3. Kondisi lokal, misalnya kondisi daerah, temperatur, kelayakan suplai energi
dan sebagainya;
4. Karakteristik air baku;
5. Tipe pengaduk zat kimia;
6. Kehilangan tekanan (headloss) yang tersedia untuk pengadukan cepat;
7. Variasi aliran pada instalasi;
8. Jenis proses selanjutnya;
9. Biaya;
10. Dan lain-lain.

Kawamura (1991) menyebutkan bahwa pemilihan koagulan sangat penting


untuk menentukan desain kriteria pengadukan cepat dan untuk proses flokulasi dan
sedimentasi agar berjalan efektif. Koagulan yang sering digunakan adalah koagulan
garam logam seperti : alumunium sulfat, ferric chloride, dan ferric sulfate. Polimer

19
buatan seperti polydiallyl dimethyl ammonium (PDADMA) dan polimer kation alam
seperti chitosan (terbuat dari kulit udang) juga dapat digunakan. Perbedaan antara
koagulan logam dengan polimer kation adalah pada reaksi hidrolisnya dengan air.
Garam logam mengalami hidrolisis ketika dimasukkan ke dalam air sedangkan
polimer tidak. Reaksi hidrolisis ini menghasilkan hydroxocomplex seperti:
Al (H 2 ) 36 , Fe (H 2O ) 33 , AlOH 2 dan Fe (OH ) 2 .

Selain koagulan, biasanya dalam pengolahan air bersih ada penambahan zat
kimia yang dibubuhkan dalam pencampuran cepat. Zat kimia yang sering digunakan
adalah alum, polimer kationik, potasium permanganat, chlorine, powerded activated
carbon (PAC), amonia, kapur soda, serta anionic dan nonionic polymers. Pemilihan
zat kimia yang tepat sangat penting khususnya pada air baku yang tidak memiliki
alkalinitas yang cukup (Kawamura, 1991).

Jenis koagulan yang sering dipakai (Reynolds, 1982) adalah :


1. Alumunium Sulfat (Alum)
Alum [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum digunakan
karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam air
bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida
sesuai dengan persamaan :
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(HCO3)2 → 3CaSO4 + 2Al(OH)3 + 6CO2 + 14 H2O

Bila air tidak mengandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka
alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida yaitu
berupa kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan reaksi :
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14 H2O

Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan


penambahan natrium karbonat. Kebanyakan perairan memiliki alkalinitas yang
cukup sehingga tidak ada penambahan zat kimia selain alumunium sulfat. Nilai pH
optimum untuk alum sekitar 4,5– 8,0.

2. Ferrous Sulfate (FeSO4)


Ferrous sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar
menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 biasanya ditambahan untuk

20
meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe2+ diendapkan sebagai
Fe(OH)3. Reaksinya adalah :
2FeSO4. 7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2 → 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13 H2O
Agar reaksi di atas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 9,5. Selain itu, ferrous
sulfate digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi :
3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 → Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O
Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.

3. Ferric Sulfate dan Ferric Chloride


Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam membentuk ferric
hydroxide dengan reaksi :
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2

Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu :


2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2

Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan untuk
membentuk hidroksida. Reaksinya adalah :
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaCl2

Menurut Kawamura (1991), pengadukan cepat bisa dilakukan dengan sistem


difusi secara hidrolis, mekanis maupun dengan pompa. Tipe pengadukan cepat yang
umum digunakan, berdasarkan keefektifan, kemudahan pemeliharaan serta biaya,
urutan pilihannya adalah sebagai berikut :

1. Diffusion mixing dengan water jet bertekanan (Gambar 1.1)


Keuntungan dari sistem ini adalah bahwa air baku tanpa penambahan zat kimia atau
sudah mengalami destabilisai sebagian bisa digunakan dalam sistem injeksi zat kimia.
Valve yang dipasang pada pompa bisa digunakan untuk mengontrol kecepatan pemompaan
dan variasi energi input untuk aliran yang bervariasi dan berjenis-jenis zat kimia koagulasi.
Sistem ini mempunyai durasi pengadukan sekitar 0,5 detik dan nilai G sekitar 1000 detik-
1 (AWWA, 1997).

21
Gambar 1.1. Jet Injection Sistem Pengadukan Cepat
Sumber : Montgomery, 1985
2. In-line static mixing (Gambar 1.2.)
Pengaduk ini dikenal dengan pengaduk statis tidak bergerak. Pengaduk ini cukup
efektif dalam proses koagulasi. Kelebihan pengaduk ini adalah (1) tidak adanya bagian
yang bergerak, (2) tidak membutuhkan energi luar untuk menjadi input (masukan) ke
dalam sistem, (3) lebih sedikit terjadinya penyumbatan daripada tipe pengadukan difusi
dengan pompa. Kekurangannya adalah bahwa tingkat dan waktu pengadukannya
merupakan fungsi debit aliran. Panjang pengadukan biasanya 1,5 – 2,5 diameter pipa.
Dalam penerapannya, maksimum headloss yang melintasi unit koagulasi adalah 0,6 m.
Desain instalasi pegolahannya harus mempunyai screen pada intake di bagian hulu dari
pengaduk statis sehingga sampah-sampah besar tidak merusak pengaduk statis (Kawamura,
1991).

Gambar 1.2. In-line Static Mixer


Sumber : Montgomery, 1985

Nilai G dirumuskan sebagai berikut :


22
0.5
 P 
G   
 V
. 
Untuk pengadukan cepat dengan static mixer besarnya P dapat diperoleh melalui persamaan
(Kawamura, 1991) :
P  Qwh

 0,009(N  1)Q 2S  0,1 


h   N
 D4 

Dimana :
P = energi pengadukan, (Watt = N.m/s)
 = viskositas absolut air (N.s/m2) = 1,336.10-3 N.s/m2 pada 10° C
V = volume zone pengadukan (m3)
Q = debit aliran (m3/s)
w = berat air = 1000,15615 kg/m3
h = tekanan jatuh (m)
S = specific gravity = 1,00
N = jumlah elemen pengadukan

Pengadukan cepat dengan in-line static mixer mempunyai kriteria desain tersendiri yaitu
(Kawamura, 1991) :

Gxt = 350 – 1700 (rata-rata 1000)


t = 1 – 5 detik

3. Mechanical mixing (Gambar 1.3)


Pengaduk mekanis secara umum merupakan tipe pengaduk paddle atau propeller.
Lebih dari satu set blade propeller atau paddle tersedia pada sebuah shaft. Pengaduk
mekanis sering dirancang dengan penggerak shaft vertikal dengan sebuah penurun
kecepatan dan motor elektrik. Nilai desain untuk kebanyakan sistem pengaduk cepat
secara mekanis yaitu waktu detensi 10 – 60 detik dan nilai G sebesar 600 – 1000 detik-1
(AWWA, 1997).

Menurut Reynolds, 1982:

23
Gradien kecepatan : G2 =

Menurut Fair & Geyer, 1986:

Daya pengadukan yang dibutuhkan

- Untuk single blade :

P = 5.74 x 10-4. Cd .  . (1 – K )3 n3 r3 A

- Untuk multiple blade :

P = 1.44 x 10-4 CD .  . (1 – K )3 n3 b  (r4 - r04 )

Cd = Koefisien Drag , harganya ditentukan sbb :

Tabel 1.1. Harga Koefisien Drag

No Panjang : Lebar Cd

1 5 1,2

2 20 1,5

3  1,9

Sumber: Reynolds, 1982

Keterangan : P : Daya pompa (watt) n : jumlah putaran permenit (rpm)


 : viskositas dinamis (Ns/m2) r : jari-jari blade/impeller (m)
v : volume (m3) A : luas blade/impeller (m2)
Cd: koefisien drag b : lebar blade/impeler (m)
 : berat jenis air (kg/m3) td : waktu tinggal (jam)
G : gradien kecepatan (1/dt)
k : ratio kecepatan fluida terhadap kecepatan blade/impeller

Gambar 1.3. Mechanical Mixer


Sumber : Montgomery, 1985

24
4. In-line mechanical mixing (Gambar 1.4)
Tipe pengaduk ini menghasilkan pengadukan cepat yang lebih efisien walaupun
letaknya tetap. Keuntungan menggunakan tipe ini adalah bisa mencapai dispersi atau
penyebaran zat kimia yang cepat. Pengaduk ini beroperasi pada watu detensi yang pendek
(kurang dari satu detik) dan pada nilai G yang tinggi. Namun, hal tersebut menjadi
pertimbangan penting karena menjadi kelemahan alat ini dalam air yang membutuhkan
waktu reaksi yang lebih lama dan lebih dari satu zat kimia untuk pembentukan flok
(AWWA, 1997).

Gambar 1.4. In-line Mechanical Mixer


Sumber : Montgomery, 1985

5. Hydraulic mixing dengan terjunan (Gambar 1.5)


Pengadukan hidrolis dapat dilakukan dengan menggunakan V-notch, saluran air,
orifice, aliran turbulen sederhana yang disebabkan oleh kecepatan dalam pipa, fitting atau
saluran. Total headloss untuk pengadukan zat kimia koagulan tidak lebih dari 3,2 m.
Energi dari suatu terjunan efektif setinggi 30 cm menyediakan nilai G sebesar 1000 s-1
pada suhu 20° C (AWWA, 1997).
Gradien kecepatan (G) : 400-1000 /dt

Waktu detensi (td) : 60 detik (untuk kekeruhan tinggi)

25
G x td : 20.000 – 30.000

1
 g.h  2
G
.td  (2-11)

dimana, G =gradien kecepatan (1/detik)


g =percepatan gravitasi (m/s2)
h =tinggi terjunan
 =viskositas kinematis

Gambar 1.5. Koagulasi Tipe Terjunan

6. Diffusion dengan pipe grid (Gambar 1.6)


Tipe pengadukan cepat ini tergantung pada turbulensi yang diciptakan oleh pipa grid.
Koagulan atau zat kimia lainnya ditambahkan ke dalam aliran melaui injeksi orifice di
dalam grid. Masalah yang umum terjadi adalah tersumbatnya orifice setelah beberapa
bulan hingga satu tahun instalasi beroperasi. Di bawah kondisi normal, pengaduk ini tidak
direkomendasikan (Kawamura, 1991).

Gambar 1.6. Diffusion Flash Mixer


26
Sumber : Montgomery, 1985
Salah satu jenis pengadukan cepat tipe hidrolis adalah pengadukan dalam pipa. Panjang pipa
yang diperlukan untuk pengadukan cepat berdasarkan kecepatan aliran dan waktu
pencampuran, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Darmasetiawan, 2001) :
L
td 
v
g Hf v
L
 G2
V Q / A
Dimana :
L = panjang pipa (m)
V = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
= 2.5 – 4 m/detik
Q = kapasitas pengolahan (m3/detik)
td = waktu pencampuran (detik)
A = luas penampang pipa (m)
= ¼  D2
G = gradien kecepatan (/dt)
 = viskositas kinematik (1,306x10-6 m/s pada suhu 10°C)

Gradient kecepatan 350-1700 /dt /detik. Dengan rumus sebagai berikut :


 g Hf 
G   
  td  0.5
Dimana :
G = gradient kecepatan (per detik)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/det2)
Hf = kehilangan tinggi tekanan sepanjang aliran (m)
td = waktu pencampuran
 = viskositas kinematis ( 1,306 x 10-6 m2/det pada temperatur 10 °C)

Peavy (1985) menjelaskan bahwa parameter desain untuk pengadukan cepat adalah waktu
pengadukan (t) dan gradien kecepatan (G). Untuk mendapatkan flok yang baik dilakukan
pengadukan yang bertahap dan gradien kecepatannya makin lama makin menurun.

Tabel 1.2. Kriteria Desain Unit Koagulasi


Al-
Kawamura Reynolds Darmasetiawan Peavy Montgomery
No Keterangan Unit Layla
(1) (3) (4) (5) (6)
(2)
G 600 -
1 dtk-1 300 700 - 1000 700 - 1000 1000
1000
2 Td dtk 10 - 30 30 - 60 20 - 60 20 - 40 10 - 60
3 G x Td 300 - 1600 20000 - 30.000 1000 - 2000
4 pH alum opt. 4 4,5 - 8,0 5,0 - 7,5
Sumber: 1.Kawamura, 1991; 2.Al-Layla, 1980; 3.Reynolds, 1982; 4.Darmasetiawan, 2001; 5.Peavy, 1985; 6. Montgomery, 1985

27
1.2 Metode Pengadukan Mekanis

1.2.1 Tipe Mekanis yang Digunakan.


Banyak tipe mekanis yang dapat digunakan dalam operasi mixing dan agitasi ini.
Diantaranya:
1. Paddle
Impeller paddle bervariasi dalam desain. Dari paddle tunggal dan datar pada
shaft vertikal sampai flokulator banyak blade yang dipasang pada shaft horizontal
yang panjang seperti terlihat pada gambar 2.5 berikut ini.

Gambar 1.7 Impeller Paddle Shaft Horizontal

Paddle dapat berjalan pada kecepatan rendah sampai sedang (2 sampai 150
rpm) dan terutama digunakan sebagai agitator untuk melarutkan suspensi atau
sebagai pencampur pada aplikasi viskositas tinggi. Arus utama yang diperoleh
merupakan radial dan tangensial terhadap rotating paddle.

2. Turbine
Turbine impeller merupakan istilah yang digunakan untuk berbagai macam
bentuk impeller. Yang banyak digunakan adalah turbine impeller jenis yang
terlihat pada gambar 2.6. jenis ini terdiri dari beberapa blade lurus yang terpasang
vertikal pada suatu piringan datar. Rotasi berlangsung pada kecepatan sedang dan
aliran fluida terbentuk pada arah radial dan tangensial.

28
Gambar 1.8 Turbine Impeller

3. Propeller
Impeler tipe marine propeller merupakan yang berukuran kecil namun berkecepatan
tinggi (400 rpm untuk propeller beerdiameter besar sampai 175 rpm untuk yang
berdiameter kecil) dan digunakan secara luas dalam aplikasi viskositas rendah. Impeller
ini mempunyai laju pemindahan aliran tinggi dan menghasilkan arus kuat pada arah
aksial.

Gambar 1.9 Propeller

1.2.2 Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam mendesain pengadukan menggunakan


alat mekanis
Dalam operasi pengadukan dengan mekanis beberapa hal yang perlu diperhitungkan
diantaranya:

29
1. Baffling
Komponen aliran tangensial yang diinduksi oleh rotating impeller memberikan
pergerakan rotasi yang lebih dikenal dengan vorteks disekitar tiang impeller. Vorteks
menghalangi operasi pengadukan dengan cara mengurangi kecepatan impeller relatif
terhadap cairan. Sehingga lebih lanjutnya konsumsi daya yang dibutuhkan menjadi lebih
sulit dihitung. Karenanya vorteks dapat dikurangi dengan baffling yang tepat. Pembatas
vertikal ditempatkan sepanjang dinding tangki untuk memecah pergerakan rotasi dengan
mengalihkan cairan kembali terhadap tiang impeller. Untuk operasi turbin impeller,
kelebaran baffle harus lebih kecil 1/10 sampai 1/12 diameter tangki.sedangkan pada
operasi propeller, lebar yang lebih kecil dapat digunakan.

2. Fluid Regime
Rotating impeller terjadi di dalam suatu pola aliran massa fluida yang terbentuk tidak
hanya akibat bentuk, ukuran dan kecepatan impeller tetapi juga karena karakteristik
kontainer fluida dan adanya baffling. Jika aliran bersifat viskos, tidak ada mixing yang
terjadi di dalam akibat difusi. Namun jika aliran turbulen, partikel fluid bergerak dalam
semua arah dan pengadukan terjadi terutama akibat dari penempatan konveksi. Transfer
moment yang berhubungan dengan penempatan ini menghasilkan tegangan geser yang
kuat di dalam fluida. Biasanya aliran massa dan turbulensi atau hasilnya berupa tegangan
fluida penting dalam operasi pengadukan. Kebanyakan turbulensi dihasilkan dari adanya
kontak antara aliran fluida berkecepatan tinggi dengan yang berkecepatan rendah. Aliran
sepanjang sisi kontainer, blade impeller dan sepanjang baffle memberikan turbulensi
dalam tingkat yang lebih rendah. Desain operasi pengadukan mecakup dua hal:

- Identifikasi fluida regime tertentu yang diperlukan dengan melihat: pertama, hubungan
yang ada antara gaya-gaya yang terlibat dalam regime. Hal ini tentu harus komplit dan
menghasilkan kesamaan geometrik, kinematik dan dinamik pada operasi scaling up.
Kedua, dari beberapa hal lainnya seperti input daya per unit volume cairan untuk
menghasilkan proses tertentu. Walaupun hasilnya kurang lengkap karena hanya
menghasilkan kesamaan geometrik dan kinematik saja;
- Sintesa suatu operasi untuk menghasilkan regime.
3. Kurva Daya
Fluida regime yang terjadi akibat rotating impeller, sehingga gaya-gaya mayor yang
terjadi dalam fluida adalah:

- Gaya inersia yang ditandai dengan Power Number

30
P.g c
NP 
 .n 3 .D 5

- Gaya viskos yang digambarkan dalam Bilangan Reynold

n.D 2 .
N Re 

Gaya gravitasi yang dideskripsikan dengan Bilangan Froude

D.n 2
N Fr 
g

Dimana : gc = faktor konversi hukum newton, 32,17 ft.lb massa/dt2.lb.massa

Hubungan yang dapat disimpulkan dari ketiga gaya tersebut adalah :

N P  K .N Re .N Fr
p q

Dimana :

qqK = konstanta

qp, q = Eksponen

nilai K,p dan q tergantung situasi pengadukan.


Gaya gravitasi yang digambarkan dalam bilangan Froude menjadi efektif hanya jika
aliran turbulen dan oleh karenanya jika vorteks terbentuk disekitar impeller. Plotting
logaritmik persamaan (2.15) untuk impeller tertentu diperlihatkan pada gambar 2.8
berikut. Disini bilangan Reynold diplotkan terhadap fungsi daya:

Gambar 1.10 Karakteristik Daya Mixing Impeller

31
Untuk kontainer baffle tanpa vorteks:

P.g c
  NP 
 .n 3 .D 5

Kurva ABCD menggambarkan hubungan fungsi daya dan bilangan Reynold Jika vorteks
tidak terbentuk. Dan jika vorteks terbentuk:

q
NP P.g c  D.n 2 
   
N Fr
q
 .n 3 .D 5  g 

Kurva ABE memberikan hubungan jika terjadi vorteks.

Pada bilangan reynold rendah, kedua kurva bertemu, menunjukkan eksponen q sama
dengan nol dan :

  N P  K .N Re p

Berlaku untuk kedua kurva diatas.

Sampai pada bilangan reynold 10, kemiringan kurva daya mendekati sama dengan –1.
Substitusi nilai ini untuk p pada persamaan (2.18)

P.g c   
NP   K  2 
 .n .D
3 5
 D. .n. 

K
P ..n 2 .D 3
gc

Jika kondisi turbulen sepenuhnya terjadi di dalam kontainer dimana vorteks dihilangkan
(dari C ke D pada kurva ABCD) nilai eksponen p adalah nol.

  NP  K

K
P . .n 3 .D 5
gc

Dalam sistem diatas, turbulensi terjadi pada bilangan reynold = 100.000.

Bagian kurva ABE yang terjadi pada daerah aliran turbulen adalah irregular.
Konsekuensinya, tidak ada persamaan yang dapat dibuat untuk input daya jika aliran

32
turbulen dan adanya pembentukkan vorteks. Nilai konstanta K tergantung pada bentuk,
ukuran impeller serta jumlah baffle dan variabel lainnya yang tidak termasuk dalam
persamaan daya. Berikut tabel nilai konstanta K pada beberapa jenis impeller:

Tabel 1.3 Viskos Range dan Turebulent Range Beberapa Impeller

VISKOS TURBULENT
IMPELLER RANGE (PERS. RANGE (PERS.
2.20) 2.22)

Propeller, square pitch, 3 blade 41.0 0.32

Propeller, 2 pitch, 3 blade 43.5 1.00

Turbine, 6 flat blade 71.0 6.30

Turbine, 6 curved blade 70.0 4.80

Turbine, 6 arrowhead blade 71.0 4.00

Fan turbine, 6 blade 70.0 1.65

Flat paddle, 2 blade 36.5 1.70

Shrouded turbine, 6 curved blade 97.5 1.08

Shrouded turbine, with stator (no baffle) 172.5 1.12

Sumber: Unit Operation Of Sanitary Engineering, Rich, 1961

Kecepatan impeller adalah sebesar:

vi  2 .r.n

Sedangkan kecepatan relatif yang terjadi akibat pergerakan impeller dan perlawanan air (va)
adalah :

v  vi  v a

Sehingga gaya yang dibutuhkan untuk pengadukan adalah sebesar:

1
FD  . .C D . A.v 2
2

Power yang dibutuhkan dalam mendesain mekanis sebagaimana disebutkan diatas adalah
sebesar:
33
P = FD . v

4. Scale up
Hanya sedikit informasi yang ada hubungannya dengan operasi pengadukan pada kinerja
proses. Maka konsekuensinya, identifikasi fluid regime optimum untuk mencapai hasil proses
yang diinginkan. Sehingga harus didapatkan informasi berdasarkan percobaan laboratorium
atau pilot-plant. Jika fluid regime optimum teridentifikasi, metode scaling up untuk operasi
skala kecil dapat digunakan untuk mendesain operasi dengan ukuran yang diinginkan yang
memiliki dinamika yang sama. Dua sistem yang sama secara geometrik jika rasio dimensi
dalam satu sistem sama dengan rasio pada sistem yang lainnya kesamaan kinematik tercapai
jika gerakan fluida sama pada kedua sistem yang secara geometrik sama. Sistem-sistem akan
memiliki kesamaan dinamik jika selain sama secara geometrik dan dinamik, juga mempunyai
rasio-rasio gaya yang sama pada titik tertentu di dalam sistem. Jadi sejauh ini scale up akan
tepat tercapai hanya di dalam sistem yang secara dinamik sama.

Untuk pemakaian daya tertentu, rasio aliran massa-intensitas geser dapat divariasikan dengan
menggunakan impeller dengan ukuran berbeda dan secara geometrik sama. Sehingga pada
tingkat pilot plant, pertimbangkan dengan baik rasio diameter impeller-tangki yang
memberikan hasil proses optimum. Pengaruh ukuran impeller terhadap laju reaksi pada dua
jenis proses dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 1.11 Grafik Pengaruh Ukuran Impeller terhadap Laju Reaksi pada Input Daya
yang Sama

Karena rasio aliran massa terhadap intesitas geser dapat divariasikan pada input daya sama
dengan menggunakan impeller berbeda ukuran yang secara geometrik sama, hanya sedikit
justifikasi yang diperoleh dengan berbagai variasi bentuk impeller. Seperti telah disinggung

34
sebelumnya, bilangan Reynold berhubungan dengan intensitas geser yang terjadi pada fluida
turbulen. Jadi, data laju reaksi yang tergantung pada ketebalan film cairan dapat dikorelasikan
dengan bilangan Reynold. Korelasi ini didemonstrasikan oleh Ruhton. Jika impeller
dirotasikan pada kecepatan berbeda dalam kisaran aliran yang sepenuhnya turbulen (dari C ke
D gambar 2.5), data yang diperoleh akan memberikan hubungan seperti pada gambar 2.10
berikut:

Bilangan Reynold diplot terhadap ψ:

w
h.D  c P . 
  
k  k 

Dimana : h = koefisien Transfer panas (BTU)/(ft2)(jam)(oF)

K= kondukrivita termal (BTU)(ft)/(ft2)(jam)(oF)

cp= panas spesifik pada tekanan konstan (BTU)/(lb)(oF)

w= eksponen

Dalam bentuk persamaan hubungannya adalah:

m
 D 2 .n.   c P . 
w
h.D
 K '    
k     k 

Dimana : m = kemiringan kurva korelasi

Untuk menghasilkan nilai tertentu dari koefisien transfer h dalam sistem secara geometris
sama untuk ukuran berbeda, hubungan scale up dapat diperoleh dengan membagi hubungan
pada persamaan (2.24) yang diekspresikan dalam perbandingan ukuran yang satu terhadap
yang lain, jika fluida tidak berubah:

 2 m 1) / m 
n 2  D1 
 
n1  D2 

Dimana : 1 dan 2 merujuk pada ukuran yang berbeda.

kebutuhan daya yang harus dipenuhi pada scale up ditentukan dari hubungan yang
dikembangkan dengan mengkombinasikan persamaan (2.22) dan (2.25):

3  m  / m
P2  D2 
 
P1  D2 

35
nilai m tergantung pada geometrik khas tangki serta bentuk, ukuran dan lokasi impeller serta
kelengkapan lain di dalam tangki. Plot eksponen ini terhadap rasio daya input persatuan
volume di dalam sistem yang secara geometris sama sebagai fungsi ukuran tangki dapat
dilihat pada gambar 2.8 berikut ;

Gambar 1.13 Hubungan Daya –Volume Terhadap Skala Eksponen

Terlihat dari kurva bahwa secara umum input daya persatuan volume bervariasi dengan scale
up. Selain itu, rasio bervariasi terhadap nilai m.

b. Flokulasi
Flokulasi berfungsi mempercepat tumbukan antara partikel koloid yang sudah
terdestabilisasi supaya bergabung membentuk mikroflok ataupun makroflok yang
secara teknis dapat diendapkan.
Berbeda dengan proses koagulasi dimana faktor kecepatan tidak menjadi
kendala, pada flokulator terdapat batas maksimum kecepatan untuk mencegah
pecahnya flok akibat tekanan yang berlebihan.
Tenaga yang dibutuhkan untuk pengadukan secara lambat dari air selama
flokulasi dapat diberikan secara mekanis maupun hidrolis .
Tingkat keselesaian dari proses flokulasi bergantung pada kemudahan dan
kecepatan mikroflok kecil bersatu menjadi flok yang lebih besar dan jumlah total
terjadinya tumbukan partikel selama flokulasi.

36
Perbandingan antara flokulasi hidrolis dan mekanis

Kriteria perencanaan unit flokulasi (pengaduk lambat)

Flokulator mekanis
Flokulator sumbu Sumbu Flokulator
Kriteria umum
hidrolis horizontal vertikal Clarifier
dengan pedal dengan bilah
G (gradien kecepatan) 60 (menurun) 60 (menurun) – 70 (menurun)
1/detik –5 10 – 10 100 – 10
Waktu tinggal (menit) 30 – 45 30 – 40 20 – 40 20 – 100
Tahap flokulasi(buah) 6 – 10 3–6 2–4 1
Bukaan pintu/ Kecepatan Kecepatan Kecepatan
Pengendalian energi putaran putaran aliran air
sekat
Kecepatan aliran
max.(m/det) 0,9 0,9 1,8 – 2,7 1,5 – 0,5
Luas bilah/pedal
dibandingkan luas bak -- 5 – 20 0,1 – 0,2 -
(%)
Kecepatan perputaran
sumbu (rpm) -- 1–5 8 – 25 -
Tinggi (m) 2–4 *
Keterangan: * termasuk ruang sludge blanket
37
(SNI 6774:2008)

Kriteria perencanaan unit flotasi (pengapungan)

Beban
Aliran Input Waktu
Ukuran hidrolik
Proses udara tenaga detensi permukaa
(N.L/m3 gelembung (Watt (menit) n (m/jam)
Flotasi air) jam/m3)
untuk 100 – 400 2 – 5 mm 5 – 10 5 – 15 10 – 30
pemisahan
Flotasi
Lemak
mekani 10.000 0,2 – 2 mm 60 – 120 4 – 16 -
k 20 – 40
Disolved Air bersamaan
15 – 50 40 – 70 μm 40 – 80 dengan 3 – 10
Flotation
flokulasi
(SNI 6774:2008)

2.2.4 Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses yang dirancang untuk menghilangkan
sebagian besar padatan yang dapat mengendap dengan pengendapan secara
gravitasi. Hasil yang tersisa adalah berupa cairan jernih dan suspensi yang lebih
pekat.
Sedimentasi adalah salah satu unit proses yang paling umum digunakan
dalam proses pengolahan air. Partikel akan mengendap dalam salah satu dari 4
cara, bergantung pada konsentrasi dari suspensi tersebut dan sifat-sifat flokulasi
dari partikel. 4 cara pengendapan tersebut adalah :
1. Pengendapan Tipe 1, untuk menghilangkan partikel diskret
2. Pengendapan Tipe 2, untuk menghilangkan partikel non diskret
3. Pengendapan Tipe 3, disebut juga Zone Settling
4. Pengendapan Tipe 4, disebut juga Compression
Tangki sedimentasi yang ideal terdiri dari :
1. Zona inlet, dimana air didistribusikan sepanjang bagian yang menyilang.
2. Zona pengendapan, dimana partikel tersuspensi diendapkan dan air berada
dalam keadaan diam
3. Zona lumpur, dimana partikel yang mengendap dikumpulkan.
4. Zona outlet, adalah bagian untuk menyalurkan air yang sudah tidak
mengandung partikel yang dapat diendapkan keluar dari tangki.

38
Aliran pada tangki sedimentasi dapat horizontal maupun vertikal. Bentuk
tangki dapat berupa lingkaran, persegi panjang, ataupun segiempat sama sisi.
Kedalaman tangki berkisar antara 2 sampai 5 meter. Rata-rata dibuat tangki
dengan kedalaman 3 meter. Tangki persegi panjang dapat berukuran panjang
hingga 30 meter dan lebar 10 meter. Ukuran dari scrappers mekanik juga
mempengaruhi ukuran bak. Kemiringan dasar tangki berkisar antara 2 sampai 6
persen.
Lumpur yang terkumpul pada dasar tangki dikeluarkan dengan
membilasnya ke dalam suatu wadah atau mengumpulkannya ke dalamhopper dan
kemudian mengambilnya secara gravitasi atau menggunakan pompa. Lumpur
juga dapat dikeluarkan dibawah tekanan hidrostatik air pada tangki sedimentasi.
Untuk memperbaiki kinerja dari bak sedimentasi dapat digunakan tube
settler ataupun plate settler. Tube settler tersedia dalam 2 konfigurasi dasar, yaitu
horizontal tubes dan steeply inclined. Horizontal tubes dioperasikan dalam
sambungan dengan unit filtrasi yang mengikuti unit sedimentasi. Tube-tube
tersebut akan terisi zat padat dan dibersihkan dengan backwash dari filter.
Horizontal tubes settlers digunakan pada instalasi dengan kapasitas kecil (3,785
m3/hari). Steeply inclined tube settlers membersihkan lumpur secara kontinu
melalui pola aliran yang dibuat. Karena kedalaman yang dangkal dari steeply
inclined tube settlers dan pembersihan lumpur yang kontinu, ukuran instalasi
menjadi tidak terbatas.
Pada umumnya dengan pemakaian plate settler, overflow rate dapat
ditingkatkan 3-6 kali

39
2.2.5 Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan solid dari cairan dimana cairan (air)
dilewatkan melalui suatu media yang berongga atau materi berongga lainnya
untuk menyisihkan sebanyak mungkin materi tersuspensi. Filtrasi digunakan di
pengolahan air untuk menyaring air yang telah dikoagulasi dan mengendap
untuk menghasilkan air minum dengan kualitas yang baik.
Menurut tipe media yang digunakan, filter dapat diklasifikasikan sbb :
1. Filter dengan media tunggal
2. Filter dengan media ganda
3. Filter dengan multi media

Kriteria Perencanaan Unit Filtrasi

40
(SNI 6774:2008)

Menurut laju filtrasinya, filter dibedakan menjadi 2 :


Slow Sand Filter
Pada slow sand filter medium pasir yang digunakan umumnya hanya
disyaratkan bebas lumpur dan organik. Urutan diameter butir pasir dari atas ke
bawah tidak teratur (tidak terstratifikasi). Proses penyaringan yang lambat
dalam slow sand filter memungkinkan kontak yang cukup lama antara air
dengan media filter sehingga proses biologis terjadi, terutama pada permukaan
media yang berada di atas. Biomassa yang terbentuk pada medium filter
bersama suspended partikel disebut sebagai ”Scmutz decke” yang bersifat aktif
dalam proses penyisihan senyawa organik dan anorganik terlarut lainnya.

Rapid Sand Filter


Mekanisme penyaringan pada rapid sand filter sama dengan mekanisme
pada slow sand filter. Perbedaannya adalah pada beban pengolahan dan
penggunaan media filter. Beban pengolahan pada RSF jauh lebih tinggi
daripada SSF. RSF memanfaatkan hampir seluruh media sebagai media filter
(in-depth filter) sedangkan SSF hanya pada lapisan teratas saja.
Selain itu, RSF hanya efektif untuk menyaring suspensi kasar dalam bentuk flok
halus yang lolos dari sedimentasi sedangkan SSF dapat meyaring suspensi halus
(bukan koloid) dan mempunyai lapisan biomassa yang aktif.
Menurut kontrol terhadap laju filtrasinya, filtrasi dibagi menjadi Constant Rate
Filter dan Declining Rate Filter.

41
Perbandingan Slow Sand Filter dengan Rapid Sand Filter

Dalam proses filtrasi oleh granular filter terdapat beberapa mekanisme yang terjadi,
yaitu :
1. Mechanical Straining
Mekanisme mechanical straining terjadi akibat partikel atau flok tertahan
karena mempunyai ukuran yang lebih besar dari lubang pori, sehingga partikel
tidak lolos.
2. Sedimentasi
3. Adsorpsi
Sebagian partikel yang halus akan teradsorpsi oleh permukaan media filter
karena ada tumbukan dan gaya tarik antar partikel. Ketika mekanisme filtrasi
tersebut terjadi secara simultan, secara kuantitatif umumnya mekanisme yang
pertama lebih dominan. Untuk meningkatkan efektivitas media, dalam arti
meningkatkan volume atau kedalaman media, digunakan ”dual media” yang
umumnya menggunakan media yang lebih ringan. Persyaratan dari penggunaan
dual media adalah kecepatan pengendapan dari medium yang paling besar harus
lebih kecil dari kecepatan pengendapan media yang lebih berat dengan diameter
42
yang paling kecil. Persyaratan ini diperlukan supaya kedua media tersebut tidak
tercampur setelah pencucian dengan teknik backwashing.

4.2.6 Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses destruksi mikroorganisme patogen dalam air dengan
menggunakan bahan kimia atau ozon.Karakteristik desinfektan yang baik :
1. Efektif membunuh mikroorganisme patogen
2. Tidak beracun bagi manusia/hewan domestik
3. Tidak beracun bagi ikan dan spesies akuatik lainnya
4. Mudah dan aman disimpan, dipindahkan, dibuang
5. Rendah biaya
6. Analisis yang mudah dan terpercaya dalam air
7. Menyediakan perlindungan sisa dalam air minum
Ada banyak hal yang mempengaruhi proses desinfeksi, diantaranya adalah
oksidan kimia, iradiasi, pengolahan termal dan pengolahan elektrokimia.

Jenis-jenis desinfeksi :
1. Desinfeksi kimiawi, berupa oksidator seperti chlorine, ozon dan kaporit
2. Desinfeksi fisik, misalnya sinar ultraviolet

1. Desinfeksi kimiawi
Desinfektan yang paling sering digunakan adalah kaporit (Ca(OCl)2)dan gas
chlor (Cl2). Pada proses desinfeksi menggunkan kaporit, terjadi reaksi sebagai
berikut :

Sebagai suatu proses kimia yang menyangkut reaksi antara biomassa


mikroorganisme perlu dipenuhi 2 syarat :
 Dosis yang cukup
 Waktu kontak yang cukup, minimum 30 menit
Selain itu diperlukan proses pencampuran yang sempurna agar desinfektan
benar-benar tercampur.
43
Desinfeksi menggunakan ozon lazim digunkan untuk desinfeksi hasil
pengolahan waste water treatment.

2. Desinfeksi Fisik
Desinfeksi menggunkan ultraviolet lebih aman daripada menggunakan klor
yang beresiko membentuk trihalometan yang bersifat karsinogenik, tetapi jika
digunakan ultraviolet sebagai desinfektan maka instalasi distribusi harus benar-
benar aman dan menjamin tidak akan ada kontaminasi setelah desinfeksi. Apabila
kontaminan masuk setelah air didesinfeksi, maka kontaminan tersebut akan tetap
berada dalam air dan sampai ke tangan konsumen. Selain itu, biaya yang
diperlukan juga lebih besar dibandingkan dengan desinfeksi menggunakan
kaporit. Umumnya desinfeksi dilakukan sesaat sebelum air didistribusikan kepada
konsumen.
3. Pembubuhan Kapur
Pembubuhan kapur berfungsi untuk menghasilkan air yang tidak agresif.
Dalam melakukan pembubuhan kapur hal yang terpenting adalah dosis kapur dan
kondisi jenuh kapur. Larutan kapur berada pada kondisi jenuh bila memiliki
konsentrasi sebesar 1100 mg/L. Untuk melakukan pembubuhan kapur diperlukan
beberapa unit yaitu pelarut kapur dan penjenuh kapur (lime saturator).

4.2.7 Reservoir
Jenis-jenis reservoir berdasarkan perletakannya :
a. Reservoir bawah tanah (Ground Reservoir)
Ground reservoir dibangun di bawah tanah atau sejajar dengan permukaan tanah.
Reservoir ini digunakan bila head yang dimiliki mencukupi untuk distribusi air
minum. Jika kapasitas air yang didistribusikan tinggi, maka diperlukan ground
reservoir lebih dari satu.
b. Menara Reservoir (Elevated Reservoir)
Reservoir ini digunakan bila head yang tersedia dengan menggunakan ground
reservoir tidak mencukupi kebutuhan untuk distribusi. Dengan
menggunakan elevated reservoir maka air dapat didistribusikan secara gravitasi.
Tinggi menara tergantung kepada head yang dibutuhkan.

44
c. Stand Pipe
Reservoir jenis ini hampir sama dengan elevated reservoir, dipakai sebagai
alternatif terakhir bila ground reservoir tidak dapat diterapkan karena daerah
pelayanan datar.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang reservoir adalah :


1. Volume reservoir
Volume ditentukan berdasarkan tingkat pelayanan dengan memperhatikan fluktuasi
pemakaian dalam satu hari di satu kota yang akan dilayani.
2. Tinggi elevasi energi
Elevasi energi reservoir harus bisa melayani seluruh jaringan distribusi. Elevasi energi
akan menentukan sistem pengaliran dari reservoir menuju jaringan distribusi. Bila
elevasi energi pada reservoir lebih tinggi dari sistem distribusi maka pengaliran dapat
dilakukan secara gravitasi. Untuk kondisi sebaliknya, bila elevasi energi reservoir lebih
rendah dari jaringan distribusi maka pengaliran dapat dilakukan dengan menggunakan
pompa.
3. Letak reservoir.
Reservoir diusahakan terletak di dekat dengan daerah distribusi. Bila topografi daerah
distribusi rata maka reservoir dapat diletakkan di tengah-tengah daerah distribusi. Bila
topografi naik turun maka reservoir diusahakan diletakkan pada daerah tinggi sehingga
dapat mengurangi pemakaian pompa dan menghemat biaya.
4. Pemakaian pompa
Jumlah pompa dan waktu pemakaian pompa harus bisa mencukupi kebutuhan pengaliran
air.
5. Konstruksi reservoir
Ambang Bebas dan Dasar Bak
1. Ambang bebas minimum 30 cm di atas muka air tertinggi
2. Dasar bak minimum 15 cm dari muka air terendah
3. Kemiringan dasar bak adalah 1/1000 – 1/500 ke arah pipa penguras

Inlet dan Outlet


1. Posisi dan jumlah pipa inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan bentuk dan struktur
tanki sehingga tidak ada daerah aliran yang mati
45
2. Pipa outlet dilengkapi dengan saringan dan diletakkan minimum 10 cm di atas lantai
atau pada muka air terendah
3. Perlu memperhatikan penempatan pipa yang melalui dinding reservoir, harus dapat
dipastikan dinding kedap air dan diberiflexible-joint
4. Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve
5. Pipa peluap dan penguras memiliki diameter yang mampu mengalirkan debit air
maksimum secara gravitasi dan saluran outlet harus terjaga dari kontaminasi luar.

Ventilasi dan Manhole


1. Reservoir dilengkapi dengan ventilasi, manhole, dan alat ukur tinggi muka air
2. Tinggi ventilasi ± 50 cm dari atap bagian dalam
3. Ukuran manhole harus cukup untuk dimasuki petugas dan kedap air.

4.2.8 Pengolahan Lumpur


Lumpur buangan sebuah Instalasi Pengolahan Air Minum terdiri dari 2 jenis,
yaitu air cucian filter dan lumpur sedimentasi. Karakteristik kedua jenis lumpur
tersebut sangat berbeda. Air cucian filter dapat langsung dibuang ke badan air, atau
diolah dengan berbagai cara yaitu :
1. Didaur ulang ke awal proses pengolahan
2. Diolah dengan paket pengolahan konvensional
3. Diendapkan dalam kolam besar
Proses pengolahan lumpur dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Gravitasi, seperti lagoon sludge drying bed.
2. Mekanik, seperti filter press, belt press, vacuum filter.
Penggunaan kedua jenis pengolahan ini biasanya dipilih berdasarkan ketersediaan
lahan, karakteristik lumpur dan hasil akhir pengolahan yang diinginkan. Pada proses
dengan gravitasi dibutuhkan lahan yang luas dan kandungan solid dalam lumpur
hanya mampu mencapai 50%. Jenis pengolahan ini sangat baik untuk daerah dengan
iklim panas dan penguapan melebihi curah hujan.

4.3 Manajemen dan Perencanaan Proyek


Manajemen dan perencanaan proyek instalasi pengolahan air terutama air minum
adalah tata aturan yang dibuat dan direncanakan sebelum sebuah proyek dilaksanakan.
46
Manajemen dan perencanaan dapat berupa dokumen, dokumen perencanaan untuk
instalasi pengolahan air paket sekurang-kurangnya terdiri dari :
a) diagram alir proses
b) diagram perpinstalasi pengolahan airan dan instrumentasi
c) perhitungan unit proses dan operasi
d) profil hidrolis
e) perhitungan mekanikal dan elektrikal
f) perhitungan struktur
g) gambar perencanaan dengan skala yang memadai

Manajemen dan perencanaan proyek ini dilaksanakan olrh perencana yang


berwenang untuk merencanakan instalasi pengolahan air paket, adalah seorang yang
telah menempuh pendidikan tinggi dalam bidang yang sesuai dan memiliki sertifikat
keahlian yang dikeluarkan oleh asosiasi profesi. Industri air minum adalah suatu bisnis
yang membutuhkan investasi dalam skala besar sehingga untuk mewujudkannya
diperlukan suatu perencanaan yang terstruktur dengan baik dan benar. Sebagai
perencanaan awal maka harus dilakukan studi kelayakan (feasibility study).
Fungsi studi kelayakan dalam bisnis air minum adalah untuk melihat berapa besar
investasi yang harus ditanamkan dan sejauh mana invetasi tersebut mendatangkan
keuntungan. Studi kelayakan dalam bidang air bersih ini biasanya juga merupakan
bagian dari master plan suatu pengembangan daerah atau kota. Studi kelayakan ini
menghasilkan 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama proyek tersebut layak untuk
ditindak lanjuti, kemungkinan kedua tidak layak untuk diteruskan sehingga proyek
tersebut gagal atau ditunda dengan terlebih dahulu memperbaiki hal-hal yang dianggap
tidak layak tersebut.
Persiapan rencana induk berikut data-data penunjang sesuai ketentuan umum. Cara
pengerjaan pengkajian kelayakan teknis sistem penyediaan air minum adalah sebagai
berikut:
1) Lakukan pengkajian kelayakan teknis
2) Lakukan pengkajian kelayakan ekonomis dan keuangan
3) Lakukan pengkajian kelayakan lingkungan
4) Lakukan pengkajian terhadap kelayakan kelembagaan

47
Hal-hal apa saja yang perlu dilakukan dan dibahas dalam studi kelayakan antara lain :
1. Periode perencanaan.
Jangka waktu 10-20 tahun menjadi pedoman dalam membuat suatu
perencanaan sebuah system penyediaan air minum termasuk dalam adalah kapasitas
bangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA). Pembangunan suatu unit IPA harus
dilakukan secara bertahap. Hal ini untuk menghindari adanya pemborosan,
disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan air minum. Jangka waktu
pembangunan dituangkan dalam satu bentuk master plan. Kemudian terbagi menjadi
beberapa tahapan dalam bentuk outline plan yang merupakan perhitungan yang lebih
detail dengan waktu yang lebih singkat.
Sebagai contoh Pembangunan WTP DAM Duriangkang Batam di proyeksikan
selama 15 tahun periode perencanaan. Dimulai pada tahun 2000 dengan kapasitas
500 ltr/detik selanjutnya phase II tahun 2002, phase III tahun 2004, sekarang sedang
berjalan phase IV dengan kapasitas yang sama setiap phasenya dan masih tersisa 2 x
500 ltr/dtk dalam periode perencanaannya. Hal tersebut untuk mengakomodir
petambahan pelanggan sekitar + 18.000 setiap tahunnya.
2. Daerah aliran air minum.
Dalam perencanaan system penyediaan air minum harus dibatasi wilayah yang
masuk dalam sistem perencanaan tersebut. Tentunya dengan memperhatikan
berapa besar air yang diterima oleh pelanggan, termasuk potensi pengembangan
atau perluasan wilayah di masa yang akan datang, termasuk penambahan jumlah
satuan sambungan rumah (SR) di wilayah tersebut dan sekitarnya.
3. Pertambahan jumlah penduduk pada masa datang.
Banyak model-model atau perumusan dalam ilmu statistic untuk memprediksi
jumlah penduduk dimasa yang akan datang. Salah satu contoh perumusan dengan
metode aritmatik.
Pn = Po ( 1 + r n )
Dimana:
Pn = Jumlah penduduk tahun n
Po = Jumlah penduduk tahun awal
R = Angka pertumbuhan penduduk
N = Jangka waktu dalam tahun

48
Untuk metode ini data penduduk dilakukan dengan regresi linear sebagai berikut:

4. Kebutuhan air minum maximum per penduduk


Dalam setiap daerah mempunyai pola kebutuhan air yang tidak sama. Para ahli
harus melakukan estimasi dan menentukan berapa kebutuhan air maximum per
orang dalam wilayah rencana. Dalam suatu sistem yang baru maka data diambil
berdasar estimasi yang akurat dari pembagian komunitas yang mempunyai latar
belakang, karakteristik dan trend yang sama dalam pertumbuhannya. Pada suatu
sistem yang sudah berjalan dan akan dikembangkan maka data yang terbaik dan
akurat adalah dengan menampilkan trend dari sistem penyediaan air minum yang
sudah ada.
5. Pemilihan sumber air baku.
Sumber air bisa berasal darimana saja, bisa air permukaan atau air bawah tanah.
Untuk air bawah tanah biasanya hanya untuk kapasitas kecil. Pembahasan air baku
ini sudah pernah dibahas oleh penulis pada tulisan sebelumnya yaitu Sumber air
baku dan problematikanya.
6. Dimensi bangunan Instalasi Pengolahan Air Minum.
Kebutuhan air pada masa yang akan datang pada suatu area layanan harus
dimasukan sebagai dasar salah satu ketentuan dalam menghitung ukuran dimensi
bangunan IPA dan luas lahan IPA. Ketentuan tambahan tersebut akan berdampak
pada kemampuan supply air dan effektivitas biaya pada penyediaan air dari satu
plant besar dibanding dengan 2 atau 3 plant ukuran sedang atau kecil pada lokasi
dan elevasi yang berbeda. Sabagai dasar perhitungan dalam menghitung luas lahan
sebuah plant konvensional menggunakan rumus : A ≥ Q0,6
Dimana :
A = dalam hektar
Q = kapasitas debit air dalam mgd
(1 m3/dt = 22,8 mgd)

49
7. Ketersediaan lahan bangunan IPA.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam perhitungan sebuah IPA antara lain :
- jarak bangunan dengan Intake
- tata letak unit-unit bangunan IPA
- dampak IPA terhadap lingkungan
- metode pendistribusian air ( gravitasi atau menggunakan pompa)
- kondisi geografi (kontur) lahan
- informasi yang tersedia tentang study bahan
- ketersediaan tenaga listrik
- akses jalan menuju jalur utama
- sejarah masa lalu, apakah pernah terjadi bencana seperti banjir atau
gempa bumi
- biaya konstruksi
- biaya pemeliharaan
- situasi dan kondisi keamanan sekitar bangunan
- kesiapan lahan apabila ada pengembangan bangunan pada masa yang
akan datang.
8. Data curah hujan.
Curah hujan menjadi sangat penting karena dengan data yang ada kita dapat
memprediksikan berapa jumlah debit air yang bisa terbarukan dengan adanya
siklus ini. Daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi tentunya akan lebih
diuntungkan dengan daerah yang curah hujannya rendah. Curah hujan dalam suatu
daerah biasanya mempunyai satu pola yang sama dari satu waktu ke waktu,
terkecuali ada situasi ekstrim diluar kebiasaan yang jarang terjadi seperti kejadian
El Nino dan La Nina. Biasanya El Nino terjadi rata-rata dalam 4 tahun sekali
sementara la Nina dalam 6 tahun sekali. Sehingga dibutuhkan data curah hujan
setidaknya selama 10 tahun terakhir sehingga akan didapat trend yang digunakan
untuk memprediksi curah hujan pada kemudian hari.
9. Daerah tangkapan air (catchment area)
Luasnya daerah tangkapan air juga sangat diperlukan untuk menampung debit
air hujan yang turun pada suatu daerah. Daerah yang sudah rusak kondisi alamnya
akan sulit untuk menampung curah hujan karena akan terus turun dan terbuang ke

50
air laut, sedangkan daerah yang masih bagus akan meneruskan air ke dalam tanah
dan merupakan cadangan sumber air baku yang baik.
10. Analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal)
11. Ketersediaan dana.

4.4 Perkiraan Biaya


Bahwa invetasi sebuah sistem penyedian air minum sangatlah besar. Studi
kelayakan merupakan salah satu syarat yang digunakan untuk memperoleh dana tersebut
baik dari investor, APBN, APBD maupun pihak kreditor atau bank. Dalam proposal
pendanaan tersebut tercantum besarnya dana investasi, sumber pendanaan, periode
pengembalian modal investasi, besarnya tarif air minum berdasar golongan, biaya
konstruksi, produksi, operasional, maintenance, dlsb.
Data-data yang dibutuhkan dalam studi kelayakan diambil dari hasil survey
lapangan seperti sistem penyediaan air minum existing (pipa, pompa, bangunan IPA,
reservoir) sumber air baku, daya beli masyarakat, harga material bahan bangunan, daerah
industry, daerah perumahan dan lain-lain. Ada juga data yang diambil dari instansi
terkait seperti data curah hujan diambil dari BMG daerah, data jumlah penduduk, kondisi
social ekonomi, master plan RTRW/RTRK bisa didapat dari pemerintah daerah
setempat.
Pemilik pekerjaan (owner) dari pekerjaan studi kelayakan sistem perencanaan air
bersih suatu daerah biasanya Pemerintah Daerah setempat, tetapi bisa juga dari investor
yang akan menaruh dananya dalam proyek tersebut dengan biaya sendiri. Perencanaan
dan studi kelayakan sebuah sistem penyediaan air minum suatu daerah sangat komplek
sehingga dibutuhkan kerja tim yang terdiri dari banyak ahli dari berbagai disiplin ilmu.
Hasil yang baik akan diperoleh dari perencanaan yang baik
Biaya atau cost adalah pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu
barang ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang,
melalui tukar menukar ataupun melalui pemberian jasa. Sedangkan ongkos atau expense
adalah pengeluaran untuk memperoleh pendapatan. Untuk dapat memperkirakan biaya
produksi maka dilakukan suatu analisis biaya dari proses produksi sehingga akan didapat
biaya produksi persatuan output produk. Analisis biaya yang dilakukan dalam hal ini
ialah produksi air bersih per meter kubiknya. Biaya dalam proses produksi air bersih
terdiri atas dua komponen yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan
51
macam-macam biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya, sedangkan biaya
tidak tetap merupakan macam - macam biaya yang selama satu periode kerja jumlahnya
dapat berubah bergantung pada jumlah jam kerja pemakaian.
Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu
mesin dan merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap dan dinyatakan
dalam satuan Rp/jam sedangkan biaya pokok adalah biaya yang diperlukan suatu mesin
untuk setiap unit produk.

4.5 Analisis Dampak Lingkungan


Pengkajian kelayakan lingkungan tidak terlepas dari kegiatan masyarakat dari
kondisi daerah setempat, sehingga faktor-faktor lingkungan dapat dikatakan layak atau
tidak untuk didistribusikan air minum. Pengkajian kelayakan lingkungan dilaksanakan
dengan memperhatikan atau sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku
misal, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan
Dalam prosesnya IPA banyak menggunakan bahan kimia dimana selain bau juga
harus dipikirkan bagaimana dengan limbah kimia yang dihasilkan sehingga tidak
mengganggu ekosistem lingkungan yang ada. Bangunan IPA juga menggunakan
banyak mesin-mesin seperti pompa, genset yang menimbulkan kebisingan yang sangat
mengganggu bagi masyarakat disekitar bangunan. Daya listrik yang digunakanpun
sangat besar. Oleh karena itu bangunan IPA merupakan bangunan vital yang
semestinya dilindungi oleh negara, karena merupakan kebutuhan rakyat banyak dan
tidak menutup kemungkinan terjadinya sabotase pada bangunan tersebut. Biasanya
lokasi bangunan IPA jauh dari pemukiman penduduk, hal ini untuk mencegah hal-hal
tersebut diatas.

4.6 Standar/Pedoman yang Digunakan


Menurut PERMEN PUPR NOMOR 27/PRT/M/2016
Perencanaan teknis Pengembangan SPAM unit produksi disusun berdasarkan
kajian kualitas air yang akan diolah, dimana kondisi rata-rata dan terburuk yang
mungkin terjadi dijadikan sebagai acuan dalam penetapan proses pengolahan air, yang
kemudian dikaitkan dengan sasaran standar kualitas Air Minum yang akan dicapai.
Rangkaian proses pengolahan air umumnya terdiri dari satuan operasi dan satuan proses
52
untuk memisahkan material kasar, material tersuspensi, material terlarut, proses
netralisasi dan proses desinfeksi. Unit produksi dapat terdiri dari unit koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, filtrasi, netralisasi, dan desinfeksi. Perencanaan unit produksi
dapat mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam penyusunan rencana teknik
unit produksi mengikuti kegiatan:
1) Survei dan pengkajian
2) Perhitungan
3) Gambar
Unit produksi terdiri dari :
a. Bangunan Penangkap Mata Air (Broncaptering)
b. Bangunan Pengambil Air Baku dari Air Tanah (Sumur)
c. Bangunan Saringan Pasrir Lambat
d. Instalasi Pengolahan Air Minum Konvensional
Perencanaan teknis pengembangan SPAM unit produksi disusun berdasarkan
kajian kualitas air yang akan diolah, dimana kondisi ratarata dan terburuk yang
mungkin terjadi dijadikan sebagai acuan dalam penetapan proses pengolahan air, yang
kemudian dikaitkan dengansasaran standar kualitas air minum yang akan
dicapai.Rangkaian proses pengolahan air umumnya terdiri dari satuan operasi dan
satuan proses untuk memisahkan material kasar, material tersuspensi, material terlarut,
proses netralisasi dan proses desinfeksi.

Menurut Buku 4 Kementrian PUPR Direktorat Cipta Karya “Panduan


Pendampingan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perpipaan Berbasis
Masyarakat
Unit produksi dapat terdiri dari unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi,
netralisasi, dan desinfeksi. Perencanaan unit produksi antara lain dapat mengikuti
standar berikut ini:
 SNI 03-3981-1995 tentang tata cara perencanaan instalasi saringan pasir
lambat;
 SNI 19-6773-2002 tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi Penjernihan Air
Sistem Konvensional Dengan Struktur Baja;
 SNI 19-6774-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi
Penjernihan Air
53
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Skema pengolahan air bersih adalah sebagai berikut :
Bangunan Intake (Bangunan Pengumpul Air)
Bangunan intake berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air dari
sumber air. Sumber air utamanya diambil dari air sungai. Pada bangunan ini terdapat bar
screen (penyaring kasar) yang berfungsi untuk menyaring benda-benda yang ikut
tergenang dalam air, misalnya sampah, daun-daun, batang pohon, dsb.
WTP (Water Treatment Plant/ IPA)
Ini adalah bangunan pokok dari sistem pengolahan air bersih. Bangunan ini beberapa
bagian, yakni koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.
Adapun tahapan proses per instalasi sehingga dihasilkan air bersih adalah intake dan
transmisi, aerasi, koagulasi dan flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, reservoir, dan
pengolahan lumpur.
2. Kriteria Desain Instalasi Pengolahan Air harus memperhatikan beberapa hal,
diantaranya:
 Air baku dan pompa air baku
 Perencanaan Unit Paket
 Kriteria Bak Penampung
 Dimensi Instalasi Pengolahan Air
3. Manajemen dan perencanaan untuk instalasi pengolahan air paket sekurang-kurangnya
terdiri dari :
a) diagram alir proses
b) diagram perpinstalasi pengolahan airan dan instrumentasi
c) perhitungan unit proses dan operasi
d) profil hidrolis
e) perhitungan mekanikal dan elektrikal
f) perhitungan struktur
g) gambar perencanaan dengan skala yang memadai

54
4. Dalam memperkirakan biaya rencana pembangunan unit pengolahan air minum diperlukan
studi kelayakan yang diperoleh langsung dari survey lapangan dan memerlukan data dari
instansi terkait penunjang pembangunan IPA.
5. Dalam pembangunan IPA sangat berpotensi menimbulkan gangguan terhadap masyarakat
dan lingkungan, oleh karena itu perlu diperhatikan dampak dan risikonya pula.

55
DAFTAR PUSTAKA

http://jujubandung.wordpress.com/2012/05/02/unit-unit-instalasi-pengolahan-air-minum/
Unit-unit instalasi pengolahan air minum /25 September 2012
http://aladintirta.blogspot.com/2010/11/studi-kelayakan-sistem-penyediaan-air.html/ Studi
Kelayakan Sistem Penyediaan Air Minum/25 September 2012
http://aryansah.wordpress.com/2010/12/03/instalasi-pengolahan-air-bersih/ Instalasi
Pengolahan Air Bersih /25 September 2012
Standar Nasional Indonesia “Tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air”
SNI 6774:2008. Badan Standarisasi Nasional. Indonesia

Joko,Tri.2010. Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Graha Ilmu. Yogyakarta

56

Anda mungkin juga menyukai